بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 269
Cara Allah Swt. “Mempersatukan Hati” Manusia Melalui Pengutusan Rasul Allah yang Dijanjikan & Pewaris
Hakiki “Negeri yang Dijanjikan”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai
pentingnya persiapan untuk menjalani kehidupan di Akhirat:
قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ
لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾ اَلَّذِیۡنَ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اِنَّنَاۤ اٰمَنَّا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ قِنَا
عَذَابَ النَّارِ ﴿ۚ﴾ اَلصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰدِقِیۡنَ وَ الۡقٰنِتِیۡنَ وَ
الۡمُنۡفِقِیۡنَ وَ الۡمُسۡتَغۡفِرِیۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ ﴿﴾
Katakanlah:
“Maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, jodoh-jodoh
suci dan keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orang-orang yang berkata: رَبَّنَاۤ
اِنَّنَاۤ اٰمَنَّا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah beriman maka ampunilah
dosa-dosa kami, dan peliharalah kami dari azab Api.” Orang-orang yang sabar, orang-orang yang benar, orang-orang yang taat, orang-orang yang membelanjakan di jalan Allah dan orang-orang
yang memohon ampun di bagian akhir malam.
(Ali ‘Imran [3]:16-18).
Ciri-ciri khas orang beriman sejati yang disebut dalam ayat ini melukiskan empat
tingkat kemajuan ruhani:
(1) Bila seseorang memeluk agama sejati biasanya ia menjadi sasaran
kezaliman, maka tingkat pertama yang harus dilaluinya
ialah tingkat اَلصّٰبِرِیۡنَ -- “kesabaran dan kegigihan.” Keadaan ini
hanya terjadi di masa pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.41:31-33;
QS.46:14).
(2) Bila penzaliman berakhir dan ia bebas untuk berbuat menurut kehendaknya, ia mengamalkan ajaran-ajaran yang sebelum itu ia tidak dapat
mengerjakan sepenuhnya. Tingkat kedua ini bertalian dengan الصّٰدِقِیۡنَ -- “hidup berpegang pada kebenaran,” yaitu hidup sesuai dengan keyakinannya.
(3) Apabila sebagai akibat melaksanakan perintah-perintah agama dengan setia, orang
beriman sejati memperoleh kekuasaan,
ketika itu pun sifat merendahkan diri
tidak beranjak dari mereka. Mereka tetap bersikap الۡقٰنِتِیۡنَ -- “merendah” yakni “patuh-taat” seperti sediakala.
(4) Bukan sampai di situ saja,
bahkan rasa pengabdian mereka bertambah
besar الۡمُنۡفِقِیۡنَ -- mereka “membelanjakan”
apa yang direzekikan Allah Swt. kepada mereka untuk kesejahteraan umat manusia.
Cara Allah Swt. “Mempersatukan
Hati” Manusia & Penegakan Kembali “Khilāfatun
‘alā Minhājin- Nubuwwah” di Akhir Zaman
Tetapi seperti kata-kata penutup ayat ini وَ
الۡمُسۡتَغۡفِرِیۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ -- “dan orang-orang
yang memohon ampun di bagian akhir
malam, ” menunjukkan, sepanjang masa itu mereka terus-menerus mendoa kepada Allah Swt. agar memaafkan
setiap kekurangan mereka dalam
mencapai cita-cita luhur mereka untuk
berbakti kepada umat manusia di tengah keheningan malam.
Itulah tanda-tanda “khayra ummah” (umat terbaik
– QS.1:44; QS.3:111) yang telah diperagakan
oleh umat Islam di di zaman Nabi Besar Muhammad saw.
yang penuh berkat dan
juga di masa para Khulafatur-Rasyidah. Dan kenyataan seperti itu terulang
kembali di kalangan umat Islam di Akhir Zaman
ini dengan perantaraan Rasul Akhir Zaman, sehingga jelaslah
mengenai makna bahwa “agama Islam”
akan mengungguli agama-agama lainnya
dalam berbagai segi, bukan menang dalam arti berhasil mengalahkan lawan secara fisik, seperti yang dilakukan oleh
golongan Islam penganut “garis keras”,
yang malah semakin merusak citra suci
agama Islam (Al-Quran) dan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaff [61]:10).
Mengapa demikian? Sebab menurut Allah Swt.
dalam Al-Quran, hanya melalui pengutusan Rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan sajalah (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-4) -- bukan dengan harta-kekayaan duniawi yang berlimpah-ruah
atau dengan cara kekerasan dan paksaan secara fisik – cara
Allah Swt. mempersatukan hati
umat manusia dalam “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang
didasari kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan Dia
telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan
kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan
di antara mereka, sesungguhnya Dia
Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi,
Allah mencukupi bagi engkau dan bagi orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Keempat keadaan “orang-orang beriman” sejati
yang digambarkan sebelumnya tersebut sesuai dengan pernyataan Allah Swt.
berikut ini mengenai akan ditegakkan-Nya kembali silsilah khilafat ‘ala minhaj nubuwwah di kalangan umat Islam di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ
مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ
یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ
شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
dan beramal saleh di antara kamu niscaya
Dia akan menjadikan mereka itu khalifah
di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka agamanya yang telah Dia ridhai
bagi mereka, dan niscaya Dia akan mengubah keadaan
mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu
dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah
itu mereka
itulah orang-orang durhaka. (An-Nūr
[24]:46).
Pentingnya Umat Islam Mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya
Dikarenakan ayat ini berlaku sebagai pendahuluan untuk mengantarkan masalah khilafat, maka dalam ayat-ayat
QS.52:55 berulang-ulang telah diberi tekanan mengenai pentingnya ketaatan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Tekanan ini merupakan isyarat
mengenai sangat pentingnya tingkat dan kedudukan seorang khalifah
dalam Islam, sebab ia merupakan penerus
(pewaris) kedudukan Rasul Allah,
sebagaimana arti dari khalifah
yaitu pengganti atau penerus
(QS.6:166; QS.10:15 & 74; QS.35:40).
Kepatuh-taatan kepada Rasul Allah dan para Khalifah Rasul akan menyebabkan terciptanya “kesatuan dan persatuan umat”, sebaliknya jika umat Islam tidak memperlihatkan ketaatan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya -- yang merupakan “tali Allah” (QS.3:104) -- maka
mereka akan menjadi “kaum yang terpecah
belah”, yang identik dengan kemusyrikan (QS.30:31-33). Berikut
firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad
saw.:
قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوا الرَّسُوۡلَ ۚ
فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّمَا عَلَیۡہِ
مَا حُمِّلَ وَ عَلَیۡکُمۡ مَّا حُمِّلۡتُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوۡہُ تَہۡتَدُوۡا ؕ
وَ مَا عَلَی الرَّسُوۡلِ اِلَّا
الۡبَلٰغُ الۡمُبِیۡنُ ﴿ ﴾
Katakanlah: ”Taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasul,” lalu jika kamu
berpaling maka ia (rasul) bertanggung-jawab
hanya mengenai apa yang dibebankan kepadanya, dan kamu bertanggungjawab mengenai apa yang
dibebankan kepadamu. Dan jika kamu
taat kepadanya kamu akan mendapat petunjuk,
dan tidak lain kewajiban
Rasul melainkan menyampaikan dengan
jelas. (An-Nūr [24]:55).
Kemudian dalam ayat selanjutnya
Allah Swt. berjanji
kepada bahwa orang-orang Muslim -- yang beriman
dan beramal shaleh (QS.49:15-19) -- akan dianugerahi pimpinan ruhani
maupun duniawi. Janji itu
diberikan kepada seluruh umat Islam,
tetapi lembaga khilafat akan
mendapat bentuk nyata dalam wujud perorangan-perorangan tertentu, yang akan menjadi penerus Nabi Besar Muhammad saw. serta wakil seluruh umat Islam.
Janji mengenai
ditegakkannya khilafat adalah jelas
dan tidak dapat menimbulkan salah paham, dan karena kini Nabi Besar Muhamm saw. satu-satunya hadi (petunjuk
jalan) umat manusia untuk selama-lamanya, maka khilafat beliau saw. akan terus berwujud dalam salah satu bentuk di
dunia ini sampai Hari Kiamat, karena
semua khilafat yang lain telah tiada lagi.
Inilah, di antara banyak keunggulan
yang lainnya lagi, merupakan kelebihan
Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagai Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41) --yang menonjol di atas semua nabi dan rasul Allah lainnya. Dan di Akhir
Zaman ini Allah Swt. sesuai janji-Nya
tersebut telah membangkitkan khalifah ruhani Nabi
Besar Muhammad saw. yang terbesar dalam wujud Pendiri Jemaat Ahmadiyah, yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s., yang atas
perintah Allah Swt. beliau juga mendakwakan
diri sebagai Rasul Akhir Zaman, yang kedatangannya ditunggu-tunggu
oleh semua umat beragama dengan sebutan
(nama) yang berbeda-beda (QS.61:10).
Jemaat
Muslim Ahmadiyah
Keempat ciri khas “orang-orang
beriman” sejati yang dikemukakan sebelumnya telah dibuktikan oleh
orang-orang yang beriman kepada Rasul Akhir Zaman tersebut yaitu Jemaat
Muslim Ahmadiyah. Mereka selama
lebih dari 1 abad hingga saat ini sekali pun terus menerus
mendapat berbagai macam fitnah keji dan berbagai perlakuan zalim dari berbagai fihak yang menentang keras Rasul
Akhir Zaman tersebut, tetapi mereka
tetap teguh dalam keimanannya seperti halnya pendahulu
mereka, yaitu umat Islam di zaman Nabi Besar Muhammad saw..
Dengan demikian benarlah nubuatan Allah Swt. dalam firman-Nya
berikut ini mengenai dua kali pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw. di masa awal
dan di masa akhir umat Islam dalam
wujud “Khalifah ruhani” beliau saw.
terbesar, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ
الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا
مِنۡ قَبۡلُ لَفِیۡ ضَلٰلٍ
مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya, dan mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
ٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ -- Itulah karunia
Allah, Dia meng-anugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Huruf
وَ di awal ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ adalah
wau ataf yang
memberitahukan bahwa berbagai keadaan dan peristiwa yang diceritakan dalam ayat sebelumnya, akan
kembali terjadi sepenuhnya di Akhir Zaman ini ketika
Allah Swt. mengutus Nabi Besar Muhammad saw. kedua kali secara ruhani di kalangan اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
-- (kaum lain dari antara mereka), لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- “yang belum bertemu dengan mereka” yaitu dalam wujud Pendiri Jemaat Muslim
Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih
Mau’ud a.s..
Pelarangan Melakukan
Ibadah Haji oleh “Pemelihara” Ka’bah (Baitullah)
Dari sekian banyak persamaan antara keadaan
Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam
di masa awal dengan keadaan yang
dialami Jemaat Ahmadiyah adalah
ketika secara berjama’ah dilarang keras untuk mengunjungi Ka’bah (Baitullah) oleh
pihak yang menganggap diri mereka sebagai “pemelihara” Ka’bah (Baitullah), yakni mereka dilarang keras melaksanakan ibadah haji karena dianggap sebagai
golongan Non-Muslim serta dianggap
golongan yang “sesat dan menyesatkan”, dengan alasan
bahwa Jemaat Muslim Ahmadiyah telah beriman kepada Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada semua
umat beragama (QS.61:10; QS.77:12).
Dengan demikian jelaslah, bahwa pihak-pihak
yang melakukan pelarangan melakukan ibadah
haji kepada sesama Muslim, mereka itu telah menjadi penentang yang nyata
terhadap perintah Allah Swt. kepada
Nabi Ibrahim a.s., firman-Nya:
وَ اَذِّنۡ فِی النَّاسِ
بِالۡحَجِّ یَاۡتُوۡکَ رِجَالًا وَّ عَلٰی کُلِّ ضَامِرٍ یَّاۡتِیۡنَ مِنۡ
کُلِّ فَجٍّ عَمِیۡقٍ ﴿ۙ﴾
”Dan umumkanlah kepada manusia
untuk ibadah haji, mereka akan datang kepada engkau berjalan kaki
dan menunggang unta yang kurus,
datang dari segenap penjuru yang
jauh-jauh. (Al-Hājj [22]:28).
Mereka pun
telah menjadi penentang perintah
Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اَوۡفُوۡا بِالۡعُقُوۡدِ ۬ؕ اُحِلَّتۡ لَکُمۡ بَہِیۡمَۃُ
الۡاَنۡعَامِ اِلَّا مَا یُتۡلٰی
عَلَیۡکُمۡ غَیۡرَ مُحِلِّی الصَّیۡدِ وَ اَنۡتُمۡ حُرُمٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یَحۡکُمُ مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا لَا تُحِلُّوۡا شَعَآئِرَ اللّٰہِ وَ لَا الشَّہۡرَ الۡحَرَامَ وَ لَا
الۡہَدۡیَ وَ لَا الۡقَلَآئِدَ وَ لَاۤ
آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ
رِضۡوَانًا ؕ وَ اِذَا حَلَلۡتُمۡ فَاصۡطَادُوۡا ؕ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ
شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا ۘ
وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ
وَ الۡعُدۡوَانِ ۪ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian kamu. Dihalalkan bagi kamu binatang binatang
berkaki empat, kecuali apa yang akan diberitahukan kepada
kamu, dengan tidak menghalalkan binatang buruan selama kamu dalam keadaan ihram,
sesungguhnya Allah menetapkan hukum
mengenai apa yang Dia kehendaki. Hai
orang-orang yang beriman, janganlah mencemari Syiar-syiar Allah, jangan mencemari Bulan
Haram, jangan mencemari binatang-binatang kurban, jangan mencemari binatang-binatang
kurban yang ditandai kalung,
وَ لَاۤ آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ
فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا -- dan jangan mencemari yakni menghalangi orang-orang yang menziarahi Baitul Haram untuk mencari karunia dan keridhaan
dari Rabb (Tuhan) mereka. Tetapi apabila
kamu telah melepas pakaian ihram maka kamu boleh berburu. وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ
قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا -- Dan janganlah
kebencian sesuatu kaum kepada kamu
karena mereka telah menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram
mendorongmu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ
وَ التَّقۡوٰی -- Dan tolong-menolonglah
kamu dalam birr (kebajikan) dan takwa, ۪ وَ لَا
تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ -- dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya siksaan
Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:1-3).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar