بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 68
Mencari “Rumah Akhirat” dalam Pembelanjaan Harta Kekayaan di jalan Allah Swt.
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai hubungan Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) Allah Swt. dengan ihsan, sebagaimana yang dilakukan Allah Swt. kepada Qarun sehubungan dengan ayat ِ اِنَّ
مَفَاتِحَہٗ لَتَنُوۡٓاُ
بِالۡعُصۡبَۃِ اُولِی الۡقُوَّۃِ مَاۤ
-- ”yang sesungguhnya kunci-kuncinya sangat susah diangkat oleh sejumlah
orang-orang kuat” (QS.28:77),
kata mafatih adalah jamak dari dua kata maftah dan miftah,
yang pertama berarti timbunan; khazanah; dan kata yang kedua berarti anak kunci (Lexicon Lane).
Pendek kata,
dari segi kehidupan duniawinya Qarun – secara tidak disadarinya -- telah berhasil menyelaraskan upaya duniawinya dengan
Sifat Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) Allah Swt., sehingga Allah
Swt. pun menganugerahkan ihsan (kebaikan yang lebih) kepada upaya Qarun; tetapi berkenaan dengan urusan kehidupan di alam akhirat dia (Qarun) tidak mau membalas
ihsan Allah Swt. dengan perbuatan ihsan kepada kaumnya. Itulah makna perkataan
kaumnya:
لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ
اَحۡسِنۡ کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“….Janganlah
engkau terlalu bangga, sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah
rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi
janganlah engkau melupakan nasib
engkau di dunia dan berbuat ihsan-lah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan terhadap
engkau, dan janganlah engkau menimbulkan
kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Al-Qashash [28]:77-78).
Qarun
dan Kaum-kaum Purbakala yang Tidak
Mensyukuri
Ihsan Allah Swt. kepada Mereka
Jadi, menurut orang yang berilmu di kalangan kaumnya -- yakni Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun
a.s. – bahwa kesuksesan yang diraih Qarun
adalah semata-mata karena ihsan Allah Swt., yakni Qarun secara tidak disadarinya telah menyelaraskan upayanya
dengan Sifat Rahīmiyyat (Maha Penyayang) Allah Swt., yaitu Qarun
telah memanfaatkan rangkaian
hukum “sebab-akibat” yang berlaku
dalam kehidupan di dunia ini, yang dalam ayat selanjutnya diakui Qarun sebagai “ilmu pengetahuan yang dimilikinya, firman-Nya:
قَالَ اِنَّمَاۤ اُوۡتِیۡتُہٗ
عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ
Ia berkata: “Sesungguhnya khazanah ini telah
diberikan-Nya kepadaku karena ilmu
yang ada padaku.” (Al-Qashash [28]:79).
Dalam kalimat
selanjutnya Allah Swt. menjelaskan,
bahwa sikap buruk yang diperagakan
Qarun serta akibat buruk yang menimpanya sebagai balasannya telah pula
terjadi pada kaum-kaum purbakala yang
jauh lebih kaya dan lebih berkuasa daripada Qarun, sebagai akibat
mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang diutus Allah Swt.
kepada mereka:
اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ
اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ
الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ
قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah ia mengetahui
bahwa sungguh Allah telah membinasakan
banyak generasi sebelumnya yang lebih
besar kekuasaannya daripada dia dan lebih
banyak harta kekayaannya? Dan orang-orang
yang berdosa tidak akan ditanyakan
mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash
[28]:79).
Makna ayat
وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ
ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ
-- “Dan orang-orang yang berdosa tidak
akan ditanyakan mengenai dosa-dosa
mereka” yaitu bahwa kesalahan kaum kafir akan begitu nyata sehingga pengusutan lebih lanjut akan dianggap tidak perlu untuk
membuktikannya; atau artinya ialah orang-orang yang bersalah tidak akan diberi peluang membela diri, karena dosa-dosa
dan keburukan-keburukan mereka telah
begitu nyata sekali. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَخَرَجَ عَلٰی قَوۡمِہٖ فِیۡ
زِیۡنَتِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یُرِیۡدُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا یٰلَیۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ
قَارُوۡنُ ۙ اِنَّہٗ لَذُوۡ حَظٍّ
عَظِیۡمٍ ﴿﴾ وَ قَالَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَیۡلَکُمۡ
ثَوَابُ اللّٰہِ خَیۡرٌ لِّمَنۡ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ۚ وَ لَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ ﴿﴾
Maka ia (Qarun) keluar di hadapan kaumnya dengan kemegahan.
Berkata orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Alangkah baiknya, apabila kami pun mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun!
Sesungguhnya ia mempunyai bagian harta
yang besar.” Tetapi orang-orang
yang diberi pengetahuan berkata: “Celakalah
kamu, ganjaran dari Allah adalah lebih baik bagi siapa yang beriman dan beramal saleh, dan itu tidak
akan diberikan kecuali kepada
orang-orang yang sabar.” (Al-Qashash [28]:80-81).
Kemudian Allah Swt.
berfirman mengenai akibat buruk
yang
yang menimpa Qarun dan seluruh
harta kekayaannya -- termasuk tempat tinggalnya --
karena ia tidak mensyukuri ihsān
atau Sifat Rahīmiyyat (Maha
Penyayang) Allah Swt.:
فَخَسَفۡنَا بِہٖ وَ
بِدَارِہِ الۡاَرۡضَ ۟ فَمَا کَانَ لَہٗ
مِنۡ فِئَۃٍ یَّنۡصُرُوۡنَہٗ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ٭ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُنۡتَصِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ اَصۡبَحَ الَّذِیۡنَ تَمَنَّوۡا مَکَانَہٗ
بِالۡاَمۡسِ یَقُوۡلُوۡنَ وَیۡکَاَنَّ اللّٰہَ یَبۡسُطُ الرِّزۡقَ لِمَنۡ
یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ وَ یَقۡدِرُ ۚ لَوۡ لَاۤ اَنۡ مَّنَّ
اللّٰہُ عَلَیۡنَا لَخَسَفَ بِنَا ؕ وَیۡکَاَنَّہٗ لَا
یُفۡلِحُ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿٪﴾
Maka Kami membenamkan dia beserta
rumahnya ke dalam bumi, dan
selain Allah tidak ada
baginya satu golongan pun yang menolongnya,
dan tidak pula ia termasuk orang-orang yang dapat membela diri. Dan jadilah orang-orang yang kemarin ingin mendapat kedudukannya itu berkata: “Celakalah bagi engkau! Sesungguhnya Allah-lah Yang melapangkan
rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkan. Seandainya Allah tidak menganugerahkan kemurahan-Nya
kepada kami niscaya Dia akan membenamkan
kami juga. Celakalah bagi engkau! Orang-orang yang kafir tidak akan berhasil.” (Al-Qashash
[28]:82-83).
“Rumah
Akhirat” & “Bahan Bakar Api Neraka”
Sehubungan “rumah akhirat” yang dikemukakan oleh orang-orang yang berilmu ketika menasihati kaum Qarun sebelum ini yakni firman-Nya:
لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ
اَحۡسِنۡ کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“….Janganlah
engkau terlalu bangga, sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah
rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi
janganlah engkau melupakan nasib
engkau di dunia dan berbuat ihsan-lah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan terhadap
engkau, dan janganlah engkau menimbulkan
kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Al-Qashash [28]:77-78).
Dari
kalimat وَ
ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا -- “Dan carilah rumah akhirat itu
dalam apa yang telah Allah berikan
kepada engkau, tetapi janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia”
dapat diketahui bahwa pada hakikatnya harta kekayaan duniawi merupakan salah satu sarana untuk memperoleh “rumah di akhirat” yaitu “kehidupan
surgawi”, sebab jika tidak maka harta
kekayaan tersebut akan berubah menjadi “bahan
bakar api neraka” yang akan membakar
pemiliknya (QS.9:34-35; QS. 102:1-9; QS.104:1-10).
Berkenaan “rumah akhirat” tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
cara memperolehnya:
تِلۡکَ الدَّارُ الۡاٰخِرَۃُ
نَجۡعَلُہَا لِلَّذِیۡنَ لَا یُرِیۡدُوۡنَ عُلُوًّا فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا
فَسَادًا ؕ وَ الۡعَاقِبَۃُ
لِلۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾ مَنۡ جَآءَ
بِالۡحَسَنَۃِ فَلَہٗ خَیۡرٌ مِّنۡہَا ۚ وَ مَنۡ جَآءَ بِالسَّیِّئَۃِ فَلَا یُجۡزَی الَّذِیۡنَ عَمِلُوا
السَّیِّاٰتِ اِلَّا مَا کَانُوۡا
یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Inilah rumah
akhirat itu, Kami menjadikannya
bagi orang-orang yang tidak menghendaki
kesombongan di bumi, dan tidak pula kerusakan.
Dan kesudahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang bertakwa. Barangsiapa berbuat hasanah (ihsan/kebaikan) maka baginya
ada balasan yang lebih baik
dari itu, dan barangsiapa yang berbuat
kejahatan maka tidak akan dibalas
orang-orang yang berbuat kejahatan-kejahatan
melainkan sesuai apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Qashash [28]:84-85).
“Rumah
Keselamatan” (Kehidupan Surgawi)
Sehubungan
dengan ayat مَنۡ جَآءَ بِالۡحَسَنَۃِ فَلَہٗ
خَیۡرٌ مِّنۡہَا
-- “Barangsiapa berbuat hasanah
(ihsan/kebaikan) maka baginya ada balasan
yang lebih baik dari itu,” dalam
Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ
السَّلٰمِ ؕ وَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ اِلٰی
صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾ لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ ؕ وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ
قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ کَسَبُوا
السَّیِّاٰتِ جَزَآءُ سَیِّئَۃٍۭ بِمِثۡلِہَا ۙ وَ تَرۡہَقُہُمۡ ذِلَّۃٌ ؕ مَا لَہُمۡ مِّنَ
اللّٰہِ مِنۡ
عَاصِمٍ ۚ کَاَنَّمَاۤ اُغۡشِیَتۡ وُجُوۡہُہُمۡ قِطَعًا مِّنَ الَّیۡلِ مُظۡلِمًا ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ﴿﴾
Dan Allah menyeru manusia ke rumah keselamatan dan memberi
petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan
yang lurus. Bagi orang-orang yang berbuat ihsan ada balasan yang lebih baik serta tambahan-tambahan yang lain. Dan wajah mereka tidak akan ditutupi debu hitam dan
tidak pula kehinaan, mereka itu penghuni surga, mereka akan kekal
di dalamnya. Dan orang-orang
yang mengerjakan keburukan, balasan
kejahatan adalah setimpal dengan itu, dan kehinaan
akan menutupi mereka. Sekali-kali tidak
ada pelindung bagi mereka dari Allah, wajah mereka seolah-olah telah ditutupi dengan bagian-bagian malam yang gelap. Mereka itu penghuni Api, mereka kekal
di dalamnya. (Yunus [10]:26-28).
Kata salām
dalam ungkapan “dārus-salām - rumah keselamatan)” yakni “kehidupan surgawi” dalam ayat
وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ
السَّلٰمِ -- “Dan Allah
menyeru manusia ke rumah
keselamatan” berarti: keselamatan, keamanan, kekekalan atau kebebasan dari
kesalahan-kesalahan kekurangan-kekurangan cacat-cacat noda-noda
keburukan-keburukan; atau berarti pula: kedamaian, kepatuhan; surga. Salām
(As-Salām) adalah salah satu nama Sifat
Allah Swt. juga lihat
QS.59:23-25 (Lexicon Lane).
Makna Kata Ziyādah (Tambahan-tambahan) &
Sabda Nabi Besar Muhammad Saw. tentang Ihsān
Berhubung al-husna dalam ayat لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا
الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ -- “Bagi orang-orang yang berbuat ihsan ada balasan yang lebih baik serta tambahan-tambahan yang lain ” berarti kesudahan yang menggembirakan, kemenangan; kecerdasan
dan kegesitan, maka anak kalimat lilladziina ahsanul-husna (bagi
orang-orang yang berbuat ihsan ada balasan
yang lebih baik) berarti: (1) bahwa orang-orang beriman akan sampai kepada kesudahan yang menyenangkan; (2) bahwa mereka akan mencapai sukses dan (3) bahwa Allah Swt. . akan menjadikan mereka cerdas dan terampil.
Kata ziyādah (tambahan lebih banyak
lagi) mengandung arti bahwa orang-orang beriman akan mendapatkan Allah Swt. Sendiri sebagai ganjarannya, dan kata al-husna (yang berarti juga penglihatan kepada Tuhan) menguatkan
kesimpulan itu.
Surah
Yunus ayat 26-28 tersebut mengandung beberapa kebenaran yang penting:
(a) Di mana ganjaran kebaikan itu berlipat-ganda (lihat ayat sebelumnya), pembalasan terhadap keburukan itu hanya setimpal,
(b) mereka yang melanggar hukum-hukum
Tuhan, kehilangan dorongan untuk
mencapai cita-cita tinggi dan hasrat-hasrat
mulia dan hanya menjadi peniru
kelakuan orang-orang lain belaka, lalu mereka kehilangan segala prakarsa
dan tidak pernah bercita-cita untuk
menjadi pemimpin manusia.
(c) Sesudah demikian rupa jatuhnya dan memperoleh kemurkaan Tuhan, mereka kehilangan dan
terluput dari pertolongan Ilahi.
(d)
Ketidak-adilan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh pelaku-pelaku keburukan itu tak
mungkin tersembunyi untuk
selama-lamanya; cepat atau lambat akan terbuka
juga.
Ringkasnya,
hukum pembalasan dari Allah Swt. bekerja
dengan cara ini, yaitu untuk amal-amal yang baik ganjarannya beberapa kali lipat lebih besar,
sedangkan hukuman atas amal buruk kurang dari apa yang harus
diterima atas perbuatan orang yang berdosa
itu, atau paling banyak setimpal
dengan itu.
Sehubungan dengan ihsan, diriwayatkan dalam sebuah hadits tentang dialog antara Malaikat Jibril a.s. dengan Nabi Besar Muhammad saw. tentang
arti Islam, iman dan ihsan yang ditanyakan oleh Malaikat
Jibril a.s., dalam rangka memberikan pelajaran
agama kepada para sahabah r.a. yang hadir:
Dari Umar radhiallāhu ‘anhu dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi
Rasulullah Shallallāhu ’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak
padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami
yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan
kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallāhu ’alaihi wasallam)
seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah
Rasulullah Shallallāhu ’alaihi wasallam: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa
tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah)
selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ Anda benar“.
Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau
bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “Anda benar“. Kemudian dia
berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan
adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika
engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”.
Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau
bersabda: “Yang ditanya tidak lebih
tahu dari yang bertanya“. Dia
berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“,
beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau
melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya.“ Kemudian orang
itu berlalu dan aku berdiam sebentar, lalu beliau (Rasulullah) bertanya: “
Tahukah engkau siapa yang bertanya?” Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.“ Beliau bersabda: “
Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama
kalian “. (Riwayat Muslim).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 30 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar