بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 74
Berbagai Tujuan Izin Berperang Menurut Allah Swt. dalam Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir
Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai perbedaan pengorbanan
jiwa para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw.
dengan para pelaku “bom bunuh biri”
di Akhir Zaman ini. Keteguhan hati para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. tersebut dalam
menghadap lasykar-lasykar persekutuan yang sangat besar jumlahnya serta sangat kuat perlengkapan perangnya tersebut bukanlah seperti perbuatan jahil (bodoh) dan zalim (aniaya) para pelaku “bom bunuh diri” di Akhir
Zaman ini -- yang disebut “para pengantin” yang akan mendapat hadiah para “bidadari di
akhirat” – yang telah banyak
memakan korban jiwa
orang-orang yang tidak berdosa,
sebagai hasil dari dari “cuci-otak” yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak bertanggungjawab
serta menyalah-tafsirkan ajaran Islam
(Al-Quran), melainkan merupakan hasil pelaksanaan Sifat Rabbubiyyat atau tarbiyat
sempurna Nabi Besar Muhammad saw.
sebagaimana firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
یُسَبِّحُ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ
مَا فِی الۡاَرۡضِ الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ الۡحَکِیۡمِ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی
الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا
مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭
وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿۳﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Menyanjung
kesucian Allah apa pun yang ada di
seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, Yang Maha Berdaulat, Maha
Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Dia-lah Yang
telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, (Al-Jumu’ah [62]:1-3).
Keempat sifat Ilahi
itu الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ
الۡحَکِیۡمِ
-- “Yang Maha Berdaulat, Maha
Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana” bertalian dengan keempat tugas Nabi Besar Muhammad saw. yang tercantum di
dalam ayat berikutnya, yaitu یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ -- “yang
membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah.
Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas
agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk
kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau saw., Nabi Ibrahim a.s. telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai
putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:128-130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu
(Reformer/Mushlih Rabbani) dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak
menyiapkan dengan contoh mulia
dan quat-qudsiahnya (daya
pensuciannya), suatu jemaat (jama’ah)
yang pengikut-pengikutnya terdiri
dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas
ajarannya serta mengajarkan falsafat,
arti, dan kepentingan cita-cita dan
asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan
pengikut-pengikutnya tersebut ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa
lain dengan tanpa paksaan serta kekerasan
(QS.2:257; QS.9:6; QS.10:100; QS.11:119; QS.18:30; QS.76:4).
Tarbiyat (didikan) yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan
kepada para pengikut beliau saw. memperluas
dan mempertajam kecerdasan mereka,
dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan
dalam diri mereka keyakinan iman, dan
contoh mulia beliau saw. (QS.33:22) menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan dasar agama Islam itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini.
Tujuan Izin Berperang Secara Fisik dalam Ajaran Islam
“Modal perjuangan yang suci”
itulah yang menjadi “bekal” para mujahid Islam di masa Nabi Besar Muhammad saw. dan para Khulafatur-Rasyidin dalam melaksanakan da’wah Islam ke seluruh dunia dan mereka itu dalam
melaksanakannya -- termasuk ketika
mereka terpaksa harus melakukan peperangan
-- mereka tetap mengamalkan misi “rahmatan lil ‘alamin” (rahmat bagi seluruh alam) Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108),
firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ
﴿ۙ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi,
karena mereka telah dizalimi, dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. (Al-Hājj [22]:40).
Dengan ayat ini mulai diperkenalkan masalah jihad.
Masalah kurban merupakan pendahuluan
yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi
pengertian mengenai pentingnya pengurbanan.
Ayat ini menerangkan dengan
sangat jelas tentang pandangan Islam
mengenai jihad. Sebagaimana ayat ini menunjukkan bahwa jihad adalah berperang
untuk membela kebenaran. Tetapi di
mana Islam tidak mengizinkan perang
agresi macam apa pun maka perang yang diadakan untuk membela kehormatan sendiri, negara, atau
agama itu, dianggap suatu amal shalih yang amat tinggi nilainya.
Manusia merupakan hasil karya Allah Swt. yang paling
mulia. Ia adalah puncak
ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Manusia adalah khalifah (wakil) Allah di bumi dan raja seluruh makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan Islam mengenai kemuliaan
manusia di alam raya ini. Oleh sebab itu wajar sekali bahwa agama yang telah mengangkat manusia ke taraf yang begitu tinggi harus pula
menempatkan jiwa manusia pada kedudukan yang sangat penting dan suci.
Menurut Allah Swt. dalam Al-Quran,
dari segala sesuatu manusialah yang
paling mulia dan tidak boleh diganggu. Merenggut nyawanya merupakan perkosaan,
kecuali dalam keadaan-keadaan yang
sangat langka, dan Al-Quran telah
menyebutkan hal tersebut secara khusus
(QS.5:33; QS.17:34).
Kebebasan Menyatakan Kata
Hati &
Memelihara Rumah-rumah
Ibadat Agama-agama Lain
Tetapi menurut Islam, kebebasan menyatakan kata hati merupakan
hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa
manusia sendiri. Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya kepada kehidupan manusia, tidak mungkin tidak mengakui, dan menyatakan
bahwa kesucian dan haknya yang tidak boleh diganggu, sebagai hak
asasi yang paling berharga. Untuk membela
milik mereka yang paling berharga
itulah, orang-orang Muslim telah
diberi izin oleh Allah Swt. untuk mengangkat senjata.
Menurut
kesepakatan di antara para ulama, ayat 40 Surah Al-Hajj inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada orang-orang Muslim untuk mengangkat senjata guna membela
diri. Ayat ini menetapkan asas-asas
yang menurut itu, orang-orang Muslim boleh mengadakan perang untuk membela diri,
dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang
Islam yang amat sedikit jumlahnya
itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.
Hal itu mereka lakukan sesudah
mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan
selama bertahun-tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya
dan di sini pun mereka diusik dan
diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim. Selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ
حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا
رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ
لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا
اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami Allah.” Dan
seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadah, dan masjid-masjid yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah,
dan Allah
pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj
[22]:41).
Ayat ini memberi alasan
kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam
telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang adil dan sah, satu-satunya “kesalahan” yang dituduhkan kepada mereka ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bertahun-tahun lamanya
orang-orang Muslim ditindas di
Mekkah, kemudian mereka diusir dari
sana (QS.8:31; QS.9:40) dan tidak pula dibiarkan hidup dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan
gabungan suku-suku Arab di sekitar Medinah, yang terhadapnya orang Quraisy mempunyai pengaruh yang
besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga
Ka’bah.
Kota Medinah sendiri menjadi
sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi
bersatu-padu memusuhi Nabi Besar
Muhammad saw., sehingga dengan hijrah tersebut kesulitan Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam bukannya
berkurang, bahkan makin bertambah.
Islam Tidak Mengizinkan Perang Agresi
Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang
Muslim terpaksa mengangkat senjata
untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Besar Muhammad saw. dari kemusnahan. Oleh karena itu
jika ada suatu kaum yang pernah
mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah Nabi
Besar Muhammad saw. dan
para sahabat beliau saw., namun para kritisi Islam yang tidak mau
mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada
orang-orang yang tidak menghendakinya.
Sesudah
memberikan alasan-alasan, mengapa orang-orang
Islam terpaksa mengangkat senjata,
ayat ini mengemukakan tujuan dan maksud peperangan yang dilancarkan oleh
umat Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka,
atau merampas kemerdekaan mereka
serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah jajahan baru, seperti telah
diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat.
Yang dimaksudkan ialah mengadakan
perang semata-mata untuk membela diri
dan untuk menyelamatkan Islam dari
kemusnahan, dan untuk menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja,
rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya
(QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
Jadi tujuan pertama dan terutama
dari perang-perang yang dilancarkan
oleh Islam di masa yang lampau -- dan selamanya di masa yang akan datang pun -- ialah menegakkan kebebasan beragama dan beribadah
dan berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan
terhadap serangan tanpa dihasut.
Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini? Lebih lanjut
Allah Swt. berfirman mengeai hal tersebut:
اَلَّذِیۡنَ
اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ
اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ عَاقِبَۃُ
الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang
yang jika Kami meneguhkannya di bumi
mereka mendirikan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat
kebaikan dan mela-rang dari keburukan.
Dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan. (Al-Hājj [22]:40-42).
Ayat
ini mengandung perintah Allah Swt. bagi
orang-orang Muslim, bahwa manakala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh mempergunakannya
untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri,
melainkan harus digunakan untuk
memperbaiki nasib orang-orang miskin
dan orang-orang tertindas dan untuk menegakkan keamanan serta keselamatan di daerah-daerah kekuasaan mereka, dan bahwa mereka harus
menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan,
yaitu sesuai dengan missi kerasulan
Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا
رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiya [21]:108).
Pendek kata, para mujahid Islam yang hakiki tersebut dalam
melaksanakan jihad mereka di jalan
Allah Swt. tidak pernah melepaskan ketakwaan kepada Allah Swt. dan kepatuh-taatan sempurna kepada Nabi
Besar Muhammad saw.
Kepengecutan Para Pengikut Nabi
Musa a.s. &
Keteguhan Iman Para Sahabat Nabi
Besar Muhammad saw.
Kembali kepada Surah Al-Ahzab
ayat 12, sekaligus mengandung nubuatan dan tantangan.
Ada pun mengenai tantangan itu
ditujukan kepada kekuatan-kekuatan
kejahatan supaya mengerahkan segala sumber
daya mereka dan membentuk diri mereka menjadi suatu persekutuan yang kuat untuk menghentikan derap maju Islam. Sedangkan sebagai nubuatan ialah bahwa seluruh kekuatan keingkaran itu akan dihancurluluhkan,
bila mereka berani menentang Islam.
Nubuatan agung ini telah menjadi sempurna kata demi kata dalam Pertempuran Khandak.
Autad-al-ardh
berarti gunung-gunung; dan autad-al-bilad maksudnya para pemuka
kota-kota itu; dzul-autad berarti pemilik
lasykar-lasykar atau pemilik pasukan-pasukan besar (Aqrab-al- Mawarid).
Bandingkan perkataan para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.: ہٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ
وَ صَدَقَ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ -- “Inilah
yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
kepada kami, dan Allah serta
Rasul-Nya telah mengatakan yang benar” (QS.33:21) dengan ucapan para pengikut Nabi Musa a.s. yang sangat pengecut berikut ini, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ
یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ
اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا
مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ یٰقَوۡمِ
ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ
کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی
اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی
یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ
یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, ingatlah nikmat
Allah atas kamu, ketika Dia
menjadikan nabi-nabi di antara kamu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia
memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara
bangsa-bangsa. Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan, yang telah
ditetapkan Allah bagi kamu, dan janganlah
kamu berbalik ke belakangmu lalu kamu
kembali menjadi orang-orang yang rugi.” Mereka
berkata: “Ya Musa, sesungguhnya di dalam
negeri itu ada suatu kaum yang
kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah memasukinya
hingga mereka keluar sendiri darinya,
lalu jika mereka keluar darinya maka kami
akan memasukinya.” (Al-Māidah
[5]:21-23).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai keteguhan iman para Sahabat
Nabi Besar Muhammad saw. ketika
menghadapi peperangan melawan orang-orang
kafir yang jumlahnya dan kekuatannya
berkali lipat daripada para sahabat
Nabi Besar Muhammad saw.:
مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ رِجَالٌ صَدَقُوۡا مَا عَاہَدُوا اللّٰہَ عَلَیۡہِ ۚ
فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ قَضٰی نَحۡبَہٗ وَ
مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّنۡتَظِرُ ۫ۖ وَ مَا بَدَّلُوۡا تَبۡدِیۡلًا ﴿ۙ﴾ لِّیَجۡزِیَ اللّٰہُ الصّٰدِقِیۡنَ
بِصِدۡقِہِمۡ وَ یُعَذِّبَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ
اِنۡ شَآءَ اَوۡ یَتُوۡبَ
عَلَیۡہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿ۚ﴾
Di antara orang-orang yang beriman ada orang-orang yang telah
menggenapi apa yang dijanjikannya kepada Allah, maka
dari antara mereka ada yang telah
menyempurnakan sumpahnya, yakni mati syahid, dan di antara mereka ada yang masih menunggu, dan mereka
sekali-kali tidak mengubah sedikit pun, supaya Allah mengganjar orang-orang yang benar itu atas kebenaran mereka, dan mengazab
orang-orang munafik jika Dia menghendaki,
atau menerima taubat mereka.
Se-sungguhnya Allah itu Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Ahzāb [33]:24-25).
Ayat
ini merupakan kenang-kenangan besar
terhadap kesetiaan, keikhlasan dan kegigihan iman
para pengikut (Sahabat) Nabi Besar Muhammad saw.. Tidak
pernah para pengikut nabi yang mana
jua pun menerima dari Allah surat
keterangan bukti kelakukan baik dan kesetiaan seperti itu.
Seperti
halnya wujud junjungan mereka tidak
ada tara bandingannya di antara nabi-nabi Allah dalam menunaikan tugas beliau sebagai nabi, begitu pula para sahabat beliau tiada bandingannya dalam memenuhi peranan yang diserahkan kepada mereka.
Kembali dengan Membawa Kemarahan
dan Kekecewaan
Mengenai kegagalan
missi golongan persekutuan (al-Ahzāb) dalam perang Khandak selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
وَ رَدَّ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِغَیۡظِہِمۡ لَمۡ یَنَالُوۡا خَیۡرًا ؕ وَ کَفَی
اللّٰہُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الۡقِتَالَ ؕ وَ
کَانَ اللّٰہُ قَوِیًّا عَزِیۡزًا ﴿ۚ﴾
Dan Allah
telah mengembalikan orang-orang kafir
dalam kemarahan mereka, mereka tidak
memperoleh kebaikan apapun. Dan Allah
mencukupi orang-orang beriman dalam perang itu, dan Allah Maha Kuat, Maha
Perkasa. (Al-Ahzāb [33]:26).
Allah
Swt. menangkis
serangan-serangan lasykar persekutuan
orang-orang Arab. Mereka terpaksa membatalkan
pengepungan dan, dengan hati kesal
dan marah atas kegagalan mutlak dalam usaha
mereka yang rendah dan buruk itu, mereka
pulang ke rumah mereka dan tidak
pernah mempunyai kemampuan lagi menyerang
Medinah.
Semenjak itu
inisiatip beralih ke tangan orang-orang Islam. Pertempuran Khandak
menandai titik-balik dalam sejarah
Islam. Dari suatu golongan yang
tadinya sangat kecil lagi lemah, pula terus menerus diganggu dan dianiaya, Islam telah menjadi suatu kekuatan raksasa di tanah Arab.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 5 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar