Senin, 25 November 2013

"Duel Makar" Antara Allah Swt. dengan "Makar Buruk" Para Penentang Rasul Allah yang Menggelincirkan Orang-orang yang "Berhati Bengkok"


ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم ِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  82

“Duel Makar” antara Allah Swt. dengan  “Makar BuruK” Para Penentang Rasul Allah  yang  Menggelincirkan Orang-orang yang “Berhati Bengkok

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  duel Makar   yang berulang di setiap Zaman Rasul Allah,  sehingga dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini mengenai “duel makar” yang senantiasa berlangsung antara “makar buruk” para penentang Rasul Allah dengan “makar tandingan” Allah Swt., berikut firman-Nya mengenai “duel makar” di zaman Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:
فَلَمَّاۤ  اَحَسَّ عِیۡسٰی مِنۡہُمُ الۡکُفۡرَ قَالَ مَنۡ اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰہِ ۚ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ ۚ وَ اشۡہَدۡ بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  رَبَّنَاۤ  اٰمَنَّا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتَ وَ اتَّبَعۡنَا الرَّسُوۡلَ فَاکۡتُبۡنَا مَعَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَکَرُوۡا وَ مَکَرَ اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Maka tatkala  Isa merasa   ada  kekafiran pada mereka yakni kaumnya ia berkata:  Siapakah penolong-penolongku  dalam urusan Allah?” Para hawari berkata: “Kamilah  para penolong urusan Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah  diri“Ya Rabb (Tuhan) kami, kami beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami mengikuti Rasul ini maka catatlah kami bersama   orang-orang yang menjadi saksi.”   Dan mereka,  yakni musuh Al-Masih, merancang makar  buruk  dan Allah pun merancang makar  tandingan  dan Allah sebaik-baik Perancang makar.  (Âli ‘Imran [3]:53-55).

“Duel Makar” Melalui Penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

      Duel makar  yang terjadi pada masa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah pada peristiwa penyaliban  beliau a.s. yang   sangat rumit  dan misterius   karena telah menggelincirkan  dan menyesatkan  berbagai orang yang berhati bengkok, firman-Nya:
وَّ قَوۡلِہِمۡ اِنَّا قَتَلۡنَا الۡمَسِیۡحَ عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ رَسُوۡلَ اللّٰہِ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ ؕ وَ  اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ  اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا ﴿﴾ۙ  بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿﴾
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya secara biasa dan tidak pula mematikannya melalui penyaliban,  akan tetapi ia disamarkan kepada mereka seperti telah mati di atas salib. Dan sesungguhnya  orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan mengenai ini,  mereka tidak memiliki  pengetahuan yang pasti mengenai ini melainkan menuruti dugaan belaka dan mereka tidak  yakin telah membunuhnya.  Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya  dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (An-Nisa [4]:158-159).
       Jadi, menurut ayat-ayat tersebut “duel makar” itu terjadi pada peristiwa penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bahwa  menurut  para pemuka Yahudi mereka berhasil  membunuh  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban -- guna membuktikan kepada masyarakat  Yahudi lainnya  bahwa pendakwaan beliau sebagai Al-Masih adalah dusta, sebab menurut hukum Taurat barangsiapa yang matinya tergantung pada salib merupakan kutuk baginya (Ulangan 21:23).
      Tetapi dalam ayat  selanjutnya Allah Swt. menjawab kedustaan tuduhan mereka:     بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا  -- “Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”,    yakni  memang benar bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sempat mengalami pemakuan di atas tiang salib selama 3 jam pada hari Jum’at  sore, tetapi beliau tidak sampai terbunuh di tiang salib – sebagaimana yang mereka kehendaki  --   karena   peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi kemudian memaksa para pemuka Yahudi  harus menurunkan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dari tiang salib, karena menurut hukum Taurat menjelang Hari Sabat tidak boleh ada mayat yang tergantung di tiang salib, padahal ketika itu Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. belum meninggal dunia melainkan hanya mengalami pingsan berat atau mati suri  atau seperti   telah mati, itulah makna dari  وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ   --  “akan tetapi ia disamarkan kepada mereka seperti telah mati di atas salib.
      Mengisyaratkan kepada  keadaan yang tidak pasti   itulah  pernyataan Allah Swt.  mengenai para pemuka Yahudi  وَ  اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ  اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا   – “Dan sesungguhnya  orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan mengenai ini,  mereka tidak memiliki  pengetahuan yang pasti mengenai ini melainkan menuruti dugaan belaka dan mereka tidak  yakin telah membunuhnya.   
      Memperkuat hal tersebut , selanjutnya Allah Swt. berfirman   dalam ayat 159  بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا  -- “Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”,  yakni:  “Hai  para pemuka Yahudi,  karena kedengkian  kalian merencanakan merendahkan derajat Nabi Isa Ibnu Mayam a.s. melalui kematian terkutuk di atas tiang salib, tetapi makar buruk kalian telah gagal-total karena Aku telah menyelamatkannya dari kematian terkutuk yang kalian kehendaki, bahkan  sebaliknya, Aku telah mengangkat derajat kehormatannya  di hadirat-Ku, sebab ia  selain ia  benar-benar  adalah  Rasul Allah yang dijanjikan kepada kalian,  juga ia pun harus melaksanakan tugas utamanya sebagai Al-Masih  untuk mencari   sepuluh suku  (domba-domba) Israil” yang tersebar di luar wilayah Palestina (Kanaan).”

“Duel Makar” yang   Menggelincirkan  Orang-orang 
yang “Berhati Bengkok”

     “Duel makar”  para   peristiwa penyaliban  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut benar-benar sangat menggelincirkan banyak pihak, bahkan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri   menyatakan kesedihannya dengan berteriak  di atas tiang salib menjelang pingsan: “Ali, Eli, lama sabakhtani – Tuhan-tuhan mengapa Engkau meninggalkanku?” (Matius 27:45-46 ), hal tersebut sesuai pula dengan  keadaan yang  menggelisahkan beliau   pada saat   berdoa  kepada Tuhan di Taman Getsemati supaya "Biarkanlah kiranya cawan (kematian di atas salib) ini lepas dariku" (Markus 14:36; Matius 26:29; Lukas 22:42) yang diajukan sampai tiga kali namun seakan-akan  tidak ada jawaban yang pasti dari Allah Swt.  --  sekali pun  doa beliau telah terkabul (Iberani 5:7)  --  karena memang melalui peristiwa penyaliban  itulah berlangsungnya “duel makar” antara makar buruk para pemuka agama Yahudi dengan “makar tandingan” Allah Swt., dimana Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri tidak mengetahui “rencana” Allah Swt. tersebut.
  Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. yang dikemukakan dalam Bab 80 bahwa kecuali “orang-orang yang merugi”, tidak ada seorang pun yang merasa aman dari “makar” Allah Swt., termasuk para Rasul Allah, firman-Nya:
اَفَاَمِنَ اَہۡلُ الۡقُرٰۤی اَنۡ  یَّاۡتِیَہُمۡ  بَاۡسُنَا بَیَاتًا  وَّ ہُمۡ  نَآئِمُوۡنَ ﴿ؕ ﴾  اَوَ  اَمِنَ  اَہۡلُ الۡقُرٰۤی اَنۡ یَّاۡتِیَہُمۡ بَاۡسُنَا ضُحًی  وَّ ہُمۡ  یَلۡعَبُوۡنَ ﴿ ﴾ اَفَاَمِنُوۡا مَکۡرَ اللّٰہِ ۚ فَلَا  یَاۡمَنُ مَکۡرَ اللّٰہِ   اِلَّا الۡقَوۡمُ  الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿٪ ﴾
Maka apakah penduduk negeri-negeri ini merasa aman dari  kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari selagi mereka tidur?   Ataukah penduduk negeri-negeri ini  merasa aman dari  kedatangan siksaan Kami kepada mereka, waktu matahari naik sepenggalah sedangkan mereka bermain-main?   Apakah mereka merasa aman dari makar Allah? Maka tidak ada yang merasa dirinya aman dari makar Allah kecuali kaum yang rugi. (Al-A’rāf [7]:98-100).
       Akibat “duel makar” melalui “penyaliban” Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut timbul tiga golongan di kalangan orang-orang Yahudi:
       (1)  Mereka yang mempercayai bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah mati terkutuk di atas tiang salib sebagaimana yang mereka rencanakan, sehingga sampai saat ini pun mereka tidak mempercayai beliau sebagai Al-Masih (Mesiah/Mesias) yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (Yohanes I:19-27).
       (2) Mereka yang mempercayai bahwa “kematian sementara”  yang dialami  oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  di atas tiang salib adalah “kematian terkutuk” untuk menebusa dosa warisan  dari Adam dan Hawa, sebagaimana yang diajarkan Paulus dalam Surat-surat kirimannya, setelah selama  3 hari dan 3 malam  berada dalam “kuburnya” kemudian Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bangkit (keluar) dari dari “kuburnya”, lalu menemui murid-muridnya dan makar bersama mereka, kemudian “terangkat ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah” (Markus 16:19).
       (3) Mereka yang mempercayai bahwa yang disalibkan itu bukan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melainkan Yudas Iskariot – murid durhaka beliau  -- yang wajahnya “diserupakan” (disamarkan) Allah Swt.  seperti wajah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sedangkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri telah diangkat hidup-hidup ke langit dengan jasad kasarnya oleh Allah Swt.,  dan di Akhir Zaman beliau akan turun lagi  dari langit serta akan menjadi Rasul umat Islam.
      Itulah jenis-jenis ketergelinciran  akibat “duel makar” melalui penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  yang terjadi di kalangan  golongan Ahli KItab (Yahudi dan Nasrani) dan di kalangan    umumnya  umat Islam  akibat keliru memahami  makna   kalimat syubbiha lahum (disamarkan bagi mereka)  dan bal rafa’ahullaahu  ilayhi  -- “bahkan Allah mengangkat dia kepada-Nya”  (QS.4:158-159).

“Duel Makar” Pada Masa Nabi Besar Muhammad Saw.
  
        Berikut ini adalah “duel makar”pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ اِذۡ یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ  اللّٰہُ  ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika orang-orang kafir merancang makar  terhadap engkau, supaya mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang  makar tandingan, dan Allah sebaik-baik  Perancang makar (Al-Anfāl [8]:31). 
      Ayat ini mengisyaratkan kepada musyawarah rahasia yang diadakan di Darun Nadwah (Balai Permusyawaratan) di Mekkah. Ketika mereka melihat bahwa semua usaha mereka mencegah berkembangnya aliran kepercayaan baru (agama Islam)  telah gagal, dan bahwa kebanyakan orang-orang Muslim yang mampu meninggalkan Mekkah telah  hijrah ke Medinah dan mereka sudah jauh dari bahaya, maka orang-orang terkemuka warga kota pimpinan Abu Jahal berkumpul di Darun Nadwah untuk membuat rencana (makar buruk) ke arah usaha terakhir guna menghabisi Islam, yaitu itu  melaksanakan   3 buah rencana (makar)  buruk yakni: (1) menangkap Nabi Besar Muhammad saw. atau (2) membunuh  beliau saw.; atau (3)  mengusir beliau saw. dari Mekkah secara hina.
      Sesudah diadakan pertimbangan mendalam, terpikir oleh mereka satu rencana, ialah sejumlah orang-orang muda dari berbagai kabilah Quraisy harus secara serempak menyergap  Nabi Besar Muhammad saw.  lalu membunuh beliau saw..  Tetapi tanpa setahu  mereka, pada malam pengepungan tersebut  beliau saw.   meninggalkan rumah tengah malam buta, ketika para penjaga dikuasai oleh kantuk, lalu beliau saw. berlindung di Gua Tsur bersama-sama  bersama Abu Bakar Shiddiq r.a.,  sahabat beliau yang setia (QS.9:40),dan setelah menempuh beberapa hari perjalanan    yang penuh bahaya akhirnya keduanya sampai  di Medinah dengan selamat.

Merupakan Sunnatullah  yang Berulang 

    Pendek kata, menurut  Allah Swt. dalam Al-Quran bahwa terjadinya “duel-duel makar” tersebut merupakan  Sunnatullah  yang terjadi antara para Rasul Allah dan para penentang mereka,  yang dengan segala cara berusaha untuk menggagalkan misi suci para Rasul Allah Swt. tersebut, tetapi yang muncul dari “duel makar” tersebut adalah para  Rasul Allah, sebagaimana  firman-Nya:
وَ قَدۡ مَکَرُوۡا مَکۡرَہُمۡ وَ عِنۡدَ اللّٰہِ مَکۡرُہُمۡ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مَکۡرُہُمۡ لِتَزُوۡلَ مِنۡہُ  الۡجِبَالُ ﴿﴾  فَلَا تَحۡسَبَنَّ اللّٰہَ مُخۡلِفَ وَعۡدِہٖ  رُسُلَہٗ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  ذُو انۡتِقَامٍ ﴿ؕ﴾
Dan  sungguh  mereka telah melakukan makar mereka, tetapi makar mereka ada di sisi Allah,  dan  jika sekali pun  makar mereka dapat memindahkan gunung-gunung.  Maka janganlah engkau   sekali-kali menyangka  bahwa  Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya, sesungguhnya  Allah Maha Perkasa, Yang memiliki pembalasan. (Ibrahim [14]:47-48).  Lihat pula  QS.13:43;  QS.27:46-54.
      Akibat dari “duel makar” itu pulalah  maka pihak para  rasul Allah  -- yang   karena tidak memiliki sarana-sarana duniawi yang mendukung perjuangan sucinya  -- mereka mendapat penghinaan  dan cemoohan dari para penentangnya yang sangat bangga karena memiliki kekuasaan dan kekayaan duniawi, contohnya Fir’aun dan kaumnya (QS.26:53-60; QS.43:52-57; QS.44:18-30).
       Tetapi  setelah “duel makar” tersebut  keadaan menjadi terbalik, yakni  sarana-sarana duniawi itu pun mulai dianugerahkan Allah Swt. kepada   para rasul Allah dan para pengikutnya, sedangkan keadaan kekuasaan serta kekayaan duniawi para penentang para Rasul Allah  yang mereka bangga-banggakan menjadi sirna (QS.7:5-8; QS.21:12-16; QS. 22:46-49; QS.28:59-61; QS.65:9-11).

Penganugerahan Fā-i (Harta Rampasan Perang) di Khaibar

       Demikian juga Sunnatullah tersebut terjadi pula pada Nabi Besar Muhammad saw.  dan umat Islam,  setelah  dengan izin  dan pertolongan Allah Swt.  mereka berhasil menaklukkan benteng  orang-orang Yahudi di Khaibar, sehingga mereka memperoleh fā-i (harta rampasan perang)  yang ditinggalkan orang-orang Yahudi, firman-Nya:
وَ مَاۤ  اَفَآءَ اللّٰہُ  عَلٰی رَسُوۡلِہٖ  مِنۡہُمۡ فَمَاۤ اَوۡجَفۡتُمۡ عَلَیۡہِ مِنۡ خَیۡلٍ وَّ لَا رِکَابٍ وَّ لٰکِنَّ اللّٰہَ یُسَلِّطُ رُسُلَہٗ  عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾  مَاۤ  اَفَآءَ  اللّٰہُ  عَلٰی رَسُوۡلِہٖ  مِنۡ  اَہۡلِ الۡقُرٰی  فَلِلّٰہِ  وَ لِلرَّسُوۡلِ وَ  لِذِی الۡقُرۡبٰی وَ الۡیَتٰمٰی وَ الۡمَسٰکِیۡنِ وَ ابۡنِ السَّبِیۡلِ ۙ کَیۡ لَا یَکُوۡنَ  دُوۡلَۃًۢ  بَیۡنَ الۡاَغۡنِیَآءِ مِنۡکُمۡ ؕ وَ مَاۤ  اٰتٰىکُمُ الرَّسُوۡلُ  فَخُذُوۡہُ ٭ وَ مَا نَہٰىکُمۡ  عَنۡہُ فَانۡتَہُوۡا ۚ وَ  اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ۘ﴿﴾  لِلۡفُقَرَآءِ  الۡمُہٰجِرِیۡنَ  الَّذِیۡنَ  اُخۡرِجُوۡا  مِنۡ  دِیَارِہِمۡ وَ اَمۡوَالِہِمۡ یَبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا وَّ یَنۡصُرُوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ۚ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ  تَبَوَّؤُ الدَّارَ وَ الۡاِیۡمَانَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ یُحِبُّوۡنَ مَنۡ  ہَاجَرَ  اِلَیۡہِمۡ وَ لَا یَجِدُوۡنَ  فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ حَاجَۃً  مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ یُؤۡثِرُوۡنَ  عَلٰۤی  اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ ؕ۟ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ۚ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ مِنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا  اغۡفِرۡ لَنَا وَ لِاِخۡوَانِنَا  الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا بِالۡاِیۡمَانِ وَ لَا تَجۡعَلۡ  فِیۡ قُلُوۡبِنَا غِلًّا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  رَبَّنَاۤ  اِنَّکَ رَءُوۡفٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿٪﴾
Dan  harta rampasan apa pun dari mereka yang Allah berikan kepada Rasul-Nya maka kamu tidak mengerahkan kuda maupun unta untuk harta itu,  tetapi Allah memberikan kewenangan kepada rasul-rasul-Nya atas siapa pun yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.   Harta apa pun  yang Allah berikan kepada Rasul-Nya sebagai ghanimah dari warga kota, itu bagi Allah dan bagi Rasul dan bagi kaum kerabat dan anak yatim dan orang miskin dan orang musafir, supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya dari kamu. Dan apa yang diberikan Rasul kepada kamu maka ambillah itu, dan apa   yang dia melarang kamu darinya  maka hindarilah, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya  hukuman Allah sangat keras.  Harta rampasan itu untuk orang-orang miskin yang berhijrah yang telah diusir dari rumah mereka dan dari harta mereka, mereka mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.   Dan juga untuk orang-orang yang telah mendirikan rumah di Medinah dan sudah beriman sebelum mereka, mereka mencintai orang-orang yang  hijrah kepada mereka, dan mereka tidak mendapati suatu ke-inginan dalam dada mereka terhadap  apa yang diberikan itu, tetapi mereka mengutamakan para muhajir di atas diri mereka sendiri dan walaupun kemiskinan menyertai mereka.  Dan barangsiapa dapat mengatasi keserakahan dirinya maka mereka itulah  yang berhasil.   Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berkata: “Hai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang men-dahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau membiarkan ke-dengkian tinggal dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Hai Rabb (Tuhan kami), sesungguhnya Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (Al-Hasyr [59]:7-11).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   13 November    2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar