Selasa, 15 Juli 2014

Pernyataan Iman Nabi Musa a.s. Kepada Nabi Besar Muhammad Saw. & Nubuatan Hijrah ke Madinah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   260

    Pernyataan Iman Nabi Musa a.s. Kepada Nabi Besar Muhammad Saw. & Nubuatan Hijrah ke Madinah.

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai tanggapan yang sangat rendah  orang-orang kafir  mengenai nilai-nilai kehidupan yang sebenarnya berkenaan dengan para Rasul Allah. Mereka telah membuat patokan yang mereka ada-adakan sendiri untuk menguji kebenaran rasul-rasul Allah,  akibatnya bahwa daripada mendapatkan jalan yang lurus, malahan mereka terus meraba-raba dalam kegelapan, keraguan, dan kekafiran, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya? (Al-Furqān [25]:8).
Firman-Nya lagi:
اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ  اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ   اِلَّا  رَجُلًا  مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾ 
“Atau hendaknya diturunkan kepadanya  khazanah  atau ada baginya kebun untuk makan darinya.” Dan  orang-orang yang zalim itu ber-kata:  ”Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:9-10).

Jawaban Allah Swt.

        Semua tuduhan yang diada-adakan dan sangat lemah tersebut dijawab oleh Allah Swt.:
تَبٰرَکَ الَّذِیۡۤ  اِنۡ شَآءَ جَعَلَ لَکَ خَیۡرًا مِّنۡ ذٰلِکَ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ وَ  یَجۡعَلۡ  لَّکَ  قُصُوۡرًا ﴿﴾  بَلۡ  کَذَّبُوۡا بِالسَّاعَۃِ ۟ وَ  اَعۡتَدۡنَا لِمَنۡ کَذَّبَ بِالسَّاعَۃِ سَعِیۡرًا﴿ۚ﴾
Maha Beberkat Dia Yang jika Dia menghendaki akan menjadikan bagi engkau yang lebih baik daripada itu,  kebun-kebun yang di bawahnya me-ngalir sungai-sungai dan akan menjadikan bagi engkau  istana-istana.  (Al-Furqān [25]:11).
      Ayat  mengandung arti,  bahwa tanggapan orang-orang kafir  dalam ayat-ayat sebelumnya mengenai bagaimana seharusnya corak dan macam seorang nabi Allah adalah jauh sekali dari kenyataan, dan menampakkan kepicikan mereka tentang maksud dan tujuan pengutusan  nabi-nabi Allah.
         Nabi-nabi Allah dibangkitkan, demikian ayat ini memberitahukan, adalah untuk membimbing manusia keluar dari kegelapan, keraguan, dan kekafiran, masuk ke dalam cahaya keyakinan dan kenikmatan ruhani,   bukan untuk menimbun kekayaan dan berfoya-foya serta bersuka-ria.
         Akan tetapi meskipun patokan yang dibuat sendiri oleh orang-orang kafir – yakni  Nabi Besar Muhammad saw.     harus memiliki harta, pangkat, kebun-kebun, dan istana-istana – lihat pula  QS.17:91-94   -- adalah tidak berarti apa-apa. Nmun untuk menyadarkan mereka tentang kepalsuan kedudukan mereka, Allah Swt.  akan memberikan kepada beliau saw. serta pengikut-pengikut beliau saw. harta yang lebih banyak, kebun-kebun, dan istana-istana yang lebih besar  lagi lebih baik daripada  apa-apa yang dituntut oleh orang-orang kafir. Dan sungguh-sungguh Allah Swt. telah menganugerahkan kepada pengikut-pengikut Nabi Besar Muhammad saw.   istana-istana dan kebun-kebun kepunyaan raja  (kisra) Iran dan Kaisar Bizantina (Romawi).
       Demikianlah berbagai hikmah yang terkandung dalam  ayat-ayat awal Surah Asy-Syu’ara berkenaan dengan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ تَبٰرَکَ الَّذِیۡ نَزَّلَ الۡفُرۡقَانَ عَلٰی عَبۡدِہٖ لِیَکُوۡنَ  لِلۡعٰلَمِیۡنَ  نَذِیۡرَا ۙ﴿﴾  ۣالَّذِیۡ لَہٗ  مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لَمۡ  یَتَّخِذۡ وَلَدًا وَّ لَمۡ  یَکُنۡ لَّہٗ شَرِیۡکٌ فِی الۡمُلۡکِ وَ خَلَقَ کُلَّ شَیۡءٍ فَقَدَّرَہٗ تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾    وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِہٖۤ  اٰلِہَۃً  لَّا یَخۡلُقُوۡنَ شَیۡئًا وَّ ہُمۡ یُخۡلَقُوۡنَ وَ لَا یَمۡلِکُوۡنَ لِاَنۡفُسِہِمۡ ضَرًّا وَّ لَا نَفۡعًا وَّ لَا یَمۡلِکُوۡنَ مَوۡتًا  وَّ لَا حَیٰوۃً   وَّ  لَا نُشُوۡرًا ﴿﴾ 
Aku baca dengan nama  Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Maha Beberkat Dia, Yang telah menurunkan Al-Furqān kepada hamba-Nya, supaya ia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam. Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan seluruh langit dan bumi,  dan Dia tidak mengambil anak,   tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan,  Dia telah menciptakan segala sesuatu  dan telah menetapkan ukurannya dengan sebaik-baiknya.  Dan  mereka telah mengambil tuhan-tuhan selain Dia  yang tidak menciptakan sesuatu pun bahkan mereka yang diciptakan, dan mereka tidak berkuasa untuk memberi mudarat dan tidak pula  manfaat kepada diri mereka, dan mereka tidak berkuasa atas mati, atas hidup dan tidak pula atas kebangkitan.  (Al-Furqān (25]:1-4).

Pengulangan Peristiwa  Kaum-kaum Purbakala di Masa Nabi Besar Muhammad Saw.

         Dalam rangka menghadapi tugas kerasulan  yang sangat berat itulah maka Allah Swt. berulang-ulang dalam Al-Quran menceritakan kisah Nabi Musa a.s. dan Fir’aun dan juga kisah-kisah rasul Allah dan kaum purbakala lainnya,    maksudnya adalah,  selain merupakan kabar-kabar gaib (nubuatan-nubuatan) yang akan kembali terjadi di masa Nabi Besar Muhammad saw.,  juga agar Nabi Besar Muhammad saw.  dapat mengemban tugas kerasulannya  dalam kuantitas dan kualitasnya yang paling sempurna (QS.33:22) dibandingkan para Rasul Allah sebelumnya, bagaimana pun hebatnya atau beratnya tantangan yang harus beliau saw. hadapi dalam mengemban amanat syariat terakhir dan tersempurna  yakni agama Islam (QS.33:73-74).
        Mengenai hal tersebut    Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ کُلًّا نَّقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِہٖ فُؤَادَکَ ۚ وَ جَآءَکَ فِیۡ ہٰذِہِ الۡحَقُّ وَ مَوۡعِظَۃٌ وَّ ذِکۡرٰی لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan   semua berita   mengenai rasul-rasul Kami ceritakan kepada engkau, yang dengannya Kami meneguhkan hati engkau. Dan  di dalamnya telah datang kepada engkau haq (kebenaran),   nasihat,  dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Hūd [11]:121-124).
       Selanjutnya Allah Swt. berfirman berupa tantangan kepada orang-orang kafir yang secara zalim terus menerus melakukan penentangan terhadap Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ قُلۡ لِّلَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ اعۡمَلُوۡا عَلٰی مَکَانَتِکُمۡ ؕ اِنَّا  عٰمِلُوۡنَ ﴿﴾ۙ  وَ انۡتَظِرُوۡا ۚ اِنَّا مُنۡتَظِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ لِلّٰہِ غَیۡبُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اِلَیۡہِ یُرۡجَعُ الۡاَمۡرُ کُلُّہٗ  فَاعۡبُدۡہُ وَ تَوَکَّلۡ عَلَیۡہِ ؕ وَ مَا رَبُّکَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan  katakanlah kepada orang yang tidak beriman: “Berbuatlah menurut kemampuan kamu,  sesungguhnya kami pun sedang berbuat.   Dan kamu tunggulah, sesungguhnya kami pun sedang menunggu  keputusan Allah.  Dan kepunyaan Allah-lah yang gaib di seluruh langit dan bumi, dan kepada Dia akan dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sem-bahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan Rabb (Tuhan) engkau tidak lengah mengenai apa yang kamu kerjakan. (Hūd [11]:122-124).
     Makna kata makānah dalam ayat  اعۡمَلُوۡا عَلٰی مَکَانَتِکُمۡ ؕ اِنَّا  عٰمِلُوۡنَ -- “Berbuatlah menurut kemampuan kamu,  sesungguhnya kami pun sedang berbuat,”  makānah berasal dari kāna atau makāna dan berarti tempat kedudukan atau kekuatan (Aqrab-ul-Mawarid).
    Ayat ini berarti bahwa meskipun nubuatan-nubuatan agung yang disampaikan dalam Surah Hūd ini mengenai kemenangan Islam pada akhirnya, dan kekalahan dan kegagalan orang-orang kafir itu nampaknya tak masuk akal, dan tidak mungkin dapat menjadi sempurna pada saat itu, namun tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah Swt.  dan segala apa yang dinubuatkan itu pasti akan terjadi.

Nubuatan Nabi Musa a.s. Mengenai Nabi Besar Muhammad saw.

        Sehubungan dengan akan berulangnya  kisah Nabi Musa a.s. dan Fir’aun   dalam masa  Nabi Besar Muhammad saw., mengenai hal itu  Allah Swt. berfirman: 
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لَنۡ تُغۡنِیَ عَنۡہُمۡ اَمۡوَالُہُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُہُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ شَیۡئًا ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ  وَقُوۡدُ  النَّارِ ﴿ۙ﴾  کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ؕ  کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾  قُلۡ لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَتُغۡلَبُوۡنَ وَ تُحۡشَرُوۡنَ اِلٰی جَہَنَّمَ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِہَادُ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang kafir,  harta mereka dan anak-anak mereka tidak akan pernah berguna sedikit pun bagi mereka untuk  melawan Allah, dan mereka itu ada-lah  bahan bakar Api.  کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ    --  Keadaan mereka seperti keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang sebelum mereka. Mereka    mendustakan Tanda-tanda Kami  maka Allah menghukum  mereka karena dosa-dosa mereka, dan  Allah sangat keras dalam menghukum.   Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: سَتُغۡلَبُوۡنَ وَ تُحۡشَرُوۡنَ اِلٰی جَہَنَّمَ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِہَادُ  -- kamu segera akan dikalahkan dan dihimpun ke Jahannam, dan sangat buruk tempat kediaman itu.” (Ali ‘Imran [3]:11-13). Lihat pula QS.8:53-56.
        Da’b dalam ayat  کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ   --   “seperti keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang sebelumnya,” berarti:  kebiasaan, adat atau cara, peristiwa, perkara atau keadaan (Aqrab-ul-Mawarid), yaitu  ؕ  کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ  -- “Mereka   mendustakan Tanda-tanda Kami  maka Allah menghukum  mereka karena dosa-dosa mereka, dan  Allah sangat keras dalam menghukum.”
        Itulah sebabnya berkenaan percakapan (dialog) antara Allah Swt. dengan Nabi Musa a.s. dalam beberapa Surah Al-Quran, Allah Swt.  telah  berfirman mengenai Nabi Besar Muhammad saw. bahwa pada saat berlangsungnya “dialog” mengenai peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa a.s. tersebut, pada saat itu Nabi Besar Muhammad saw. tidak ada  di sana.
       Nubuatan tersebut  mengisyaratkan   bahwa berbagai peristiwa yang akan dialami oleh Nabi Musa a.s. akan dialami pula oleh rekan sejawat beliau   --   misal Nabi Musa a.s.   – yaitu Nabi Besar Muhammad saw. yang lahir (muncul) dari kalangan saudara Bani Israil, yakni dari  kalangan Bani Isma’il (Ulangan 18:15-19; QS.46:11) --  berikut firman Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ مَا کُنۡتَ بِجَانِبِ الۡغَرۡبِیِّ  اِذۡ  قَضَیۡنَاۤ اِلٰی مُوۡسَی الۡاَمۡرَ  وَ مَا کُنۡتَ  مِنَ  الشّٰہِدِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لٰکِنَّاۤ  اَنۡشَاۡنَا قُرُوۡنًا فَتَطَاوَلَ عَلَیۡہِمُ الۡعُمُرُ ۚ وَ مَا کُنۡتَ ثَاوِیًا فِیۡۤ  اَہۡلِ مَدۡیَنَ تَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۙ وَ لٰکِنَّا کُنَّا  مُرۡسِلِیۡنَ ﴿﴾
Dan engkau sekali-kali tidak ada di sebelah barat gunung itu, ketika Kami menetapkan hukum risalat kepada Musa, dan engkau sekali-kali tidak termasuk orang-orang yang menyaksikan.  Tetapi Kami telah  menjadikan generasi-generasi maka  berlalulah atas mereka masa yang panjang,  dan engkau sekali-kali tidak tinggal bersama penduduk Midian,  yang membacakan Tanda-tanda Kami kepada mereka, tetapi Kami-lah yang mengutus rasul-rasul. (Al-Qashāsh [28]:45-46).

Pernyataan Iman Nabi Musa a.s. kepada Nabi Besar Muhammad Saw.

   Ayat ini bermaksud mengatakan bahwa nubuatan Nabi Musa a.s. tentang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  (Ulangan 18:18) telah genap begitu jelas dan demikian rincinya, seakan-akan beliau saw.  secara pribadi hadir bersama Nabi Musa a.s. ketika Nabi Musa a.s. mengatakan nubuatan itu, dan  bahkan Nabi Musa a.s. telah mengimani Nabi Besar Muhammad saw. ketika  beliau  menyaksikan Tajjaliyati Ilahiyyah (penampakan Kagungan Allah Swt.)  paling sempurna yang akan dianugerahkan-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ لَمَّا جَآءَ مُوۡسٰی لِمِیۡقَاتِنَا وَ کَلَّمَہٗ رَبُّہٗ ۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِیۡۤ   اَنۡظُرۡ   اِلَیۡکَ ؕ قَالَ لَنۡ تَرٰىنِیۡ  وَ لٰکِنِ  انۡظُرۡ  اِلَی  الۡجَبَلِ فَاِنِ اسۡتَقَرَّ مَکَانَہٗ فَسَوۡفَ تَرٰىنِیۡ ۚ فَلَمَّا تَجَلّٰی رَبُّہٗ  لِلۡجَبَلِ جَعَلَہٗ  دَکًّا وَّ خَرَّ مُوۡسٰی صَعِقًا ۚ فَلَمَّاۤ  اَفَاقَ قَالَ سُبۡحٰنَکَ تُبۡتُ  اِلَیۡکَ  وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan  tatkala Musa datang pada waktu yang Kami tetapkan dan Rabb-nya (Tuhan-nya) bercakap-cakap dengannya, ia berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), perli-hatkanlah kepadaku supaya aku dapat memandang Engkau.” Dia berfirman: “Engkau tidak akan pernah dapat melihat-Ku  tetapi pandanglah gunung itu, lalu jika ia tetap ada pada tempatnya  maka engkau pasti  akan dapat melihat-Ku.” Maka  tatkala Rabb-nya (Tuhan-nya) menjelmakan keagungan-Nya pada  gunung itu  Dia menjadikannya hancur lebur, dan Musa pun jatuh pingsan. Lalu tatkala ia sadar kembali  ia berkata: سُبۡحٰنَکَ تُبۡتُ  اِلَیۡکَ  وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ   -- “Mahasuci Engkau, aku bertaubat  kepada Engkau dan aku adalah orang pertama di antara orang-orang yang beriman kepadanya di masa ini.”  (Al-A’raf [7]:144.
       Abad demi abad berlalu dan suatu silsilah (untaian) para nabi Allah muncul sesudah Nabi Musa a.s. (QS.2:88-92) dan mereka itu menablighkan amanat masing-masing, namun tidak ada di antara nabi-nabi itu pernah mengaku sebagai  seorang nabi yang seperti Nabi Musa a.s,  yang mengenainya Nabi Musa a.s.  telah membuat nubuatan seperti tercantum dalam Ulangan 18:18, hingga Al-Quran diturunkan.
       Al-Quran mengumumkan  bahwa nubuatan agung Nabi Musa a.s.  itu telah genap dalam wujud  Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.46:11; QS.73:16). Jelaslah  bahwa nubuatan itu dari Allah Swt. dan mustahil diletakkan dalam mulut Nabi Musa a.s.  oleh  Nabi Besar Muhammad saw.   yang datang beberapa abad kemudian sesudah beliau. Tetapi kaum Nabi Musa a.s. (Bani Israil)  hampir telah melupakan nubuatan itu dan nubuatan-nubuatan lain mengenai  Nabi Besar Muhammad saw. akibat   berlalunya masa yang panjang.

Nubuatan Hijrah Nabi Besar Muhammad saw. ke Madinah

       Nubuatan  dalam ayat selanjutnya  وَ مَا کُنۡتَ ثَاوِیًا فِیۡۤ  اَہۡلِ مَدۡیَنَ تَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۙ وَ لٰکِنَّا کُنَّا  مُرۡسِلِیۡنَ --   “dan engkau sekali-kali tidak tinggal bersama penduduk Midian, yang membacakan Tanda-tanda Kami kepada mereka, tetapi Kami-lah yang mengutus rasul-rasul”,    menunjuk kepada persesuaian besar antara  Nabi Besar Muhammad saw.  dengan Nabi Musa a.s. . Seperti Nabi Musa a.s. yang tinggal di Midian untuk 10 tahun lamanya di tengah-tengah suatu bangsa yang asing dan kemudian kembali ke Mesir untuk melepaskan kaum beliau yang tertindas dari perbudakan Fir’aun,demikian pula Nabi Besar Muhammad saw. pun tinggal di Medinah selama 10 tahun dan kemudian datang lagi ke Mekkah untuk menaklukkannya, sehingga berakhirlah kekuasaan kaum kafir (musyrik) Quraisy atas kota Mekkah.
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. sehubungan pengutusan Nabi Musa a.s. sebagai rasul Allah kepada Fir’aun:
وَ مَا کُنۡتَ بِجَانِبِ الطُّوۡرِ  اِذۡ نَادَیۡنَا وَ لٰکِنۡ رَّحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ لِتُنۡذِرَ قَوۡمًا مَّاۤ  اَتٰىہُمۡ مِّنۡ نَّذِیۡرٍ  مِّنۡ قَبۡلِکَ  لَعَلَّہُمۡ  یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ لَاۤ  اَنۡ تُصِیۡبَہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌۢ  بِمَا قَدَّمَتۡ  اَیۡدِیۡہِمۡ فَیَقُوۡلُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ وَ نَکُوۡنَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan engkau sekali-kali tidak  berada di lereng gunung Thur   ketika Kami berseru kepada Musa, tetapi ini adalah rahmat dari  Rabb (Tuhan) engkau,  supaya engkau memberi  peringatan kepada kaum yang tidak pernah datang kepada mereka seorang pemberi ingat sebelum engkau supaya mereka mendapat nasihat.  Dan agar mereka tidak mengatakan  ketika musibah menimpa mereka karena apa yang didahulukan oleh tangan mereka: ”Ya Rabb (Tuhan) kami, mengapa Engkau tidak mengutus kepada kami seorang rasul, lalu kami mengikuti Ayat-ayat Engkau dan kami akan menjadi orang-orang  yang beriman?” (Al-Qashāsh [28]:47-48).
      Ayat ini mengandung arti, bahwa tidak mungkin Nabi Besar Muhammad saw. yang mula-mula telah menyebabkan Nabi Musa a.s.   membuat nubuatan mengenai beliau saw. (Ulangan 18:18) dan kemudian beliau saw. menda'wakan diri diutus sebagai penggenap nubuatan  Nabi Musa a.s. itu.
      Nubuatan itu pun  mengandung isyarat-isyarat lainnya, yakni  bahwa sebagaimana halnya Bani Israil   tidak langsung beriman kepada Nabi Musa a.s. dan  mereka banyak menuntut  berbagai mukjizat dari Nabi Musa a.s., demikian pula halnya ketika Nabi Besar Muhammad saw. diutus kepada mereka sebagai pengwujudan “misal” Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:18; QS.46:11), mereka pun melakukan sikap buruk  yang sama, yakni  mereka  menuntut berbagai macam mukjizat kepada Nabi Besar Muhammad saw. sesuai keinginan hawa nafsu mereka (QS.2:109; QS.4:154; QS.17:91-94), firman-Nya:
فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡا لَوۡ لَاۤ  اُوۡتِیَ  مِثۡلَ  مَاۤ   اُوۡتِیَ  مُوۡسٰی ؕ اَوَ لَمۡ  یَکۡفُرُوۡا بِمَاۤ  اُوۡتِیَ  مُوۡسٰی  مِنۡ  قَبۡلُ ۚ قَالُوۡا  سِحۡرٰنِ تَظٰہَرَا ۟ٝ وَ قَالُوۡۤا اِنَّا بِکُلٍّ  کٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ فَاۡتُوۡا بِکِتٰبٍ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ہُوَ اَہۡدٰی مِنۡہُمَاۤ  اَتَّبِعۡہُ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ لَّمۡ یَسۡتَجِیۡبُوۡا لَکَ فَاعۡلَمۡ  اَنَّمَا یَتَّبِعُوۡنَ  اَہۡوَآءَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ اَضَلُّ  مِمَّنِ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ بِغَیۡرِ ہُدًی مِّنَ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا  یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Maka  tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: Mengapa ia tidak diberi semisal apa yang telah diberikan kepada Musa?” Bukankah mereka telah menolak apa yang telah diberikan kepada Musa dahulu? Mereka berkata: “Mereka ini keduanya tukang sihir yang saling membantu.” Dan  mereka berkata: “Sesungguhnya kami kafir kepada masing-masing mereka itu.”  (Al-Qashāsh [28]:49).

Kelebihan Al-Quran dan Taurat

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai keunggulan Al-Quran dan Taurat   dibandingkan  kitab-kitab suci lain yang diwahyukan sebelumnya:
قُلۡ فَاۡتُوۡا بِکِتٰبٍ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ہُوَ اَہۡدٰی مِنۡہُمَاۤ  اَتَّبِعۡہُ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ لَّمۡ یَسۡتَجِیۡبُوۡا لَکَ فَاعۡلَمۡ  اَنَّمَا یَتَّبِعُوۡنَ  اَہۡوَآءَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ اَضَلُّ  مِمَّنِ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ بِغَیۡرِ ہُدًی مِّنَ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا  یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Katakanlah: “Maka datangkanlah sebuah kitab dari sisi Allah  sebagai petunjuk yang lebih baik daripada keduanya   supaya aku mengikutinya, jika kamu adalah orang-orang yang benar.”   Tetapi jika mereka tidak menjawab tantangan engkau  maka ketahuilah  bahwasanya mereka hanya mengikuti hawa nafsunya. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.  (Al-Qashāsh [28]:50-51).
         Ayat فَاۡتُوۡا بِکِتٰبٍ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ہُوَ اَہۡدٰی مِنۡہُمَاۤ  -- “Maka datangkanlah sebuah kitab dari sisi Allah sebagai petunjuk yang lebih baik daripada keduanya,   mengisyaratkan kepada kedudukan sangat tinggi yang dimiliki oleh Al-Quran dan Taurat di antara kitab-kitab samawi, dan Al-Quran adalah yang terbaik dari antara kitab-kitab wahyu, sedang Kitab Taurat menduduki tempat kedua.   Al-kitab pada khususnya ditujukan kepada Taurat atau kepada tiap-tiap kitab yang diwahyukan.   
        Ayat ini dapat diartikan, baik: (1) mereka yang telah dianugerahi pengertian tepat mengenai kitab itu — Kitab Taurat — dan merenungkannya pasti mempercayai  Al-Quran juga; atau  (2) dari antara pengikut-pengikut tiap kitab yang diwahyukan, segolongan besar akan beriman kepada Al-Quran dan masuk Islam  di setiap  abad.
         Jadi,  jelaslah   jika Allah Swt.  di dalam Al-Quran mengemukakan kisah-kisah kaum purbakala  yang kepada mereka Allah Swt. telah mengutus  para Rasul Allah   -- termasuk kisah Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun --  bukanlah  berarti bahwa Al-Quran merupakan “dongeng kaum-kaum purbakala” sebagaimana yang disangka atau dituduhkan oleh orang-orang yang tidak memahami kesempurnaan Al-Quran (QS.6:26; QS.8:32;  QS.16:25; QS.23:84; QS.25:6; QS27:69;  QS.46:18; QS.68:16; QS.83:13), melainkan di dalamnya bukan saja penuh dengan  berbagai petunjuk dan hikmah serta khazanah-khazanah ilmu-ilmu pengetahuan alam  dan ilmu-ilmu  ruhani, juga di dalamnya terkandung nubuatan-nubuatan (QS.18:110; QS.31:8), termasuk nubuatan-nubuatan  mengenai kedatangan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. (QS.62:3-4) dan para rasul Allah lainnya (QS.77:12)  juga kedatangan  misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)   dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang ke dua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.. yang dalam kenyataannya pendakwaan beliau sebagai Rasul Akhir Zaman mendapat penentangan keras dan zalim dari berbagai fihak, seakan-akan  di Akhir Zaman ini   kaum-kaum purbakala yang  dikisahkan dalam Al-Quran kembali terjadi (berulang).
        Dengan demikian jelaslah bahwa   kisah “duel  yang terjadi antara mukjizat Nabi Musa a.s. dengan  sihir yang dilakukan tukang-tukang  sihir Fir’aun pun pada hakikatnya merupakan nubuatan  yang akan kembali terjadi lagi,  baik di masa Nabi Besar Muhammad saw. dan juga di Akhir Zaman ini  (QS.77:12-20).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  16 Juni    2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar