ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 63
Pembukaan Hakikat
Empat Sifat Utama Tasybihiyyah Allah Swt.
dalam Surah Al-Fatihah
oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai empat
Sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt.
dalam Surah Al-Fatihah serta
hubungannya dengan ‘adil, ihsān, dan iytā-i dzil-qurba, dimana menurut tingkatannya Sifat Rabbubiyyat Allah Swt.
bersifat sangat umum karena
menyangkut seluruh tatanan alam semesta;
Sifat Rahmāniyyat Allah Swt. bersifat
umum karena berlaku hanya bagi segala jenis makhluk
hidup -- termasuk orang-orang beriman mau pun orang-orang kafir;
dan Sifat Rahīmiyyat Allah Swt.
bersifat khusus karena
menyangkut hanya orang-orang yang beriman;
sedangkan Sifat Mālikiyyat Allah Swt. bersifat sangat khusus karena menyangkut
pembalasan sepenuhnya
kepada orang-orang beriman mau pun orang
kafir kepada Allah Swt..
Penjelasan Pendiri Jemaat Ahmadiyah
Mengenai
Keempat Sifat Utama Tasybihiyyah Allah Swt.: (1) Rabbubiyyat
Sehubungan dengan hal tersebut berikut
adalah penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s. – Imam
Mahdi a.s. dan Al-Masih Mua’ud a.s.
-- mengenai keempat Sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah tersebut:
“Dalam Surah Al-Fatihah, Allah Yang
Maha Perkasa mengemukakan 4 Sifat-sifat-Nya
yaitu Rabbubiyat, Rahmāniyat, Rahīmiyat dan Māliki Yaumiddīn.
Urutan penyampaian Sifat-sifat
itu merupakan urutan alamiah perwujudannya. Rahmat Ilahi
dimanifestasikan di dunia dalam 4 bentuk. Yang pertama, adalah rahmat
yang berlaku sangat umum. Ini adalah Sifat yang merupakan rahmat
mutlak yang melingkupi semua hal di seluruh langit dan di bumi tanpa membedakan
makhluk hidup dengan benda mati. Perwujudan segala hal dari
keadaan ketiadaan yang kemudian berkembang menuju kesempurnaannya
adalah berkat dari rahmat ini.
Tidak ada yang berada di luar ruang lingkup rahmat ini. Semua jasmani dan ruhani dimanifestasikan oleh dan melalui rahmat ini dan
semuanya berkembang atau dikembangkan melalui rahmat
tersebut (Rabbubiyyat). Rahmat
ini adalah inti kehidupan dari alam
semesta. Jika rahmat ini dihentikan sesaat saja maka alam semesta
ini akan berakhir, dan jika bukan karena rahmat ini maka tidak akan ada penciptaan.
Dalam Al-Quran, sifat ini disebut sebagai Rabubiyat dan karena itu Allah disebut Rabbul ‘Alamīn
sebagaimana dikatakan:
وَّ ہُوَ رَبُّ کُلِّ شَیۡءٍ
Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu (Al-An’ām
[6]:165).
Tidak ada suatu pun di alam ini yang berada di luar rangkuman sifat Rabbubiyat-Nya. Jadi Sifat Rabbul
‘Alamīn disebutkan dalam Surah Al-Fatihah sebagai yang pertama dari semua Sifat rahmat.
Sifat ini memiliki prioritas alamiah, baik karena mewujud mendahului Sifat-sifat
yang lain dan karena bersifat yang paling umum dalam ruang lingkupnya
mengingat mencakup baik makhluk hidup maupun benda mati.
Sifat Rahmāniyyat
(Maha Pemurah) &
Sikap Santun Hamba-hamba Al-Rahmān
Sifat yang kedua juga bersifat umum.
Adapun perbedaannya dengan Sifat yang disebut di atas (Rabbubiyyat) adalah
Sifat yang pertama mencakup keseluruhan alam semesta sedangkan Sifat
yang kedua (Rahmāniyyat) bersifat karunia Ilahi yang diberikan
kepada makhluk hidup saja. Perhatian Ilahi terhadap keseluruhan makhluk
hidup dianggap juga sebagai rahmat yang bersifat umum. Sifat Rahmāniyyat ini berfungsi bagi semua makhluk
hidup sejalan dengan kebutuhan mereka.
Rahmat ini mewujud bukan karena akibat atau sebagai ganjaran
dari amalan mereka. Berkat rahmat
ini maka semua makhluk bisa hidup, makan, minum, terpelihara dari mara bahaya
dan terpenuhi kebutuhannya. Melalui rahmat ini semua sarana kehidupan
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup menjadi tersedia.
Adalah akibat yang dibawa Sifat ini maka semua yang diperlukan ruhani
bagi perkembangan jasmaninya bisa dipenuhi. Begitu juga dengan mereka
yang selain perkembangan jasmani, juga menginginkan perkembangan ruhani
(atau mereka memiliki kemampuan untuk perkembangan jenis demikian), maka firman
Tuhan (wahyu Ilahi) akan turun
menembus keabadian pada saat diperlukan.
Melalui fungsi karunia Rahmāniyat
maka manusia memenuhi berjuta-juta keinginannya. Tersedia baginya seluruh bumi untuk tempat
tinggal, matahari dan bulan untuk penerangan, udara untuk bernafas, air untuk
diminum, segala macam pangan untuk dimakan, berjuta-juta obat untuk
penyembuhan, berbagai bentuk pakaian untuk menutup tubuh dan Kitab Allah
sebagai petunjuk.
Tidak ada seorang pun manusia yang bisa mengakukan (mengklaim) bahwa
semua rahmat itu adalah hasil karyanya, bahwa ia dalam eksistensi
sebelumnya telah melakukan suatu hal yang baik sehingga Tuhan
menganugrahkan karunia tidak berhingga ini atas umat manusia. Dengan
demikian jelas bahwa rahmat yang dimanifestasikan dalam beribu-ribu
bentuk tersebut adalah manifestasi (perwujudan)
kasih-sayang Allah Swt. agar setiap makhluk hidup bisa mencapai
tujuan hidup alamiahnya masing-masing serta memenuhi kebutuhannya,
tanpa memerlukan upaya khusus dari dirinya.
Berkat rahmat Ilahi ini memberikan semua pemenuhan kebutuhan
umat manusia dan hewan serta memberikan perlindungan agar kapasitas
mereka tidak berhenti berkembang. Eksistensi Sifat Ilahi (Rahmāniyyat) ini
ditegaskan melalui telaah hukum alam. Tidak ada orang berakal yang akan
menyangkal bahwa matahari, bulan, bumi dan semua elemen serta segala yang dibutuhkan
yang terdapat di alam dan menjadi sumber kehidupan makhluk nyatanya memang dimanifestasikan melalui rahmat
ini.
Sebutan rahmat yang dimanfaatkan semua makhluk
yang bernafas (bernyawa) -- tanpa
pembedaan manusia atau hewan, mukminin atau kafir, baik atau jahat -- adalah Rahmāniyat dan
karenanya Allah disebut dalam Surah Al-Fatihah
sebagai Al-Rahmān (Yang Maha Pemurah) setelah Sifat Rabbul ‘Alamīn (Rabb seluruh alam).
Sifat Ilahi ini disebut di beberapa
tempat dalam Al-Quran. Sebagai contoh:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمُ اسۡجُدُوۡا لِلرَّحۡمٰنِ
قَالُوۡا وَ مَا الرَّحۡمٰنُ ٭ اَنَسۡجُدُ لِمَا تَاۡمُرُنَا وَ زَادَہُمۡ نُفُوۡرًا
﴿٪ٛ۶۱﴾ وَ مَنۡ تَابَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَاِنَّہٗ یَتُوۡبُ اِلَی اللّٰہِ مَتَابًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ لَا یَشۡہَدُوۡنَ
الزُّوۡرَ ۙ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِاللَّغۡوِ مَرُّوۡا کِرَامًا ﴿﴾وَ الَّذِیۡنَ اِذَا
ذُکِّرُوۡا بِاٰیٰتِ رَبِّہِمۡ لَمۡ یَخِرُّوۡا عَلَیۡہَا صُمًّا وَّ عُمۡیَانًاٗ
Apabila dikatakan kepada mereka: “Bersujudlah kepada Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah)”
mereka berkata: “Dan siapakah Al-Rahmān
(Tuhan Yang Maha Pemurah) itu? Haruskah
kami bersujud kepada apa pun yang engkau suruh kami?” Dan
hal ini menambah keengganan mereka. Maha Beberkatlah Dia Yang telah
menjadikan gugusan bintang di langit
dan telah menempatkan di dalamnya matahari
yang menerbitkan cahaya dan bulan yang memantulkan cahaya. Dan Dia-lah Yang telah menjadikan malam dan siang, masing-masing susul menyusul, untuk kemanfaatan bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau mau bersyukur.
Dan hamba-hamba sejati dari Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah)
ialah mereka yang berjalan di muka bumi
dengan merendahkan diri, dan apabila
orang jahil menegur mereka, mereka menghindari mereka itu dengan anggun
seraya mengucapkan: “Selamat sejahtera!” (Al-Furqān
[25]:61-64).
Maksudnya, ketika orang-orang kafir, para penyembah berhala (pagan) dan
para atheis diingatkan untuk sujud di hadapan Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah), mereka merasa
tidak menyukai nama Al-Rahmān dan
mereka bertanya: ‘Apa itu Al-Rahmān?’ Jawabannya adalah, Al-Rahmān adalah Wujud Yang Berberkat, Yang menjadi Sumber
dari segala hal yang baik, Yang telah menciptakan gugusan-gugusan bintang di
langit dan menempatkan matahari dan bulan dalam gugusan
tersebut guna memberikan cahaya kepada semua makhluk tanpa membedakan
mereka yang beriman atau yang kafir.
Rahmat
Allah Swt. Mengatasi Kemurkaan-Nya
Adalah Al-Rahmān (Tuhan
Yang Maha Pemurah) yang sama Yang telah menciptakan malam dan siang bagi
manusia agar para pencari kebenaran bisa menarik manfaat dari pengaturan
yang bijaksana itu dan membebaskan dirinya dari kebodohan dan ketidak-acuhan,
dengan demikian mereka yang tahu berterima kasih akan bersyukur. Penyembah sejati dari Wujud Al-Rahmān
adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati,
dimana ketika orang-orang bodoh (jahil) mencacinya, mereka menjawab dengan
kata-kata salam dan kasih-sayang.
Dengan kata lain, mereka membalas kekerasan dengan kelembutan
dan sebagai imbalan dari caci-maki, mereka malah mendoakan para
pencaci itu. Melalui cara itu mereka memperlihatkan sifat kasih-sayang
sebagaimana Al-Rahmān (Tuhan
Yang Maha Pemurah) telah
memberi berkat dalam bentuk matahari, bulan, bumi dan segala hal bagi
semua makhluk-Nya tanpa membedakan
baik atau jahat. Dalam ayat-ayat itu
ditekankan bahwa kata Rahmān
digunakan hanya untuk Allah Swt. karena Kasih-Nya
meliputi semua yang baik mau pun yang jahat.
Di tempat lain dikatakan:
عَذَابِیۡۤ
اُصِیۡبُ بِہٖ مَنۡ
اَشَآءُ ۚ وَ رَحۡمَتِیۡ وَسِعَتۡ کُلَّ شَیۡءٍ
“Siksaan-Ku Aku timpakan kepada siapa yang Aku
kehendaki, tetapi rahmat-Ku meliputi segala sesuatu”. (Al-‘Arāf
[7]:157).
Begitu juga di tempat lain
dinyatakan:
مَنۡ
یَّکۡلَؤُکُمۡ بِالَّیۡلِ وَ النَّہَارِ
مِنَ الرَّحۡمٰنِ
“Siapakah yang dapat melindungi kamu pada
waktu malam dan siang hari terhadap (kemurkaan) Tuhan Yang Maha Pemurah?” (Al-Anbiya [21]:43).
Dengan kata lain dinyatakan bahwa baik yang ingkar atau pun yang kafir
sudah diberitahu bahwa jika bukan karena Sifat
Rahmāniyat maka mereka tidak akan terhindar dari penghukuman
samawi. Adalah melalui Sifat Rahmāniyat
maka Allah Swt.. memberikan tenggang
waktu kepada orang-orang kafir dan penyembah berhala, serta
tidak langsung menghukum mereka. Di
tempat lain dikemukakan:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا
اِلَی الطَّیۡرِ فَوۡقَہُمۡ صٰٓفّٰتٍ وَّ یَقۡبِضۡنَ ؔۘؕ مَا یُمۡسِکُہُنَّ اِلَّا الرَّحۡمٰنُ
“Tidakkah
mereka melihat burung-burung di atas
mereka mengembangkan sayap mereka di
waktu terbang dan kemudian mengatupkannya
ketika menyambar mangsa? Tiada yang dapat menahan mereka selain Al-Rahmān
(Tuhan Yang Maha Pemurah).” (Al-Mulk
[67]:20).
Yakni, karunia Sifat Rahmāniyat meliputi semua makhluk hidup, sehingga burung
yang tidak berarti pun bisa terbang gembira dalam arus rahmat ini.
Karena rahmat ini secara alamiah datang setelah Rabbubiyyat, maka
dalam Surah Al-Fatihah urutannya pun
jadi demikian.
Sifat Rahīmiyyat
(Maha Penyayang)
Rahmat yang ketiga merupakan rahmat
yang bersifat khusus. Perbedaan rahmat ini dengan rahmat
yang bersifat umum adalah bahwa rahmat
yang bersifat umum tidak ada dipersyaratkan kepada penerimanya untuk berperilaku
baik atau mencerahkan egonya
(keakuannya) dari kegelapan ruhani,
atau pun sengaja berupaya guna memperolehnya.
Berkat Allah Swt. dari rahmat
yang bersifat umum adalah berupa karunia
kepada semua makhluk hidup menurut apa yang dibutuhkannya tanpa
perlu ada upaya khusus dari pihak yang bersangkutan. Adapun untuk rahmat yang bersifat khusus,
diperlukan adanya usaha dan upaya untuk mensucikan hati,
bersujud, memperhatikan perintah Allah Swt... dan semua tindakan
lainnya yang dipersyaratkan.
Hanya yang melaksanakan
hal-hal tersebut yang akan memperoleh rahmat tersebut. Eksistensi dari Sifat ini juga ditunjukkan melalui telaah
hukum alam. Jelas bahwa mereka yang berupaya di jalan Allah
dan mereka yang tidak acuh, tidak akan bisa sama statusnya. Tanpa diragukan berkat khusus hanya turun bagi
mereka yang berjuang di jalan Allah, serta menjauh dari segala kegelapan
dan kekacauan.
Berkat rahmat ini maka dalam Al-Quran nama Tuhan disebut sebagai Al-Rahīm.
Karena sifat Al-Rahīmiyyat
bersifat khusus dan terwujud karena pemenuhan
beberapa persyaratan tertentu, makanya disebut setelah Sifat Rahmāniyyat
karena Sifat Rahmāniyyat
dimanifestasikan sebelum Sifat Rahīmiyyat
muncul. Itulah sebabnya Sifat Rahīmiyat dalam Surat Al-Fatihah disebutkan setelah Sifat Rahmāniyyat.
Sifat Rahīmiyyat disebut di
beberapa tempat dalam Al-Quran. Sebagai contoh, dinyatakan:
وَ
کَانَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَحِیۡمًا
“Dia Maha Penyayang terhadap orang-orang yang
beriman” (Al-Ahzāb [33]:44).
Yakni, Sifat Rahīmiyat Allah
Swt.. terbatas hanya bagi mereka yang beriman saja, sedangkan
orang kafir dan penyangkal tidak mendapat bagian.
Perlu diingatkan lagi bahwa pemberlakuan Sifat Rahīmiyyat terbatas hanya
bagi orang-orang beriman saja,
sedangkan Sifat Rahmāniyat tidak terbatas. Tidak ada disebutkan bahwa
Tuhan bersifat Rahmān hanya
untuk orang-orang beriman karena bagi mereka ini yang berlaku adalah Sifat Rahīm. Di
tempat lain dikemukakan:
اِنَّ رَحۡمَتَ اللّٰہِ قَرِیۡبٌ مِّنَ
الۡمُحۡسِنِیۡنَ
“Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang berbuat ihsan” (Al-‘Arāf
[7]:57).
Begitu juga dikatakan:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ الَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ جٰہَدُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ ۙ اُولٰٓئِکَ یَرۡجُوۡنَ رَحۡمَتَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ
غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ؕ
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan
orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah
yang mengharapkan rahmat Allah, dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Baqarah
[2]:219).
Dengan kata lain, Sifat Rahīmiyyat-Nya hanya dikaruniakan kepada mereka yang berhak saja. Tidak ada seorang pun yang
tidak akan menemukan-Nya jika memang mau mencari. Pencinta macam
apakah ia itu jika Yang Maha Terkasih
tidak menyukainya?
Wahai Junjungan-ku, apa yang masih
kurang adalah penyakitnya,
karena sang Maha Penyembuh selalu
ada.
Sifat Mālikiyyat
Rahmat yang keempat bersifat sangat khusus. Rahmat ini
tidak bisa dicapai semata-mata dengan upaya dan usaha saja.
Syarat pertama dari manifestasi Sifat ini adalah dihancurkannya terlebih dahulu dunia ini, dimana kekuasaan Allah Swt.. dalam keagungan-Nya yang sempurna akan mewujud telanjang tanpa intrusi (gangguan) sarana apa pun. Rahmat
terakhir ini mewujud setelah rahmat-rahmat lainnya berakhir.
Rahmat ini berbeda dengan Sifat rahmat lainnya dalam kesempurnaannya
karena bersifat terbuka, jelas, nyata, tanpa ada yang ditutupi atau pun ada
kekurangan. Tidak ada apa pun yang bisa diragukan mengenai pengenaan rahmat
ini, begitu juga dengan realitas, kesucian dan kesempurnaan sifat rahmat
tersebut.
Kemurahan dan pengganjaran yang
dilakukan Yang Maha Abadi, Pengarunia segala berkat, akan muncul terang
seperti siang hari, dimana si
penerima berkat akan mengetahui dan merasakan secara pasti karunia
dan kegembiraan serta perhatian yang dilimpahkan-Nya, dan bahwa
ia menerima ganjaran tersebut sebagai imbalan dari perilakunya
yang benar dan sempurna. Karunia yang diterimanya bersifat amat
jelas dan agung, tanpa ada ujian atau cobaan lagi yang
harus ditempuhnya.
Agar bisa menjadi penerima berkat
yang lengkap dan sempurna serta abadi
demikian, diperlukan adanya transportasi yang bersangkutan dari dunia yang
cacat, sempit, guram dan fana (tidak kekal) ini, karena rahmat tersebut
merupakan pengalaman manifestasi (penampakan) akbar, dimana keindahan
Sang Maha Penyayang (Ar-Rahīm) akan terlihat secara jelas dan dialami
secara pasti tanpa ada tahap-tahapan manifestasi dan pemastian, serta tidak ada tabir sarana material
yang menghalanginya.
Segenap rincian dari pemahaman
(makrifat) yang lengkap harus mewujud dengan kekuatan penuh. Manifestasi (penampakan) itu harus demikian jernih
dan pasti, sehingga Allah Sendiri yang nantinya akan
menyatakan bahwa mereka itu terbebas dari ujian atau cobaan apa
pun. Manifestasi tersebut akan membawa kegembiraan tinggi yang
sempurna bagi hati, jiwa serta semua indera jasmani dan ruhani
pada tingkatnya yang paling tinggi yang tidak mungkin bisa lebih baik
lagi.
Kehidupan dunia yang tidak sempurna pada intinya berkabut dalam penampilannya, fana
(tidak kekal) dalam wujudnya serta sempit dalam ruang lingkupnya, tidak
akan mampu menampung manifestasi akbar demikian, dimana cahaya yang suci dan karunia
yang abadi serta nur sempurna yang kekal menjadi bagian darinya.
Untuk manifestasi demikian itu dibutuhkan dunia (alam) lain yang
sepenuhnya bebas dari kegelapan oleh sarana material serta harus
berwujud manifestasi sempurna dari kekuasaan Yang Maha Kuasa.
Sampai Batas Tertentu Dinikmati Juga di Dunia
Rahmat yang amat khusus
ini sampai suatu tingkat tertentu dinikmati juga dalam kehidupan
sekarang oleh mereka yang memiliki kepribadian sempurna, yang melangkah
di jalan kebenaran dengan sepenuhnya bergantung kepada Allah Swt., dengan
meninggalkan nafsu dan keinginan dirinya sendiri. Mereka sudah
mengalami kematian sebelum kematian yang sebenarnya.
Meskipun mereka hidup di dunia
ini tetapi hatinya bermukim di dunia lain. Sebagaimana mereka mengunci
hati mereka dari kehidupan jasmani dunia ini serta meninggalkan
kebiasaan kemanusiaan dan menjauh dari segala hal yang tidak berasal
dari Allah Swt., maka sebenarnya mereka mengikuti jalan yang tidak biasa
sehingga Tuhan pun akan memperlakukan mereka dengan cara yang sama (cara
yang khusus).
Dengan cara yang luar biasa Dia akan memanifestasikan bagi
mereka nur yang hanya bisa dilihat manusia lainnya setelah kematian
mereka. Mereka ini mengalami rahmat yang bersifat sangat khusus
itu sampai suatu tingkat tertentu di dalam kehidupan sekarang. Rahmat
ini bersifat sangat khusus dan menjadi pamungkas dari semua rahmat
lainnya.
Siapa yang berhasil mencapainya
berarti telah berhasil memperoleh keberuntungan yang paling besar dan
akan menikmati kesejahteraan abadi yang menjadi sumber dari semua
kegembiraan. Barangsiapa yang dikucilkan dari rahmat ini
berarti telah dikutuk selamanya masuk neraka.
Menurut Sifat-Nya ini maka Allah Yang Maha Perkasa menyebut diri-Nya dalam Al-Quran sebagai Māliki Yaumiddīn
(Pemilik Hari Pembalasan). Ganjaran yang
dikemukakan dalam hal ini adalah ganjaran yang sempurna sebagaimana
rinciannya diuraikan dalam Al-Quran. Ganjaran sempurna itu tidak bisa
dimanifestasikan (diwujudkan) tanpa manifestasi Kedaulatan yang
sempurna. Hal ini diungkapkan antara lain dalam ayat Al-Quran:
لِمَنِ
الۡمُلۡکُ الۡیَوۡمَ ؕ لِلّٰہِ
الۡوَاحِدِ الۡقَہَّارِ
Kepunyaan
siapakah Kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah, Yang Maha Esa dan Yang Maha Unggul (Al-Mu’min [40]:17).
Yakni, pada hari itu Sifat Rahīmiyyat
Allah Swt. akan memanifestasikan Wujudnya
tanpa intervensi (gangguan) dari sarana jasmaniah lainnya, dan manusia akan menyaksikan dan merasakannya
secara penuh bahwa apa pun selain kekuatan dan kekuasaan
Allah Swt. tidak ada sama sekali. Pada saat itu semua kesenangan dan kegembiraan
serta ganjaran dan penghukuman akan muncul secara nyata datang
dari Tuhan, tanpa ada tabir yang menghalangi dan tak ada lagi ruang
bagi keraguan.
Pada saat (hari) itu, mereka yang telah
melepaskan dirinya dari kehidupan duniawi demi Tuhan-nya akan menemukan
diri mereka berada dalam keadaan kebahagiaan sempurna yang meliputi
seluruh jiwa dan raga mereka, baik bagian luar atau pun dalam wujud
mereka, sehingga tidak ada satu
noktah pun dari diri mereka yang tidak menikmati karunia akbar
tersebut.
Langsung Datang dari
Allah Swt.
Sifat Maliki Yaumiddin juga mengindikasikan bahwa pada hari
itu semua perasaan senang dan susah, kenyamanan atau kesakitan, apa pun yang dirasakan
oleh manusia, akan datang secara langsung dari Allah Yang Maha Kuasa dan Dia itulah Penguasa
dari segala kondisi. Dengan kata lain, pertemuan dengan Wujud-Nya
akan menjadi kebahagiaan abadi, atau penjauhan dari Diri-Nya
menjadi kesialan abadi.
Mereka yang beriman kepada-Nya dan menganut Ketauhidan-Nya serta
mewarnai hati mereka dengan kecintaan murni terhadap Wujud-Nya,
akan mengalami dan menerima Nur Rahmat-Nya secara jelas
dan terbuka. Adapun mereka yang tidak beriman dan tidak mengenal kecintaan
kepada Allah Swt.. akan kehilangan kegembiraan serta keselesaan
(ketentraman) ini dan karena itu akan mengalami siksaan yang amat pedih.
Dengan demikian bisa dimengerti mengapa Sifat Rahmān (Maha
Pemurah) diberikan prioritas sebelum Sifat Rahīm (Maha
Penyayang) karena memang sudah seharusnya demikian urutannya.
Jika seseorang menelaah hukum alam, maka Sifat Ilahi yang pertama
dikenalinya adalah Rabbubiyyat, lalu disusul Rahmāniyyat dan
Rahīmiyyat
sampai akhirnya kepada Sifat Mālikiyyat. Pengaturan yang sempurna mengharuskan bahwa urutan yang
ada dalam hukum alam adalah yang juga dikemukakan dalam Kitab yang
diwahyukan. Membalikkan urutan alamiah demikian berarti
memutarbalikkan hukum alam.
Untuk pengaturan yang sempurna diperlukan agar urutan demikian sejalan
dengan hukum alam, mana yang dahulu harus didahulukan. Demikian itulah
yang dikemukakan dalam ayat-ayat Surah Al-Fatihah
tersebut dimana urutan alamiah sangat diperhatikan. Ayat-ayat tersebut mengikuti
urutan yang oleh seorang yang memiliki wawasan (pengetahuan) akan
melihatnya ada berwujud di dalam alam semesta.
Tidakkah sepantasnya urutan dari karunia Ilahi sebagaimana muncul
di alam, begitu juga digambarkan dalam Kitab Allah? Mereka yang mengingkari urutan
alamiah yang sempurna itu sama saja dengan seorang buta yang
kehilangan baik penglihatan mau pun juga wawasannya
(pengetahuannya).
Kesempurnaan Susunan Sifat-sifat Tasybihiyyah
dalam Surah Al-Fatihah
Apa yang dikemukakan dalam Surah Al-Fatihah
dari sifat Rabbul ‘Ālamīn sampai
Māliki Yaumiddīn adalah
4 kebenaran akbar yang akan dijelaskan berikut ini. Kebenaran
yang pertama ialah Allah Yang Maha Perkasa itu bersifat Rabbul ‘Ālamīn yang
berarti bahwa Tuhan itu adalah Rabb dan Penguasa segala
sesuatu yang ada di alam semesta, dan bahwa segala yang muncul, nampak,
dirasakan atau disadari oleh logika, semuanya adalah ciptaan-Nya, dan eksistensi
(perwujudan) yang haqiqi hanya milik Allah Yang Maha Kuasa dan tidak kepada apa pun selain Wujud-Nya.
Dengan kata lain, alam semesta berikut semua isinya diciptakan oleh dan
merupakan ciptaan Allah Swt.. Tidak ada suatu apa pun di alam ini yang bukan
ciptaan Tuhan. Melalui Sifat Rabbubiyyat-Nya yang sempurna, Allah Yang Maha
Kuasa mengatur dan mengendalikan setiap noktah yang ada di alam.
Sifat Rabubiyat-Nya berfungsi sepanjang waktu.
Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa setelah Dia menciptakan alam
ini, lalu Dia mengundurkan diri dan
menyerahkan kendalinya kepada hukum alam. Tidak benar jika
dikatakan bahwa sebagai seorang pencipta mesin maka Dia lalu tidak lagi
peduli setelah mesin tersebut selesai dicipta. Ciptaan Maha Pencipta tetap selalu terkait
dengan Wujud-Nya.
Wujud Rabbul ‘ālamīn melaksanakan
Sifat Rabubiyat-Nya yang sempurna sepanjang waktu di seluruh alam
semesta, dan hujan rahmat
Rabubiyat-Nya itu tetap selalu dicurahkan ke seluruh alam. Tidak pernah sekali pun alam ini dikucilkan
dari manfaat Sifat rahmat-Nya. Bahkan setelah selesai penciptaan alam
semesta ini, kebutuhan akan Sumber rahmat itu akan tetap diperlukan
setiap saat seolah-olah Dia belum menciptakan apa-apa.
Sebagaimana dunia ini bergantung kepada Sifat Rabubiyat-Nya untuk
mewujud, maka dunia ini tetap bergantung kepada Sifat itu untuk kelangsungan
dan pemeliharaannya. Adalah Dia yang menopang dunia ini setiap
saat, dan setiap noktah (partikel) di alam ini terpelihara dan berkembang
karena Dia. Dia melaksanakan Sifat Rabubiyat-Nya atas segala hal menurut
kehendak-Nya.
Singkat kata, kebenaran
ini bermakna bahwa segala sesuatu di alam diciptakan dan tergantung
kepada Sifat Rabbubiyyat Allah
Swt.., baik dalam kesempurnaan,
kondisi maupun masanya. Tidak ada keunggulan ruhani atau jasmani
yang bisa dicapai makhluk dari dirinya sendiri tanpa ketergantungan pada
pengaturan dari Sang Maha Pengatur.
Adalah suatu hal yang latent dari Sifat ini dan
kebenaran-kebenaran lainnya bahwa Sifat
Rabbul ‘ālamīn merupakan Sifat yang khusus hanya
bagi Diri-Nya dan tidak ada suatu apa pun yang menjadi sekutu-Nya. Ayat pembuka
dari Surat yaitu Alhamdulillāh menjelaskan
secara tegas bahwa segala puji hanyalah bagi Allah Swt.. semata.
Kebenaran akbar yang kedua
adalah Sifat Rahmān
yang menempati urutan berikutnya setelah Sifat Rabbul ‘Ālamīn. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa semua
makhluk hidup -- yang berakal maupun
yang tidak, baik atau jahat -- telah dibantu
dan akan selalu ditopang oleh rahmat umum Allah Yang Maha Perkasa
dengan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan dan kelanjutan
spesi mereka. Semuanya itu merupakan karunia mutlak yang tidak
tergantung kepada amalan atau upaya siapa pun.
Kebenaran akbar yang ketiga setelah Sifat Rahmān adalah Sifat Rahīm.
Hal ini berarti bahwa sesuai kehendak-Nya maka Allah Swt. akan memberikan imbalan hasil baik atas
dasar permohonan makhluk-Nya. Dia mengampuni dosa mereka yang bertobat.
Dia menganugrahkan karunia kepada mereka yang memohon. Dia membukakan pintu
kepada mereka yang mengetuknya.
Kebenaran akbar keempat adalah Māliki Yaumiddīn.
Berarti Allah Yang Maha Kuasa adalah Penguasa segala ganjaran
yang sempurna yang bebas dari ujian dan
cobaan serta intervensi dari segala yang merancukan, suci
dari segala yang tidak bersih, bebas dari keraguan dan cacat dan merupakan manifestasi
kekuasaan-Nya yang akbar.
Pengganjaran dan Penghukuman yang Sangat Adil
Dia tidak kekurangan kekuatan untuk
memanifestasikan pengganjaran-Nya yang sempurna yang secerah siang hari.
Manifestasi kebenaran akbar ini bertujuan untuk mencerahkan hal-hal berikut ini agar menjadi jelas bagi setiap
orang sebagai suatu kepastian:
Pertama, bahwa ganjaran dan hukuman adalah suatu hal yang pasti yang
dikenakan kepada semua makhluk oleh Sang Maha Penguasa sebagai bagian dari
kehendak-Nya. Hal ini tidak mungkin ditunjukkan di dunia ini karena
merupakan hal-hal yang tidak jelas bagi rata-rata orang, yang tidak mengerti mengapa mereka akan
mengalami kemaslahatan atau kemudharatan, kesenangan atau kesakitan.
Tidak akan ada orang yang mendengar suara dari mana pun
yang menjelaskan bahwa apa yang dialaminya itu adalah ganjaran
dari amal perbuatannya, dan juga tidak akan ada yang menyadari atau merasa
bahwa apa yang sedang dialaminya adalah sebagai akibat dari
tindakannya.
Kedua, penampakan itu ditujukan untuk memperlihatkan bahwa sarana
duniawi itu tidak mempunyai arti dan bahwa Sang Maha Wujud atau
Allah Swt. adalah Sumber dari
semua berkat dan Penguasa dari segala ganjaran.
Ketiga, perlu adanya penegasan apa itu karunia yang baik
(keberuntungan akbar) dan apa yang namanya kemudharatan besar. Keberuntungan akbar adalah keadaan kemenangan tertinggi
dimana nur, kebahagiaan, kesenangan dan ketentraman
merasuk di dalam dan di luar
dari tubuh dan jiwa seseorang dimana tidak ada bagian tubuhnya
yang terlewat.
Kemudharatan besar adalah siksaan yang berasal dari akibat
ketidak-patuhan, kekotoran jiwa, menjauhkan diri dari Tuhan-nya, yang akan membakar
hati dan meliputi seluruh tubuh sehingga seluruh dirinya terasa
bagai berada dalam api di neraka.
Manifestasi (perwujudan) seperti ini tidak bisa dilihat di
dunia, karena dunia yang sempit dan
picik, yang terselaput oleh segala
keduniawian dan yang kondisinya tidak sempurna, tidak akan tahan
menanggung manifestasi demikian. Dunia ini adalah ajang ujian dan
cobaan dimana kesenangan dan kesakitan yang ada hanya bersifat
sementara dan tidak sempurna.
Apa pun yang dialami seseorang dalam hidupnya berada di bawah tabir
sarana jasmani yang menyembunyikan Wujud Sang Penguasa Pemberi
ganjaran. Dengan demikian dunia ini bukan wadah ganjaran yang benar dan
sempurna. Yang menjadi hari ganjaran yang sempurna dan terbuka adalah dunia
yang akan datang setelah dunia sekarang ini. Dunia itu akan menjadi wadah
manifestasi akbar dan penampakan dari keagungan dan keindahan
yang sempurna.
Kesulitan hidup atau kemudahan, kesenangan atau kesakitan, kesedihan
atau pun kegembiraan, semua yang dialami manusia di dunia yang sekarang tidak
selalu menggambarkan atau merupakan akibat dari karunia Ilahi
atau pun kemurkaan-Nya. Sebagai contoh, seorang yang kaya
bukanlah merupakan bukti bahwa Tuhan berkenan atas dirinya,
begitu pula kemiskinan atau kesulitan dianggap menjadi tanda
bahwa Allah Swt. memusuhi
dirinya.
Bisa jadi keadaan mereka itu menjadi cobaan agar yang kaya diuji
karena kekayaannya sedangkan yang miskin dicoba karena kemiskinannya.
Semua kebenaran akbar ini dijelaskan secara rinci di dalam Al-Quran.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. 14, hlm. 444-461, London, 1984).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar