Senin, 11 November 2013

Hubungan Sifat "Rahiimiyyat" (Maha Penyayang) Allah Swt. dengan "Ihsan" & Kisah Qarun dan Khazanah Kekayaannya



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab  67

       Hubungan Sifat Rahīmiyyat  (Maha Penyayang) Allah Swt. dengan Ihsān   & Kisah Qarun  dan Khazanah Kekayaannya

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  tentang  firman Allah  Swt. mengenai   penggunaan sebutan insan  (manusia) dalam Surah Al-Infithār ayat  7, pada hakikatnya yang dimaksud dengan kata insan  (manusia)  dalam ayat  یٰۤاَیُّہَا  الۡاِنۡسَانُ مَا غَرَّکَ بِرَبِّکَ الۡکَرِیۡمِ  --  Hai manusia, apa yang telah memperdayai engkau mengenai  Rabb (Tuhan Pencipta dan Pemelihara)  engkau Yang Maha Mulia” secara kiasan tertuju kepada bangsa-bangsa Kristen dari Barat.
       Dalam ayat tersebut Allah Swt. memperingatkan mereka,  bahwa  berbagai keberhasilan duniawi  yang mereka raih itu bukan karena mereka itu merupakan satu-satunya kaum (bangsa) pilihan Allah Swt. di dunia ini (QS.7:35-37), melainkan karena Allah Swt. secara umum telah menganugerahkan kepada seluruh insan (manusia) berbagai kemampuan  jasmani dan ruhani  yang sempurna, supaya mereka melakukan amal-amal yang terbaik (QS.3:134; QS.5:49; QS.11:8; QS.18:8;QS.35:33; QS.57:22; QS.67:1-3) atau berlomba-lomba dalam  segala macam kebaikan, terutama sekali umat Islam karena merupakan "umat terbaik" yang diciptakan untuk kepentingan seluruh umat manusia  (QS.2:144; QS.3:111), firman-Nya:

وَ  لِکُلٍّ وِّجۡہَۃٌ ہُوَ مُوَلِّیۡہَا فَاسۡتَبِقُوا الۡخَیۡرٰتِ ؕ؃ اَیۡنَ مَا تَکُوۡنُوۡا یَاۡتِ بِکُمُ اللّٰہُ جَمِیۡعًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾

Dan bagi tiap orang ada suatu tujuan yang kepadanya ia menghadapkan wajahnya yakni perhatiannya, maka  berlomba-lombalah dalam kebaikan-kebaikan, di mana pun kamu berada Allah akan mendatangkan kamu semua, sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah [2]:149).

Keberhasilan Duniawi Kaum-kaum Purbakala

 Itulah sebabnya sebelum mereka  pun bangsa-bangsa purbakala  pada zamannya masing-masing  mereka telah menguasai iptek (ilmu pengetahuan) mutakhir – contohnya kaum Nabi Nuh a.s., kaum ‘Ad, kaum Tsamud, dan kaum Fir’aun  -- yang   telah membuat mereka berlaku takabbur   di muka bumi dan mendustakan serta menentang para Rasul Allah secara zalim, sehingga akibatnya Allah Swt. menghancurkan mereka dengan  berbagai bentuk azab-Nya yang dahsyat (QS.29:34-41).
    Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Allah Swt.  berfirman:  الَّذِیۡ خَلَقَکَ فَسَوّٰىکَ فَعَدَلَکَ   -- “Yang telah menciptakan engkau, kemudian menyempurnakan engkau, lalu menata tubuh engkau dengan  serasi?  yakni Allah telah menganugerahi insan  (manusia) kekuatan-kekuatan dan kemampuan-ke-mampuan fitri yang agung agar ia dapat naik ke puncak kemuliaan ruhani setinggi-tingginya, apabila mereka menyelaskan kehidupannya dengan perintah dan larangan Allah Swt.  sebagaimana yang diajarkan para Rasul Allah kepada mereka  -- terutama  ajaran Nabi Besar Muhammad saw. --  firman-Nya: 
اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۚ﴾   وَ  اِنَّ  الۡفُجَّارَ لَفِیۡ جَحِیۡمٍ ﴿ۚۖ﴾  یَّصۡلَوۡنَہَا یَوۡمَ الدِّیۡنِ ﴿﴾  وَ مَا ہُمۡ عَنۡہَا بِغَآئِبِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan niscaya  dalam kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang berdosa niscaya tinggal di dalam Jahannam. Mereka akan masuk ke dalamnya pada Hari Pembalasan, dan  mereka sekali-kali tidak akan lolos darinya.   (Al-Infithār   [82]:14-17).
      Pernyataan Allah Swt. mengenai orang-orang berdosa bahwa  وَ مَا ہُمۡ عَنۡہَا بِغَآئِبِیۡنَ  --     dan  mereka sekali-kali tidak akan lolos darinya yakni dari neraka jahannam   merupakan  kenyataan  keadilan  dari penghakiman yang dilakukan Allah Swt. sebagai  Māliki yawmid-dīn (Pemilik Hari Pembalasan – Surah Al-Fatihah [1]:1:4), sesuai firman-Nya:
فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ ؕ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ  شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
“Maka barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom  sekali pun ia akan melihatnya,  dan barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihatnya” (Al-Zilzāl  [99]:8-9).
    Senada dengan firman-Nya tersebut alam Surah lain Allah Swt. berfirman mengenai kitab catatan amal manusia:
  وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ فَتَرَی الۡمُجۡرِمِیۡنَ مُشۡفِقِیۡنَ  مِمَّا فِیۡہِ وَ یَقُوۡلُوۡنَ یٰوَیۡلَتَنَا مَالِ ہٰذَا الۡکِتٰبِ لَا یُغَادِرُ صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً  اِلَّاۤ  اَحۡصٰہَا ۚ وَ  وَجَدُوۡا مَا عَمِلُوۡا حَاضِرًا ؕ وَ لَا یَظۡلِمُ  رَبُّکَ  اَحَدًا ﴿٪﴾  
Dan kitab amalannya akan diletakkan di hadapan mereka, maka engkau akan melihat orang-­orang yang berdosa itu ketakutan dari apa yang ada di dalamnya itu, dan mereka akan berkata: "Aduhai  celakalah kami! Kitab apakah ini? Ia tidak meninggalkan sesuatu, baik yang kecil maupun yang besar melainkan telah mencatatnya."  Dan mereka menjumpai apa yang telah mereka kerjakan itu berada di hadapan mereka, dan Rabb (Tuhan) engkau tidak menzalimi (menganiaya) seorang pun. (Al-Kahf [18]:50).

Tiada “Pemikul Beban” akan “Memikul Beban” Orang Lain

    Selanjutnya Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Infithar  mengenai kepastian adanya “Hari Pembalasan” atas semua amal manusia – yang  baik mau pun yang buruk   --  firman-Nya:
وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ الدِّیۡنِ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾  یَوۡمَ لَا تَمۡلِکُ نَفۡسٌ لِّنَفۡسٍ شَیۡئًا ؕ وَ الۡاَمۡرُ  یَوۡمَئِذٍ  لِّلّٰہِ ﴿٪﴾
Dan  apakah yang engkau ketahui apa Hari Pembalasan itu?  Kemudian,  apakah yang membuat engkau tahu apa Hari Pembalasan itu? ada hari itu tidak ada jiwa mempunyai kekuatan sedikitpun untuk memberi manfaat bagi jiwa lain! Dan segala keputusan pada hari itu kepunyaan Allah.   (Al-Infithār   [82]:18-20).
      Pernyataan Allah Swt. یَوۡمَ لَا تَمۡلِکُ نَفۡسٌ لِّنَفۡسٍ شَیۡئًا ؕ وَ الۡاَمۡرُ  یَوۡمَئِذٍ  لِّلّٰہِ  – “Pada hari itu tidak ada jiwa mempunyai kekuatan sedikitpun untuk memberi manfaat bagi jiwa lain! Dan segala keputusan pada hari itu kepunyaan Allah”, hal tersebut   benar-benar  akan membuat  kecewa berat  bangsa-bangsa Kristen dari Barat  - dan mereka yang mempercayai itikad “penebusan dosa  melalui “kematian terkutuk Yesus Kristus di tiang Salib”,   rekayasa Paulus dalam Surat-surat kirimannya.
      Pendek kata,  Sifat Māliki yawmid-dīn (Pemilik Hari Pembalasan) Allah Swt.  dalam kaitannya dengan   tiga landasan akhlak yang baik --  adil, ihsan dan iytā-i dzil-qurba --    hubungannya dengan  adil, firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ  وَ الۡمُنۡکَرِ وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ   لَعَلَّکُمۡ   تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan (kebajikan), dan memberi seperti kepada kaum kerabat, serta melarang dari perbuatan keji, mungkar, dan pemberontakan.  Dia nasihatkan kepada kamu  supaya kamu mengambil pelajaran. (An-Nahl [16]:91).
      Dengan demikian benarlah firman Allah Swt.   bahwa  sesuai dengan keadilan-Nya  bahwa  tiada “pemikul beban” akan “memikul beban” orang lain, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اَغَیۡرَ اللّٰہِ اَبۡغِیۡ رَبًّا وَّ ہُوَ رَبُّ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ وَ لَا تَکۡسِبُ کُلُّ نَفۡسٍ  اِلَّا عَلَیۡہَا ۚ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ۚ ثُمَّ اِلٰی رَبِّکُمۡ مَّرۡجِعُکُمۡ فَیُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ  فِیۡہِ  تَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾    
Katakanlah:  ”Apakah aku akan mencari Rabb (Tuhan ) yang bukan-Allah, padahal  Dia-lah Rabb (Tuhan) segala sesuatu?” Dan tiada jiwa mengupayakan sesuatu melainkan akan menimpa dirinya, dan  tidak pula seorang pemikul beban memikul beban orang lain, kemudian kepada Rabb (Tuhan) kamu tempat kembalimu, maka Dia akan memberitahu kamu apa-apa yang mengenainya kamu berselisih (Al-An’ām [6]:165).  Lihat pula    QS.17:16; QS.35:19; QS.53:39-40.

Perbedaan Sifat Rahmāniyyat (Maha Pemurah)  dengan   
Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) Allah Swt.   

       Menurut Allah Swt. bahwa cara manusia   meningkatkan kesempurnaan akhlak baiknya  setelah berlaku adil adalah berbuat  ihsan – yakni melakukan kebaikan yang lebih  daripada  berlaku adil    kepada orang-orang lain – yaitu memperagakan Sifat Ar-Rahīm   (Maha Penyayang) Allah Swt. atau Sifat Rahīmiyyat, yang mengenai  Sifat Allah Swt. ini dalam Bab 59 sebelumnya  Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s.  menjelaskan:
     “Ar-Rahmān (Maha Pemurah) dan Ar-Rahīm (Maha Penyayang), keduanya berasal dari akar kata yang sama, Rahima, artinya: ia telah menampakkan kasih-sayang; ia ramah dan baik; ia memaafkan, mengampuni. Kata Rahmah menggabungkan arti riqqah yakni   kehalusan dan ihsan  yakni  kebaikan,   kebajikan” (Mufradat).
    Ar-Rahmān dalam wazan (ukuran) fa’lan, dan Ar-Rahīm dalam ukuran fa’il. Menurut kaedah tata-bahasa Arab, makin banyak jumlah huruf ditambahkan pada akar kata makin luas dan mendalam pula artinya (Kasysyaf). Ukuran fa’lan membawa arti kepenuhan dan keluasan, sedang ukuran fa’il menunjuk kepada arti ulangan dan pemberian ganjaran dengan kemurahan hati kepada mereka yang layak menerimanya (Muhith).
    Jadi, di mana kata Ar-Rahmān (Maha Pemurah) menunjukkan “kasih-sayang meliputi seluruh alam”, maka  kata Ar-Rahīm (Maha Penyayang) berarti “kasih-sayang yang ruang lingkupnya terbatas  tetapi  ditampakkan berulang-ulang.”
     Mengingat arti-arti di atas, Ar-Rahmān  adalah Dzat Yang menampakkan kasih-sayang secara  cuma-cuma dan meluas kepada semua makhluk tanpa mempertimbangkan usaha atau amal makhluk-makhluk tersebut;  sedangkan Ar-Rahīm  adalah Dzat Yang menampakkan kasih-sayang sebagai imbalan atas usaha atau amal   manusia, tetapi menampakkannya dengan kemurahan hati dan berulang-ulang.

Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang)  Allah Swt.
dapat Diperagakan oleh Manusia

     Kata Ar-Rahmān (Maha Pemurah) hanya dipakai untuk Allah Swt., sebab hanya Allah Swt., sajalah Wujud yang memiliki kemampuan  melaksanakan  secara sempurna Sifat   Rahmāniyyat tersebut;  sedangkan Ar-Rahīm (Maha Penyayang) dipakai pula untuk manusia.
    Sifat Ar-Rahmān (Maha Pemurah) Allah Swt. tidak hanya meliputi orang-orang beriman  dan kafir saja, tetapi juga seluruh makhluk, sedangkan  Sifat Ar-Rahīm (Maha Penyayang) Allah Swt. terutama tertuju kepada orang-orang beriman saja.
     Menurut sabda  Nabi Besar Muhammad saw.,  sifat Ar-Rahmān (Maha Pemurah) umumnya bertalian dengan kehidupan di dunia ini, sedang sifat Ar-Rahīm (Maha Penyayang) umumnya bertalian dengan kehidupan  akhirat (Muhith). Artinya, karena dunia (alam jasmani) ini pada umumnya adalah  dunia perbuatan, sedangkan alam akhirat itu adalah suatu alam tempat perbuatan manusia akan diganjar dengan cara istimewa,  maka sifat Allah Swt. Ar-Rahmān (Maha Pemurah) menganugerahi manusia alat dan bahan (sarana) untuk melaksanakan pekerjaannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan sifat Allah Swt.  Ar-Rahīm (Maha Penyayang) mendatangkan hasil dalam kehidupan yang akan datang (akhirat).
        Segala benda (sarana) yang  diperlukan manusia dan atas itu kehidupan  manusia bergantung adalah semata-mata karunia Ilahi dan sudah tersedia untuk manusia, sebelum manusia berbuat sesuatu yang menyebabkan manusia  layak menerimanya, atau bahkan sebelum manusia dilahirkan, itulah makna Sifat Rahmaniyyat Allah Swt.
Sedangkan karunia yang tersedia untuk   manusia  dalam kehidupan yang-akan-datang (akhirat) akan dianugerahkan kepada  orang-orang yang beriman dan beramal saleh sebagai ganjaran atas usaha atau amal  mereka.
       Hal itu menunjukkan bahwa Ar-Rahmān itu Pemberi karunia yang mendahului kelahiran manusia, sedangkan  Ar-Rahīm itu Pemberi nikmat-nikmat yang mengikuti amal   (upaya) manusia sebagai ganjarannya.”
Dalam   Bab 64 beliau menjelaskan:
        “Kebenaran akbar yang ketiga setelah Sifat Rahmān  (Maha Pemurah) adalah Sifat Rahīm (Maha Penyayang). Hal ini berarti bahwa sesuai kehendak-Nya maka Allah Swt.  akan memberikan imbalan hasil baik atas dasar permohonan makhluk-Nya. Dia mengampuni dosa mereka yang bertobat. Dia menganugrahkan karunia kepada mereka yang memohon. Dia membukakan pintu kepada mereka yang mengetuknya.”

Hubungan Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang)  dengan Ihsan &
Kisah  Qarun

      Sehubungan dengan  penjelasan tersebut, berikut  adalah    dialog  tentang ihsan Allah Swt. antara seorang yang “memiliki ilmu” dengan Qarun -- yang seperti bangsa-bangsa Kristen dari Barat  di Akhir Zaman ini -- membangga-banggakan khazanah kekayaannya duniawi kepunyaannya sebagai hasil dari  ilmu pengetahuan” yang dimilikinya:
اِنَّ قَارُوۡنَ کَانَ مِنۡ قَوۡمِ  مُوۡسٰی فَبَغٰی عَلَیۡہِمۡ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ مِنَ الۡکُنُوۡزِ مَاۤ  اِنَّ مَفَاتِحَہٗ  لَتَنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَۃِ  اُولِی الۡقُوَّۃِ ٭ اِذۡ  قَالَ  لَہٗ  قَوۡمُہٗ  لَا تَفۡرَحۡ  اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ ابۡتَغِ  فِیۡمَاۤ  اٰتٰىکَ اللّٰہُ  الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ  اَحۡسَنَ اللّٰہُ  اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Qarun  adalah termasuk kaum Musa tetapi ia berlaku aniaya terhadap mereka. Dan Kami telah memberinya khazanah-khazanah yang sesungguhnya kunci-kuncinya  sangat susah diangkat oleh sejumlah orang-orang kuat. Ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.  Dan carilah rumah akhirat  itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau,  tetapi  janganlah engkau melupakan nasib engkau di dunia, dan berbuat ihsan-lah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash [28]:77-78).
      Qarun adalah seorang  yang sangat  kaya raya. Ia dihargai sekali oleh Fir’aun dan sangat mungkin ia bendaharanya. Agaknya ia pejabat yang mengawasi tambang-tambang mas milik Fir’aun dan seorang ahli dalam teknik penggalian mas dari tambang-tambang.
     Bagian selatan Mesir, wilayah Qaru, terkenal dengan tambang-tambang emasnya. Karena akhiran “an” atau “on” berarti “tiang,” atau “cahaya,” maka kata majemuknya “Qur-on” berarti “tiang Qaru” dan merupakan gelar menteri pertambangan. Konon ia seorang orang Israil dan beriman kepada Nabi Musa a.s.. Tetapi untuk mengambil hati Fir’aun agaknya ia telah menganiaya bangsanya sendiri dan berlaku sombong terhadap mereka. Sebagai akibatnya azab  Allah Swt.  menimpa dirinya dan ia binasa.

Ihsan Allah Swt. kepada Qarun

     Dalam ayat ِ  اِنَّ مَفَاتِحَہٗ  لَتَنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَۃِ  اُولِی الۡقُوَّۃِ مَاۤ  --    ”yang sesungguhnya  kunci-kuncinya  sangat susah diangkat oleh sejumlah orang-orang kuat  kata   mafatih adalah jamak dari dua kata maftah dan miftah, yang pertama berarti timbunan; khazanah; dan kata yang kedua berarti anak kunci (Lexicon Lane).
       Pendek kata, dari segi kehidupan duniawinya  Qarun – secara tidak disadarinya -- telah berhasil menyelaraskan upaya duniawinya  dengan  Sifat Sifat Rahīmiyyat  (Maha Penyayang) Allah Swt., sehingga Allah Swt. pun menganugerahkan ihsan  (kebaikan yang lebih) kepada upaya Qarun; tetapi  berkenaan dengan urusan kehidupan di alam akhirat  dia (Qarun) tidak mau  membalas  ihsan  Allah Swt. dengan perbuatan ihsan  kepada kaumnya. Itulah makna perkataan kaumnya:
لَا تَفۡرَحۡ  اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ ابۡتَغِ  فِیۡمَاۤ  اٰتٰىکَ اللّٰہُ  الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ  اَحۡسَنَ اللّٰہُ  اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“….Janganlah engkau terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.   Dan carilah rumah akhirat  itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau,  tetapi  janganlah engkau melupakan nasib engkau di dunia dan berbuat  ihsan-lah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash [28]:77-78).
       Jadi, menurut orang yang berilmu di kalangan kaumnya  -- yakni Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.   – bahwa kesuksesan  yang diraih Qarun adalah semata-mata karena ihsan  Allah Swt., yakni Qarun secara tidak disadarinya telah menyelaraskan upayanya dengan Sifat Rahīmiyyat  (Maha Penyayang) Allah Swt., yaitu  Qarun  telah memanfaatkan rangkaian hukum “sebab-akibat” yang berlaku dalam kehidupan di dunia ini,  yang dalam ayat  selanjutnya diakui Qarun sebagai “ilmu pengetahuan yang dimilikinya, firman-Nya: 
قَالَ  اِنَّمَاۤ   اُوۡتِیۡتُہٗ  عَلٰی  عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ
Ia berkata: “Sesungguhnya khazanah ini telah diberikan-Nya kepadaku karena ilmu yang ada padaku.”   (Al-Qashash [28]:79).

Qarun dan Kaum-kaum Purbakala yang Tidak Mensyukuri
Ihsan Allah Swt. kepada Mereka

      Dalam kalimat selanjutnya Allah Swt. menjelaskan,  bahwa  sikap buruk yang diperagakan Qarun serta akibat buruk   yang menimpanya sebagai balasannya telah pula terjadi pada kaum-kaum purbakala yang jauh lebih kaya dan lebih berkuasa daripada Qarun,  sebagai  akibat mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang diutus Allah Swt. kepada mereka:       
  اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ  قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ  قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ  الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah ia mengetahui bahwa sungguh Allah telah membinasakan banyak generasi sebelumnya yang lebih besar kekuasaannya daripada dia dan lebih banyak harta kekayaannya? Dan orang-orang yang berdosa tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash [28]:79).
       Makna ayat  وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ  الۡمُجۡرِمُوۡنَ   -- “Dan  orang-orang yang berdosa tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka  yaitu bahwa kesalahan kaum kafir akan begitu nyata sehingga pengusutan lebih lanjut akan dianggap tidak perlu untuk membuktikannya; atau artinya ialah orang-orang yang bersalah tidak akan diberi peluang membela diri, karena dosa-dosa dan keburukan-keburukan mereka telah begitu nyata sekali. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَخَرَجَ عَلٰی قَوۡمِہٖ فِیۡ زِیۡنَتِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یُرِیۡدُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا یٰلَیۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَاۤ  اُوۡتِیَ  قَارُوۡنُ ۙ اِنَّہٗ  لَذُوۡ حَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَیۡلَکُمۡ ثَوَابُ اللّٰہِ خَیۡرٌ  لِّمَنۡ  اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ۚ وَ لَا  یُلَقّٰہَاۤ   اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ ﴿﴾
Maka ia (Qarun) keluar  di hadapan kaumnya dengan kemegahan. Berkata orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Alangkah baiknya, apabila kami pun mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya ia mempunyai bagian harta yang besar.” Tetapi orang-orang yang diberi pengetahuan berkata: “Celakalah kamu, ganjaran dari Allah adalah lebih baik bagi siapa yang beriman dan beramal saleh, dan itu tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Qashash [28]:80-81).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  29 Oktober    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar