بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 72
Nabi Besar Muhammad saw. dan Pengamalan Sifat-sifat Tasybihiyyah
Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir
Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai kemurnian kecintaan para Sahabat
Nabi Besar Muhammad Saw. dari golongan muhajirin
mau pun golongan Anshar, sehubungan
dengan harapan sia-sia ‘Abdullah bin Ubay, pemimpin kaum munafik
Madinah, firman-Nya:
ہُمُ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ لَا تُنۡفِقُوۡا عَلٰی مَنۡ عِنۡدَ رَسُوۡلِ اللّٰہِ حَتّٰی
یَنۡفَضُّوۡا ؕ وَ لِلّٰہِ خَزَآئِنُ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنَّ
الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾ یَقُوۡلُوۡنَ
لَئِنۡ رَّجَعۡنَاۤ اِلَی
الۡمَدِیۡنَۃِ لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ
مِنۡہَا الۡاَذَلَّ ؕ وَ لِلّٰہِ الۡعِزَّۃُ وَ لِرَسُوۡلِہٖ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ
لٰکِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾
Merekalah
orang-orang yang berkata: “Janganlah
kamu membelanjakan harta bagi orang
yang bersama Rasul Allah, supaya mereka
lari karena kelaparan. Padahal kepunyaan
Allah khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi, tetapi orang-orang
munafik itu tidak mengerti. Mereka
berkata: “Jika kita kembali ke Medinah,
niscaya orang yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina darinya.” Padahal kemuliaan hakiki itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (Al-Munāfiqūn [63):8-9).
Para Sahabat Nabi Besar
Muhammad Saw.
Tidak Mencari Keuntungan dan Kehormatan
Duniawi
Karena tidak ada ketulusan dan kejujuran dalam dirinya maka
orang munafik memandang orang-orang lain seperti dirinya sendiri. Kaum munafikin
Medinah pimpinan ‘Abdullah bin Ubay membuat pikiran
totol dan keliru sama sekali
mengenai ketulusan tujuan para sahabat Nabi Besar Muhammad saw., sebab mereka menyangka para sahabat beliau saw. telah berkumpul di sekitar beliau saw. karena pertimbangan kepentingan duniawi,
dan mereka menyangka apabila mereka
(para sahabat) itu menyadari bahwa harapan
mereka itu tidak terlaksana, mereka
itu akan meninggalkan Nabi Besar
Muhammad saw., tetapi terbukti perjalanan masa membatalkan sama sekali segala harapan
sia-sia pemimpin orang-orang munafik itu.
Dalam ayat selanjutnya
dikemukakan mengenai harapan sia-sia
lainnya dari ‘Abdullah bin Ubay tersebut,
yakni dalam suatu gerakan pasukan -- mungkin gerakan pasukan menggempur orang-orang Yahudi Banu Musthaliq -- yang di dalamnya ikut serta pula pemimpin kaum
munafik Medinah tersebut, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur
berantakan dengan kedatangan Nabi Besar Muhammad saw..
Pada peristiwa itu
diriwayatkan pernah mengatakan bahwa sekembali
ke Medinah “ia yang paling
mulia dari antara penduduknya” – maksudnya
dirinya – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya Nabi Besar Muhammad saw..
Ketika anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay -- yang juga bernama ‘Abdullah -- mendengar kecongkakan kotor ayahnya tersebut, ia meminta izin
kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk membunuh
ayahnya, dengan alasan bahwa orang lain yang
membunuh ayahnya maka mungkin ia akan
dendam kepada orang tersebut.
Tetapi Nabi Besar Muhammad saw. tidak mengizinkan maksud
‘Abduullah, namun demikian
ketika rombongan ayahnya sampai ke Medinah, ia menghunus pedangnya dan menghalangi ayahnya masuk kota, sebelum
ayahnya mau mengakui dan menyatakan
bahwa ayahnya sendirilah yang paling hina
di antara penduduk kota Medinah, dan bahwa Nabi
Besar Muhammad saw. adalah
yang paling mulia di antara mereka.
Dengan demikian keangkuhan ‘Abdullah bin Ubay telah berbalik menimpa
kepalanya sendiri.
Kecintaan anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay kepada Nabi Besar Muhammad saw. tersebut
membuktikan benarnya firman Allah Swt. berikut ini mengenai kecintaan luar biasa para pengikut Nabi Besar Muhammad saw.
kepada beliau saw., baik dari
kalangan kaum Muhajirin dari Mekkah
mau pun dari kalangan Anshar
Madinah, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی
الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujādilah [58]:21-22).
Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah kenabian
bahwa kebenaran senantiasa menang
terhadap kepalsuan.
Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki &
Suri Teladan
Terbaik Nabi Besar Muhammad Saw.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai kecintaan para pengikut beliau saw. kepada beliau saw., bahkan melebihi kecintaan mereka kepada
kedua orang tua mereka dan saudara-saudara sekandung mereka sendiri,
sebagaimana yang diperfagakan oleh
‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ
اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ اِخۡوَانَہُمۡ
اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ
کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ
فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ
وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan
beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,
walau pun mereka itu bapak-bapak
mereka atau anak-anak mereka
atau saudara-saudara mereka atau pun
keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia
telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam
kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. Itulah golongan Allah.
Ketahuilah, sesungguhnya golongan
Allāh itulah orang-orang yang berhasil.
(Al-Mujādilah
[58]:23).
Tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh
di antara orang-orang beriman dengan
orang-orang kafir karena cita-cita,
pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain.
Karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat, maka dalam ayat tersebut orang-orang
beriman diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir. Ikatan agama
mengatasi segala perhubungan lainnya,
malahan mengatasi pertalian darah
yang amat dekat sekalipun. Ayat ini
nampaknya merupakan seruan umum.
Tetapi secara khusus seruan (larangan) itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam keadaan
berperang dengan kaum Muslim.
‘Abdullah – yakni anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay, pemimpin kaum munafik Madinah -- merupakan bukti kebenaran pernyataan Allah Swt. tersebut mengenai kecintaan luar biasa para sahabat kepada
Nabi Besar Muhammad saw. dan Allah Swt. menyebut mereka itu Hizbullāh (golongan Allah) yang perjuangan sucinya pasti sukses.
Pendek kata, itulah beberapa
bukti persamaan antara
proses penciptaan tatanan kerajaan
alam semesta jasmani tanpa tiang penunjang
yang kelihatan oleh mata jasmani oleh Allah Swt. (QS.13:3; QS.31:11) dengan
penciptaan tatanan “bumi baru dan langit baru” oleh Nabi Besar Muhammad
saw. yang juga sama sekali tidak ditopang dengan sarana-sarana jasmani berupa kekayaan
dan kekuasaan duniawi, melainkan
hanya ditunjang oleh kecintaan hakiki para sahabat
beliau saw. kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, mereka semua siap melaksanakan
apa pun yang diperintahkan oleh Nabi
Besar Muhammad saw. kepada mereka, termasuk mengorbankan
jiwa mereka di jalan Allah, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ
اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat
suri teladan yang
sebaik-baiknya bagi kamu,
yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22).
Pengamalan Sempurna Rabbubiyyat, Rahmāniyyat, Rahīmiyyat dan Mālikiyyat Allah Swt. &
Pengamalan Adil,
Ihsan, dan Memberi
Seperti kepada Kerabat
Pertempuran Khandak mungkin merupakan percobaan
paling pahit di dalam seluruh jenjang
kehidupan Nabi Besar Muhammad saw., dan beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang
lebih tinggi lagi. Sesungguhnyalah pada saat
yang sangat berbahayalah -- yakni
ketika di sekitar gelap gelita -- atau
dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan -- yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya -- watak
dan perangai yang sesungguhnya
seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa Nabi Besar Muhammad saw., baik
dalam keadaan dukacita karena
dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan, tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
Jadi, pertempuran
Khandak, Uhud, dan Hunain
menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak Nabi Besar Muhammad saw. yang indah,
dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas
Mekkah) memperlihatkan watak beliau saw.
lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat
beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw., begitu pula kemenangan dan sukses
tidak merusak watak beliau saw..
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. tertinggal hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain -- akibat ketergesa-gesaan pasukan yang berasal dari penduduk Mekkah yang baru masuk
Islam melakukan penyerangan terhadap musuh (QS.9:25-27) dan terpukul-mundurnya mereka itu
telah mengacaukan pasukan
Muslim lainnya yang sedang bergerak maju
-- dan pada waktu itu nasib Islam berada di antara hidup dan mati, tetapi Nabi Besar
Muhammad saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang
diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata
yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata
dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
Demikian pula tatkala Mekkah jatuh dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut maka kekuasaan yang mutlak dan
tak tersaingi itu tidak kuasa merusak akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.
Beliau saw. menunjukkan keluhuran
budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh
beliau saw. yang sangat zalim, yakni memaafkan mereka, sebagaimana yang juga
telah dilakukan oleh Nabi Yusuf a.s. terhadap saudara-saudaranya (QS.12:92-93).
Kesaksian
lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak Nabi Besar
Muhammad saw. selain
kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang
paling akrab dengan beliau saw. dan
yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai beliau saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya (beriman) akan misi beliau saw.,
yakni, istri beliau saw.yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau
sepanjang hayat, Abu Bakar r.a., ;
saudara sepupu yang juga menantu beliau, Ali bin Abu Thalib r.a., dan
bekas budak beliau yang telah dimerdekakan, Zaid bin Haritsah r.a.. Nabi Besar Muhammad saw. merupakan
contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna
dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi kehidupan dan watak Nabi Besar Muhammad saw. yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan
merupakan contoh yang tiada
bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan
Nabi Besar Muhammad saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
Nabi Besar Muhammad saw. mengawali
kehidupan beliau saw. sebagai anak yatim
dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit
yang menentukan nasib seluruh bangsa.
Sebagai kanak-kanak beliau saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak,
ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia
setengah-baya beliau saw, mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan
setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan
beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi Besar Muhammad saw. menikah
dengan perempuan-perempuan yang di
antaranya ada yang jauh lebih tua
daripada beliau saw, sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah
mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..
Sebagai ayah,
Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih sayang, dan sebagai sahabat
beliau saw. sangat setia dan murah hati. Ketika Nabi Besar Muhammad saw. diamanati
tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat
yang sudah rusak (QS.33:73; QS.30:42; QS.62:3) beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul
semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.
Nabi Besar
Muhammad saw. bertempur sebagai prajurit gagah-berani
dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara.
Beliau saw. adalah seorang negarawan,
seorang pendidik, dan seorang pemimpin.
Sehubungan
hal tersebut Bosworth Smith dalam bukunya
Muhammad and Muham-madanism menulis:
“Kepala
negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus.
Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa
pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa
istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada
orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang
itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat
kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah
tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit,
dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan
setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan
malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau
bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu
banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya.”
Pendek kata, semua kenyataan mengenai suri teladan terbaik Nabi Besar Muhammad
saw. tersebut merupakan pengamalan sempurna dari Sifat-sifat Rabbubiyyat,
Rahmāniyyat, Rahīmiyyat dan Mālikiyyat Allah Swt. serta pengamalan akhlak adil,
ihsan dan iyta-i dzil- Qurba (memberi seperti kepada kerabat).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 4 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar