Senin, 30 September 2013

Peringatan Allah Swt. Kepada Umat Islam & Pembelaan Allah Swt. dalam Al-Quran Mengenai Berbagai Fitnah Terhadap Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 34

  Peringatan Allah Swt. Kepada Umat Islam  & Pembelaan Allah Swt.  dalam Al-Quran Mengenai Berbagai  Fitnah  Terhadap Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  itikad sesat  lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya) dan cara-cara pendustaan serta penzaliman terhadap para Rasul Allah serta para pengikutnya tersebut, seakan-akan telah saling mewasiyatkan di antara mereka, sekali pun mereka itu dipisahkan oleh jarak waktu yang lama – termasuk di Akhir Zaman ini -- firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!”   Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:53-54).
  Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan dan berbagai fitnah yang dilancarkan terhadap  Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (rasul-rasul Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan tuduhan-tuduhan itu kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan itu, termasuk di Akhir Zaman ini kepada Rasul Akhir Zaman, firman-Nya: 
وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ﴿﴾ 
Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul.  (Al-Jin [71]:8).

Itikad Sesat lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya)
Yang Diwariskan Para Penentang Rasul Allah  dari Zaman ke Zaman

 Jadi, sejak  zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak mempercayai lagi kedatangan rasul mana pun sesudah beliau (QS.40:35), namun dalam kenyataannya Allah Swt. telah mengutus rangkaian kedatangan para Rasul Allah di kalangan Bani Israil mulai dari Nabi Musa a.s. sampai dengan pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,   firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya,   Kami  berikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan  Ruhulqudus.Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu  sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?   Dan mereka berkata:  Hati kami tertutup.” Tidak, bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani. (Al-Baqarah [2]:88-89).
       Pemahaman sesat yang sama -- lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya) -- terjadi pula di kalangan umumnya umat Islam (Bani Ismail) – yang merupakan “saudara Bani Israil” --  karena itu kemudaratan besar akibat mempercayai pemahaman sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya) berupa kutukan Allah Swt.” yang dialami oleh orang-orang kafir  dari kalangan Bani Israil, kini  sedang menimpa  umat Islam di berbagai wilayah dunia, terutama di kawasan Timur Tengah.
     Ketika di Akhir Zaman ini haq (kebenaran)  disampaikan Allah Swt. kepada mereka melalui Rasul Akhir Zaman yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., maka  alasan mereka  itu sama dengan perkataan   para pemuka kaum Yahudi: قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ --  Hati kami tertutup!  --  yaitu tertutup dengan  dengan faham sesat  Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya) – dan  jawaban Allah Swt. adalah sama juga:
بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ  
Tidak,  bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani” (Al-Baqarah [2]:88-89).

Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam

        Dalam firman-Nya berikut ini  -- yang secara khusus ditujukan kepada umat Islam sebagai peringatan -- dikatakan  mengenai  penyebab   orang-orang  akan “berwajah hitam”,  adalah   karena mereka itu   kafir setelah beriman, yakni mereka beriman (percaya) mengenai kedatangan Rasul Akhir Zaman, tetapi ketika  Rasul Allah yang ditunggu-tunggu kedatangannya  tersebut benar-benar datang  tiba-tiba mereka mendustakan dan menentangnya karena tidak sesuai dengan persepsi dan keinginan hawa-nafsu mereka, sebagaimana dikemukakan  firman-Nya dalam QS.2:88-89 sebelum ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ﴿۱۰۴﴾ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ      یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ  ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ  اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ  الۡاُمُوۡرُ  ﴿﴾٪
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri.  Dan  berpegangteguhlah ka-mu sekalian pada tali Allah,   janganlah kamu berpecah-belah,  dan  ingatlah akan nikmat Allah atasmu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu  Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkanmu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu mendapat petunjuk.  Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu   yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan,   menyuruh kepada yang makruf,  melarang dari berbuat munkar, dan mereka itulah orang-orang yang berhasil.   Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang  berpecah belah dan berselisih sesudah bukti-bukti yang jelas datang kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang  yang baginya  ada azab yang besar.   Pada hari  ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya   menjadi hitam.  Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu."   Dan  ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal  di dalamnya.  Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq,  dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman  atas seluruh alam.   Dan  milik Allah-lah apa pun  yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan.  (Āli ‘Imran [3]:103-110).
      Bahwa firman Allah Swt. tersebut merupakan peringatan khusus terhadap umat Islam – khususnya di Akhir Zaman ini – dibuktikan oleh  ayat selanjutnya mengenai tujuan Allah Swt. membangkitkan umat Islam melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya: 
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ  الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia,  kamu menyuruh ber-buat makruf, melarang dari berbuat munkar, dan beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan mereka orang-orang fasik(Āli ‘Imran [3]:103-110).
      Ayat ini bukan saja mencanangkan bahwa kaum Muslimin itu kaum  yang terbaik — sungguh suatu proklamasi besar — melainkan menyebutkan pula sebab-sebabnya: (1) Mereka telah dibangkitkan untuk kepentingan umat manusia seluruhnya; (2) telah menjadi kewajiban mereka menganjurkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan serta beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemuliaan kaum Muslimin bergantung pada dan ditentukan oleh kedua syarat itu. 

Kesedihan Hati Rasul Akhir Zaman

      Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. dalam Surah  Shād ayat 30 yang menjadi pokok pembahasan mengenai berbagai keberkatan Kitab suci Al-Quran, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
کِتٰبٌ  اَنۡزَلۡنٰہُ  اِلَیۡکَ مُبٰرَکٌ  لِّیَدَّبَّرُوۡۤا اٰیٰتِہٖ وَ  لِیَتَذَکَّرَ  اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿ ﴾
Al-Quran ini Kitab  penuh berkat  yang Kami telah menurunkannya  kepada engkau, supaya mereka dapat merenungkan ayat-ayatnya, dan supaya orang-orang yang berakal mendapat nasihat. (Ash-Shād [38]:30).
      Tetapi benar jugalah  firman Allah Swt. mengenai kesedihan yang dirasakan oleh Rasul Akhir Zaman – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – ketika menyaksikan keadaan umumnya umat Islam di Akhir Zaman ini  telah memperlakukan Al-Quran sebagai sesuatu  yang telah ditinggalkan, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.” Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Tuhan engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32).
   Ayat 31  dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
     Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.   yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh  di Akhir Zaman  sekarang inilah saat yang dimaksudkan dalam  firman Allah Swt. yang diwahyukan  lebih 14 abad yang lalu tersebut, sebab   firman Allah Swt. itu tidak bisa dinisbahkan kepada masa  Nabi Besar Muhammad saw.  yang penuh berkat atau pun kepada  masa pada masa Khulafatur  Rasyidin.
         Dalam beberapa ayat sebelum Surah Shād ayat 30,  mulai  ayat 22 sampai ayat 27 Allah Swt. menerangkan  pengalaman Nabi Daud a.s. menghadapi dua orang yang bermaksud membunuh beliau dengan cara memanjat dinding   mihrab beliau, namun ketika maksud buruk kedua orang tersebut diketahui Nabi Daud a.s., maka keduanya segera berpura-pura seakan-akan sebagai  dua orang yang bermaksud meminta pertimbangan hukum atas kasus  persengketaan dusta  yang mereka alami mengenai domba betina, padahal  maksudnya adalah  menyindir bahwa Nabi Daud a.s. adalah seorang penguasa yang zalim dan rakus akan kekuasaan. Bandingkan kisah dalam Al-Quran tersebut dengan   kisah dalam Bible (II Samuel 12:1-25) tentang Natan, yang lebih diagung-agungkan Bible daripada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s..

Pembelaan Allah Swt. dalam Al-Quran Mengenai
Kesucian Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.

        Kisah tentang Nabi Daud a.s. tersebut dalam Surah Shād ayat 31 dilanjutkan lagi, sebagai pembelaan Allah Swt. kepada Nabi Daud a.s.  mengenai ketidak-benaran tuduhan  kedua orang yang bermaksud membunuh beliau tersebut, firman-Nya:
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ  سُلَیۡمٰنَ ؕ نِعۡمَ  الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ  اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾  اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾  فَقَالَ  اِنِّیۡۤ  اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ  رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾  رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman, seorang hamba yang sangat baik, sesungguhnya ia selalu kembali kepada Kami.   Ketika dihadapkan kepadanya kuda-kuda yang terbaik pada petang hari  maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena mengingatkan kepada Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di belakang tabir, ia berkata: Bawalah kembali kuda-kuda itu kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap kaki dan leher kuda-kuda itu. (Ash-Shād [38]:31-34).
   Shāfināt (kuda-kuda yang terbaik) ialah jamak dari shafinah, bentuk muannats dari shafin, yang berarti seekor kuda yang berdiri atas tiga kaki dan pada ujung kuku kaki keempatnya. Berdiri dengan sikap demikian dianggap ciri khas kuda Arab yang dipandang sebagai keturunan kuda terbaik. Jiyād (kuda-kuda yang larinya cepat) itu jamak dari jawād, dan ungkapan farasun jawādun berarti seekor kuda yang larinya kencang (Lexicon Lane).

Pasukan Angkatan Perang  Nabi Sulaiman a.s.

Allah Swt. menganugerahkan kepada Nabi Sulaiman a.s. kekuasaan dan keka-yaan. Beliau memerintah kerajaan Bani Israil yang luas, yang beliau warisi dari Nabi Daud a.s., dan oleh karena itu beliau terpaksa harus mempunyai angkatan perang yang kuat. Tentu saja beliau mempunyai kesukaan yang sangat akan kuda keturunan yang baik, sebab pasukan berkuda (pasukan kavaleri) merupakan satu sayap yang kuat bagi angkatan perang beliau.
  Kegemaran Nabi Sulaiman a.s. akan kuda, bukan seperti kesukaan seorang pencandu berpacu kuda atau seorang peternak kuda profesional. Kegemaran itu timbul hanya karena kecintaan beliau kepada Khaliq-nya, karena kuda-kuda dipakai  beliau untuk berperang di jalan Allah.
    Itulah makna ucapan  Nabi Sulaiman a.s.  اِنِّیۡۤ  اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ  رَبِّیۡ  – “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena meng-ingatkan kepada Tuhan-ku. Nampaknya Nabi Sulaiman a.s. sedang menyaksikan suatu pawai berkuda dan guna memperlihatkan kekaguman akan kuda-kuda beliau, maka beliau mengusap-usap leher dan kaki kuda-kuda itu.
  Dalam Surah Sabā dijelaskan mengenai  perjalanan Nabi Sulaiman a.s. bersama  pasukan  perangnya menuju perbatasan dengan wilayah kerajaan Ratu Saba, untuk menghentikan tindakan-tindakan infiltrasi  (penyusupan)  yang dilakukan tentara kerajaan Saba ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman a.s., yang diumpamaakan sebagai “kambing suatu kaum yang memasuki kebun”, firman-Nya:
وَ دَاوٗدَ  وَ سُلَیۡمٰنَ  اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ  اِذۡ  نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ  الۡقَوۡمِ ۚ وَ کُنَّا  لِحُکۡمِہِمۡ  شٰہِدِیۡنَ﴿٭ۙ﴾
Dan ingatlah Daud dan Sulaiman ketika mereka berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di dalamnya, dan Kami menjadi saksi atas benarnya keputusan mereka. (Al-Anbiya [21]:79).
       Sebelum membahas masalah ayat-ayat ini, terlebih dulu perlu diketahui bahwa walau pun Bible dan Al-Quran sama-sama membahas masalah kenabian mulai  dari Nabi Adam a.s. sampai dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – termasuk di dalamnya kisah Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. –  tetapi nampak dengan jelas bahwa kesan yang timbul setelah membaca kisah-kisah para Rasul Allah dalam kedua  Kitab suci tersebut sangat berbeda.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  27 September    2013