بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 71
Nabi Besar Muhammad saw. dan Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir
Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai daya gravitasi kecintaan sempurna Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai “rahmat bagi seluruh alam”, yakni di antara para Rasul Allah yang membawa
syariat, hanya Nabi Besar
Muhammad saw. sajalah yang pada masa
hidupnya berhasil membangun
suatu tatanan kerajaan (pemerintahan) jasmani
mau pun ruhani yang keadaannya sama
dengan tatanan kerajaan alam semesta
jasmani, yaitu tanpa ditopang
oleh “tiang-tiang penunjang” yang dapat dilihat oleh mata jasmani, yakni
berdasarkan gravitasi (daya tarik-menarik)
berupa cinta-kasih dan musyawarah. Sehubungan dengan hal
tersebut Allah Swt. berfirman:
فَبِمَا رَحۡمَۃٍ مِّنَ اللّٰہِ لِنۡتَ لَہُمۡ ۚ وَ لَوۡ کُنۡتَ فَظًّا
غَلِیۡظَ الۡقَلۡبِ لَانۡفَضُّوۡا مِنۡ حَوۡلِکَ ۪ فَاعۡفُ عَنۡہُمۡ وَ
اسۡتَغۡفِرۡ لَہُمۡ وَ شَاوِرۡہُمۡ فِی الۡاَمۡرِ ۚ فَاِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَکَّلۡ
عَلَی اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَوَکِّلِیۡنَ ﴿﴾
Maka karena rahmat dari Allah-lah engkau
bersikap lemah-lembut terhadap mereka, dan seandainya engkau berlaku
kasar dan keras hati, niscaya mereka
akan bercerai-berai dari sekitar engkau, karena itu maafkanlah mereka, mintalah ampunan dari Allah untuk mereka, bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan yang penting, dan apabila engkau telah menetapkan tekad yakni
keputusan maka bertawakkallah kepada
Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. (Ali
‘Imran [3]:160).
Kata-kata لِنۡتَ لَہُمۡ -- “engkau
bersikap lemah-lembut terhadap mereka” melukiskan keindahan watak Nabi Besar
Muhammad saw.. Di antara perangai
(watak) yang paling baik lagi menonjol adalah kasih-sayang beliau saw. yang meliputi segala sesuatu, karena
beliau saw. diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS.21:108).
Nabi Besar Muhammad saw.. penuh dengan kemesraan cinta-kasih manusiawi, dan beliau saw. bukan
saja berlaku baik terhadap para sahabat
dan para pengikut beliau saw.,
bahkan penuh kasih-sayang dan belas-kasih
terhadap musuh-musuh beliau saw. yang
senantiasa mencari-cari kesempatan untuk menikam
dari belakang.
T erukir di dalam sejarah bahwa Nabi Besar Muhammad saw. tidak mengambil tindakan apa pun terhadap orang-orang
munafik Madinah pimpinan Abdullah bin Ubay,
yang khianat dan telah
meninggalkan beliau saw. pada waktu Perang Uhud, sehingga nyaris membuat beliau
saw. menjadi syahid. Bahkan beliau saw. meminta
musyawarah (pendapat) mereka dalam
urusan kenegaraan.
Pentingnya Melakukan Musyawarah
Di samping hal-hal lain, Islam mempunyai keistimewaan dalam segi
ini yaitu Islam memasukkan unsur musyawarah
ke dalam asas-asas pokoknya وَ شَاوِرۡہُمۡ فِی الۡاَمۡرِ -- “bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan yang penting,” Islam mewajibkan kepada negara Islam mengadakan musyawarah dengan orang-orang Muslim dalam segala urusan
kenegaraan yang penting-penting.
Nabi Besar Muhammad saw. biasa bermusyawarah
dengan para pengikut beliau saw. sebelum perang Badar,
perang Uhud, dan perang Ahzab, dan pula ketika sebuah tuduhan palsu dilancarkan oleh orang-orang
munafik Madinah terhadap istri mulia beliau saw., Siti ‘Aisyah r.a..
Abu Hurairah r.a. mengatakan: “Rasulullah saw.
mempunyai hasrat amat besar
sekali untuk meminta musyawarah
mengenai segala urusan penting” (Mantsur,
II, 90). ‘Umar bin Khaththab r.a. -- Khalifah kedua Nabi Besar Muhammad saw. -- diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada khilafat
tanpa musyawarah” (Izalat al-Khifa ‘an Khilafat al-Khulafa’).
Jadi, mengadakan musyawarah dalam urusan penting
merupakan perintah asasi Islam dan menjadi suatu keharusan bagi pemimpin-pemimpin ruhani maupun pemimpin-pemimpin
duniawi di kalangan umat Islam. Khalifah
atau Kepala negara Islam harus meminta saran (musyawarah) dari orang-orang Muslim terkemuka, meskipun putusan terakhir tetap berada di tangannya: فَاِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَکَّلۡ عَلَی
اللّٰہِ -- “dan apabila
engkau telah menetapkan tekad yakni keputusan maka bertawakkallah kepada Allah.”
Syura atau musyawarah, menurut Islam, bukan suatu bentuk parlemen
dalam artian yang dipakai di Barat.
Kepala negara Islam mempunyai wewenang
penuh untuk menolak saran (musyawarah)
yang diajukan kepadanya. Tetapi ia tidak
boleh memakai wewenang itu seenaknya saja dan harus menghargai saran (musyawarah) dari golongan terbanyak.
Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. mempertegas
pentingnya peran musyawarah dan bertawakkal kepada-Nya jika telah
diambil keputusan terakhir oleh pemegang
wewenang tertinggi, firman-Nya:
اِنۡ یَّنۡصُرۡکُمُ اللّٰہُ فَلَا غَالِبَ لَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ یَّخۡذُلۡکُمۡ
فَمَنۡ ذَا الَّذِیۡ یَنۡصُرُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِہٖ ؕ وَ عَلَی اللّٰہِ
فَلۡیَتَوَکَّلِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Jika Allah menolong kamu maka tidak
ada yang akan dapat mengalahkan kamu, tetapi jika Dia meninggalkan kamu maka siapakah
yang akan menolong kamu selain Dia?
Dan kepada Allah-lah orang-orang
yang beriman bertawakal. (Ali
‘Imran [3]:161).
Pentingnya Berpegang-teguh
pada “Tali Allah”
Ungkapan
min ba’dihi diterjemahkan “selain Dia”, dan secara harfiah berarti “sesudah Dia”, dan dapat disalin menjadi “untuk melawan Dia”
, artinya upaya apa pun yang dilakukan tetapi apabila Allah Swt. telah
meninggalkan suatu kaum karena kedurhakaan
mereka kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya – dalam hal ini Nabi Besar Muhammad saw. -- maka upaya-upaya mereka pasti akan menemui kegagalan. Contohnya yang terjadi di Akhir Zaman ini.
Kepatuh-taatan
kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan umat Islam adalah mutlak harus dilakukan oleh
mereka (QS.4:60), sebab hal tersebut selain merupakan “Tali Allah” yang terulur dari langit
(QS.3:103-105) juga merupakan “tali
pengikat kecintaan” yang sangat kokoh, dan yang mengawali terbentuknya satu jama’ah
kaum Muslimin di zaman Nabi Besar
Muhammad saw., firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Dia telah menanamkan kecintaan di
antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan
di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka,
sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi,
Allah mencukupi bagi engkau dan bagi
orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Bukti mengenai mengenai kokohnya “tali
pengikat” berdasarkan kecintaan
kepada Allah Swt. dan kepada Nabi Besar
Muhammad saw. tersebut Allah Swt. berfirman mengenai upaya buruk Abdullah bin
Ubay, pemimpin kaum munafik Madinah,
untuk menghancurkan kesatuan dan persatuan Jamaah Muslim
yang dibentuk oleh Nabi Besar Muhammad saw.:
ہُمُ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ لَا تُنۡفِقُوۡا عَلٰی مَنۡ عِنۡدَ رَسُوۡلِ اللّٰہِ حَتّٰی
یَنۡفَضُّوۡا ؕ وَ لِلّٰہِ خَزَآئِنُ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنَّ
الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾ یَقُوۡلُوۡنَ
لَئِنۡ رَّجَعۡنَاۤ اِلَی
الۡمَدِیۡنَۃِ لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ
مِنۡہَا الۡاَذَلَّ ؕ وَ لِلّٰہِ الۡعِزَّۃُ وَ لِرَسُوۡلِہٖ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ
لٰکِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾
Merekalah
orang-orang yang berkata: “Janganlah
kamu membelanjakan harta bagi orang
yang bersama Rasul Allah, supaya mereka
lari karena kelaparan. Padahal kepunyaan
Allah khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi, tetapi orang-orang
munafik itu tidak mengerti. Mereka
berkata: “Jika kita kembali ke Medinah,
niscaya orang yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina darinya.” Padahal kemuliaan hakiki itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (Al-Munāfiqūn [63):8-9).
Kemurnian Kecintaan Para
Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw.
dari Golongan Muhajirin
dan Golongan Anshar
Karena tidak ada ketulusan dan kejujuran dalam dirinya maka
orang munafik memandang orang-orang lain seperti dirinya sendiri. Kaum munafikin
Medinah membuat pikiran totol dan keliru sama sekali mengenai ketulusan tujuan para sahabat Nabi
Besar Muhammad saw., sebab mereka
menyangka para sahabat beliau saw. telah berkumpul di sekitar beliau saw. karena pertimbangan kepentingan duniawi,
dan mereka menyangka apabila mereka
(para sahabat) itu menyadari bahwa harapan
mereka itu tidak terlaksana, mereka
itu akan meninggalkan Nabi Besar
Muhammad saw. terbukti perjalanan masa membatalkan sama sekali segala harapan sia-sia pemimpin orang-orang munafik itu.
Dalam ayat selanjutnya
dikemukakan mengenai harapan sia-sia
lainnya dari Abdullah bin Ubay tersebut,
yakni dalam suatu gerakan pasukan (mungkin gerakan pasukan menggempur
Banu Musthaliq) yang dipimpin oleh Nabi Besar Muhammad saw., disertai juga oleh pemimpin kaum
munafik Medinah tersebut, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur
berantakan dengan kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. -- pada peristiwa itu diriwayatkan pernah mengatakan bahwa sekembali ke Medinah ia “yang paling mulia dari antara penduduknya,” –
maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia
yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya, Nabi Besar Muhammad saw.
Anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay mendengar kecongkakan
kotor ayahnya tersebut, dan ketika rombongan
sampai ke Medinah, ia menghunus pedangnya
dan menghalangi
ayahnya masuk kota, sebelum ayahnya mau
mengakui dan menyatakan bahwa ayahnya
sendirilah yang paling hina di antara penduduk kota Medinah, dan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. adalah yang paling mulia di antara mereka. Dengan demikian keangkuhannya telah berbalik menimpa
kepalanya sendiri.
Kecintaan anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay -- yang juga bernama ‘Abdullah -- kepada Nabi
Besar Muhammad saw. tersebut membuktikan benarnya firman Allah Swt. berikut ini
mengenai kecintaan luar biasa para pengikut Nabi Besar Muhammad saw.
kepada beliau saw., baik dari
kalangan kaum Muhajirin dari Mekkah
mau pun dari kalangan Anshar
Madinah:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی
الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujādilah [58]:21-22).
Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki
Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah kenabian
bahwa kebenaran senantiasa menang
terhadap kepalsuan. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman kepada Nabi Besar
Muhammad saw. mengenai kecintaan para
pengikut beliau saw. kepada beliau saw.,
bahkan melebihi kecintaan mereka kepada
kedua orang tua mereka dan saudara-saudara sekandung mereka
sendiri:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ
اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ اِخۡوَانَہُمۡ
اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ
کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ
فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ
وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menya-takan
beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,
walau pun mereka itu bapak-bapak
mereka atau anak-anak mereka
atau saudara-saudara mereka atau pun
keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia
telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam
kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. Itulah golongan Allah.
Ketahuilah, sesungguhnya golongan
Allāh itulah orang-orang yang berhasil.
(Al-Mujādilah
[58]:23).
Tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh
di antara orang-orang beriman dengan
orang-orang kafir karena cita-cita,
pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain.
Karena kesamaan dan perhubungan kepentingan
itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat
menjadi tidak ada, maka orang-orang
beriman diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir. Ikatan agama
mengatasi segala perhubungan lainnya,
malahan mengatasi pertalian darah
yang amat dekat sekalipun. Ayat ini
nampaknya merupakan seruan umum.
Tetapi secara khusus seruan (larangan) itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.
Pendek kata, ‘Abdullah – anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay, pemimpin kaum munafik Madinah --
merupakan bukti kebenaran
pernyataan Allah Swt. tersebut mengenai kecintaan
luar biasa para sahabat kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan Allah Swt.
menyebut mereka itu Hizbullāh
(golongan Allah) yang perjuangan sucinya
pasti sukses.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar