بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani
Surah Shād
Bab 86
Hakikat Dua Periode Kahidupan Nabi Besar Muhammad Saw. di Makkah dan Di
Madinah dan Hubungannya dengan “Suri
Teladan Sempurna” Beliau saw.
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai tindakan adil berkenaan pembagian rezeki
duniawi berupa fā-i (harta rampasan perang)
yang ditinggalkan orang-orang
Yahudi di Khaibar tersebut
-- bahkan keadilan tersebut dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. terhadap
para istri mulia beliau saw. -- sebagaimana yang dikemukakan firman Allah
Swt. berikut ini:
وَ اَنۡزَلَ الَّذِیۡنَ
ظَاہَرُوۡہُمۡ مِّنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ مِنۡ صَیَاصِیۡہِمۡ وَ قَذَفَ فِیۡ
قُلُوۡبِہِمُ الرُّعۡبَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ وَ تَاۡسِرُوۡنَ فَرِیۡقًا ﴿ۚ﴾ وَ
اَوۡرَثَکُمۡ اَرۡضَہُمۡ وَ دِیَارَہُمۡ
وَ اَمۡوَالَہُمۡ وَ اَرۡضًا لَّمۡ تَطَـُٔوۡہَا ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَلٰی
کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرًا﴿٪﴾
Dan Dia telah menurunkan orang-orang dari
antara Ahlikitab yang menolong
mereka, yakni orang-orang musyrik, dari benteng-benteng mereka dan melontarkan rasa gentar ke dalam
hati mereka. Sebagian dari mereka kamu bunuh dan sebagian kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah mereka dan
rumah-rumah mereka dan harta mereka,
dan suatu
daerah yang kamu belum menginjaknya, dan Allah berkuasa atas sega-la sesuatu. (Al-Ahzāb [33]:27-28).
Bahaya Kesenangan Kehidupan Duniawi
Banu Quraizhah
yang berwatak buruk telah mengadakan perjanjian resmi dengan Nabi Besar Muhammad saw. bahwa mereka akan membantu orang-orang Islam jika musuh
menyerang Medinah. Akan tetapi, pada saat terjadi Pertempuran Khandak mereka itu terbujuk oleh Huyay, pemimpin Yahudi kaum Banu Nadhir, untuk melanggar
ikrar janji mereka dan menggabungkan
diri dengan persekutuan orang-orang Arab yang besar (al-Ahzāb) itu untuk bersama-sama melawan Islam.
Ketika serangan
mereka menemui kegagalan mutlak,
kemudain Nabi Besar Muhammad saw.
bergerak menghantam mereka dan
mengepung mereka dalam kubu pertahanan mereka di Khaibar. Pengepungan itu berlangsung
kira-kira 25 hari dan sesudah itu mereka setuju meletakkan senjata dan lebih menyukai keputusan Sa’d bin Ma’adz, kepala suku Aus, daripada keputusan Nabi Besar Muhammad saw.. Sa’d memutuskan perkara itu menurut hukum syariat Nabi Musa a.s. (Ulangan 20:10-15).
Yang diisyaratkan ayat selanjutnya وَ اَوۡرَثَکُمۡ اَرۡضَہُمۡ وَ
دِیَارَہُمۡ وَ اَمۡوَالَہُمۡ وَ اَرۡضًا لَّمۡ تَطَـُٔوۡہَا
-- “Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah mereka dan rumah-rumah mereka dan harta mereka, dan suatu
daerah yang kamu belum menginjaknya,”
di sini mungkin tanah Khaibar atau
mungkin juga kemenangan atas kerajaan Persia dan kerajaan Romawi dan negeri-negeri
yang lebih jauh letaknya, yang sampai saat itu orang-orang Muslim belum menginjakkan
kaki mereka.
Berbagai kemenangan umat Islam atas pihak para penentang tersebut tidak membuat keadaan ekonomi umumnya umat Islam -- termasuk Baitul-Mal -- semakin membaik. Mengisyaratkan bahaya yang ditimbulkan oleh adanya kemajuan dalam bidang ekonomi
(sarana duniawi) itu itulah firman Allah
Swt. berikut ini berkenaan para istri
Nabi Besar Muhammad saw.:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ
اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾
وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah
aku akan memberikannya kepada kamu dan aku
akan menceraikan kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan
ganjaran yang besar bagi siapa di
antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
Dua Periode Masa Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebelum menjelaskan makna firman Allah Swt. mengenai istri-istri mulia Nabi Besar
Muhammad saw. yang nampak sangat keras tersebut, terlebih dulu perlu dijelaskan
latar belakang dari adanya firman Allah Swt. yang keras seperti itu berkenaan
dengan para istri mulia Nabi Besar Muhammad saw.
Perlu
diketahui bahwa dalam rangka menciptakan “bumi
baru dan langit baru”
(QS.14:36:49) sebagai “bumi lama dan langit lama” yang penuh dengan kegelapan (QS.30:42-44), Nabi Besar
Muhammad saw. harus mengalami dua periode kehidupan, yakni selama 13 tahun di Mekkah dalam posisinya
sebagai obyek berbagai bentuk kezaliman mengerikan yang dilakukan oleh para penentang beliau saw. pimpinan Abu
Jahal; dan selama 10 tahun di Madinah dalam kapasitas beliau sebagai seorang raja yang harus menciptakan tatanan “bumi baru dan langit baru.”
Mengisyaratkan kepada dua
periode kehidupan Nabi Besar Muhammad swaw. kenyataan itulah firman Allah
Swt. berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
وَ الۡفَجۡرِ ۙ﴿﴾ وَ لَیَالٍ
عَشۡرٍ ۙ﴿﴾ وَّ الشَّفۡعِ وَ
الۡوَتۡرِ ۙ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ اِذَا یَسۡرِ ۚ﴿﴾ ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ قَسَمٌ لِّذِیۡ حِجۡرٍ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi fajar,
dan demi sepuluh malam, dan demi
yang genap serta yang ganjil, dan demi malam itu ketika ia berlalu. Tidakkah dalam hal itu ada sumpah bagi orang
berakal? (Al-Fajr [89]:1-6).
“Fajar” dapat
diartikan hijrah Nabi Besar Muhammad saw. dari Makkah ke
Madinah ke Medinah -- sebagai
hasil dari “duel makar” yang dimenangkan
oleh “makar tandingan” Allah Swt. (QS.8:31; QS.17:2) -- yang mengakhiri malam kelam derita aniaya di Mekkah salama 13 tahun.
“Sepuluh malam” dapat menggambarkan masa kegelapan meliputi 10 tahun akhir yang dipenuhi derita
aniaya hebat, yang pernah dialami oleh orang-orang Islam di Mekkah, setelah
3 tahun masa awal pendakwaan
kenabian Nabi Besar Muhammad
saw.
“Malam” dapat juga menggambarkan tahun pertama hijrah yang menampakkan
tiada redanya kecemasan Nabi Besar
Muhammad saw., sebab meskipun beliau sww. dan umumnya para Sahabah r.a. sesudah
hijrah ke Medinah seakan-akan “fajar” telah menyingsing
bagi orang-orang Islam, namun mereka
masih belum sama sekali keluar dari hutan belukar penderitaan, mereka harus menghadapi kesulitan-kesulitan semalam lagi, yaitu satu tahun
kesusahan lagi sesudah lepas dari Pertempuran
Badar ketika kaum Quraisy mengalami kekalahan yang meremuk-redamkan,
sehingga nubuatan Nabi Yesaya menjadi
sempurna secara harfiah:
“Karena demikian inilah firman Tuhan
kepadaku: Lagi setahun seperti setahun orang upahan, maka habislah binasa
segala kemuliaan Kedar itu.” (Yesaya
21:16).
Pendek kata, gemblengan penderitaan
berat selama 13 tahun di Makkah telah membuktikan kesempurnaan
akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.,
sehingga tidak ada alasan bagi orang-orang yang beriman kepada beliau saw. – khususnya para Sahabah r.a. – untuk tidak mencontoh suri teladan sempurna yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw.
(QS.33:22) dalam masa-masa penuh kezaliman
di Makkah selama 13 tahun.
Suri Teladan Sempurna Nabi Besar
Muhammad Saw.
di Masa Kesulitan dan di masa Kemenangan
Setelah hijrah ke Madinah –
terutama setelah memperoleh kemenangan dalam perang Badar – maka mulailah
babak baru bagi Nabi Besar Muhammad saw. untuk
memperagakan kesempurnaan akhlak dan ruhani beliau saw. dalam masa-masa
ketika kekuasaan duniawi secara berangsur-angsur dianugerahkan Allah
Swt. kepada beliau saw., yaitu dalam kepasitasnya sebagai Rasul Allah dan juga sebagai seorang raja duniawi (Malik/Mālik), untuk memperagakan
keempat
Sifat utama Tasybihiyyah Allah
Swt. dalam Surah Al-Fatihah -- (Rabubiyyat, Rahmaniyyat, Rahimiyyat
dan Malikiyyat) -- serta pelaksanaan
sifat-sifat adil, ihsan dan iyta-i dzil-qurba (memberi seperti kepada kerabat (QS.16:91).
Sejarah membuktikan kebenaran firman Allah Swt. mengenai kesempurnaan akhlak dan ruhani yang
telah diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam dua periode di Mekkah dan di
Madinah yang keadaannya sangat bertolak-belakang tersebut, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat
suri teladan yang
sebaik-baiknya bagi kamu,
yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]:22).
Pengepungan kota Madinah oleh golongan persekutuan (al-Ahzab) dalam Perang Khandak
mungkin merupakan percobaan paling pahit
di dalam seluruh jenjang kehidupan Nabi
Besar Muhammad saw., tetapi beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang
lebih tinggi lagi.
Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah,
yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan
bahwa Nabi Besar Muhammad saw. -- baik dalam keadaan dukacita karena
dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — tetap
menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain
menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak beliau yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah)
memperlihatkan watak Nabi Besar Muhammad saw. lainnya. Mara bahaya
tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw., begitu
pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain,
-- setelah peristiwa penaklukkan kota Mekkah -- sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati,
beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan
kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak
berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
Demikian pula sebaliknya, tatkala kota Mekkah jatuh dan seluruh tanah
Arab bertekuk lutut maka kekuasaan
yang mutlak dan tak tersaingi itu
tidak kuasa merusak Nabi Besar Muhammad saw.. Beliau saw. menunjukkan
keluhuran budi yang tiada taranya
terhadap musuh-musuh beliau saw.,
yakni memaafkan orang-orang yang telah berbuat zalim terhadap beliau saw. dan para sahabah beliau saw. di Mekkah selama 13
tahun.
Kesaksian Pribadi-pribadi yang Paling Akrab
Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin
ada terhadap keagungan watak Nabi Besar Muhammad saw. selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi
yang paling akrab dengan beliau dan
yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai Nabi
Besar Muhammad saw. dan merupakan yang
pertama-tama percaya akan misi beliau saw., yakni, istri beliau yang tercinta,
Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a.; saudara
sepupu yang juga menantu beliau saw., Ali bin Abu Thalib r.a., dan
bekas budak beliau saw. yang telah
dimerdekakan, Zaid bin Haritsah r.a.. Nabi
Besar Muhammad saw. merupakan contoh
kemanusiaan yang paling mulia dan model
yang paling sempurna dalam keindahan
dan kebajikan.
Dalam segala
segi kehidupan dan watak Nabi Besar Muhammad saw. yang beraneka ragam,
tidak ada duanya dan merupakan contoh
yang tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti.
Seluruh kehidupan Nabi Besar Muhammad
saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan
beliau sebagai anak yatim dan
mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit
yang menentukan nasib seluruh bangsa.
Sebagai kanak-kanak Nabi Besar Muhammad
saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau saw. tetap
merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran.
Pada usia setengah-baya Nabi Besar Muhammad
saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan
selaku seorang niagawan beliau
terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan perempuan-perempuan yang
di antaranya ada yang jauh lebih tua
daripada beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan
kekudusan beliau saw..
Sebagai ayah,
Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau sangat setia dan murah hati. Ketika beliau diamanati
tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat
yang sudah rusak, beliau saw. menjadi
sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul
semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur, dan hanya dalam waktu 23 tahun saja di jazirah
Arabia telah muncul “langit baru
dan bumi baru” yang penuh cahaya
(QS.14:49-53; QS.39:70-71), menggantikan
“langit lama dan bumi lama” yang penuh kegelapan
zaman jahiliyah (QS.30:42).
Kesaksian Seorang Penulis Non-Muslim
Nabi Besar Muhammad saw. bertempur
sebagai prajurit gagah-berani dan
memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan – misalnya dalam Perang
Uhud – dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan.
Nabi Besar Muhammad saw. menghakimi
dan mengambil serta menjatuhkan keputusan
dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik,
dan seorang pemimpin. Sehubungan
dengan hal tersebut Boswort Smith
menulis:
“Kepala
negara merangkap Penghulu Agama,
beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah, tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal,
tanpa istana yang megah, tanpa
pungutan pajak tetap dan tertentu,
sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai
kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan.
Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah
tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit,
dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan
setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan
malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau
bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu
banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya.” (Muhammad and Muhammadanism).
Demikianlah gambaran dua
keadaan yang dihadapi oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam upaya beliau saw.
melaksanakan amanat dari Allah Swt.
untuk menciptakan “bumi baru dan langit baru” dalam kehidupan seluruh umat manusia,
yang keadaannya paling sempurna jika
dibandingkan dengan upaya yang sama yang pernah dilakukan oleh para Rasul Allah
sebelumnya di lingkungan kaum mereka masing-masing.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar