Kamis, 07 November 2013

Pembukaan Hakikat Empat Sifat Utama Tasybihiyyah Allah Swt. oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s.




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab  63

    Pembukaan Hakikat  Empat Sifat Utama Tasybihiyyah  Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah

oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s.     

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma 

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dijelaskan   mengenai   empat Sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah serta hubungannya dengan  ‘adil, ihsān, dan iytā-i dzil-qurba, dimana menurut   tingkatannya Sifat Rabbubiyyat Allah Swt.  bersifat sangat umum karena menyangkut seluruh tatanan alam semesta; Sifat Rahmāniyyat Allah Swt. bersifat umum karena   berlaku hanya bagi segala jenis  makhluk hidup --  termasuk  orang-orang beriman mau pun orang-orang kafir; dan Sifat Rahīmiyyat Allah Swt. bersifat khusus  karena   menyangkut hanya orang-orang yang beriman; sedangkan Sifat  Mālikiyyat Allah Swt. bersifat sangat khusus karena   menyangkut  pembalasan sepenuhnya kepada  orang-orang beriman mau pun orang kafir kepada Allah Swt..

Penjelasan Pendiri Jemaat Ahmadiyah Mengenai
Keempat Sifat Utama Tasybihiyyah Allah Swt.: (1)  Rabbubiyyat

      Sehubungan dengan hal tersebut berikut adalah penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s. – Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mua’ud a.s. --  mengenai keempat Sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah tersebut:
         “Dalam Surah Al-Fatihah, Allah Yang Maha Perkasa mengemukakan 4  Sifat-sifat-Nya yaitu  Rabbubiyat, Rahmāniyat, Rahīmiyat dan Māliki Yaumiddīn. Urutan  penyampaian Sifat-sifat itu merupakan urutan alamiah perwujudannya. Rahmat Ilahi dimanifestasikan di dunia dalam 4 bentuk. Yang pertama, adalah rahmat yang berlaku sangat umum. Ini adalah Sifat yang merupakan rahmat mutlak yang melingkupi semua hal di seluruh langit dan di bumi tanpa membedakan makhluk hidup dengan benda mati. Perwujudan segala hal dari keadaan ketiadaan yang kemudian berkembang menuju kesempurnaannya adalah berkat dari rahmat ini.
        Tidak ada yang berada di luar ruang lingkup rahmat ini. Semua jasmani dan ruhani dimanifestasikan oleh dan melalui rahmat ini dan semuanya berkembang atau dikembangkan melalui rahmat tersebut (Rabbubiyyat). Rahmat ini adalah inti kehidupan dari alam semesta. Jika rahmat ini dihentikan sesaat saja maka alam semesta ini akan berakhir, dan jika bukan karena rahmat ini maka tidak akan ada penciptaan. Dalam Al-Quran, sifat ini disebut sebagai Rabubiyat dan karena itu Allah disebut Rabbul ‘Alamīn sebagaimana dikatakan:
وَّ ہُوَ رَبُّ کُلِّ شَیۡءٍ
 Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu  (Al-An’ām [6]:165).
   Tidak ada suatu pun di alam ini yang berada di luar rangkuman sifat Rabbubiyat-Nya. Jadi Sifat  Rabbul ‘Alamīn disebutkan dalam Surah Al-Fatihah sebagai yang pertama dari semua Sifat rahmat. Sifat ini memiliki prioritas alamiah, baik karena mewujud mendahului Sifat-sifat yang lain dan karena bersifat yang paling umum dalam ruang lingkupnya mengingat mencakup baik makhluk hidup maupun benda mati.

Sifat Rahmāniyyat (Maha Pemurah) &
Sikap Santun Hamba-hamba Al-Rahmān

        Sifat yang kedua juga bersifat umum. Adapun perbedaannya dengan Sifat yang disebut di atas (Rabbubiyyat) adalah Sifat yang pertama mencakup keseluruhan alam semesta sedangkan Sifat yang kedua (Rahmāniyyat) bersifat karunia Ilahi yang diberikan kepada makhluk hidup saja. Perhatian Ilahi terhadap keseluruhan makhluk hidup dianggap juga sebagai rahmat yang bersifat umum. Sifat Rahmāniyyat ini berfungsi bagi semua makhluk hidup sejalan dengan kebutuhan mereka.
       Rahmat ini mewujud bukan karena akibat atau sebagai ganjaran dari amalan mereka. Berkat rahmat ini maka semua makhluk bisa hidup, makan, minum, terpelihara dari mara bahaya dan terpenuhi kebutuhannya. Melalui rahmat ini semua sarana kehidupan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup menjadi tersedia.
      Adalah akibat yang dibawa Sifat ini maka semua yang diperlukan ruhani bagi perkembangan jasmaninya bisa dipenuhi. Begitu juga dengan mereka yang selain perkembangan jasmani, juga menginginkan perkembangan ruhani (atau mereka memiliki kemampuan untuk perkembangan jenis demikian), maka firman Tuhan  (wahyu Ilahi) akan turun menembus keabadian pada saat diperlukan.
       Melalui fungsi karunia Rahmāniyat  maka manusia memenuhi berjuta-juta keinginannya.  Tersedia baginya seluruh bumi untuk tempat tinggal, matahari dan bulan untuk penerangan, udara untuk bernafas, air untuk diminum, segala macam pangan untuk dimakan, berjuta-juta obat untuk penyembuhan, berbagai bentuk pakaian untuk menutup tubuh dan Kitab Allah sebagai petunjuk.
      Tidak ada seorang pun manusia yang bisa mengakukan (mengklaim) bahwa semua rahmat itu adalah hasil karyanya, bahwa ia dalam eksistensi sebelumnya telah melakukan suatu hal yang baik sehingga Tuhan menganugrahkan karunia tidak berhingga ini atas umat manusia. Dengan demikian jelas bahwa rahmat yang dimanifestasikan dalam beribu-ribu bentuk tersebut adalah manifestasi (perwujudan)  kasih-sayang Allah Swt.  agar setiap makhluk hidup bisa mencapai tujuan hidup alamiahnya masing-masing serta memenuhi kebutuhannya, tanpa memerlukan upaya khusus dari dirinya.
      Berkat   rahmat Ilahi  ini memberikan semua pemenuhan kebutuhan umat manusia dan hewan serta memberikan perlindungan agar kapasitas mereka tidak berhenti berkembang. Eksistensi Sifat Ilahi (Rahmāniyyat) ini ditegaskan melalui telaah hukum alam. Tidak ada orang berakal yang akan menyangkal bahwa matahari, bulan, bumi dan semua elemen serta segala yang dibutuhkan yang terdapat di alam dan menjadi sumber kehidupan makhluk  nyatanya memang dimanifestasikan melalui rahmat ini.
       Sebutan  rahmat yang dimanfaatkan semua makhluk yang bernafas (bernyawa) --  tanpa pembedaan manusia atau hewan, mukminin atau kafir, baik atau jahat --  adalah Rahmāniyat dan karenanya Allah disebut dalam Surah Al-Fatihah sebagai Al-Rahmān  (Yang Maha Pemurah) setelah Sifat Rabbul ‘Alamīn (Rabb seluruh alam).
        Sifat Ilahi ini disebut di beberapa tempat dalam Al-Quran. Sebagai contoh:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمُ اسۡجُدُوۡا لِلرَّحۡمٰنِ قَالُوۡا وَ مَا الرَّحۡمٰنُ ٭ اَنَسۡجُدُ لِمَا تَاۡمُرُنَا وَ زَادَہُمۡ نُفُوۡرًا ﴿٪ٛ۶۱﴾ وَ مَنۡ تَابَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَاِنَّہٗ یَتُوۡبُ اِلَی اللّٰہِ مَتَابًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ لَا یَشۡہَدُوۡنَ الزُّوۡرَ ۙ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِاللَّغۡوِ مَرُّوۡا کِرَامًا ﴿﴾وَ الَّذِیۡنَ اِذَا ذُکِّرُوۡا بِاٰیٰتِ رَبِّہِمۡ لَمۡ یَخِرُّوۡا عَلَیۡہَا صُمًّا وَّ عُمۡیَانًاٗ   
 Apabila dikatakan kepada mereka: “Bersujudlah kepada   Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah)” mereka berkata: “Dan siapakah Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah)  itu? Haruskah kami bersujud kepada apa pun yang engkau suruh kami?” Dan hal ini menambah keengganan mereka. Maha Beberkatlah Dia Yang telah menjadikan gugusan bintang di langit dan telah menempatkan di dalamnya matahari yang menerbitkan cahaya dan bulan yang memantulkan cahaya. Dan Dia-lah Yang telah menjadikan malam dan siang, masing-masing susul menyusul, untuk kemanfaatan bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau mau bersyukur. Dan hamba-hamba sejati dari Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah) ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan merendahkan diri, dan apabila orang jahil menegur mereka, mereka menghindari mereka itu dengan anggun seraya mengucapkan: “Selamat sejahtera!”  (Al-Furqān [25]:61-64).
       Maksudnya, ketika orang-orang kafir, para penyembah berhala (pagan) dan para atheis diingatkan untuk  sujud di hadapan Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah), mereka merasa tidak menyukai nama Al-Rahmān dan mereka bertanya: ‘Apa itu Al-Rahmān?’ Jawabannya adalah,  Al-Rahmān adalah Wujud Yang Berberkat, Yang menjadi Sumber dari segala hal yang baik, Yang telah menciptakan gugusan-gugusan bintang  di langit dan menempatkan matahari dan bulan dalam  gugusan  tersebut guna memberikan cahaya kepada semua makhluk tanpa membedakan mereka yang beriman atau yang kafir.

Rahmat Allah Swt.  Mengatasi Kemurkaan-Nya

    Adalah Al-Rahmān  (Tuhan Yang Maha Pemurah) yang sama Yang telah menciptakan malam dan siang bagi manusia agar para pencari kebenaran bisa menarik manfaat dari pengaturan yang bijaksana itu dan membebaskan dirinya dari kebodohan dan ketidak-acuhan, dengan demikian mereka yang tahu berterima kasih akan bersyukur. Penyembah sejati dari Wujud   Al-Rahmān  adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dimana ketika orang-orang bodoh (jahil) mencacinya, mereka menjawab dengan kata-kata salam dan kasih-sayang.
       Dengan kata lain, mereka membalas kekerasan dengan kelembutan dan sebagai imbalan dari caci-maki, mereka malah mendoakan para pencaci itu. Melalui cara itu mereka memperlihatkan sifat kasih-sayang sebagaimana Al-Rahmān  (Tuhan Yang Maha Pemurah) telah memberi berkat dalam bentuk matahari, bulan, bumi dan segala hal bagi semua makhluk-Nya tanpa membedakan baik atau jahat.  Dalam ayat-ayat itu ditekankan bahwa kata  Rahmān digunakan hanya untuk Allah Swt.  karena Kasih-Nya meliputi semua yang baik mau pun yang jahat.  
Di tempat lain dikatakan:
عَذَابِیۡۤ  اُصِیۡبُ  بِہٖ  مَنۡ  اَشَآءُ ۚ وَ رَحۡمَتِیۡ وَسِعَتۡ کُلَّ شَیۡءٍ
 Siksaan-Ku Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, tetapi rahmat-Ku meliputi segala sesuatu”.  (Al-‘Arāf [7]:157).
Begitu juga di tempat lain dinyatakan:
  مَنۡ یَّکۡلَؤُکُمۡ  بِالَّیۡلِ وَ النَّہَارِ مِنَ الرَّحۡمٰنِ  
 Siapakah yang dapat melindungi kamu pada waktu malam dan siang hari terhadap (kemurkaan) Tuhan Yang Maha Pemurah?” (Al-Anbiya [21]:43).
       Dengan kata lain dinyatakan bahwa baik yang ingkar atau pun yang kafir sudah diberitahu bahwa jika bukan karena Sifat    Rahmāniyat  maka mereka tidak akan terhindar dari penghukuman samawi. Adalah melalui Sifat Rahmāniyat maka Allah Swt.. memberikan tenggang waktu kepada orang-orang kafir dan penyembah berhala, serta tidak langsung menghukum mereka. Di tempat lain dikemukakan:
اَوَ لَمۡ  یَرَوۡا اِلَی الطَّیۡرِ فَوۡقَہُمۡ صٰٓفّٰتٍ وَّ یَقۡبِضۡنَ ؔۘؕ مَا یُمۡسِکُہُنَّ  اِلَّا الرَّحۡمٰنُ  
“Tidakkah mereka melihat burung-burung di atas mereka mengembangkan sayap mereka di waktu terbang dan kemudian mengatupkannya ketika menyambar mangsa? Tiada yang dapat menahan mereka selain  Al-Rahmān (Tuhan Yang Maha Pemurah).” (Al-Mulk [67]:20).
       Yakni,   karunia Sifat   Rahmāniyat meliputi semua makhluk hidup,  sehingga burung yang tidak berarti pun bisa terbang gembira dalam arus rahmat ini. Karena rahmat ini secara alamiah datang setelah Rabbubiyyat, maka dalam Surah Al-Fatihah urutannya pun jadi demikian.

Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang)

       Rahmat yang ketiga merupakan rahmat yang bersifat khusus. Perbedaan rahmat ini dengan rahmat yang bersifat umum adalah  bahwa rahmat yang bersifat umum tidak ada dipersyaratkan kepada penerimanya untuk berperilaku baik atau mencerahkan egonya  (keakuannya) dari kegelapan ruhani, atau pun sengaja berupaya guna memperolehnya.
       Berkat Allah  Swt. dari rahmat yang bersifat umum adalah berupa karunia kepada semua makhluk hidup menurut apa yang dibutuhkannya tanpa perlu ada upaya khusus dari pihak yang bersangkutan.   Adapun untuk rahmat yang bersifat khusus, diperlukan adanya usaha dan upaya untuk mensucikan hati, bersujud, memperhatikan perintah Allah Swt... dan semua tindakan lainnya yang dipersyaratkan.
       Hanya yang melaksanakan hal-hal tersebut yang akan memperoleh rahmat tersebut. Eksistensi dari Sifat ini juga ditunjukkan melalui telaah hukum alam. Jelas bahwa mereka yang berupaya di jalan Allah dan mereka yang tidak acuh, tidak akan bisa sama statusnya. Tanpa diragukan berkat khusus hanya turun bagi mereka yang berjuang di jalan Allah, serta menjauh dari segala kegelapan dan kekacauan.
      Berkat rahmat ini maka dalam Al-Quran nama Tuhan disebut sebagai Al-Rahīm. Karena sifat Al-Rahīmiyyat bersifat khusus dan terwujud karena pemenuhan beberapa persyaratan tertentu, makanya disebut setelah Sifat Rahmāniyyat karena  Sifat Rahmāniyyat dimanifestasikan sebelum Sifat Rahīmiyyat muncul. Itulah sebabnya  Sifat Rahīmiyat  dalam Surat Al-Fatihah disebutkan setelah Sifat Rahmāniyyat.  
       Sifat Rahīmiyyat    disebut di beberapa tempat dalam Al-Quran. Sebagai contoh, dinyatakan:
  وَ کَانَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَحِیۡمًا   
 Dia Maha Penyayang terhadap orang-orang yang beriman”   (Al-Ahzāb [33]:44).
Yakni,    Sifat Rahīmiyat    Allah  Swt.. terbatas hanya bagi mereka yang beriman saja, sedangkan orang kafir dan penyangkal tidak mendapat bagian.
       Perlu diingatkan lagi bahwa pemberlakuan   Sifat Rahīmiyyat    terbatas hanya bagi orang-orang beriman  saja, sedangkan Sifat Rahmāniyat  tidak terbatas. Tidak ada disebutkan bahwa Tuhan bersifat Rahmān hanya untuk  orang-orang beriman karena bagi mereka ini yang berlaku adalah Sifat Rahīm. Di tempat lain dikemukakan:
    اِنَّ رَحۡمَتَ اللّٰہِ قَرِیۡبٌ مِّنَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ  
 Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang berbuat ihsan   (Al-‘Arāf [7]:57).
Begitu juga dikatakan:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ الَّذِیۡنَ  ہَاجَرُوۡا وَ جٰہَدُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ  ۙ اُولٰٓئِکَ یَرۡجُوۡنَ  رَحۡمَتَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ؕ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.  (Al-Baqarah [2]:219).
      Dengan kata lain,    Sifat Rahīmiyyat-Nya   hanya dikaruniakan kepada mereka yang berhak saja. Tidak ada seorang pun yang tidak akan menemukan-Nya jika memang mau mencari. Pencinta macam apakah ia itu jika Yang Maha Terkasih tidak menyukainya?
Wahai Junjungan-ku, apa yang masih kurang adalah penyakitnya,
karena sang Maha Penyembuh selalu ada.

Sifat Mālikiyyat

      Rahmat yang keempat bersifat sangat khusus. Rahmat ini tidak bisa dicapai semata-mata dengan upaya dan usaha saja. Syarat pertama dari manifestasi Sifat ini adalah dihancurkannya terlebih dahulu dunia ini, dimana kekuasaan Allah Swt.. dalam keagungan-Nya yang sempurna akan mewujud telanjang tanpa intrusi  (gangguan) sarana apa pun. Rahmat terakhir ini mewujud setelah rahmat-rahmat lainnya berakhir.
       Rahmat ini berbeda dengan Sifat rahmat lainnya dalam kesempurnaannya karena bersifat terbuka, jelas, nyata, tanpa ada yang ditutupi atau pun ada kekurangan. Tidak ada apa pun yang bisa diragukan mengenai pengenaan rahmat ini, begitu juga dengan realitas, kesucian dan kesempurnaan sifat rahmat tersebut.
       Kemurahan dan pengganjaran yang  dilakukan Yang Maha Abadi, Pengarunia segala berkat, akan muncul terang seperti siang hari,  dimana si penerima berkat akan mengetahui dan merasakan secara pasti karunia dan kegembiraan serta perhatian yang dilimpahkan-Nya, dan bahwa ia menerima ganjaran tersebut sebagai imbalan dari perilakunya yang benar dan sempurna. Karunia yang diterimanya bersifat amat jelas dan agung, tanpa ada ujian atau cobaan lagi yang harus ditempuhnya.
        Agar bisa menjadi penerima berkat yang lengkap dan sempurna serta abadi demikian, diperlukan adanya transportasi yang bersangkutan dari dunia yang cacat, sempit, guram dan fana (tidak kekal) ini, karena rahmat tersebut merupakan pengalaman manifestasi (penampakan) akbar,  dimana keindahan Sang Maha Penyayang (Ar-Rahīm) akan terlihat secara jelas dan dialami secara pasti tanpa ada tahap-tahapan manifestasi dan pemastian,  serta tidak ada tabir sarana material yang menghalanginya.
      Segenap rincian dari pemahaman  (makrifat) yang lengkap harus mewujud dengan kekuatan penuh. Manifestasi  (penampakan) itu harus demikian jernih dan pasti,  sehingga Allah Sendiri yang nantinya akan menyatakan bahwa mereka itu terbebas dari ujian atau cobaan apa pun. Manifestasi tersebut akan membawa kegembiraan tinggi yang sempurna bagi hati, jiwa serta semua indera jasmani dan ruhani pada tingkatnya yang paling tinggi yang tidak mungkin bisa lebih baik lagi.
   Kehidupan dunia yang tidak sempurna pada intinya  berkabut dalam penampilannya, fana (tidak kekal) dalam wujudnya serta sempit dalam ruang lingkupnya, tidak akan mampu menampung manifestasi akbar demikian,  dimana cahaya yang suci dan karunia yang abadi serta nur sempurna yang kekal menjadi bagian darinya. Untuk manifestasi demikian itu dibutuhkan dunia (alam) lain yang sepenuhnya bebas dari kegelapan oleh sarana material serta harus berwujud manifestasi sempurna dari kekuasaan Yang Maha Kuasa.

Sampai Batas Tertentu Dinikmati Juga di Dunia

       Rahmat yang amat khusus ini sampai suatu tingkat tertentu dinikmati juga dalam kehidupan sekarang oleh mereka yang memiliki kepribadian sempurna, yang melangkah di jalan kebenaran dengan sepenuhnya bergantung kepada Allah Swt., dengan meninggalkan nafsu dan keinginan dirinya sendiri. Mereka sudah mengalami kematian sebelum kematian yang sebenarnya.
     Meskipun mereka hidup di dunia ini tetapi hatinya bermukim di dunia lain. Sebagaimana mereka mengunci hati mereka dari kehidupan jasmani dunia ini serta meninggalkan kebiasaan kemanusiaan dan menjauh dari segala hal yang tidak berasal dari Allah Swt., maka sebenarnya mereka mengikuti jalan yang tidak biasa sehingga Tuhan pun akan memperlakukan mereka dengan cara yang sama (cara yang khusus).
       Dengan cara yang luar biasa Dia akan memanifestasikan bagi mereka nur yang hanya bisa dilihat manusia lainnya setelah kematian mereka. Mereka ini mengalami rahmat yang bersifat sangat khusus itu sampai suatu tingkat tertentu di dalam kehidupan sekarang. Rahmat ini bersifat sangat khusus dan menjadi pamungkas dari semua rahmat lainnya. 
   Siapa yang berhasil mencapainya berarti telah berhasil memperoleh keberuntungan yang paling besar dan akan menikmati kesejahteraan abadi yang menjadi sumber dari semua kegembiraan.  Barangsiapa yang dikucilkan dari rahmat ini berarti telah dikutuk selamanya masuk neraka.
     Menurut Sifat-Nya ini maka Allah Yang Maha Perkasa menyebut diri-Nya dalam Al-Quran sebagai Māliki Yaumiddīn (Pemilik Hari Pembalasan).  Ganjaran yang dikemukakan dalam hal ini adalah ganjaran yang sempurna sebagaimana rinciannya diuraikan dalam Al-Quran. Ganjaran sempurna itu tidak bisa dimanifestasikan (diwujudkan) tanpa manifestasi Kedaulatan yang sempurna. Hal ini diungkapkan antara lain dalam ayat Al-Quran:
  لِمَنِ  الۡمُلۡکُ الۡیَوۡمَ ؕ لِلّٰہِ  الۡوَاحِدِ الۡقَہَّارِ  
Kepunyaan siapakah Kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah, Yang Maha Esa dan Yang Maha Unggul   (Al-Mu’min  [40]:17).
      Yakni,  pada hari itu Sifat Rahīmiyyat Allah Swt. akan memanifestasikan Wujudnya tanpa intervensi (gangguan) dari sarana jasmaniah lainnya,  dan manusia akan menyaksikan dan merasakannya secara penuh bahwa apa pun selain kekuatan dan kekuasaan Allah Swt. tidak ada sama sekali. Pada saat itu semua kesenangan dan kegembiraan serta ganjaran dan penghukuman akan muncul secara nyata datang dari Tuhan, tanpa ada tabir yang menghalangi dan tak ada lagi ruang bagi keraguan.
     Pada saat (hari) itu, mereka yang telah melepaskan dirinya dari kehidupan duniawi demi Tuhan-nya akan menemukan diri mereka berada dalam keadaan kebahagiaan sempurna yang meliputi seluruh jiwa dan raga mereka, baik bagian luar atau pun dalam wujud mereka,  sehingga tidak ada satu noktah pun dari diri mereka yang tidak menikmati karunia akbar tersebut.

Langsung Datang  dari  Allah Swt.

      Sifat Maliki Yaumiddin juga mengindikasikan bahwa pada hari itu semua perasaan senang dan susah, kenyamanan atau kesakitan, apa pun yang dirasakan oleh manusia, akan datang secara langsung dari Allah Yang Maha Kuasa dan Dia itulah Penguasa dari segala kondisi. Dengan kata lain, pertemuan dengan Wujud-Nya akan menjadi kebahagiaan abadi, atau penjauhan dari Diri-Nya menjadi kesialan abadi.
    Mereka yang beriman kepada-Nya dan menganut Ketauhidan-Nya serta mewarnai hati mereka dengan kecintaan murni terhadap Wujud-Nya, akan mengalami dan menerima Nur Rahmat-Nya secara jelas dan terbuka. Adapun mereka yang tidak beriman dan tidak mengenal kecintaan kepada Allah Swt.. akan kehilangan kegembiraan serta keselesaan (ketentraman) ini dan karena itu akan mengalami siksaan yang amat pedih. Dengan demikian bisa dimengerti mengapa Sifat Rahmān (Maha Pemurah) diberikan prioritas sebelum Sifat Rahīm (Maha Penyayang) karena memang sudah seharusnya demikian urutannya.
        Jika seseorang menelaah hukum alam,  maka Sifat Ilahi yang pertama dikenalinya adalah Rabbubiyyat, lalu disusul Rahmāniyyat dan Rahīmiyyat sampai akhirnya kepada Sifat Mālikiyyat. Pengaturan yang sempurna mengharuskan bahwa urutan yang ada dalam hukum alam adalah yang juga dikemukakan dalam Kitab yang diwahyukan. Membalikkan urutan alamiah demikian berarti memutarbalikkan hukum alam.
       Untuk pengaturan yang sempurna diperlukan agar urutan demikian sejalan dengan hukum alam, mana yang dahulu harus didahulukan. Demikian itulah yang dikemukakan dalam ayat-ayat Surah Al-Fatihah tersebut dimana urutan alamiah sangat diperhatikan. Ayat-ayat tersebut mengikuti urutan yang oleh seorang yang memiliki wawasan (pengetahuan) akan melihatnya ada berwujud di dalam alam semesta.
       Tidakkah sepantasnya urutan dari karunia Ilahi sebagaimana muncul di alam, begitu juga digambarkan dalam Kitab Allah? Mereka yang mengingkari urutan alamiah yang sempurna itu sama saja dengan seorang buta yang kehilangan baik penglihatan mau pun juga wawasannya (pengetahuannya).

Kesempurnaan Susunan Sifat-sifat Tasybihiyyah
dalam Surah Al-Fatihah

       Apa yang dikemukakan dalam Surah Al-Fatihah dari sifat Rabbul ‘Ālamīn sampai Māliki Yaumiddīn adalah 4 kebenaran akbar yang akan dijelaskan berikut ini. Kebenaran yang pertama ialah Allah Yang Maha Perkasa itu bersifat    Rabbul ‘Ālamīn yang  berarti bahwa Tuhan itu adalah Rabb dan Penguasa segala sesuatu yang ada di alam semesta, dan bahwa segala yang muncul, nampak, dirasakan atau disadari oleh logika, semuanya adalah ciptaan-Nya, dan eksistensi (perwujudan) yang haqiqi hanya milik Allah Yang Maha Kuasa dan tidak kepada apa pun selain Wujud-Nya.
    Dengan kata lain, alam semesta berikut semua isinya diciptakan oleh dan merupakan ciptaan  Allah  Swt..  Tidak ada suatu apa pun di alam ini yang bukan ciptaan Tuhan. Melalui Sifat Rabbubiyyat-Nya yang sempurna, Allah Yang Maha Kuasa mengatur dan mengendalikan setiap noktah yang ada di alam. Sifat Rabubiyat-Nya berfungsi sepanjang waktu.
       Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa setelah Dia menciptakan alam ini, lalu Dia mengundurkan diri dan menyerahkan kendalinya kepada hukum alam. Tidak benar jika dikatakan bahwa sebagai seorang pencipta mesin maka Dia lalu tidak lagi peduli setelah mesin tersebut selesai dicipta. Ciptaan  Maha Pencipta tetap selalu terkait dengan Wujud-Nya.
   Wujud Rabbul ‘ālamīn melaksanakan Sifat Rabubiyat-Nya yang sempurna sepanjang waktu di seluruh alam semesta,  dan hujan rahmat Rabubiyat-Nya itu tetap selalu dicurahkan ke seluruh alam.  Tidak pernah sekali pun alam ini dikucilkan dari manfaat Sifat rahmat-Nya. Bahkan setelah selesai penciptaan alam semesta ini, kebutuhan akan Sumber rahmat itu akan tetap diperlukan setiap saat seolah-olah Dia belum menciptakan apa-apa.
       Sebagaimana dunia ini bergantung kepada Sifat Rabubiyat-Nya untuk mewujud, maka dunia ini tetap bergantung kepada Sifat itu untuk kelangsungan dan pemeliharaannya. Adalah Dia yang menopang dunia ini setiap saat, dan setiap noktah (partikel) di alam ini terpelihara dan berkembang karena Dia. Dia melaksanakan Sifat Rabubiyat-Nya atas segala hal menurut kehendak-Nya.
       Singkat kata, kebenaran ini bermakna bahwa segala sesuatu di alam diciptakan dan tergantung kepada Sifat Rabbubiyyat Allah  Swt..,  baik dalam kesempurnaan, kondisi maupun masanya. Tidak ada keunggulan ruhani atau jasmani yang bisa dicapai makhluk dari dirinya sendiri tanpa ketergantungan pada pengaturan dari Sang Maha Pengatur.
      Adalah suatu hal yang latent dari Sifat ini dan kebenaran-kebenaran lainnya bahwa Sifat    Rabbul ‘ālamīn  merupakan Sifat yang khusus hanya bagi Diri-Nya dan tidak ada suatu apa pun yang menjadi sekutu-Nya. Ayat pembuka dari Surat yaitu Alhamdulillāh menjelaskan secara tegas bahwa segala puji hanyalah bagi Allah Swt.. semata.
        Kebenaran akbar yang kedua adalah Sifat Rahmān yang menempati urutan berikutnya setelah Sifat     Rabbul ‘Ālamīn.  Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa semua makhluk hidup --  yang berakal maupun yang tidak, baik atau jahat --  telah dibantu dan akan selalu ditopang oleh rahmat umum Allah Yang Maha Perkasa dengan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan dan kelanjutan spesi mereka. Semuanya itu merupakan karunia mutlak yang tidak tergantung kepada amalan atau upaya siapa pun.
       Kebenaran akbar yang ketiga setelah Sifat Rahmān  adalah Sifat Rahīm. Hal ini berarti bahwa sesuai kehendak-Nya maka Allah Swt.  akan memberikan imbalan hasil baik atas dasar permohonan makhluk-Nya. Dia mengampuni dosa mereka yang bertobat. Dia menganugrahkan karunia kepada mereka yang memohon. Dia membukakan pintu kepada mereka yang mengetuknya.
      Kebenaran akbar keempat adalah Māliki Yaumiddīn. Berarti Allah Yang Maha Kuasa adalah Penguasa segala ganjaran yang sempurna yang bebas dari ujian dan  cobaan serta intervensi dari segala yang merancukan, suci dari segala yang tidak bersih, bebas dari keraguan dan cacat dan merupakan manifestasi kekuasaan-Nya yang akbar.

Pengganjaran dan Penghukuman  yang Sangat Adil

       Dia tidak kekurangan kekuatan untuk memanifestasikan pengganjaran-Nya yang sempurna yang secerah siang hari. Manifestasi kebenaran akbar ini bertujuan untuk mencerahkan hal-hal berikut ini agar menjadi jelas bagi setiap orang sebagai suatu kepastian:
    Pertama, bahwa ganjaran dan  hukuman adalah suatu hal yang pasti yang dikenakan kepada semua makhluk oleh Sang Maha Penguasa sebagai bagian dari kehendak-Nya. Hal ini tidak mungkin ditunjukkan di dunia ini karena merupakan hal-hal yang tidak jelas bagi rata-rata orang,  yang tidak mengerti mengapa mereka akan mengalami kemaslahatan atau kemudharatan, kesenangan atau kesakitan.
      Tidak akan ada orang yang mendengar suara dari mana pun yang menjelaskan bahwa apa yang dialaminya itu adalah ganjaran dari amal perbuatannya, dan juga tidak akan ada yang menyadari atau merasa bahwa apa yang sedang dialaminya adalah sebagai akibat dari tindakannya.
      Kedua, penampakan itu ditujukan untuk memperlihatkan bahwa sarana duniawi itu tidak mempunyai arti dan bahwa Sang Maha Wujud atau Allah Swt.  adalah Sumber dari semua berkat dan Penguasa dari segala ganjaran.
      Ketiga, perlu adanya penegasan apa itu karunia yang baik (keberuntungan akbar) dan apa yang namanya kemudharatan besar. Keberuntungan akbar adalah keadaan kemenangan tertinggi dimana nur, kebahagiaan, kesenangan dan  ketentraman  merasuk di dalam dan di luar dari tubuh dan jiwa seseorang dimana tidak ada bagian tubuhnya yang terlewat.
       Kemudharatan besar adalah siksaan yang berasal dari akibat ketidak-patuhan, kekotoran jiwa, menjauhkan diri dari Tuhan-nya, yang akan membakar hati dan meliputi seluruh tubuh sehingga seluruh dirinya terasa bagai berada dalam api di neraka.
       Manifestasi (perwujudan) seperti ini tidak bisa dilihat di dunia,  karena dunia yang sempit dan picik,  yang terselaput oleh segala keduniawian dan yang kondisinya tidak sempurna, tidak akan tahan menanggung manifestasi demikian. Dunia ini adalah ajang ujian dan cobaan dimana kesenangan dan kesakitan yang ada hanya bersifat sementara dan tidak sempurna.
      Apa pun yang dialami seseorang dalam hidupnya berada di bawah tabir sarana jasmani yang menyembunyikan Wujud Sang Penguasa Pemberi ganjaran. Dengan demikian dunia ini bukan wadah ganjaran yang benar dan sempurna. Yang menjadi hari ganjaran yang sempurna dan terbuka adalah dunia yang akan datang setelah dunia sekarang ini. Dunia itu akan menjadi wadah manifestasi akbar dan penampakan dari keagungan dan keindahan yang sempurna.
      Kesulitan hidup atau kemudahan, kesenangan atau kesakitan, kesedihan atau pun kegembiraan, semua yang dialami manusia di dunia yang sekarang tidak selalu menggambarkan atau merupakan akibat dari karunia Ilahi atau pun kemurkaan-Nya. Sebagai contoh, seorang yang kaya bukanlah merupakan bukti bahwa Tuhan berkenan atas dirinya, begitu pula kemiskinan atau kesulitan dianggap menjadi tanda bahwa Allah Swt.  memusuhi dirinya.
    Bisa jadi keadaan mereka itu menjadi cobaan agar yang kaya diuji karena kekayaannya sedangkan yang miskin dicoba karena kemiskinannya. Semua kebenaran akbar ini dijelaskan secara rinci di dalam Al-Quran.” (Brahin-i- Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. 14, hlm. 444-461, London, 1984).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  26 Oktober    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar