بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 256
Tiga Babak Kekalahan Fir’aun Menghadapi Nabi
Musa a.s. & Pengaruh Menakjubkan Sihir
Ahli-ahli
Sihir Fir’aun dan Syair
Ahli-ahli Syair Bangsa Arab
Jahiliyah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna
ayat فَاِذَا ہِیَ تَلۡقَفُ
مَا یَاۡفِکُوۡنَ
-- “Maka tiba-tiba tongkat
itu nampak seperti menelan
apa yang dibuat-buat mereka.
فَوَقَعَ
الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- maka tegaklah yang
benar dan lenyaplah yang telah
mereka kerjakan.” Yakni bukan “ular” yang terbuat dari tongkat itu, melainkan tongkat itu sendiri yang menggagalkan daya sihir tukang-tukang sihir Fir’aun, firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ
اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنۡ اَلۡقِ عَصَاکَ ۚ فَاِذَا ہِیَ تَلۡقَفُ
مَا یَاۡفِکُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَوَقَعَ الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اُلۡقِیَ السَّحَرَۃُ
سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ قَالُوۡۤا اٰمَنَّا
بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ رَبِّ مُوۡسٰی
وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
mewahyukan kepada Musa: ”Lemparkanlah tongkat engkau!” Maka tiba-tiba tongkat itu nampak seperti menelan
apa yang dibuat-buat mereka. Maka tegaklah yang benar dan lenyaplah
yang telah mereka kerjakan.
Lalu mereka dikalahkan di situ dan kembalilah
mereka dalam keadaan terhina.
Dan tukang-tukang
sihir itu jatuh bersujud. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam. Rabb (Tuhan) Musa
dan Harun.” (Al-‘Arāf [7]:118-123).
Tongkat Nabi Musa a.s.
yang diberi daya oleh kekuatan ruhani seorang Nabi Besar dan dilemparkan atas perintah Allah, menyingkap kedok penipuan yang telah dilakukan
mereka atas penonton-penonton dan menghancurkan berkeping-keping barang-barang
-- yang dengan kekuatan sihir mereka
-- telah menyebabkan penonton-penonton menyangka ular-ular sungguhan.
Kalimat “tongkat itu menelan apa-apa yang
disihir mereka” maksudnya adalah bahwa
tongkat itu segera
menyingkapkan tabir tipu-daya yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir itu. تَلۡقَفُ -- “menelan” mengandung arti “membinasakan pengaruh atau meniadakan
kesan yang ditimbulkan oleh sesuatu.”
Ayat فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ
انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ -- “Lalu
mereka dikalahkan di situ dan
kembalilah mereka dalam keadaan terhina,” mengisyaratkan kepada Fir’aun dan pemuka-pemukanya
dan bukan kepada tukang-tukang sihir.
Adapun ihwal tukang-tukang sihir
diterangkan di dalam ayat berikutnya. Kata “terhina” tidak boleh
ditujukan kepada orang-orang yang memperlihatkan rasa hormat demikian rupa terhadap kebenaran -- yakni tukang-tukang sihir -- sehingga menerima kebenaran itu tanpa menanti keputusan Fir’aun atas hal itu.
Dengan demikian artinya ialah, mereka
(Fir’aun dan pemuka-pemukanya) yang beberapa saat sebelumnya telah datang ke tempat
pertarungan dengan sikap sombong lagi angkuh dan merasa yakin akan
menang, sekarang pulang dengan perasaan
terhina dan kecewa.
Tiga Babak Kekalahan Fir’aun dan Rezimnya
Ada pelajaran
yang dapat diambil dari “duel” antara
haq (kebenaran) yang diwakili oleh mukjizat tongkat Nabi Musa a.s. dengan kebathilan (kedustaan) Fir’aun dan dinastinya atau rezimnya,
yang diwakili oleh kekuatan sihir para ahli sihir terbaik yang dikumpulkannya,
yang merupakan babak kedua dari tiga babak kakalahan Fir’aun, yang
berakhir dengan ditenggelamkannya
mereka oleh Allah Swt. di dalam lautan
ketika – karena ketakaburan dan kezalimannya -- mereka tidak mau
mengakui keunggulan haq (kebenaran)
sekali pun sangat nyata.
Kekalahan
babak pertama Fir’aun adalah ketika terjadi dialog atau perdebatan
antara Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun
masalah Tauhid Ilahi atau masalah
Ketuhanan (QS.26:11-34).
Kekalahan
babak kedua Fir’aun adalah ketika tulang-tukang sihir yang sangat
diandalkannya akan dapat mengalahkan
Nabi Musa a.s. tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, yakni mereka beriman kepada Nabi Musa a.s. tanpa mengindahkan ancaman mengerikan Fir'aun kepada mereka (QS.26:35:52).
Kekalahan
babak ketiga Fir’aun adalah ketika ia
dan pasukannya melakukan pengejaran terhadap Nabi Musa a.s., Nabi Harun a.s. dan Bani Israil yang atas perintah
Allah Swt. agar pada malam
hari mereka harus segera hijrah (keluar) dari Mesir, lalu
Fir’aun dan pasukannya mengejar
mereka guna benar-benar menghabisi Nabi Musa a.s. dan Bani
Israil, terjadi sebaliknya, yakni Fir’aun dan pasukannya yang ditenggelamkan Allah Swt. di
lautan. (QS.36:53-68).
Kekalahan babak
kedua Fir’aun telah dijelaskan dalam beberapa Bab sebelumnya -- yakni
berupa berimannya ahli-ahli sihir Fir’aun kepada Nabi Musa a.s. tanpa
menghiraukan ancaman mengerikan
Fir’aun kepada mereka -- -- selanjutnya
akan dijelaskan mengenai
kekalahan babak pertama
Fir’aun ketika dialog atau berdebat
dengan Nabi Musa a.s. tentang Tauhid
Ilahi atau Ketuhanan, yang pada
hakikatnya merupakan tugas utama
seluruh misi pengutusan para rasul
Allah, terutama Nabi Besar Muhammad
saw., sebab beliau saw. satu-satunya rasul
Allah yang diutus untuk seluruh umat
manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29).
Persamaan Kemampuan Ahli-ahli
Syair di Zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan Ahli-ahli Sihir Fir’aun
Sumber penjelasan mengenai kekalahan
Fir’aun pada babak
pertama yang akan dikemukakan adalah
berdasarkan Surah Asy-Syu’arā , yang artinya ahli-ahli syair, karena kemampuan Asy-Syu’arā
(ahli-ahli syair) yang dihadapi oleh
Nabi Besar Muhammad saw. – yang merupakan misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:18; QS.46:11) -- memiliki kemiripan dengan
as-sāhir
(ahli-ahli sihir) yang dihadapi oleh
Nabi Musa a.s., yaitu mereka mampu “menyihir” orang-orang lain dengan kemampuan atau keahlian
mereka masing-masing.
Dalam
salah satu Bab sebelum ini telah dikemukakan mengenai arti kata sihr (sihr) yakni sihr berarti:
akal licik, dursila; sihir; mengadakan apa-apa yang palsu dalam bentuk kebenaran;
setiap kejadian yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan disangka lain dari kenyataannya (Lexicon Lane). Jadi
setiap kepalsuan, penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari penglihatan orang, adalah termasuk sihir juga.
Tetapi Kata sāhir tidak selamanya harus
diartikan tukang sihir, kata itu pun
berarti orang yang mempunyai daya pikat;
orang yang terampil dan cerdas; orang yang sanggup membuat orang
lain melihat sesuatu benda nampak lain dari keadaan yang sebenarnya;
penipu, penyihir mata atau perayu, dan lain-lain (Lexicon Lane).
Diceritakan bahwa dalam melakukan peperangan antar qabilah
bangsa Arab di masa jahiliyah, mereka itu senantiasa mengikut-sertakan para ahli
syair mereka untuk mengobarkan
semangat juang pasukan mereka dalam menghadapi lawan mereka dengan
syair-syair yang mereka gubah untuk keperluan tersebut.
Berikut adalah "copas" salah satu artikel sebagai contoh kepiawaian bangsa Arab jahiliyah dalam menggubah syair atau sebagai orator (ahli pidato), salah satunya adalah Aktsam bin Shaifi: “Aktsam bin Shaifi dikenal sebagai
orator bangsa Arab Jahiliyyah yang
paling bijak, ia juga dikenal sebagai
seorang yang paling mengetahui silsilah
keturunan bangsa Arab. Di dalam orasinya
ia banyak menyisipkan kata-kata hikmah
dan peribahasa. Pendapat yang
dikeluarkan selalu tepat dan argumentasinya
kuat. Selain dikenal sebagai seorang orator
yang ulung, ia juga sebagai hakim
yang dihormati dan disegani….
Aktsam
bin Shaifi memiliki kedudukan yang tinggi disisi kaumnya dan termasuk tokoh
pemimpin yang dimuliakan, dan juga
penguasa pembesar di kalangan mereka. Sangat sedikit pada masanya, orator yang dapat menandinginya dalam
keluasan pengetahuan di bidang
silsilah keturunan bangsa Arab, dalam penciptaan pribahasa, dan kata-kata
hikmah, juga dalam memecahkan berbagai permasalahan,
dan dalam keluhuran pemikirannya.
Aktsam
bin Shaifi merupakan ketua dari
para orator yang diutus oleh Raja
Nu’man untuk menghadap Raja Kisra,
Persia. Raja Kisra sangat kagum
terhadap Aksam, sehingga ia menyatakan: “Seandainya
bangsa Arab tidak memiliki lagi orator seperti engkau, engkau sendiri pun sudah
cukup”.
Aktsam
bin Shaifi memiliki usia yang panjang, ia sempat mengalami masa diutusnya Nabi Muhammad Saw.. Ketika ia
mendapat berita mengenai di utusnya Nabi Muhammad Saw., ia mengumpulkan kaumnya
dan mengajak mereka untuk beriman
kepada Nabi Muhammad Saw..
Di dalam pidato-pidatonya, Aktsam jarang menggunakan kata-kata
majaz, kalimat-kalimat pidatonya begitu ringkas, padat, merdu, dan mengandung
makna yang luas. Pidato-pidatonya juga banyak dihiasi dengan kata-kata mutiara dan pribahasa. Ungkapan orasinya tidak begitu mementingkan persajakan (rima), tetapi lebih cenderung untuk memuaskan pendengarnya dengan argumentasi yang baik dan bukti. Dia menyandarkan orasinya pada kekuatan pengaruh dan kesan
yang ditimbulkan dari kepiawaiannya dalam berorasi.
Di bawah ini adalah salah satu contoh orasinya
(pidato) yang disampaikan dihadapan Raja Kisra, Persia:
“إن أفضل الأشياء أعاليها, وأعلى الرجال ملوكم, وأفضل الملوك أعمها
نفعا, وخير الأزمنة أخصبها, وأفضل الخطباء أصدقها, الصدق منجاة, والكذب مهواة,
والشرّ لجاجة, الحزم مركب صعب, والعجز مركب وطئو آفة الرأى الهوى, والعجز مفتاح
الفقر, وخير الأمور الصبر, وحسن الظن ورطة, وسوء الظن عصمة, إصلاح فساد الرعية خير
من إصلاح فساد الرأعى, من فسدت بطانته كان كالغاص بالماء, شرّ البلاد بلاد لا أمير
بها, شرّ الملوك من خافه البرئ, المرء يعجز لا المحالة. أفضل الأولاد البررة, خير
الأعوان من لم يراء بالنصيحة, أحق الجنود بالنصر من حسنت سريرته, بكفيك من الزاد
ما بلغك المحل, حسبك من شر سماعه, الصمت حكم وقليل فاعله, البلاغة الإيجاز, من شدد
نفر, ومن تراخى تألف”
“Sesungguhnya, seutama-utamanya
sesuatu adalah yang paling tinggi. Setinggi-tinggi orang adalah raja mereka.
Seutama-utama raja adalah yang paling merata kemamfaatannya. Sebaik-baik masa
adalah masa yang paling subur (jaya). Seutama-utama orator adalah orator yang
paling jujur. Kejujuran adalah penyelamat. Kedustaan adalah lembah kehancuran.
Kejahatan adalah berlarutnya pertikaian. Tekad kuat adalah kendaraan yang
paling sulit dinaiki. Kelemahan adalah kendaraan yang paling mudah dinaiki.
Penyakit berpikir adalah hawa nafsu. Kelemahan adalah kunci kefakiran.
Sebaik-baik perkara adalah kesabaran. Baik sangka adalah sesuatu yang
menyulitkan. Buruk sangka adalah suatu perlindungan. Memperbaiki kerusakan
rakyat lebih baik daripada memperbaiki kerusakan penguasa. Barang siapa yang
rusak kawan-kawan dan kroni-kroninya, bagaikan tenggelam dalam air. Seburuk-buruk
negeri adalah negeri yang tidak memiliki pemimpin. Sejahat-jahat raja adalah
raja adalah raja yang ditakui oleh orang-orang bersih. Seorang akan menjadi
lemah jika tidak memiliki usaha. Sebaik-baik pembantu adalah orang yang tidak
menentang nasihat. Sebaik-baik tentara yang berhak mendapatkan kemenangan
adalah tentara yang baik intusi perangnya. Cukuplah bekal buatmu, yang dapat
menghantarkan sampai ke tempat tujuan. Cukuplah kejahatan itu, kamu
mendengarnya saja. Balaghah adalah ijaz (kata ringkas dan padat makna). Barang
siapa yang kasar akan dijauhi orang, dan barang siapa yang ramah akan didekati
orang”.
Kehebatan Syair-syair
Bangsa Arab Jahiliyah
Di zaman Nabi Besar
Muhammad saw. – yang merupakan misal Nabi Musa a.s. (QS.1:18;
QS.26:193-198;QS.46:11; QS.73:16-17) --
beliau saw. selain harus menghadapi duplikat Fir’aun dalam hal ketakaburan, kekejaman dan kelicikan,
yakni Abu Jahal dan 8 orang pemuka
kaum kafir Quraisy lainnya termasuk Abu Lahab (QS.27:49) -- juga beliau saw. harus menghadapi para ahli sya’ir bangsa Arab yang sangat
terkenal syair-syair mereka memiliki
kemampuan untuk “menyihir” orang-orang yang mendengarkan lantunan syair-syair yang mereka bacakan, karena itu para ahli
syair tersebut memiliki kedudukan
yang sangat terhormat di kalangan bangsa
Arab jahiliyah.
Salah seorang di antara mereka adalah Walid
bin Mughirah yang sangat terkenal
kalangan kaum kafir Mekkah, berikut firman Allah Swt. mengenai ketakaburan Walid bin Mughirah mengenai ayat-ayat
Al-Quran:
ذَرۡنِیۡ وَ
مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا ﴿ۙ﴾ وَّ جَعَلۡتُ
لَہٗ مَالًا مَّمۡدُوۡدًا ﴿ۙ﴾ وَّ بَنِیۡنَ
شُہُوۡدًا ﴿ۙ﴾ وَّ مَہَّدۡتُّ لَہٗ تَمۡہِیۡدًا ﴿ۙ﴾ ثُمَّ
یَطۡمَعُ اَنۡ اَزِیۡدَ ﴿٭ۙ﴾ کَلَّا ؕ اِنَّہٗ
کَانَ لِاٰیٰتِنَا عَنِیۡدًا ﴿ؕ﴾ سَاُرۡہِقُہٗ صَعُوۡدًا ﴿ؕ﴾ اِنَّہٗ
فَکَّرَ وَ قَدَّرَ ﴿ۙ﴾ فَقُتِلَ
کَیۡفَ قَدَّرَ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ قُتِلَ
کَیۡفَ قَدَّرَ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ نَظَرَ
﴿ۙ﴾ ثُمَّ
عَبَسَ وَ بَسَرَ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ
اَدۡبَرَ وَ اسۡتَکۡبَرَ ﴿ۙ﴾ فَقَالَ
اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّا
سِحۡرٌ یُّؤۡثَرُ﴿ۙ﴾ اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّا
قَوۡلُ الۡبَشَرِ﴿ؕ﴾ سَاُصۡلِیۡہِ سَقَرَ
﴿﴾
Biarkanlah Aku berurusan
dengan orang yang telah Aku ciptakan
Sendiri. Dan Aku menjadikan baginya harta berlimpah-limpah, dan anak-anak
yang hadir bersamanya, dan Aku lapangkan rezeki baginya
selapang-lapangnya, kemudian ia
ingin sekali supaya Aku menambahnya.
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia
selalu menentang Tanda-tanda Kami. Segera
Aku akan menimpakan kepadanya azab yang
terus meningkat. Sesungguhnya ia memikirkan dan menetapkan. Maka kebinasaan menyergapnya. Bagaimana ia telah menetapkan? Kemudian kebinasaan
menyergapnya lagi. Bagaimana
ia telah menetapkan? Kemudian
ia memandang, kemudian ia bermasam muka dan merengut, kemudian
ia berpaling dan menyombongkan diri, lalu ia berkata: “Tidaklah Al-Quran ini melainkan sihir yang diwariskan! Al-Quran ini tidak lain melainkan perkataan
manusia!” Segera Aku
memasukkannya ke neraka Saqar. (Al-Muddatstsīr [74]:12-27).
Kata-kata ذَرۡنِیۡ وَ مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا selain
berarti “Biarlah Aku berurusan
dengan orang yang telah Aku ciptakan Sendiri” juga berarti “Biarlah
Aku berurusan dengan dia yang karena kekayaan besar, kekuasaan, dan
kedudukannya yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, menganggap dirinya sendiri
tiada tara bandingannya di tengah-tengah sesama bangsanya,” sebab wahid berarti pula unik (mandiri), tanpa bandingan” (Lexicon Lane).
Ketakaburan Walid bin Mughirah & Kehinaan yang Terus
menerus Menimpa Walid bin Mughirah
Meskipun ayat 12 ini dan beberapa ayat
berikutnya berlaku bagi setiap orang
kafir yang congkak dan sombong, ayat-ayat itu teristimewa
berlaku bagi Walid bin Mughirah, yang
adalah seorang pribadi terkemuka di
antara kaum Quraisy, dan dikenal di
antara sesama warga kota dengan gelar-gelar yang sangat terhormat
seperti “unik” dan “semerbak ganda kaum Quraisy.” Ia sangat
tampan dan terkenal karena syair-syairnya
yang indah dan karena karya-karya lainnya. la berputra sepuluh
sampai tiga belas orang dan ia kaya-raya.
Ayat وَّ بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا -- “dan anak-anak
yang hadir bersamanya,” dapat berarti bahwa anak-anak Walid bin Mughirah pun berwibawa
seperti dia. Mereka pun ditawari tempat
terhormat dalam majlis-majlis
yang dihadirinya. Atau, Walid bin
Mughirah itu begitu kaya sehingga anak-anaknya
senantiasa berkumpul bersama dia tanpa perlu ke mana-mana mencari nafkah.
Kata kallā dalam ayat
کَلَّا ؕ اِنَّہٗ کَانَ
لِاٰیٰتِنَا عَنِیۡدًا -- “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia
selalu menentang Tanda-tanda Kami.”
dipakai untuk menolak permohonan seseorang dan memarahinya karena mengajukan permohonan itu (Lexicon Lane).
Isyarat ayat فَقُتِلَ کَیۡفَ قَدَّرَ -- “maka kebinasaan
menyergapnya” ini pada khususnya tertuju kepada Walid bin Mughirah. Kehancuran terus membuntuti langkahnya. Tiga
putranya – Walid, Khalid bin Walid dan Hisyam masuk Islam -- dan ketiganya menjadi para pembela Nabi Besar Muhammad saw., terutama Khalid bin Walid yang kemudian terkenal dengan gelar Syaifullah
(pedang Allah) -- sedang lain-lainnya binasa di hadapan mata kepala Walid
bin Mughirah sendiri. Ia menderita kerugian
berat dalam bidang keuangan dan
akhirnya ia mati dalam kemiskinan dan kehinaan.
Makna ayat ثُمَّ عَبَسَ
وَ بَسَرَ -- “kemudian
ia bermasam muka dan merengut”, yakni ketika Al-Quran
dibacakan kepadanya, Walid bin Mughirah mengerutkan dahi dan merengut saking bencinya, dan berlalu sambil marah-marah bukan alang kepalang
sebagaimana diterangkan oleh ayat-ayat selanjutnya:
ثُمَّ اَدۡبَرَ وَ
اسۡتَکۡبَرَ ﴿ۙ﴾ فَقَالَ اِنۡ
ہٰذَاۤ اِلَّا سِحۡرٌ
یُّؤۡثَرُ﴿ۙ﴾ اِنۡ ہٰذَاۤ
اِلَّا قَوۡلُ الۡبَشَرِ﴿ؕ﴾ سَاُصۡلِیۡہِ سَقَرَ ﴿﴾
kemudian ia berpaling
dan menyombongkan diri, lalu ia berkata: “Tidaklah Al-Quran ini melainkan sihir yang diwariskan! Al-Quran ini tidak lain mela-inkan perkataan
manusia!” Segera Aku memasukkannya ke
neraka Saqar. (Al-Muddatstsīr [74]:24-27).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar