بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 73
Ketakwaan Para
Sahabat Nabi Besar Muhammad saw. & Kesiapan Untuk Berkorban di Jalan Allah Swt.
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai pengamalan
sempurna Sifat-sifat Rabbubiyyat, Rahmāniyyat, Rahīmiyyat
dan pengamalan Mālikiyyat Allah
Swt. serta
pengamalan adil, ihsan dan iyta-i dzil- Qurba (memberi seperti
kepada kerabat) yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. sebagai suri
teladan terbaik, firman-Nya:
لَقَدۡ
کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat
suri teladan yang
sebaik-baiknya bagi yang
banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb
[33]:22).
Perang Khandak
Pertempuran Khandak mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan
Nabi Besar Muhammad saw., dan
beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan
keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
Sesungguhnyalah pada saat yang sangat
berbahayalah -- yakni ketika di sekitar gelap gelita -- atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan -- yakni ketika
musuh bertekuk lutut di hadapannya --
watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah
memberi kesaksian yang jelas kepada
kenyataan bahwa Nabi Besar Muhammad saw., baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan, tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
Jadi,
pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak Nabi Besar Muhammad saw. yang indah,
dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas
Mekkah) memperlihatkan watak beliau
saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat
beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw., begitu pula kemenangan dan sukses
tidak merusak watak beliau saw..
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. tertinggal hampir seorang diri pada hari Pertempuran Hunain -- akibat
ketergesa-gesaan pasukan yang berasal
dari penduduk Mekkah yang baru masuk
Islam melakukan penyerangan terhadap musuh (QS.9:25-27) dan terpukul-mundurnya mereka
itu telah mengacaukan pasukan Muslim lainnya
yang sedang bergerak maju -- dan
pada waktu itu nasib Islam
berada di antara hidup dan mati, tetapi Nabi Besar Muhammad saw. tanpa gentar
sedikit pun dan seorang diri belaka
maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut
dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku
anak Abdul Muthalib.”
Demikian
pula tatkala Mekkah jatuh dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut maka
kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak akhlak
dan ruhani Nabi Besar Muhammad
saw. Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya
terhadap musuh-musuh beliau saw. yang
sangat zalim, yakni memaafkan mereka, sebagaimana yang juga
telah dilakukan oleh Nabi Yusuf a.s. terhadap saudara-saudaranya (QS.12:92-93).
Kesaksian Para istri dan Sahabat Nabi
Besar Muhammad Saw.
Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin ada
terhadap keagungan watak Nabi Besar
Muhammad saw. selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang paling akrab
dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai beliau saw. dan
merupakan yang pertama-tama percaya
(beriman) akan misi beliau saw., yakni, istri beliau saw.yang tercinta, Sitti
Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a., ; saudara sepupu yang juga menantu
beliau, Ali bin Abu Thalib r.a., dan bekas budak beliau yang telah
dimerdekakan, Zaid bin Haristsah r.a..
Nabi Besar Muhammad saw. merupakan contoh kemanusiaan yang paling
mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi
kehidupan dan watak Nabi Besar
Muhammad saw. yang beraneka ragam,
tidak ada duanya dan merupakan contoh
yang tiada bandingannya bagi umat manusia
untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. nampak
dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
Nabi Besar
Muhammad saw. mengawali kehidupan
beliau saw. sebagai anak yatim dan
mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit
yang menentukan nasib seluruh bangsa.
Sebagai kanak-kanak beliau saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia
remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak,
ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia
setengah-baya beliau saw, mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan
setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan
beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi Besar
Muhammad saw. menikah dengan perempuan-perempuan
yang di antaranya ada yang jauh lebih tua
daripada beliau saw, sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah
mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..
Sebagai ayah, Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih sayang, dan sebagai sahabat
beliau saw. sangat setia dan murah hati. Ketika Nabi Besar Muhammad saw. diamanati
tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat
yang sudah rusak (QS.33:73; QS.30:42; QS.62:3) beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul
semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.
Nabi Besar Muhammad saw. bertempur sebagai prajurit gagah-berani
dan memimpin pasukan-pasukan.
Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta
menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin.
Komentar Penulis Non-Muslim
&
Pengamalan Sifat Rabbubiyyat
Allah Swt.
Sehubungan hal tersebut Bosworth
Smith dalam bukunya Muhammad and Muhammadanism menulis:
“Kepala negara
merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi
beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan
yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah,
tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak
mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah
Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa
bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan
beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau
terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan
bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan
mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak.
Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah
berubah begitu sedikitnya.”
Pendek kata,
semua kenyataan mengenai suri teladan
terbaik Nabi Besar Muhammad saw.
tersebut merupakan pengamalan
sempurna dari Sifat-sifat Rabbubiyyat,
Rahmāniyyat, Rahīmiyyat dan Mālikiyyat
Allah Swt. serta pengamalan akhlak adil,
ihsan dan iyta-i dzil- Qurba (memberi seperti kepada kerabat).
Mengenai keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw.
dalam melaksanakan Rabbubiyyat dalam segi mempersiapkan
SDM (Sumber Daya Manusia) yang unggul
selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ لَمَّا رَاَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡاَحۡزَابَ ۙ قَالُوۡا ہٰذَا
مَا وَعَدَنَا اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ وَ صَدَقَ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ ۫ وَ مَا
زَادَہُمۡ اِلَّاۤ اِیۡمَانًا وَّ
تَسۡلِیۡمًا ﴿ؕ﴾
Dan ketika orang-orang beriman melihat lasykar-lasykar
persekutuan (ahzab) mereka berkata: “Inilah
yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
kepada kami, dan Allah serta Rasul-Nya telah mengatakan yang benar.”
Dan hal itu tidak menambah kepada
mereka kecuali keimanan dan kepatuhan.
(Al-Ahzāb
[33]:23).
Isyarat ayat ہٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰہُ وَ
رَسُوۡلُہٗ وَ صَدَقَ اللّٰہُ وَ
رَسُوۡلُہٗ -- “Inilah yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami, dan
Allah serta Rasul-Nya telah mengatakan yang benar.”
ini ditujukan kepada kabar gaib
tentang kekalahan lasykar persekutuan kaum kafir dan kemenangan Islam,
firman-Nya:
جُنۡدٌ مَّا ہُنَالِکَ
مَہۡزُوۡمٌ مِّنَ الۡاَحۡزَابِ ﴿﴾
کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ
نُوۡحٍ وَّ عَادٌ وَّ فِرۡعَوۡنُ ذُو
الۡاَوۡتَادِ ﴿ۙ﴾ وَ ثَمُوۡدُ وَ قَوۡمُ لُوۡطٍ وَّ اَصۡحٰبُ
لۡـَٔیۡکَۃِ ؕ اُولٰٓئِکَ
الۡاَحۡزَابُ ﴿﴾ اِنۡ کُلٌّ اِلَّا کَذَّبَ
الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ ﴿٪﴾
Mereka itu lasykar golongan-golongan perserikatan yang
akan dikalahkan di sana.
Sebelum mereka kaum Nuh, ‘Ad
dan Fir’aun yang memiliki lasykar-lasykar besar telah mendustakan pula. Dan suku Tsamud, kaum Luth dan penghuni hutan, mereka itu golongan perserikatan. Tidak lain
mereka semua itu
melainkan mendustakan rasul-rasul,
maka pasti azab-Ku menimpa mereka. (Shād [38]:12-15).
Lihat pula QS.54:46.
Perbedaan Pengorbanan Jiwa Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw.
dengan Para Pelaku “Bom Bunuh Diri” di Akhir Zaman Ini
Keteguhan hati para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. untuk berkorban jiwa di jalan Allah Swt.
tersebut dalam menghadap lasykar-lasykar persekutuan yang sangat
besar jumlahnya serta sangat kuat perlengkapan perangnya tersebut, bukanlah seperti perbuatan jahil
(bodoh) dan zalim (aniaya) mereka yang menyukai tindakan kekerasan serta para
pelaku “bom bunuh diri” di Akhir
Zaman ini -- yang disebut “para pengantin” yang diiming-imingi
akan mendapat hadiah para “bidadari
di akhirat.”
Perbuatan jahil dan zalim yang
telah banyak memakan korban
jiwa orang-orang yang tidak berdosa – bahkan sesama
Muslim -- tersebut adalah sebagai hasil dari dari “cuci-otak” yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab serta yang menyalah-tafsirkan ajaran Islam (Al-Quran), yang bertolak-belakang
dengan semangat berjihad di jalan Allah Swt. yang dilakukan para Sahabat Nabi
Besar Muhammad saw. sebagai hasil pelaksanaan Sifat Rabbubiyyat atau tarbiyat
sempurna Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یُسَبِّحُ
لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ
الۡعَزِیۡزِ الۡحَکِیۡمِ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿۳﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ
الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Menyanjung
kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, Yang Maha Berdaulat, Maha
Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Dia-lah Yang
telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, (Al-Jumu’ah [62]:1-3).
Keempat sifat Ilahi الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ الۡحَکِیۡمِ
-- “Yang Maha Berdaulat, Maha
Suci, Maha Perkasa, Maha Bijaksana” itu bertalian dengan keempat tugas Nabi Besar Muhammad
saw. yang tercantum di dalam ayat berikutnya, yaitu یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ
-- “yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah.”
Jadi, tugas suci Nabi Besar Muhammad saw. dalam rangka menciptakan “bumi baru dan langit baru” (QS.14:49)
meliputi penunaian keempat macam
kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia
itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu ribuan tahun
sebelumnya leluhur beliau saw., Nabi
Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa ketika dengan disertai
putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah
(QS.2:128-130).
Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu (Reformer/Mushlih Rabbani) dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak
menyiapkan dengan contoh mulia
dan quat-qudsiahnya (daya
pensuciannya), suatu jemaat (jama’ah)
yang pengikut-pengikutnya terdiri
dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas
ajarannya serta mengajarkan falsafat,
arti, dan kepentingan cita-cita dan
asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya
tersebut ke luar negeri untuk mendakwahkan
ajaran yang bersifat “rahmat untuk seluruh alam”
(QS.21:108) itu kepada bangsa lain dengan tanpa
paksaan serta kekerasan (QS.2:257;
QS.9:6; QS.10:100; QS.11:119; QS.18:30; QS.76:4).
Pentingnya Memiliki Ketakwaan & “Duel Makar”
Tarbiyat (didikan) yang Nabi Besar
Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw. tersebut memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw.
(QS.33:22) menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan dasar
agama Islam itulah yang
diisyaratkan oleh ayat ini, antara lain
berupa terciptanya ketakwaan kepada Allah Swt., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنۡ تَتَّقُوا اللّٰہَ یَجۡعَلۡ لَّکُمۡ فُرۡقَانًا وَّ یُکَفِّرۡ
عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ
الۡعَظِیۡمِ ﴿ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allāh Dia akan menjadikan bagimu
pembeda, dan Dia
akan menghapuskan dari kamu keburukan-keburukanmu, Dia akan mengampuni kamu, dan Allah Memiliki
karunia yang sangat besar (Al-Anfāl
[8]:30).
Furqān berarti: (1) sesuatu yang membedakan antara yang benar dan yang salah; (2) bukti atau bahan bukti atau dalil; (3) bantuan atau
kemenangan, dan (4) fajar (Lexicon
Lane). Berkat ketakwaan itu
pulalah Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat beliau saw. senantiasa
selamat dari berbagai macam makar buruk orang-orang kafir -- baik dari kalangan orang-orang musyrik mau pun dari kalangan Ahlikitab
(QS.98:1-9) -- yang mendustakan
dan menentang beliau saw., bahkan
berusaha membunuh beliau saw., sebagaimana dikemukakan ayat selanjutnya,
firman-Nya:
وَ اِذۡ
یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ
یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ
اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ
الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan ingatlah
ketika orang-orang kafir merancang makar
buruk terhadap engkau, supaya
mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar tandingan, dan Allah sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfāl [8]:31).
Ayat ini mengisyaratkan kepada musyawarah rahasia yang diadakan di Darun
Nadwah (Balai Permusyawaratan) di Mekkah. Ketika mereka melihat bahwa semua
usaha mereka mencegah berkembangnya aliran kepercayaan baru (Islam) ini gagal, dan bahwa kebanyakan orang-orang Muslim yang mampu
meninggalkan Mekkah telah hijrah ke Medinah dan mereka sudah jauh
dari bahaya, maka orang-orang terkemuka warga kota Mekkah berkumpul di Darun Nadwah untuk membuat rencana ke arah usaha terakhir guna menghabisi Islam.
Sesudah diadakan pertimbangan mendalam, terpikir oleh mereka satu rencana, ialah sejumlah orang-orang muda
dari berbagai kabilah Quraisy harus
secara serempak menyergap Nabi Besar Muhammad saw. lalu membunuh beliau saw.. Tetapi tanpa setahu orang, Nabi Besar
Muhammad saw. meninggalkan
rumah tengah malam buta, ketika para penjaga
dikuasai oleh kantuk, lalu beliau saw. berlindung di Gua Tsur bersama-sama Abubakar
Shiddiq r.a., sahabat beliau saw.
yang setia (QS.9:40) dan akhirnya sampai
di Medinah dengan selamat.
Pada hakikatnya makar buruk yang
dirancang oleh para pemuka kaum kafir Quraisy Mekkah pimpinan Abu Jahal
tersebut merupakan pengulangan
kembali makar buruk yang sama
terhadap Nabi Shalih a.s., yang dilakukan oleh para pemuka kaum Tsamud ribuan
tahun sebelumnya, yang juga berjumlah 9 orang tokoh kekafiran (QS.27:46-54).
Tujuan Izin Berperang Secara Fisik dalam Ajaran Islam
Jadi, “modal perjuangan yang suci” yang diajarkan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. itulah yang menjadi “bekal” para mujahid Islam di masa Nabi
Besar Muhammad saw. dan para Khulafatur-Rasyidin
dalam melaksanakan da’wah Islam ke seluruh dunia dan mereka
itu dalam melaksanakannya -- termasuk
ketika mereka terpaksa harus melakukan peperangan
-- mereka tetap
mengamalkan misi “rahmatan lil
‘alamin” (rahmat bagi seluruh alam)
Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108), firman-Nya:
اُذِنَ
لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾
Diizinkan berperang bagi
mereka yang telah diperangi, karena mereka
telah dizalimi, dan sesungguhnya
Allah berkuasa menolong mereka. (Al-Hājj
[22]:40).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 5 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar