بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 67
Hubungan Sifat Rahīmiyyat
(Maha Penyayang) Allah Swt.
dengan Ihsān &
Kisah Qarun dan Khazanah Kekayaannya
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan tentang firman Allah Swt. mengenai penggunaan sebutan insan (manusia) dalam Surah Al-Infithār ayat 7, pada
hakikatnya yang dimaksud dengan kata insan (manusia)
dalam ayat یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ مَا غَرَّکَ بِرَبِّکَ
الۡکَرِیۡمِ -- “Hai manusia, apa yang telah memperdayai engkau mengenai Rabb
(Tuhan Pencipta dan Pemelihara) engkau Yang Maha Mulia” secara kiasan
tertuju kepada bangsa-bangsa Kristen
dari Barat.
Dalam ayat tersebut Allah Swt. memperingatkan mereka, bahwa
berbagai keberhasilan duniawi yang mereka raih itu bukan karena mereka itu
merupakan satu-satunya kaum (bangsa) pilihan Allah Swt. di dunia ini
(QS.7:35-37), melainkan karena Allah Swt. secara
umum telah menganugerahkan kepada seluruh insan (manusia) berbagai kemampuan jasmani dan ruhani yang sempurna, supaya
mereka melakukan amal-amal yang terbaik (QS.3:134; QS.5:49; QS.11:8;
QS.18:8;QS.35:33; QS.57:22; QS.67:1-3) atau berlomba-lomba
dalam segala macam kebaikan, terutama sekali umat Islam karena merupakan "umat terbaik" yang diciptakan untuk kepentingan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), firman-Nya:
وَ لِکُلٍّ وِّجۡہَۃٌ ہُوَ
مُوَلِّیۡہَا فَاسۡتَبِقُوا الۡخَیۡرٰتِ ؕ اَیۡنَ مَا تَکُوۡنُوۡا یَاۡتِ بِکُمُ
اللّٰہُ جَمِیۡعًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Dan bagi tiap orang ada suatu tujuan yang kepadanya ia menghadapkan
wajahnya yakni perhatiannya, maka berlomba-lombalah
dalam kebaikan-kebaikan, di mana pun kamu berada Allah akan mendatangkan kamu semua,
sesungguhnya Allah berkuasa atas segala
sesuatu. (Al-Baqarah [2]:149).
Keberhasilan Duniawi Kaum-kaum Purbakala
Itulah sebabnya sebelum mereka pun bangsa-bangsa
purbakala pada zamannya masing-masing
mereka telah menguasai iptek
(ilmu pengetahuan) mutakhir – contohnya kaum Nabi Nuh a.s., kaum ‘Ad,
kaum Tsamud, dan kaum Fir’aun
-- yang telah membuat mereka
berlaku takabbur di muka bumi dan mendustakan serta menentang
para Rasul Allah secara zalim, sehingga akibatnya Allah Swt.
menghancurkan mereka dengan berbagai
bentuk azab-Nya yang dahsyat (QS.29:34-41).
Sehubungan dengan hal
tersebut selanjutnya Allah Swt.
berfirman: الَّذِیۡ خَلَقَکَ
فَسَوّٰىکَ فَعَدَلَکَ -- “Yang telah menciptakan engkau, kemudian menyempurnakan engkau, lalu menata tubuh engkau dengan serasi? yakni Allah telah menganugerahi insan
(manusia) kekuatan-kekuatan
dan kemampuan-ke-mampuan fitri yang agung
agar ia dapat naik ke puncak kemuliaan ruhani setinggi-tingginya,
apabila mereka menyelaskan kehidupannya dengan perintah dan larangan
Allah Swt. sebagaimana yang diajarkan para Rasul Allah kepada
mereka -- terutama ajaran
Nabi Besar Muhammad saw. -- firman-Nya:
اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ
﴿ۚ﴾ وَ
اِنَّ الۡفُجَّارَ لَفِیۡ جَحِیۡمٍ
﴿ۚۖ﴾ یَّصۡلَوۡنَہَا یَوۡمَ الدِّیۡنِ ﴿﴾ وَ مَا ہُمۡ عَنۡہَا
بِغَآئِبِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang berbuat kebajikan
niscaya dalam kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang berdosa niscaya tinggal di dalam Jahannam. Mereka
akan masuk ke dalamnya pada Hari Pembalasan, dan mereka
sekali-kali tidak akan lolos darinya. (Al-Infithār [82]:14-17).
Pernyataan Allah Swt. mengenai orang-orang
berdosa bahwa وَ مَا ہُمۡ عَنۡہَا
بِغَآئِبِیۡنَ -- “dan mereka
sekali-kali tidak akan lolos darinya”, yakni dari neraka jahannam merupakan
kenyataan keadilan dari penghakiman yang dilakukan Allah Swt.
sebagai Māliki yawmid-dīn (Pemilik Hari Pembalasan – Surah Al-Fatihah [1]:1:4), sesuai firman-Nya:
فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ
ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ ؕ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
“Maka barangsiapa
berbuat kebaikan seberat atom sekali pun ia akan melihatnya, dan barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihatnya” (Al-Zilzāl [99]:8-9).
Senada
dengan firman-Nya tersebut alam Surah lain Allah Swt. berfirman mengenai kitab catatan amal manusia:
وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ فَتَرَی
الۡمُجۡرِمِیۡنَ مُشۡفِقِیۡنَ مِمَّا فِیۡہِ وَ یَقُوۡلُوۡنَ یٰوَیۡلَتَنَا
مَالِ ہٰذَا الۡکِتٰبِ لَا یُغَادِرُ
صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً اِلَّاۤ اَحۡصٰہَا ۚ وَ وَجَدُوۡا مَا
عَمِلُوۡا حَاضِرًا ؕ وَ لَا یَظۡلِمُ رَبُّکَ
اَحَدًا ﴿٪﴾
Dan
kitab amalannya akan diletakkan di hadapan mereka, maka engkau
akan melihat orang-orang yang berdosa
itu ketakutan dari apa yang ada di dalamnya itu, dan mereka akan berkata:
"Aduhai celakalah kami! Kitab apakah ini? Ia tidak
meninggalkan sesuatu, baik yang kecil maupun yang besar melainkan telah
mencatatnya." Dan
mereka menjumpai apa yang telah mereka
kerjakan itu berada di hadapan mereka, dan Rabb (Tuhan) engkau tidak
menzalimi (menganiaya) seorang pun. (Al-Kahf [18]:50).
Tiada “Pemikul Beban” akan “Memikul
Beban” Orang Lain
Selanjutnya Allah Swt. berfirman dalam
Surah Al-Infithar mengenai kepastian
adanya “Hari Pembalasan” atas semua amal manusia – yang baik
mau pun yang buruk --
firman-Nya:
وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ
الدِّیۡنِ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ
الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾ یَوۡمَ لَا تَمۡلِکُ نَفۡسٌ لِّنَفۡسٍ شَیۡئًا ؕ وَ
الۡاَمۡرُ یَوۡمَئِذٍ لِّلّٰہِ ﴿٪﴾
Dan apakah yang engkau ketahui apa Hari Pembalasan itu? Kemudian,
apakah yang membuat engkau tahu apa Hari
Pembalasan itu? ada hari itu tidak ada jiwa
mempunyai kekuatan sedikitpun untuk memberi manfaat bagi jiwa lain! Dan segala keputusan pada hari itu kepunyaan
Allah. (Al-Infithār [82]:18-20).
Pernyataan Allah Swt. یَوۡمَ لَا تَمۡلِکُ
نَفۡسٌ لِّنَفۡسٍ شَیۡئًا ؕ وَ الۡاَمۡرُ
یَوۡمَئِذٍ لِّلّٰہِ – “Pada hari
itu tidak ada jiwa mempunyai
kekuatan sedikitpun untuk memberi manfaat bagi jiwa lain! Dan segala
keputusan pada hari itu kepunyaan Allah”, hal tersebut benar-benar akan membuat
kecewa berat bangsa-bangsa Kristen dari Barat - dan
mereka yang mempercayai itikad “penebusan
dosa” melalui “kematian terkutuk Yesus Kristus di tiang Salib”, rekayasa Paulus
dalam Surat-surat kirimannya.
Pendek kata, Sifat Māliki yawmid-dīn (Pemilik Hari
Pembalasan) Allah Swt. dalam kaitannya dengan tiga landasan akhlak yang baik -- adil, ihsan dan iytā-i dzil-qurba
-- hubungannya dengan adil,
firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ
وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ
یَنۡہٰی
عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ
وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Allah
menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan
(kebajikan), dan memberi seperti kepada kaum kerabat, serta melarang dari
perbuatan keji, mungkar, dan pemberontakan. Dia nasihatkan kepada kamu supaya kamu mengambil pelajaran. (An-Nahl
[16]:91).
Dengan demikian benarlah firman Allah
Swt. bahwa sesuai dengan keadilan-Nya bahwa tiada
“pemikul beban” akan “memikul beban” orang lain, berikut
firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اَغَیۡرَ اللّٰہِ اَبۡغِیۡ رَبًّا وَّ ہُوَ رَبُّ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ وَ
لَا تَکۡسِبُ کُلُّ نَفۡسٍ اِلَّا
عَلَیۡہَا ۚ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ
وِّزۡرَ اُخۡرٰی ۚ ثُمَّ اِلٰی
رَبِّکُمۡ مَّرۡجِعُکُمۡ فَیُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ فِیۡہِ
تَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:
”Apakah aku akan
mencari Rabb (Tuhan ) yang bukan-Allah, padahal Dia-lah Rabb
(Tuhan) segala sesuatu?” Dan tiada jiwa mengupayakan sesuatu melainkan
akan menimpa dirinya, dan tidak
pula seorang pemikul beban memikul beban orang lain, kemudian kepada Rabb (Tuhan) kamu tempat kembalimu, maka Dia
akan memberitahu kamu apa-apa yang mengenainya kamu berselisih (Al-An’ām
[6]:165). Lihat pula QS.17:16; QS.35:19; QS.53:39-40.
Perbedaan Sifat Rahmāniyyat (Maha Pemurah)
dengan
Sifat
Rahīmiyyat (Maha
Penyayang) Allah Swt.
Menurut Allah Swt. bahwa cara manusia meningkatkan kesempurnaan akhlak baiknya setelah berlaku adil adalah berbuat ihsan – yakni melakukan kebaikan yang lebih daripada
berlaku adil kepada orang-orang lain – yaitu
memperagakan Sifat Ar-Rahīm (Maha Penyayang) Allah Swt. atau Sifat Rahīmiyyat, yang mengenai Sifat Allah Swt. ini dalam Bab 59 sebelumnya Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s. menjelaskan:
“Ar-Rahmān
(Maha Pemurah) dan Ar-Rahīm (Maha Penyayang), keduanya berasal dari akar kata yang sama, Rahima,
artinya: ia telah menampakkan kasih-sayang; ia ramah dan baik; ia memaafkan,
mengampuni. Kata Rahmah menggabungkan arti riqqah yakni kehalusan dan ihsan yakni
kebaikan, kebajikan” (Mufradat).
Ar-Rahmān
dalam wazan (ukuran) fa’lan, dan Ar-Rahīm dalam ukuran fa’il.
Menurut kaedah tata-bahasa Arab, makin banyak jumlah huruf ditambahkan pada
akar kata makin luas dan mendalam pula artinya (Kasysyaf). Ukuran fa’lan membawa arti kepenuhan dan keluasan, sedang ukuran fa’il menunjuk kepada arti ulangan dan pemberian ganjaran dengan kemurahan hati kepada mereka yang layak menerimanya (Muhith).
Jadi, di mana kata Ar-Rahmān (Maha
Pemurah) menunjukkan “kasih-sayang
meliputi seluruh alam”, maka kata Ar-Rahīm
(Maha Penyayang) berarti “kasih-sayang
yang ruang lingkupnya terbatas
tetapi ditampakkan berulang-ulang.”
Mengingat
arti-arti di atas, Ar-Rahmān adalah Dzat Yang menampakkan kasih-sayang
secara cuma-cuma dan meluas kepada semua
makhluk tanpa mempertimbangkan usaha
atau amal makhluk-makhluk
tersebut; sedangkan Ar-Rahīm adalah Dzat Yang menampakkan kasih-sayang sebagai
imbalan atas usaha atau amal
manusia, tetapi menampakkannya dengan kemurahan hati dan berulang-ulang.
Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang)
Allah Swt.
dapat Diperagakan oleh Manusia
Kata
Ar-Rahmān (Maha Pemurah) hanya
dipakai untuk Allah Swt., sebab hanya Allah Swt., sajalah Wujud yang memiliki kemampuan melaksanakan
secara sempurna Sifat Rahmāniyyat tersebut; sedangkan
Ar-Rahīm (Maha Penyayang) dipakai pula untuk manusia.
Sifat
Ar-Rahmān (Maha Pemurah) Allah Swt. tidak hanya meliputi orang-orang beriman dan kafir
saja, tetapi juga seluruh makhluk,
sedangkan Sifat Ar-Rahīm (Maha
Penyayang) Allah Swt. terutama tertuju kepada orang-orang beriman saja.
Menurut
sabda Nabi Besar Muhammad saw., sifat Ar-Rahmān (Maha Pemurah)
umumnya bertalian dengan kehidupan di
dunia ini, sedang sifat Ar-Rahīm (Maha Penyayang) umumnya bertalian
dengan kehidupan akhirat
(Muhith). Artinya, karena dunia (alam jasmani) ini pada umumnya
adalah dunia perbuatan, sedangkan
alam akhirat itu adalah suatu alam tempat perbuatan manusia akan diganjar dengan cara istimewa,
maka sifat Allah Swt. Ar-Rahmān (Maha Pemurah) menganugerahi
manusia alat dan bahan (sarana) untuk melaksanakan
pekerjaannya dalam kehidupan di dunia
ini, sedangkan sifat Allah Swt. Ar-Rahīm
(Maha Penyayang) mendatangkan hasil
dalam kehidupan yang akan datang (akhirat).
Segala
benda (sarana) yang diperlukan
manusia dan atas itu kehidupan manusia bergantung adalah semata-mata karunia Ilahi dan sudah tersedia untuk manusia, sebelum manusia berbuat sesuatu yang menyebabkan manusia layak
menerimanya, atau bahkan sebelum manusia dilahirkan,
itulah makna Sifat Rahmaniyyat Allah
Swt.
Sedangkan
karunia yang tersedia untuk manusia
dalam kehidupan yang-akan-datang
(akhirat) akan dianugerahkan
kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh sebagai ganjaran atas usaha atau amal mereka.
Hal itu menunjukkan bahwa Ar-Rahmān
itu Pemberi karunia yang mendahului kelahiran manusia, sedangkan Ar-Rahīm itu Pemberi nikmat-nikmat yang mengikuti amal (upaya) manusia
sebagai ganjarannya.”
Dalam Bab 64
beliau menjelaskan:
“Kebenaran akbar yang ketiga setelah Sifat Rahmān (Maha Pemurah) adalah Sifat Rahīm
(Maha Penyayang). Hal ini berarti bahwa sesuai kehendak-Nya maka Allah
Swt. akan memberikan imbalan hasil
baik atas dasar permohonan makhluk-Nya. Dia mengampuni dosa mereka yang bertobat.
Dia menganugrahkan karunia kepada
mereka yang memohon. Dia membukakan pintu kepada mereka yang mengetuknya.”
Hubungan Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) dengan Ihsan
&
Kisah
Qarun
Sehubungan
dengan penjelasan tersebut, berikut adalah dialog
tentang ihsan Allah Swt.
antara seorang yang “memiliki ilmu”
dengan Qarun -- yang seperti bangsa-bangsa Kristen dari Barat di Akhir
Zaman ini -- membangga-banggakan
khazanah kekayaannya duniawi kepunyaannya sebagai hasil dari “ilmu
pengetahuan” yang dimilikinya:
اِنَّ قَارُوۡنَ کَانَ مِنۡ قَوۡمِ
مُوۡسٰی فَبَغٰی عَلَیۡہِمۡ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ مِنَ الۡکُنُوۡزِ مَاۤ اِنَّ مَفَاتِحَہٗ
لَتَنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَۃِ اُولِی
الۡقُوَّۃِ ٭ اِذۡ قَالَ لَہٗ
قَوۡمُہٗ لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ
اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ
مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ
اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا
تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa tetapi ia berlaku
aniaya terhadap mereka. Dan Kami
telah memberinya khazanah-khazanah yang sesungguhnya kunci-kuncinya sangat susah diangkat oleh sejumlah
orang-orang kuat. Ketika kaumnya
berkata kepadanya, “Janganlah engkau
terlalu bangga, sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia, dan berbuat ihsan-lah
sebagaimana Allah telah berbuat ihsan
terhadap engkau, dan janganlah engkau
menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash [28]:77-78).
Qarun adalah seorang yang sangat kaya
raya. Ia dihargai sekali oleh Fir’aun dan sangat mungkin ia bendaharanya. Agaknya ia pejabat yang mengawasi tambang-tambang mas milik Fir’aun dan
seorang ahli dalam teknik penggalian mas dari
tambang-tambang.
Bagian selatan Mesir, wilayah Qaru, terkenal dengan tambang-tambang
emasnya. Karena akhiran “an” atau “on” berarti “tiang,” atau “cahaya,” maka
kata majemuknya “Qur-on” berarti “tiang Qaru” dan merupakan gelar menteri pertambangan. Konon ia seorang orang Israil dan beriman kepada Nabi Musa a.s.. Tetapi untuk mengambil hati Fir’aun agaknya ia telah menganiaya bangsanya sendiri dan berlaku sombong terhadap mereka. Sebagai akibatnya azab Allah Swt. menimpa dirinya dan ia binasa.
Ihsan Allah Swt. kepada Qarun
Dalam ayat ِ اِنَّ مَفَاتِحَہٗ لَتَنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَۃِ اُولِی الۡقُوَّۃِ مَاۤ -- ”yang sesungguhnya kunci-kuncinya sangat susah diangkat oleh sejumlah
orang-orang kuat” kata mafatih adalah jamak dari dua kata maftah
dan miftah, yang pertama berarti timbunan;
khazanah; dan kata yang kedua berarti
anak kunci (Lexicon Lane).
Pendek kata, dari segi kehidupan duniawinya Qarun – secara tidak disadarinya -- telah berhasil menyelaraskan upaya duniawinya dengan
Sifat Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) Allah Swt., sehingga Allah
Swt. pun menganugerahkan ihsan (kebaikan yang lebih) kepada upaya Qarun; tetapi berkenaan dengan urusan kehidupan di alam akhirat dia (Qarun) tidak mau membalas
ihsan Allah Swt. dengan perbuatan ihsan kepada kaumnya. Itulah makna perkataan kaumnya:
لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ
اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ
مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ
اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا
تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“….Janganlah engkau terlalu bangga,
sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang
yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah
rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia dan berbuat ihsan-lah
sebagaimana Allah telah berbuat ihsan
terhadap engkau, dan janganlah engkau
menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash [28]:77-78).
Jadi, menurut orang yang berilmu
di kalangan kaumnya -- yakni Nabi Musa
a.s. dan Nabi Harun a.s. – bahwa kesuksesan yang diraih Qarun adalah semata-mata karena ihsan Allah Swt., yakni Qarun secara tidak disadarinya telah menyelaraskan upayanya
dengan Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) Allah Swt., yaitu Qarun
telah memanfaatkan rangkaian
hukum “sebab-akibat” yang berlaku
dalam kehidupan di dunia ini, yang dalam ayat selanjutnya diakui Qarun sebagai “ilmu pengetahuan yang dimilikinya, firman-Nya:
قَالَ اِنَّمَاۤ اُوۡتِیۡتُہٗ
عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ
Ia berkata:
“Sesungguhnya khazanah ini telah diberikan-Nya kepadaku karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash
[28]:79).
Qarun dan Kaum-kaum Purbakala
yang Tidak Mensyukuri
Ihsan Allah Swt. kepada Mereka
Dalam kalimat selanjutnya Allah Swt.
menjelaskan, bahwa sikap
buruk yang diperagakan Qarun serta akibat buruk yang menimpanya sebagai balasannya telah pula
terjadi pada kaum-kaum purbakala yang
jauh lebih kaya dan lebih berkuasa daripada Qarun, sebagai akibat
mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang diutus Allah Swt.
kepada mereka:
اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ
مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ قُوَّۃً وَّ
اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah ia mengetahui bahwa sungguh Allah telah membinasakan banyak generasi
sebelumnya yang lebih besar
kekuasaannya daripada dia dan lebih
banyak harta kekayaannya? Dan orang-orang
yang berdosa tidak akan ditanyakan
mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash
[28]:79).
Makna ayat
وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ
الۡمُجۡرِمُوۡنَ -- “Dan orang-orang
yang berdosa tidak akan ditanyakan
mengenai dosa-dosa mereka” yaitu bahwa kesalahan kaum kafir akan begitu nyata sehingga pengusutan
lebih lanjut akan dianggap tidak perlu untuk membuktikannya; atau artinya ialah
orang-orang yang bersalah tidak akan
diberi peluang membela diri, karena dosa-dosa dan keburukan-keburukan mereka telah begitu nyata sekali. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
فَخَرَجَ عَلٰی قَوۡمِہٖ فِیۡ زِیۡنَتِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یُرِیۡدُوۡنَ
الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا یٰلَیۡتَ لَنَا
مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ قَارُوۡنُ ۙ اِنَّہٗ لَذُوۡ حَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ وَ قَالَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَیۡلَکُمۡ ثَوَابُ اللّٰہِ
خَیۡرٌ لِّمَنۡ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ۚ وَ لَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ ﴿﴾
Maka ia (Qarun)
keluar di hadapan kaumnya dengan kemegahan. Berkata orang-orang yang menghendaki
kehidupan dunia: “Alangkah baiknya,
apabila kami pun mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya ia mempunyai bagian harta yang besar.” Tetapi orang-orang yang diberi pengetahuan
berkata: “Celakalah kamu, ganjaran dari Allah adalah lebih baik bagi siapa yang beriman dan beramal saleh, dan itu tidak
akan diberikan kecuali kepada
orang-orang yang sabar.” (Al-Qashash [28]:80-81).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 29 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar