بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 79
Pengepungan dan Penaklukan Benteng Yahudi di
Khaibar oleh Umat Islam & Penebangan
Pohon Kurma yang Buahnya Buruk
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai
terusirnya Umat Islam dari
Palestina – “Negeri yang Dijanjikan”,
yakni sehubungan dua kali hukuman
Allah Swt. kepada umat Islam (Bani
Isma’il), sebagaimana dua kali hukuman-Nya kepada Bani Israil
(QS.17:5-11).
Ada pun hukuman yang menimpa Bani Isma’il (umat Islam) adalah pertama melalui serangan dahsyat bala tentara bangsa
Mongol dan Tartar pimpinan Hulaku
Khan, cucu Jenghis Khan, pada tahun 1258 M
dan kota Baghdad mengalami nasib buruk
yang sama dengan kota Yerusalem
(QS.2:260); hukuman Allah Swt. yang kedua melalui penyerbuan Ya’juj
(Gog) dan Ma’juj (Magog) atau
bangsa-bangsa Kristen dari Barat
(QS.17:5-11; QS.21:97 yang mulai bangkit
sejak abad 17 Masehi dan hukuman Ilahi tersebut mencapai puncaknya dengan terusirnya umat Islam
dari Palestina -- “negeri
yang dijanjikan” (QS.21:106-107) -- serta dan kembalinya
orang-orang Yahudi ke Palestina dari pengembaraan selama 2000 tahun di
berbagai pelosok dunia lalu
mendirikan “negara Israel”
(QS.17:105) pada tahun 1948 melalui “Balfour Declaration” (Pernyataan Balfour).
Hakikat Terusirnya Umat Islam dari Palestina
Peristiwa “terusirnya” umat Islam
dari Palestina (negeri yang
dijanjikan) tersebut terjadi setelah Allah Swt. mengutus Al-Masih Mau’ud a.s. atau Al-Masih
Akhir Zaman atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58) yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah (1835-1908),
seperti halnya terusirnya orang-orang
Yahudi yang kedua kali secara hina dari Palestina setelah
upaya pembunuhan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban (QS.17:5-8; Matius 23:37-39 & 24:1-22) sebagai kutukan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:79-81)
pada tahun 70 Masehi.
Berikut pernyataan Allah Swt. mengenai akan diwariskan-Nya secara bergiliran “negeri yang dijanjikan”
(Palestina/Kanaan) tersebut kepada hamba-hamba-Nya
yang hakiki, yaitu mereka yang benar-benar penyembah Allah Swt. (Tauhid) yang
hakiki atau “hamba-hamba Allah yang shalih”, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ کَتَبۡنَا فِی
الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ الذِّکۡرِ اَنَّ
الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا
عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ہٰذَا
لَبَلٰغًا لِّقَوۡمٍ عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ
اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah menuliskan dalam
Kitab Zabur sesudah pemberi peringatan itu, bahwa negeri
itu akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih. Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu amanat bagi kaum yang beribadah.
Dan Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiya
[21]:106-108).
Yang dimaksud dengan “pemberi peringatan” adalah Nabi Besar Muhammad saw., sedangkan yang
dimaksud “bumi itu” adalah Palestina yakni “negeri yang dijanjikan”. Para pujangga Kristen menafsirkan juga
kata-kata “bumi itu akan dipusakai”
atau “tanah itu akan dipusakai” dalam
Mazmur dalam artian mewarisi
Kanaan menurut “janji dalam perjanjian Tuhan".
Isyarat dalam kata-kata “dalam kitab Daud” ditujukan kepada Mazmur 37:9, 11, 22, dan 29.
Terdapat pula suatu nubuatan dalam
Kitab Ulangan (28:11 dan 34:4) bahwa negeri
Palestina akan diberikan kepada Bani
Israil. Palestina tetap di tangan umat
Kristen hingga orang Islam
menaklukkannya di masa khilafat Sayyidina Umar bin
Khaththab r.a., Khalifah ke-II Nabi
Besar Muhammad saw..
Nubuatan yang terkandung dalam ayat QS.21:106 ini, rupanya menunjuk
kepada penaklukan Palestina tersebut
oleh lasykar Islam. Palestina tetap
berada di bawah kekuasaan umat Islam
selama kira-kira 1350 tahun - kecuali satu masa pendek yang lamanya 92 tahun,
ketika di zaman peperangan salib
kekuasaan telah berpindah-tangan — hingga dalam masa kita ini sebagai akibat rencana-rencana buruk dari beberapa kekuasaan barat yang disebut demokrasi, negeri bernama Palestina itu sama sekali tidak berwujud dan di atas puing-puingnya didirikan negara Israel. Orang-orang Yahudi kembali
ke Palestina setelah
mengembara selama hampir 2000 tahun. Tetapi peristiwa sejarah yang besar
tersebut telah terjadi sebagai pemenuhan suatu nubuatan Al-Quran (QS.17:105).
Nabi Besar Muhammad Saw. dan Agama Islam (Al-Quran)
Adalah “Rahmat bagi Seluruh Alam”
Namun demikian, hal itu
hanya merupakan satu babak
sementara saja. Orang-orang Islam
telah ditakdirkan Allah Swt. akan menguasainya kembali. Cepat atau lambat
— malahan lebih cepat daripada lambat
- Palestina akan kembali menjadi milik Islam. Hal ini merupakan keputusan Allah Swt. dan tidak ada seorang pun dapat mengubah keputusan Tuhan.
Namun pertanyaaannya
adalah, apakah kembalinya “Palestina” – “negeri
yang dijanjikan” -- ke tangan umat Islam tersebut di Akhir
Zaman ini dilakukan dengan cara-cara kekerasan
seperti yang saat ini terus menerus diupayakan,
sehingga banyak sekali memakan korban
nyawa dan harta-benda, ataukah akan seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Khathtab r.a. yaitu melalui “cara-cara
damai” sesuai dengan misi kerasulan
Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat
bagi seluruh alam” (QS.21:108)?
Jawabannya adalah bahwa proses pewarisan “negeri yang
dijanjikan” yang kedua kali kepada umat Islam, insya Allah, adalah dengan
cara-cara sesuai
dengan firman Allah Swt. وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ
-- “Dan Kami
sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam”.
Yakni karena Nabi Besar Muhammad
saw. adalah pembawa rahmat untuk seluruh umat manusia, karena itu amanat beliau saw. pun tidak terbatas kepada suatu negeri atau kaum tertentu. Dengan perantaraan beliau saw. bangsa-bangsa dunia telah diberkati,
seperti belum pernah mereka diberkati
sebelum itu.
Dengan demikian jelaslah bahwa para pengikut hakiki Nabi Besar Muhammad saw. --
yang juga merupakan “rahmat bagi seluruh alam” -- itulah yang dimaksud dengan عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ -- “hamba-hamba-Ku yang shaleh”, yang
di Akhir Zaman ini ditakdirkan Allah Swt. akan menjadi “pewaris”
berikutnya dari “negeri yang
dijanjikan” (Palestina) tersebut, yakni umat
Islam yang beriman kepada
Rasul Akhir Zaman, atau Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. (QS.61:10;
QS.63:3-5).
Terjadinya peristiwa pewarisan “negeri
yang dijanjikan” (Palestina/Kanaan) kepada Nabi Besar Muhammad saw. dari kekuasaan kerajaan Kristen pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab
r.a. sama sekali tidak ada tindakan kekerasan yang meminta korban
jiwa mau pun harta benda, melainkan berlangsung secara “aman
dan damai”, sebab pada waktu itu
keadaan umat Islam benar-benar
merupakan “rahmat bagi seluruh alam”
seperti halnya dengan missi suci Nabi
Besar Muhammad saw. (QS.21:108).
Mereka yang dijadikan Allah Swt.
“Kera , Babi dan Penyembah Syaitan”
Jadi, kembali kepada masalah pengusiran orang-orang
Yahudi dari Madinah oleh Nabi Besar Muhammad saw. hal tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan
masalah kezaliman yang dilakukan oleh beliau saw. kepada mereka,
na’ūdzubillāhi min dzālik, melainkan semata-mata atas izin Allah Swt.:
(1) sebagai hukuman atas berulang-kalinya kedurhakaan
yang mereka lakukan terhadap perjanjian yang telah mereka ikat dengan beliau saw. di Madinah.
(2) terjadinya “pengusiran” tersebut
sebagai penggenapan nubuatan
Allah Swt. mengenai mereka, bahwa akibat berulang kalinya mereka (Bani Israil)
melakukan kedurhakaan kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:89-91;
QS.5:79-80; QS.33:70; QS.61:6-7) – termasuk kedurhakaan kepada “Nabi yang seperti Musa” (Nabi Besar
Muhmmad saw. – Ulangan 18:18; QS.
46:11) -- maka di mana pun mereka berada di
muka bumi ini, Allah Swt. akan membangkitkan orang-orang
yang membenci mereka –
termasuk, pemimpin Nazi dari
Jerman, Adolf Hitler -- firman-Nya:
فَلَمَّا عَتَوۡا عَنۡ
مَّا نُہُوۡا عَنۡہُ قُلۡنَا لَہُمۡ
کُوۡنُوۡا قِرَدَۃً خٰسِئِیۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکَ
لَیَبۡعَثَنَّ عَلَیۡہِمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ مَنۡ یَّسُوۡمُہُمۡ سُوۡٓءَ
الۡعَذَابِ ؕ اِنَّ رَبَّکَ لَسَرِیۡعُ
الۡعِقَابِ ۚۖ وَ اِنَّہٗ لَغَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Maka tatkala mereka melanggar apa yang dilarang untuk
mengerjakannya, Kami berfirman kepada mereka: ”Jadilah kamu kera-kera yang hina!” Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau mengumumkan bahwa niscaya Dia akan mengutus kepada
mereka orang-orang yang akan menimpakan
kepada mereka azab yang sangat buruk
hingga Hari Kiamat. Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar sangat cepat dalam menghukum dan
sesungguhnya Dia benar-benar Maha
Pengampun, Maha Penyayang. (Al-A’rāf [7]:167-168). Lihat
pula QS.2:62, 66-67 & 88-92; QS.3:113; QS.5:61.
Ayat کُوۡنُوۡا
قِرَدَۃً خٰسِئِیۡنَ -- “Jadilah
kamu kera-kera yang hina!” dan juga beberapa ayat berikutnya berkenaan
orang-orang Yahudi, menunjukkan bahwa kaum yang dikatakan sebagai
“kera-kera yang hina” dalam ayat sebelumnya itu tidak sungguh-sungguh berubah menjadi kera, melainkan mereka itu tetap makhluk manusia walaupun mereka menjalani peri kehidupan yang hina dan dipandang
rendah oleh orang-orang lain juga.
Kata “kera” telah dipakai secara kiasan, artinya orang-orang Bani Israil menjadi nista dan hina seperti kera, perubahannya tidak dalam wujud dan bentuk melainkan dalam watak dan jiwa. “Mereka tidak
sungguh-sungguh diubah menjadi kera, hanya hatinya yang diubah” (Mujahid). “Allah Swt. telah
memakai ungkapan itu secara kiasan” (Tafsir Ibnu Katsir).
Bila Al-Quran memaksudkan perubahan wujudnya menjadi kera maka kata yang biasa dipergunakan adalah khashi'ah,
bukan khasi’in, yang dipakai untuk wujud-wujud berakal. Penggunaan kata
itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa sebagaimana kera itu binatang hina,
begitu pula orang-orang Bani Israil -- akibat kedurhakaan
mereka kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah yang dibangkitkan di
kalangan mereka (QS.2:89-91) --
senantiasa akan dihinakan di dunia
ini dan sungguh pun mereka mempunyai sumber-sumber
daya besar dalam harta dan pendidikan, mereka tidak akan memiliki
suatu kubu pertahanan atau “tanah air” (negara) di bumi secara
permanen, arti akar kata menunjukkan kenistaan
dan kehinaan dan pula kerendahan
martabat.
Jelas
dari beberapa ayat Al-Quran bahwa Allah Swt.
sangat lambat dalam menghukum orang-orang durhaka. Dia berkali-kali
memberi tenggang waktu kepada mereka
untuk bertaubat. Kata-kata اِنَّ رَبَّکَ لَسَرِیۡعُ
الۡعِقَابِ -- “Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar sangat cepat dalam menghukum” itu
dimaksudkan, bahwa bila pada akhirnya hukuman ditetapkan menimpa satu kaum, hukuman itu datangnya cepat serta sangat tiba-tiba dan tak ada sesuatu yang dapat memperlambat kedatangannya.
Perebutan Benteng
Khaibar & Penebangan Pohon Kurma
Sehubungan dengan kenyataan mengenai kedurhakaan
orang-orang Yahudi tersebut, selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai pengusiran orang-orang Yahudi dari Madinah di masa Nabi Besar Muhammad
saw.:
وَ لَوۡ لَاۤ اَنۡ
کَتَبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمُ
الۡجَلَآءَ لَعَذَّبَہُمۡ فِی
الدُّنۡیَا ؕ وَ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ
عَذَابُ النَّارِ ﴿﴾ ذٰلِکَ
بِاَنَّہُمۡ شَآقُّوا اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ ۚ وَ مَنۡ یُّشَآقِّ
اللّٰہَ فَاِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ
الۡعِقَابِ ﴿﴾
Dan seandainya tidak karena Allah
telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, niscaya Allah telah mengazab mereka di dunia ini juga,
dan bagi mereka di akhirat ada azab Api. Hal demikian itu karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya,
dan barangsiapa menentang Allah, maka
sesungguhnya azab Allah sangat ke-ras. (Al-Hasyr [59]:4-5).
Pembuangan Banu Nadhir dari
Medinah atas perintah Nabi Besar Muhammad saw. merupakan suatu hukuman yang amat ringan. Mereka
selayaknya mendapat hukuman yang lebih
berat lagi; dan seandainya mereka tidak
dibuang, niscaya mereka telah mendapat hukuman
keras dengan suatu cara lain.
Karena Allah Swt. mengetahui bahwa para penentang Nabi Besar Muhammad saw. dan agama Islam (Al-Quran) akan banyak
menyebarkan berbagaim fitnah keji
tentang Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran, dalam ayat-ayat
berikut ini Allah Swt. telah
mengemukakan salah satu bukti bahwa Nabi
Besar Muhammad saw. benar-benar sebagai
“rahmat bagi seluruh alam”
(QS.21:108), yaitu berkenaan dengan penebangan
pohon kurma milik orang-orang Yahudi
di Khaibar, firman-Nya:
مَا قَطَعۡتُمۡ مِّنۡ لِّیۡنَۃٍ
اَوۡ تَرَکۡتُمُوۡہَا قَآئِمَۃً عَلٰۤی
اُصُوۡلِہَا فَبِاِذۡنِ اللّٰہِ وَ لِیُخۡزِیَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Pohon kurma apa saja jenisnya yang kamu tebang atau kamu membiarkannya berdiri pada akar-akarnya maka itu dengan izin Allah, supaya Dia menghinakan orang-orang durhaka. (Al-Hasyr [59]:6).
Yang diisyaratkan adalah penebangan pohon-pohon korma milik Banu Nadhir oleh orang-orang
Islam (Muslim) atas perintah Nabi Besar Muhammad saw. seperti
dinyatakan dalam Al-Hasyr ayat 3
sebelumnya, karena telah mengurung diri
mereka di dalam benteng-benteng
mereka sebagai penentangan terhadap perintah Nabi Besar Muhammad saw. . supaya mereka menyerah secara baik-baik.
Setelah pengepungan berlangsung beberapa hari tetapi tidak juga ada
tanda-tanda orang-orang Yahudi itu
akan menyerah, kemudian
Nabi Besar Muhammad saw. memerintahkan untuk memaksa mereka menyerah
yaitu dengan menebangi pohon-pohon kurma milik mereka dari
jenis linah yang mutu buahnya
sangat buruk dan sama sekali tidak berguna untuk dimakan manusia (Ar-Raudh-al-Unuf).
Baru saja enam pohon kurma ditebang, mereka menyerah (Zurqani). Perintah
Nabi Besar Muhammad saw. tersebut sangat ringan,
lunak, dan sungguh sesuai dengan hukum perang yang beradab, sesuai yang telah dinasihatkan beliau saw. kepada pasukan Muslim jika terpaksa melakukan perang atau melakukan penyerangan kepada pihak lawan yang
tidak mau menyerah secara baik-baik,
di antaranya dilarang merusak tanaman,
dan membunuh perempuan, anak-anak, orang-orang tua serta
merusak bangunan-bangunan milik mereka, kecuali jika mereka menjadikan tempat
tersebut sebagai benteng pertahanan
mereka seperti contohnya di Khaibar:
وَ مَاۤ اَفَآءَ اللّٰہُ عَلٰی رَسُوۡلِہٖ مِنۡہُمۡ فَمَاۤ اَوۡجَفۡتُمۡ عَلَیۡہِ مِنۡ
خَیۡلٍ وَّ لَا رِکَابٍ وَّ لٰکِنَّ اللّٰہَ یُسَلِّطُ رُسُلَہٗ عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Dan harta rampasan apa pun dari mereka yang Allah berikan kepada Rasul-Nya maka kamu tidak mengerahkan kuda maupun unta untuk harta itu, tetapi Allah
memberikan kewenangan kepada rasul-rasul-Nya atas siapa pun yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Hasyr [59]:7).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar, 10 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar