ِ
ِۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 64
Hubungan Sifat Māliki Yaumid-Dīn
(Pemilik Hari Pembalasan) Allah Swt. dengan Sikap Adil
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan penjelasan
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam
Ahmad a.s., mengenai khazanah ruhani yang terkandung
dalam empat Sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah -- dan sebagai kesimpulan di bagian akhir Bab
sebelumnya -- Al-Masih Mau’ud a.s. yang juga
juga Imam Mahdi a.s. – tersebut
menjelaskan pertama mengenai hakikat Rabbul-
‘ālamīn (Rabb seluruh alam).
Hakikat Sifat Rabbubiyyat
Allah Swt.
Beliau
bersabda: “Apa yang dikemukakan dalam
Surah Al-Fatihah dari sifat Rabbul
‘Ālamīn sampai Māliki Yaumiddīn adalah 4 kebenaran akbar yang
akan dijelaskan berikut ini. Kebenaran yang pertama ialah Allah Yang Maha Perkasa itu bersifat Rabbul ‘Ālamīn yang berarti bahwa Tuhan itu adalah Rabb dan
Penguasa segala sesuatu yang ada di alam
semesta, dan bahwa segala yang muncul, nampak, dirasakan atau disadari oleh
logika, semuanya adalah ciptaan-Nya, dan eksistensi (perwujudan)
yang haqiqi hanya milik Allah Yang Maha Kuasa dan tidak kepada apa pun
selain Wujud-Nya.
Dengan kata
lain, alam semesta berikut semua
isinya diciptakan oleh dan merupakan ciptaan Allah
Swt.. Tidak ada suatu apa pun di
alam ini yang bukan ciptaan Tuhan. Melalui Sifat Rabbubiyyat-Nya
yang sempurna, Allah Yang Maha Kuasa mengatur dan mengendalikan
setiap noktah yang ada di alam. Sifat Rabubiyat-Nya berfungsi sepanjang
waktu.
Tidak benar
pendapat yang mengatakan bahwa setelah Dia menciptakan alam ini, lalu Dia mengundurkan diri dan menyerahkan kendalinya
kepada hukum alam. Tidak benar jika dikatakan bahwa sebagai seorang pencipta
mesin maka Dia lalu tidak lagi peduli
setelah mesin tersebut selesai
dicipta. Ciptaan Maha Pencipta
tetap selalu terkait dengan Wujud-Nya.
Wujud Rabbul
‘ālamīn melaksanakan Sifat Rabubiyat-Nya yang sempurna sepanjang
waktu di seluruh alam semesta, dan hujan
rahmat Rabubiyat-Nya itu tetap selalu dicurahkan ke seluruh alam. Tidak pernah
sekali pun alam ini dikucilkan dari
manfaat Sifat rahmat-Nya. Bahkan setelah selesai penciptaan alam semesta ini, kebutuhan akan Sumber rahmat
itu akan tetap diperlukan setiap saat seolah-olah
Dia belum menciptakan apa-apa.
Sebagaimana
dunia ini bergantung kepada Sifat Rabubiyat-Nya untuk mewujud, maka
dunia ini tetap bergantung kepada Sifat itu untuk kelangsungan
dan pemeliharaannya. Adalah Dia yang menopang dunia ini setiap
saat, dan setiap noktah (partikel) di alam ini terpelihara dan berkembang
karena Dia. Dia melaksanakan Sifat Rabubiyat-Nya atas segala hal menurut
kehendak-Nya.
Singkat kata,
kebenaran ini bermakna bahwa segala sesuatu di alam diciptakan dan tergantung
kepada Sifat Rabbubiyyat Allah
Swt.., baik dalam kesempurnaan,
kondisi maupun masanya. Tidak ada keunggulan ruhani atau jasmani
yang bisa dicapai makhluk dari dirinya sendiri tanpa ketergantungan pada
pengaturan dari Sang Maha Pengatur.
Adalah suatu
hal yang latent dari Sifat ini
dan kebenaran-kebenaran lainnya,
bahwa Sifat Rabbul ‘ālamīn merupakan Sifat yang khusus hanya
bagi Diri-Nya dan tidak ada suatu apa
pun yang menjadi sekutu-Nya. Ayat
pembuka dari Surat yaitu Alhamdulillāh menjelaskan secara tegas bahwa segala puji
hanyalah bagi Allah Swt. semata.”
Mengisyaratkan kepada kebenaran
penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s.
itulah Allah Swt. dalam Al-Quran menyatakan,
bahwa apa pun yang ada di seluruh langit dan bumi serta apa pun yang ada di antara keduanya,
semuanya bertasbih (menyanjungkan kesucian Allah Swt.) dengan puji-pujian-Nya (QS.17:45; QS.24-42;
QS.61:2; QS.2:2; QS.64:2), sebagaimana pernyataan para malaikat ketika Allah Swt. akan menjadikan seorang Khalifah Allah di bumi (QS.2:31-35).
Sifat Al-Rahmān
(Maha Pemurah); Al-Rahīm (Maha Penyayang) dan
Māliki Yaumiddīn (Pemilik Hari Pembalasan)
Selanjutnya beliau a.s. bersabda mengenai Sifat Al-Rahmān (Maha Pemurah), Al-Rahīm (Maha Penyayang) dan Māliki Yaumiddīn (Pemilik Hari
Pembalasan) Allah Swt.:
”Kebenaran akbar yang kedua adalah Sifat Rahmān (Maha
Pemurah) yang menempati urutan berikutnya setelah Sifat Rabbul ‘Ālamīn. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa semua makhluk hidup -- yang berakal
maupun yang tidak, baik atau jahat --
telah dibantu dan akan selalu ditopang oleh rahmat umum
Allah Yang Maha Perkasa dengan segala
sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan
dan kelanjutan spesi mereka. Semuanya
itu merupakan karunia mutlak yang tidak tergantung kepada amalan
atau upaya siapa pun.
Kebenaran akbar yang ketiga setelah Sifat Rahmān (Maha Pemurah) adalah Sifat Rahīm
(Maha Penyayang). Hal ini berarti bahwa sesuai kehendak-Nya maka Allah
Swt. akan memberikan imbalan hasil
baik atas dasar permohonan makhluk-Nya. Dia mengampuni dosa mereka yang bertobat.
Dia menganugrahkan karunia kepada
mereka yang memohon. Dia membukakan
pintu kepada mereka yang mengetuknya.
Kebenaran akbar keempat adalah Māliki Yaumiddīn. Berarti
Allah Yang Maha Kuasa adalah Penguasa segala ganjaran yang
sempurna yang bebas dari ujian dan
cobaan serta intervensi dari segala yang merancukan, suci dari segala yang tidak bersih, bebas dari keraguan dan cacat dan
merupakan manifestasi kekuasaan-Nya yang akbar. Dia tidak kekurangan kekuatan untuk memanifestasikan pengganjaran-Nya yang
sempurna yang secerah siang hari.
Tiga Alasan
Mengapa Pengganjaran (Pembalasan)
yang Sempurna
Dilaksanakan Allah Swt.
di Alam Akhirat
Manifestasi kebenaran akbar ini bertujuan untuk mencerahkan hal-hal berikut ini agar
menjadi jelas bagi setiap orang sebagai suatu kepastian:
Pertama, bahwa ganjaran dan hukuman adalah suatu hal yang pasti
dikenakan kepada semua makhluk oleh Sang Maha Penguasa, sebagai
bagian dari kehendak-Nya. Hal ini tidak mungkin ditunjukkan (dilakukan)
di dunia ini karena merupakan hal-hal yang tidak jelas bagi rata-rata
orang, yang tidak mengerti mengapa
mereka akan mengalami kemaslahatan
atau kemudharatan, mau pun kesenangan atau kesakitan.
Di dunia ini tidak akan ada orang yang mendengar suara
dari mana pun yang menjelaskan bahwa apa yang dialaminya itu adalah ganjaran
dari amal perbuatannya, dan juga
tidak akan ada yang menyadari atau merasa bahwa apa yang sedang
dialaminya adalah sebagai akibat dari tindakannya.
Kedua, penampakan itu ditujukan untuk memperlihatkan bahwa sarana
duniawi itu tidak mempunyai arti dan bahwa Sang Maha Wujud atau
Allah Swt. adalah Sumber dari
semua berkat dan Penguasa dari segala ganjaran.
Ketiga, perlu adanya penegasan apa itu karunia yang baik
(keberuntungan akbar) dan apa yang namanya kemudharatan besar. Keberuntungan akbar adalah keadaan kemenangan tertinggi
dimana nur, kebahagiaan, kesenangan
dan ketentraman merasuk di dalam dan di luar
dari tubuh dan jiwa seseorang dimana tidak ada bagian tubuhnya yang terlewat.
Kemudharatan besar adalah siksaan yang berasal dari akibat
ketidak-patuhan, kekotoran jiwa, menjauhkan diri dari Tuhan-nya, yang akan membakar
hati dan meliputi seluruh tubuh sehingga seluruh dirinya
terasa bagai berada dalam api di neraka.
Manifestasi (perwujudan) seperti ini tidak bisa dilihat di dunia, karena dunia
yang sempit dan picik, yang terselaput oleh
segala keduniawian dan yang
kondisinya tidak sempurna, tidak akan
tahan menanggung manifestasi demikian. Dunia ini adalah ajang ujian
dan cobaan dimana kesenangan dan kesakitan yang ada hanya bersifat
sementara dan tidak sempurna.
Apa pun yang dialami seseorang
dalam hidupnya berada di bawah tabir sarana jasmani yang menyembunyikan Wujud Sang Penguasa Pemberi ganjaran. Dengan demikian dunia ini bukan wadah ganjaran
yang benar dan sempurna. Yang menjadi hari ganjaran yang sempurna dan
terbuka adalah dunia yang akan datang setelah kehidupan dunia sekarang ini.
Dunia yang akan datang
(akhirat) itu akan menjadi wadah manifestasi
akbar dan penampakan dari keagungan dan keindahan yang sempurna.
Kesulitan hidup atau kemudahan, kesenangan atau kesakitan, kesedihan
atau pun kegembiraan, semua yang dialami manusia di dunia yang sekarang tidak
selalu menggambarkan atau merupakan akibat dari karunia Ilahi
atau pun kemurkaan-Nya. Sebagai contoh, seorang yang kaya
bukanlah merupakan bukti bahwa Tuhan berkenan atas dirinya,
begitu pula kemiskinan atau kesulitan dianggap menjadi tanda
bahwa Allah Swt. memusuhi
dirinya.
Bisa jadi keadaan mereka itu menjadi cobaan agar yang kaya diuji
karena kekayaannya sedangkan yang miskin dicoba karena kemiskinannya.
Semua kebenaran akbar ini dijelaskan secara rinci di dalam Al-Quran.” (Brahin-i-
Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. 14, hlm.
444-461, London, 1984).
Hubungan
Sifat Māliki Yaumiddīn
(Pemilik Hari Pembalasan)
dengan Sikap Adil
Apa yang dijelaskan oleh Mirza Ghulam
Ahmad a.s. mengenai makna Māliki
Yaumiddīn (Pemilik Hari Pembalasan) sesuai
dengan firman Allah Swt. berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾
اِذَا زُلۡزِلَتِ الۡاَرۡضُ زِلۡزَالَہَا ۙ﴿۱﴾ وَ اَخۡرَجَتِ الۡاَرۡضُ اَثۡقَالَہَا ۙ﴿﴾ وَ قَالَ الۡاِنۡسَانُ مَا لَہَا ۚ﴿﴾
یَوۡمَئِذٍ تُحَدِّثُ اَخۡبَارَہَا ۙ﴿﴾ بِاَنَّ رَبَّکَ
اَوۡحٰی لَہَا ؕ﴿﴾ یَوۡمَئِذٍ یَّصۡدُرُ
النَّاسُ اَشۡتَاتًا ۬ۙ لِّیُرَوۡا اَعۡمَالَہُمۡ ؕ﴿﴾
فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ
خَیۡرًا یَّرَہٗ ؕ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Apabila bumi digoncangkan segoncang-goncangnya, dan bumi
mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya, dan manusia berkata: “Apakah yang terjadi dengannya?” Pada hari itu bumi mencerita-kan beritanya, karena sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau telah
mewahyukan kepadanya. Pada
hari itu manusia akan ke-luar dalam golongan-golongan terpisah supaya
kepada mereka dapat di-perlihatkan amal mereka. Maka barangsiapa berbuat kebaikan
seberat atom sekali pun ia akan
melihat hasil-nya, dan
barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya.
(Al-Zilzāl [99]:1-9).
Sehubungan dengan ayat:
فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ ؕ﴿﴾ وَ مَنۡ
یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ شَرًّا
یَّرَہٗ ٪﴿﴾
“Maka barangsiapa berbuat kebaikan
seberat atom sekali pun ia akan
melihat hasil-nya, dan
barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya”
(Al-Zilzāl [99]:8-9) --
dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ فَتَرَی
الۡمُجۡرِمِیۡنَ مُشۡفِقِیۡنَ
مِمَّا فِیۡہِ وَ یَقُوۡلُوۡنَ یٰوَیۡلَتَنَا مَالِ ہٰذَا الۡکِتٰبِ لَا یُغَادِرُ صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً
اِلَّاۤ
اَحۡصٰہَا ۚ وَ
وَجَدُوۡا مَا عَمِلُوۡا حَاضِرًا ؕ وَ لَا یَظۡلِمُ رَبُّکَ اَحَدًا ﴿٪﴾
Dan kitab amalannya akan diletakkan di hadapan
mereka, maka engkau akan melihat orang-orang yang berdosa itu ketakutan
dari apa yang ada di dalamnya itu, dan mereka akan berkata: "Aduhai celakalah kami! Kitab apakah ini? Ia tidak
me-ninggalkan sesuatu, baik yang kecil maupun yang besar melainkan telah
mencatatnya." Dan
mereka menjumpai apa yang telah mereka kerjakan itu berada di hadapan mereka,
dan Rabb (Tuhan) engkau tidak menzalimi (menganiaya) seorang pun. (Al-Kahf [18]:50).
Atas dasar kenyataan itulah dalam Bab-bab sebelumnya
bahwa Sifat Māliki Yaumiddīn (Pemilik Hari Pembalasan) Allah Swt. tersebut dalam hubungannya dengan firman-Nya berikut ini adalah
berkaitan dengan sikap adil:
اِنَّ اللّٰہَ
یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَذَکَّرُوۡنَ
﴿﴾
Sesungguhnya
Allah menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan (kebajikan), dan memberi
seperti kepada kaum kerabat, serta melarang dari perbuatan keji,
mungkar, dan pemberontakan. Dia nasihatkan kepada kamu supaya kamu mengambil pelajaran. (An-Nahl
[16]:91).
Sabda-sabda Nabi Besar Muhammad
Saw.
tentang
Pentingnya Sikap Adil
Jadi, jelaslah bahwa Sifat Māliki Yaumiddīn (Pemilik Hari
Pembalasan) hubungannya dengan 3
tingkatan landasan akhlak baik
manusia -- yaitu adil, berbuat ihsan
(kebajikan), dan memberi seperti kepada kaum kerabat -- adalah
dengan sifat adil, yang merupakan tingkatan yang pertama dari landasan akhlak baik yang harus dilakukan manusia.
Mustahil manusia bisa melakukan tingkatan
akhlak baik yang disebut ihsan (berbuat kebaikan
yang lebih) dan īytā-i-dzil-qurba (memberi seperti terhadap kerabat sendiri)
sebelum bisa mengamalkan tingkatan akhlak yang disebut adil sebagaimana yang dilakukan Allah Swt. dalam kapasitas-Nya
sebagai Māliki Yaumiddīn (Pemilik Hari Pembalasan).
Atas dasar kenyataan itu pulalah Nabi
Besar Muhammad saw. dalam berbagai hadits Shahih telah memberikan nasihat
mendasar mengenai pentingnya manusia – terutama orang-orang yang beriman
-- untuk berlaku adil, baik terhadap dirinya mau pun terhadap orang
lain, di antaranya beliau saw. bersabda
-- yang maknanya adalah – sebagai berikut:
“Jika kalian menginginkan
atau tidak menginginkan
orang-orang lain memperlakukan kalian dengan sesuatu perlakuan, maka kalian pun harus berbuat
yang sama terhadap orang-orang lain”.
Berikut adalah 3 buah hadits
Nabi Besar Muhammad saw. berkenaan pentingnya berlaku adil. Hadits pertama:
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallāhu ‘anhu berkata:
Bersabda Rasulullah Shalallāhu‘alaihi
wa sallam: “Sesungguhnya
mereka-mereka yang berbuat adil di sisi Allah Ta’ala, kelak mereka akan berada
di atas mimbar dari cahaya, dari tangan kanan Allah Ar-Rahmān ‘Azza wa Jalla.
Dan kedua tangan Allah Ta’ala adalah kanan. Mereka adalah orang-orang yang adil
dalam menghukumi sesuatu bahkan terhadap keluarga mereka sendiri, juga terhadap
orang-orang yang mereka pimpin.” (Hr. Imam Muslim).
Hadits kedua:
مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ
فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
Artinya:
“Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada
salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian
tubuhnya miring.”
Takhrij
Hadits-hadits ini diriwayatkan oleh Abu
Dawud (no. 2133), an-Nasa’i
(2/157), Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu Majah (1969), Ibnu Abi
Syaibah (2/66/7), Ibnul Jarud
(no. 722), Ibnu Hibban (no. 1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi (7/297), ath-Thayalisi
(no. 2454), dan Ahmad (2/347, 471)
melalui jalur Hammam bin Yahya, dari Qatadah, dari an-Nadhr
bin Anas, dari Basyir bin Nuhaik, dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhuma.
Hadits
ketiga:
Dalam memutuskan perkara, keadilan mesti menjadi landasan berpijak. Anas bin Malik radhiyallāhu
‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam,
bersabda:
إِذَا حَكَمْتُمْ فَاعْدِلُوْا
Artinya:
“Apabila kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil!” (Dinyatakan Hasan
oleh al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469]).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar