Minggu, 06 Juli 2014

Tiga Babak Kekalahan Fir'aun Menghadapi Nabi Musa a.s. & Pengaruh Menakjubkan "Sihir" Ahli-ahli Sihir Fir'aun dan "Syair" Ahli-ahli Syair Bangsa Arab Jahiliyah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   256

Tiga Babak Kekalahan Fir’aun Menghadapi Nabi Musa a.s. & Pengaruh Menakjubkan    Sihir   Ahli-ahli Sihir Fir’aun    dan  Syair  Ahli-ahli Syair Bangsa Arab Jahiliyah

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam  akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai makna ayat  فَاِذَا  ہِیَ تَلۡقَفُ  مَا  یَاۡفِکُوۡنَ    -- “Maka tiba-tiba tongkat itu nampak seperti menelan  apa yang   dibuat-buat mereka.   فَوَقَعَ الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- maka tegaklah yang benar dan lenyaplah yang telah mereka kerjakan.” Yakni bukan “ular” yang terbuat dari tongkat itu, melainkan tongkat itu sendiri yang menggagalkan daya sihir tukang-tukang sihir  Fir’aun,  firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنۡ اَلۡقِ عَصَاکَ ۚ فَاِذَا  ہِیَ تَلۡقَفُ  مَا  یَاۡفِکُوۡنَ ﴿﴾ۚ  فَوَقَعَ الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ  فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ اُلۡقِیَ  السَّحَرَۃُ  سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ  قَالُوۡۤا  اٰمَنَّا  بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ  رَبِّ  مُوۡسٰی  وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami mewahyukan kepada Musa:  Lemparkanlah tongkat engkau!” Maka tiba-tiba tongkat itu nampak seperti menelan  apa yang   dibuat-buat mereka. Maka tegaklah yang benar dan lenyaplah yang telah mereka kerjakan.  Lalu  mereka dikalahkan di situ dan kembalilah mereka dalam keadaan terhina.   Dan   tukang-tukang sihir itu jatuh bersujud.   Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam.     Rabb (Tuhan) Musa dan Harun.”  (Al-‘Arāf [7]:118-123).
       Tongkat Nabi Musa a.s.  yang diberi daya oleh kekuatan ruhani seorang Nabi Besar dan dilemparkan atas perintah Allah, menyingkap kedok penipuan yang telah dilakukan mereka atas penonton-penonton dan menghancurkan berkeping-keping barang-barang -- yang dengan kekuatan sihir mereka -- telah menyebabkan penonton-penonton menyangka ular-ular sungguhan.
       Kalimat “tongkat itu menelan apa-apa yang disihir mereka” maksudnya adalah bahwa  tongkat itu segera menyingkapkan tabir tipu-daya  yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir itu. تَلۡقَفُ -- “menelan” mengandung arti “membinasakan pengaruh atau meniadakan kesan yang ditimbulkan oleh sesuatu.”
         Ayat  فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ  -- “Lalu  mereka dikalahkan di situ dan kembalilah mereka dalam keadaan terhina,   mengisyaratkan kepada Fir’aun dan pemuka-pemukanya dan bukan kepada tukang-tukang sihir. Adapun ihwal tukang-tukang sihir diterangkan di dalam ayat berikutnya. Kata “terhina” tidak boleh ditujukan kepada orang-orang yang memperlihatkan rasa hormat demikian rupa terhadap kebenaran  -- yakni tukang-tukang sihir -- sehingga menerima kebenaran itu tanpa menanti keputusan Fir’aun atas hal itu.
      Dengan demikian artinya ialah, mereka (Fir’aun dan pemuka-pemukanya) yang beberapa saat sebelumnya telah datang ke tempat pertarungan dengan sikap sombong lagi angkuh dan merasa yakin akan menang, sekarang pulang dengan perasaan terhina dan kecewa.

Tiga Babak Kekalahan Fir’aun dan Rezimnya

       Ada pelajaran yang dapat diambil dari “duel” antara haq (kebenaran) yang diwakili oleh mukjizat tongkat Nabi Musa a.s. dengan kebathilan (kedustaan) Fir’aun dan dinastinya atau rezimnya,  yang diwakili oleh kekuatan sihir para ahli sihir terbaik yang dikumpulkannya, yang merupakan babak kedua dari tiga babak kakalahan Fir’aun,  yang berakhir dengan ditenggelamkannya mereka oleh Allah Swt. di dalam lautan ketika – karena ketakaburan dan kezalimannya -- mereka tidak mau mengakui keunggulan haq (kebenaran) sekali pun sangat nyata.
       Kekalahan babak pertama Fir’aun adalah  ketika terjadi   dialog atau perdebatan antara Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun masalah Tauhid Ilahi atau masalah Ketuhanan (QS.26:11-34).
       Kekalahan babak kedua Fir’aun adalah ketika tulang-tukang sihir yang sangat diandalkannya akan dapat mengalahkan Nabi Musa a.s. tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, yakni mereka beriman kepada Nabi Musa a.s. tanpa mengindahkan ancaman mengerikan Fir'aun kepada mereka (QS.26:35:52).
     Kekalahan babak ketiga Fir’aun adalah ketika ia dan pasukannya melakukan pengejaran terhadap Nabi Musa a.s.,  Nabi Harun a.s. dan Bani Israil yang atas perintah Allah Swt.  agar  pada malam hari  mereka harus segera hijrah (keluar) dari Mesir,  lalu   Fir’aun  dan pasukannya mengejar mereka guna  benar-benar menghabisi Nabi Musa a.s. dan Bani Israil, terjadi sebaliknya, yakni Fir’aun dan pasukannya yang ditenggelamkan Allah Swt. di lautan.  (QS.36:53-68).
       Kekalahan babak kedua Fir’aun telah dijelaskan dalam beberapa Bab sebelumnya -- yakni berupa  berimannya ahli-ahli sihir Fir’aun kepada Nabi Musa a.s. tanpa menghiraukan ancaman mengerikan Fir’aun kepada mereka -- --  selanjutnya akan  dijelaskan  mengenai  kekalahan babak pertama Fir’aun ketika dialog atau berdebat  dengan Nabi Musa a.s. tentang Tauhid Ilahi atau Ketuhanan, yang pada hakikatnya merupakan tugas utama seluruh misi pengutusan para  rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw., sebab beliau saw. satu-satunya rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29).

Persamaan Kemampuan Ahli-ahli  Syair di Zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan Ahli-ahli Sihir Fir’aun 

        Sumber penjelasan mengenai   kekalahan  Fir’aun  pada babak pertama yang akan dikemukakan  adalah  berdasarkan Surah Asy-Syu’arā ­,    yang artinya ahli-ahli syair,  karena kemampuan  Asy-Syu’arā (ahli-ahli syair)   yang dihadapi oleh Nabi Besar Muhammad saw.   – yang merupakan misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:18; QS.46:11) --  memiliki kemiripan   dengan  as-sāhir (ahli-ahli sihir)  yang dihadapi oleh Nabi Musa a.s.,  yaitu mereka mampu “menyihir   orang-orang lain dengan kemampuan atau keahlian mereka masing-masing.
       Dalam  salah satu Bab sebelum ini telah dikemukakan mengenai arti kata sihr (sihr) yakni sihr berarti: akal licik, dursila; sihir; mengadakan apa-apa yang palsu dalam bentuk kebenaran; setiap kejadian yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan disangka lain dari kenyataannya (Lexicon Lane).  Jadi setiap kepalsuan, penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari penglihatan orang, adalah termasuk sihir juga.
 Tetapi  Kata sāhir tidak selamanya harus diartikan tukang sihir, kata itu pun berarti orang yang mempunyai daya pikat; orang yang terampil dan cerdas; orang yang sanggup membuat orang lain melihat sesuatu benda nampak lain dari keadaan yang sebenarnya; penipu, penyihir mata atau perayu, dan lain-lain (Lexicon Lane).
  Diceritakan bahwa dalam melakukan peperangan antar  qabilah bangsa Arab di masa jahiliyah,  mereka itu senantiasa  mengikut-sertakan  para ahli syair mereka untuk mengobarkan semangat juang pasukan mereka dalam menghadapi lawan mereka dengan syair-syair yang mereka gubah untuk keperluan tersebut.
 Berikut adalah "copas" salah satu artikel sebagai contoh kepiawaian bangsa Arab jahiliyah dalam menggubah syair atau sebagai orator (ahli pidato), salah satunya adalah Aktsam bin Shaifi:   Aktsam bin Shaifi dikenal sebagai orator bangsa Arab Jahiliyyah yang paling bijak, ia juga dikenal sebagai seorang yang paling mengetahui silsilah keturunan bangsa Arab. Di dalam orasinya ia banyak menyisipkan kata-kata hikmah dan peribahasa. Pendapat yang dikeluarkan selalu tepat dan argumentasinya kuat. Selain dikenal sebagai seorang orator yang ulung, ia juga sebagai hakim yang dihormati dan disegani….
         Aktsam bin Shaifi memiliki kedudukan yang tinggi disisi kaumnya dan termasuk tokoh pemimpin yang dimuliakan, dan juga penguasa pembesar di kalangan mereka. Sangat sedikit pada masanya, orator yang dapat menandinginya dalam keluasan pengetahuan di bidang silsilah keturunan bangsa Arab, dalam penciptaan pribahasa, dan kata-kata hikmah, juga dalam memecahkan berbagai permasalahan, dan dalam keluhuran pemikirannya.
       Aktsam bin Shaifi merupakan ketua dari para orator yang diutus oleh Raja Nu’man untuk menghadap Raja Kisra, Persia. Raja Kisra sangat kagum terhadap Aksam, sehingga ia menyatakan: “Seandainya bangsa Arab tidak memiliki lagi orator seperti engkau, engkau sendiri pun sudah cukup”.
       Aktsam bin Shaifi memiliki usia yang panjang, ia sempat mengalami masa diutusnya Nabi Muhammad Saw.. Ketika ia mendapat berita mengenai di utusnya Nabi Muhammad Saw., ia mengumpulkan kaumnya dan mengajak mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad Saw..
       Di dalam pidato-pidatonya, Aktsam jarang menggunakan kata-kata majaz, kalimat-kalimat pidatonya begitu ringkas, padat, merdu, dan mengandung makna yang luas. Pidato-pidatonya juga banyak dihiasi dengan kata-kata mutiara dan pribahasa. Ungkapan orasinya tidak begitu mementingkan persajakan (rima), tetapi lebih cenderung untuk memuaskan pendengarnya dengan argumentasi yang baik  dan bukti. Dia menyandarkan orasinya pada kekuatan pengaruh dan kesan yang ditimbulkan dari kepiawaiannya dalam berorasi. Di bawah ini adalah salah satu contoh orasinya (pidato) yang disampaikan dihadapan Raja Kisra, Persia: 
“إن أفضل الأشياء أعاليها, وأعلى الرجال ملوكم, وأفضل الملوك أعمها نفعا, وخير الأزمنة أخصبها, وأفضل الخطباء أصدقها, الصدق منجاة, والكذب مهواة, والشرّ لجاجة, الحزم مركب صعب, والعجز مركب وطئو آفة الرأى الهوى, والعجز مفتاح الفقر, وخير الأمور الصبر, وحسن الظن ورطة, وسوء الظن عصمة, إصلاح فساد الرعية خير من إصلاح فساد الرأعى, من فسدت بطانته كان كالغاص بالماء, شرّ البلاد بلاد لا أمير بها, شرّ الملوك من خافه البرئ, المرء يعجز لا المحالة. أفضل الأولاد البررة, خير الأعوان من لم يراء بالنصيحة, أحق الجنود بالنصر من حسنت سريرته, بكفيك من الزاد ما بلغك المحل, حسبك من شر سماعه, الصمت حكم وقليل فاعله, البلاغة الإيجاز, من شدد نفر, ومن تراخى تألف”
“Sesungguhnya, seutama-utamanya sesuatu adalah yang paling tinggi. Setinggi-tinggi orang adalah raja mereka. Seutama-utama raja adalah yang paling merata kemamfaatannya. Sebaik-baik masa adalah masa yang paling subur (jaya). Seutama-utama orator adalah orator yang paling jujur. Kejujuran adalah penyelamat. Kedustaan adalah lembah kehancuran. Kejahatan adalah berlarutnya pertikaian. Tekad kuat adalah kendaraan yang paling sulit dinaiki. Kelemahan adalah kendaraan yang paling mudah dinaiki. Penyakit berpikir adalah hawa nafsu. Kelemahan adalah kunci kefakiran. Sebaik-baik perkara adalah kesabaran. Baik sangka adalah sesuatu yang menyulitkan. Buruk sangka adalah suatu perlindungan. Memperbaiki kerusakan rakyat lebih baik daripada memperbaiki kerusakan penguasa. Barang siapa yang rusak kawan-kawan dan kroni-kroninya, bagaikan tenggelam dalam air. Seburuk-buruk negeri adalah negeri yang tidak memiliki pemimpin. Sejahat-jahat raja adalah raja adalah raja yang ditakui oleh orang-orang bersih. Seorang akan menjadi lemah jika tidak memiliki usaha. Sebaik-baik pembantu adalah orang yang tidak menentang nasihat. Sebaik-baik tentara yang berhak mendapatkan kemenangan adalah tentara yang baik intusi perangnya. Cukuplah bekal buatmu, yang dapat menghantarkan sampai ke tempat tujuan. Cukuplah kejahatan itu, kamu mendengarnya saja. Balaghah adalah ijaz (kata ringkas dan padat makna). Barang siapa yang kasar akan dijauhi orang, dan barang siapa yang ramah akan didekati orang”.

Kehebatan  Syair-syair Bangsa Arab Jahiliyah    

  Di zaman Nabi Besar Muhammad saw.   – yang merupakan misal Nabi Musa a.s. (QS.1:18; QS.26:193-198;QS.46:11; QS.73:16-17)  -- beliau saw. selain harus menghadapi  duplikat Fir’aun dalam hal ketakaburan, kekejaman dan kelicikan, yakni Abu Jahal dan 8 orang pemuka kaum kafir Quraisy  lainnya termasuk Abu Lahab (QS.27:49) --  juga beliau saw. harus menghadapi para ahli sya’ir bangsa Arab yang sangat terkenal  syair-syair mereka  memiliki kemampuan untuk “menyihir orang-orang yang mendengarkan lantunan  syair-syair yang mereka bacakan, karena itu  para ahli syair tersebut memiliki kedudukan yang  sangat terhormat di kalangan bangsa Arab jahiliyah.
 Salah seorang di antara  mereka  adalah Walid bin Mughirah  yang sangat terkenal kalangan kaum kafir Mekkah,    berikut firman Allah Swt. mengenai ketakaburan Walid bin Mughirah   mengenai ayat-ayat Al-Quran:
ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا ﴿ۙ﴾  وَّ  جَعَلۡتُ لَہٗ  مَالًا  مَّمۡدُوۡدًا ﴿ۙ﴾  وَّ  بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا ﴿ۙ﴾ وَّ  مَہَّدۡتُّ لَہٗ  تَمۡہِیۡدًا ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  یَطۡمَعُ  اَنۡ  اَزِیۡدَ ﴿٭ۙ﴾  کَلَّا ؕ اِنَّہٗ  کَانَ  لِاٰیٰتِنَا عَنِیۡدًا ﴿ؕ﴾ سَاُرۡہِقُہٗ  صَعُوۡدًا ﴿ؕ﴾  اِنَّہٗ  فَکَّرَ  وَ  قَدَّرَ ﴿ۙ﴾  فَقُتِلَ  کَیۡفَ قَدَّرَ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  قُتِلَ  کَیۡفَ قَدَّرَ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ  نَظَرَ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  عَبَسَ  وَ  بَسَرَ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  اَدۡبَرَ  وَ  اسۡتَکۡبَرَ ﴿ۙ﴾  فَقَالَ  اِنۡ  ہٰذَاۤ  اِلَّا  سِحۡرٌ  یُّؤۡثَرُ﴿ۙ﴾  اِنۡ  ہٰذَاۤ  اِلَّا  قَوۡلُ الۡبَشَرِ﴿ؕ﴾  سَاُصۡلِیۡہِ سَقَرَ ﴿﴾
Biarkanlah Aku berurusan dengan orang yang telah Aku ciptakan Sendiri.   Dan Aku menjadikan baginya harta berlimpah-limpah,  dan anak-anak yang hadir bersamanya, dan Aku lapangkan rezeki baginya selapang-lapangnya,   kemudian ia ingin sekali   supaya Aku menambahnya.  Sekali-kali tidak! Sesungguhnya  dia selalu menentang Tanda-tanda Kami.  Segera Aku akan menimpakan kepadanya azab yang terus meningkat. Sesungguhnya  ia memikirkan dan menetapkan. Maka kebinasaan menyergapnya. Bagaimana ia telah menetapkan? Kemudian kebinasaan menyergapnya lagi. Bagaimana ia telah menetapkan? Kemudian ia memandang,  kemudian ia bermasam muka dan merengut,  kemudian ia berpaling dan menyombongkan diri,  lalu ia berkata:  Tidaklah Al-Quran ini melainkan sihir yang diwariskan!   Al-Quran ini tidak lain melainkan perkataan manusia!”  Segera Aku memasukkannya ke neraka  Saqar. (Al-Muddatstsīr [74]:12-27).
   Kata-kata ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا   selain  berarti  “Biarlah Aku berurusan dengan orang yang telah Aku ciptakan Sendiri”  juga berarti  Biarlah Aku berurusan dengan dia yang karena kekayaan besar, kekuasaan, dan kedudukannya yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, menganggap dirinya sendiri tiada tara bandingannya di tengah-tengah sesama bangsanya,” sebab wahid berarti pula unik (mandiri), tanpa bandingan (Lexicon Lane).

Ketakaburan Walid bin Mughirah & Kehinaan yang Terus menerus Menimpa Walid bin Mughirah

        Meskipun ayat 12 ini dan beberapa ayat berikutnya berlaku bagi setiap orang kafir yang congkak dan sombong, ayat-ayat itu teristimewa berlaku bagi Walid bin Mughirah, yang adalah seorang pribadi terkemuka di antara kaum Quraisy, dan dikenal di antara sesama warga kota dengan gelar-gelar yang sangat terhormat seperti “unik” dan “semerbak ganda kaum Quraisy.” Ia sangat tampan dan terkenal karena syair-syairnya yang indah dan karena karya-karya lainnya. la berputra sepuluh sampai tiga belas orang dan ia kaya-raya.
   Ayat  وَّ  بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا  -- “dan anak-anak yang hadir bersamanya,”   dapat berarti bahwa anak-anak Walid bin Mughirah  pun berwibawa seperti dia. Mereka pun ditawari tempat terhormat dalam majlis-majlis yang dihadirinya. Atau, Walid bin Mughirah itu begitu kaya sehingga anak-anaknya senantiasa berkumpul bersama dia tanpa perlu ke mana-mana mencari nafkah.
  Kata  kallā   dalam ayat  کَلَّا ؕ اِنَّہٗ  کَانَ  لِاٰیٰتِنَا عَنِیۡدًا  -- “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya  dia selalu menentang Tanda-tanda Kami.dipakai untuk menolak permohonan seseorang dan memarahinya karena mengajukan permohonan itu (Lexicon Lane).
  Isyarat ayat فَقُتِلَ  کَیۡفَ قَدَّرَ  -- “maka  kebinasaan menyergapnya” ini pada khususnya tertuju kepada Walid bin Mughirah. Kehancuran terus membuntuti langkahnya. Tiga putranya – Walid, Khalid bin Walid dan Hisyam masuk Islam -- dan ketiganya  menjadi para pembela Nabi Besar Muhammad saw., terutama Khalid bin Walid yang kemudian terkenal dengan  gelar Syaifullah (pedang Allah) --   sedang lain-lainnya binasa di hadapan mata kepala Walid bin Mughirah sendiri. Ia menderita kerugian berat dalam bidang keuangan dan akhirnya ia mati dalam kemiskinan dan kehinaan.
 Makna ayat   ثُمَّ  عَبَسَ  وَ  بَسَرَ -- “kemudian ia bermasam muka dan merengut”, yakni ketika Al-Quran dibacakan kepadanya,  Walid bin Mughirah  mengerutkan dahi dan merengut saking bencinya, dan berlalu sambil marah-marah bukan alang kepalang sebagaimana diterangkan oleh ayat-ayat selanjutnya:
ثُمَّ  اَدۡبَرَ  وَ  اسۡتَکۡبَرَ ﴿ۙ﴾  فَقَالَ  اِنۡ  ہٰذَاۤ  اِلَّا  سِحۡرٌ  یُّؤۡثَرُ﴿ۙ﴾  اِنۡ  ہٰذَاۤ  اِلَّا  قَوۡلُ الۡبَشَرِ﴿ؕ﴾  سَاُصۡلِیۡہِ سَقَرَ ﴿﴾
kemudian ia berpaling dan menyombongkan diri,  lalu ia berkata:  Tidaklah Al-Quran ini melainkan sihir yang diwariskan!   Al-Quran ini tidak lain mela-inkan perkataan manusia!” Segera Aku memasukkannya ke neraka  Saqar. (Al-Muddatstsīr [74]:24-27).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  13 Juni    2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar