Jumat, 31 Januari 2014

Makna Kedatangan "Nabi-nabi" dan "Saksi-saksi" (Syuhada) & Kewajiban Umat Islam Sebagai "Umat yang Terbaik"bangkitan



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  143

      Makna Kedatangan  “Nabi-nabi” dan “Saksi-saksi” (Syuhada) & Kewajiban Umat Islam Sebagai “Umat yang Terbaik

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  kewajiban manusia yang kedua dan yang paling penting  -- sesudah kewajibannya terhadap   Allah Swt.  atau haququllāh  (hak-hak Allah) dalam Surah Luqman ayat  13-15 -- yaitu kewajiban-kewajiban terhadap sesama manusia  berupa memenuhi haququl- ‘ibād (hak-hak sesama hamba), yang dimulai dengan kewajiban-kewajibannya kepada orangtua, firman-Nya:
وَ وَصَّیۡنَا  الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ ۚ حَمَلَتۡہُ  اُمُّہٗ  وَہۡنًا عَلٰی وَہۡنٍ وَّ فِصٰلُہٗ  فِیۡ عَامَیۡنِ  اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ ؕ اِلَیَّ  الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan Kami telah mewasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik terhadap kedua orang tuanya (ibu-bapaknya),  ibunya telah mengandungnya dalam kelemahan di atas kelemahan, dan penyapihan susunya dalam dua tahun,  supaya bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtua engkau, kepada Aku-lah tempat kembali. (Luqmān [31]:15).
     Selanjutnya Allah Swt. memberi petunjuk,  bagaimana jika  kecintaan manusia kepada kedua orang tua bertentangan dengan kecintaan kepada Allah Swt. berkenaan dengan Tauhid Ilahi, firman-Nya:
وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ۙ فَلَا تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا ۫ وَّ اتَّبِعۡ سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ  اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila keduanya memaksa engkau supaya engkau mempersekutukan dengan Aku, yang mengenai itu engkau tidak memiliki pengetahuan, maka janganlah engkau menaati keduanya, tetapi bergaullah dengan keduanya secara layak dalam urusan dunia, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembali kamu, maka Aku akan memberitahukan kepada kamu mengenai apa yang senan-tiasa kamu kerjakan. (Luqmān [31]:16).

Pemahaman Jihad  Penganut “Garis Keras” yang Keliru

    Jika kewajiban manusia terhadap orangtua nampaknya berlanggaran dan bertentangan dengan kewajiban terhadap Tuhan (Allah Swt.) , maka kesetiaannya yang pertama harus ditujukan kepada Khāliq-nya. Akan tetapi, dalam mengabaikan salah satu dari keinginan-keinginan atau perintah-perintah orangtuanya yang bertentangan dengan kesetiaannya terhadap  Tuhan (Allah Swt.) tersebut hendaknya ia jangan memperlihatkan sikap sombong atau lancang terhadap mereka; melainkan harus terus memperlihatkan kesantunan, kecintaan, dan kasih sayang yang tetap kepada mereka.
      Jadi, betapa jahilnya  pemikiran sekelompok orang-orang yang  menganut faham garis keras di kalangan umat Islam  di Akhir Zaman ini,   bahwa  siapa pun – termasuk kedua orang tua  -- jika  bertentangan dengan faham   jihad” yang mereka lakukan  maka  hukumnya adalah wajib dibunuh -- Na’ūdzubillāh min dzālik  --  serta menganggap semua orang yang tidak sefaham dengan keyakinan mereka mengenai agama Islam sebagai  orang-orang kafir yang juga wajib diperangi atau dibunuh dan halal hukumnya merampas harta kekayaan mereka karena merupakan “ghanimah” (harta rampasan perang).
     Ajaran Islam (Al-Quran) yang benar  sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. -- dan juga diamalkan oleh para Khulafa-ur Rasyidin --  bahwa apabila kecintaan kepada kedua orangtua   bertentangan dengan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya  maka  harus mendahulukan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya¸ tetapi tetap menghormati kedua orangtuanya yang merupakan  kewajiban anak kepada kedua orangtuanya.

Makna Rahmat Bagi Seluruh Alam  & Rasul Allah adalah “Nafiri” Tauhid Ilahi

      Pendek kata, itulah ajaran Islam (Al-Quran) sejati yang difahami serta diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. serta para Sahabah beliau saw. di masa awal Islam, (QS.62:3),  sehingga umat Islam di zaman awal tersebut   benar-benar sangat tepat disebut sebagai “umat terbaik” yang dibangkitkan untuk “manfaat” seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111),  seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rahmat bagi seluruh alam”, firman-Nya:
وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan  Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.  (Al-Anbiya [21]:108). Lihat pula  QS.34:29.
       Nabi Besar Muhammad saw. adalah Rasul Allah pembawa rahmat untuk seluruh umat manusia, sebab amanat beliau saw. – yakni  agama Islam (Al-Quran) -- tidak terbatas kepada suatu negeri atau kaum tertentu. Dengan perantaraan beliau  saw. bangsa-bangsa dunia telah diberkati, seperti belum pernah mereka diberkati sebelum itu, firman-Nya: 
وَ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ فَصَعِقَ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ اِلَّا مَنۡ شَآءَ اللّٰہُ ؕ ثُمَّ  نُفِخَ  فِیۡہِ  اُخۡرٰی فَاِذَا ہُمۡ  قِیَامٌ  یَّنۡظُرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَشۡرَقَتِ  الۡاَرۡضُ بِنُوۡرِ رَبِّہَا وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ وَ جِایۡٓءَ بِالنَّبِیّٖنَ وَ الشُّہَدَآءِ  وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ وَ ہُمۡ  لَا یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ  نَفۡسٍ مَّا عَمِلَتۡ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ  بِمَا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan nafiri (terompet) akan ditiup, lalu akan   pingsan  siapa pun yang ada di seluruh langit dan semua yang ada di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian nafiri itu akan ditiup kedua kalinya maka tiba-tiba mereka berdiri menantikan keputusan.   Dan bumi akan bersinar dengan nur Rabb-nya (Tuhan-nya),  dan Kitab itu akan diletakkan terbuka di hadapan mereka, dan akan didatangkan nabi-nabi serta saksi-saksi, dan  diberikan keputusan di antara mereka dengan adil dan mereka tidak akan dizalimi.  Dan setiap jiwa akan diberikan sepenuhnya apa yang ia kerjakan,  dan Dia mengetahui mengenai apa yang mereka kerjakan. (Az-Zumār [39]:69-71). 

Kebangkitan Ruhani di Dunia & Hari Kebangkitan di Akhirat  

       Ayat 69   menggambarkan peristiwa  kebangkitan kembali di alam ukhrawi. Tetapi  ayat ini dapat juga diterapkan kepada keadaan ruhani orang-orang sebelum kedatangan seorang Guru Suci   -- yakni Rasul Allah -- ke dunia yang kedatangannya di sini diumpamakan sebagai tiupan nafiri   (terompet), yakni seruan kepada Tauhid Ilahi  (QS.16:37) atau seruan kepada keimanan yang hakiki (QS.3:191-195; QS.98:1-6).
      Mengingat akan perumpamaan ini,  maka  makna “pingsan” dalam ayat    فَصَعِقَ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ   -- “maka akan  pingsan siapa pun yang ada di seluruh langit dan semua yang ada di bumi”, dapat berarti kemalasan atau kebekuan orang-orang pada saat sebelum seorang Pembaharu Suci (Rasul Allah), datang ke dunia.
      Sedangkan kata-kata "tiba-tiba mereka berdiri menantikan”  dalam ayat  ثُمَّ  نُفِخَ  فِیۡہِ  اُخۡرٰی فَاِذَا ہُمۡ  قِیَامٌ  یَّنۡظُرُوۡنَ -- “Kemudian nafiri itu akan ditiup kedua kalinya maka tiba-tiba mereka berdiri menantikan keputusan”, dapat  mengisyaratkan  kepada kebangkitan ruhani  orang-orang yang beriman kepada  Sang Pembaharu atau  Penyeru kepada  Tauhid Ilahi   tersebut (QS.3:191-195).
        Bila dikenakan kepada kehidupan ukhrawi, kata-kata  وَ اَشۡرَقَتِ  الۡاَرۡضُ بِنُوۡرِ رَبِّہَا  --  “Dan bumi akan bersinar dengan nur Tuhan-Nya,” akan berarti  bahwa tirai yang menyelubungi rahasia-rahasia kehidupan ini akan diangkat; dan akibat-akibat perbuatan baik maupun buruk yang telah dilakukan dalam kehidupan ini dan yang tetap tersembunyi di sini akan menjadi nampak dengan nyata.
      Tetapi dengan mengisyaratkan kepada kedatangan seorang Guru Suci (Rasul Allah) ke dunia  -- khususnya kepada kedatangan  Nabi Besar Muhammad saw. --   kata-kata  وَ اَشۡرَقَتِ  الۡاَرۡضُ بِنُوۡرِ رَبِّہَا  --  “Dan bumi akan bersinar dengan nur Tuhan-Nya,” dapat berarti,  bahwa dengan kedatangan  Nabi Besar Muhammad saw.  seluruh dunia akan bersinar dengan nur Ilahi, dan kegelapan ruhani akan lenyap sirna.

Makna  Kitab &  Didatangkan  Nabi-nabi dan Saksi-saksi

        Ada pun yang dimaksud dengan “Kitab itu akan diletakkan  dan kata-kata   “akan didatangkan nabi-nabi dan saksi-saksi”  dalam ayat  وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ وَ جِایۡٓءَ بِالنَّبِیّٖنَ وَ الشُّہَدَآءِ  وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ وَ ہُمۡ  لَا یُظۡلَمُوۡنَ   kata “Kitab”  dapat mengisyaratkan  kepada    Kitab catatan amal manusia,  atau  kepada Kitab suci Al-Quran yang di dalamnya mengandung seluruh kebenaran (QS.6:39; QS.10:38; QS.12:112; QS.16:90),   firman-Nya:
 وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ فَتَرَی الۡمُجۡرِمِیۡنَ مُشۡفِقِیۡنَ  مِمَّا فِیۡہِ وَ یَقُوۡلُوۡنَ یٰوَیۡلَتَنَا مَالِ ہٰذَا الۡکِتٰبِ لَا یُغَادِرُ صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً  اِلَّاۤ  اَحۡصٰہَا ۚ وَ  وَجَدُوۡا مَا عَمِلُوۡا حَاضِرًا ؕ وَ لَا یَظۡلِمُ  رَبُّکَ  اَحَدًا ﴿٪﴾
Dan kitab amalannya akan diletakkan di hadapan mereka, maka engkau akan melihat orang-­orang yang berdosa itu ketakutan dari apa yang ada di dalamnya itu, dan mereka akan berkata: "Aduhai  celakalah kami! Kitab apakah ini? Ia tidak me-ninggalkan sesuatu, baik yang kecil maupun yang besar  melainkan telah mencatatnya."  Dan mereka menjumpai apa yang telah mereka kerjakan itu berada di hadapan mereka, dan Tuhan engkau tidak menzalimi seorang pun. (Al-Kahf [18]:50).
       Pada hakikatnya makna “nabi-nabi dalam ayat وَ جِایۡٓءَ بِالنَّبِیّٖنَ وَ الشُّہَدَآءِ  --  “dan akan didatangkan nabi-nabi dan saksi-saksi”, mengisyaratkan kepada  Nabi Besar Muhammad saw., yang  dalam wujud beliau saw.  terhimpun  pribadi semua nabi Allah dan guru-guru suci (QS.77:12), dan hal tersebut akan terulang lagi di Akhir Zaman (QS.62:3-4).

Makna Syuhada (Saksi-saksi)

      Sedangkan  yang dimaksud  “saksi-saksi” menunjuk kepada para pengikut  sejati Nabi Besar Muhammad saw.    atau para Sahabah r.a.  yang menikmati hak istimewa yang dibanggakan, karena  mereka oleh  Allah Swt.  telah ditunjuk sebagai saksi-saksi atau penjaga atas semua orang,  dalam  kapasitas mereka  sebagai “umat yang terbaik” (QS.3:111), firman-Nya:  
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia   supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi  (penjaga-penjaga) atas  manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi saksi (penjaga) atas kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang ber-paling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal  perpindahan kiblat ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesung-guhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144). 
      Kata  al-wasath  dalam ayat  اُمَّۃً وَّسَطًا    berarti: menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab-al-Mawarid). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin disebut  khayra ummah (kaum yang terbaik)
      Makna ayat  لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ  --  supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi  (penjaga-penjaga) atas  manusia”,   dalam ayat ini  kaum Muslimin diperingatkan  bahwa tiap-tiap keturunan (generasi) mereka harus menjaga dan mengawasi keturunan (generasi) berikutnya.
     Karena umat Islam di zaman awal   adalah  اُمَّۃً وَّسَطًا   (kaum terbaik) maka mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang diharapkan dari mereka,  dan berusaha agar setiap keturunan (generasi) berikutnya pun mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka (para Sahabah) yang telah menikmati pergaulan suci dengan  Nabi Besar Muhammad saw..       Jadi  Nabi Besar Muhammad saw.  itu harus menjadi  saksi (penjaga) para pengikut beliau  saw. yang terdekat,  yakni para  Sahabah r.a., dan para Sahabah r.a. pada gilirannya harus menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) generasi-generasi penerus  mereka,     demikian seterusnya.
       Ayat  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا   -- “dan demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia   supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi  (penjaga-penjaga) atas  manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi saksi (penjaga) atas kamu dapat pula berarti,  bahwa seperti  telah ditakdirkan, kaum Muslimin akan menjadi pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah Swt..
       Dengan demikian kaum-kaum lain akan terpaksa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang lain,  seperti halnya  Nabi Besar Muhammad saw.   telah menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi mereka.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   8  Januari      2014