Selasa, 01 Juli 2014

Pro-Kontra Perbedaan "Karamah" dengan "Kanuragan"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   252

    Pro-Kontra Perbedaan “Karamah dengan “Kanuragan  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan    mengenai  diajarkan-Nya  semua nama-nama (al-Asmā) kepada Adam (QS.2:31-35), yang  sejalan dengan dibukakan-Nya rahasia-rahasia gaib Allah Swt. kepada Rasul-Nya dalam Surah berikut ini, firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾  
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya,  supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
       Selain sebagai sarana untuk menyampaikan rahasia-rahasia gaib-Nya  pengutusan Rasul Allah juga sebagai sarana untuk membedakan atau untuk melakukan  pemisahan  yang baik dan yang buruk dari umat beragama   -- termasuk umat  Islam yang terpecah-belah  menjadi  berbagai mazhab  dan firqah – firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar.  (Ali ‘Imran [3]:180).

Proses Kelahiran Tanpa Ayah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  &  “Karamah Palsu”

        Semua penjelasan mengenai “peniupan ruh” oleh Allah Swt. dan turunnya Ruhulqudus  yang dikemukakan sebelumnya,  memiliki hubungan erat dengan    peniupan Ruh” kepada Maryam binti ‘Imran mengenai kehamilannya dan dengan turunnya Ruhulqudus kepada Nabi Isa Ibnu Maryam,   serta  dengan tingkatan ruhani Maryam binti Imran yang kemudian melahirkan tingkatan ruhani  Isa Ibnu Maryam  sebelum ini, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang  memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13). 
     Maryam binti Maryam, ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah Swt., mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi (lihat ayat 13, Pent.) menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk.
  Sebagaimana telah dijelaskan bahwa  tingkatan suluk (perjalanan ruhani atau pendakian ruhani) pada keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran  yang dikemukakan Al-Quran disebut Syeikh Abdul Qadir al-Jailani sebagai   tingkatan  alam malakut (alam malaikat) atau alam jabarut,   yang di dalamnya para  salik (para penempuh jalan ruhani) akan mengalami berbagai pengalaman yang ajaib  yang keadaannya di luar nalar, yang disebut “karamah” (kekeramatan) atau khariqul ‘adat (hal yang luar biasa), terlebih lagi  setelah mengalami kelahiran ruhani  yang disebut tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s. akan lebih banyak mengalami berbagai macam  mukjizat seperti   yang terjadi pada diri Nabi Isa Ibnu  Maryam a.s. (Yesus Kristus).
    Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai terjadinya proses kelahiran ruhani dari tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran ke tingkat ruhani Isa Ibnu Maryam (QS.66:13), agar tidak terjadi kerancuan serta salah kaprah terlebih dulu perlu dijelaskan mengenai perbedaan antara karamah yang asli dengan berbagai pengaruh yang ditimbulkan dari olah kebathinan  yakni    karamah palsu   --  yang pada hakikatnya termasuk    kanuragan yang  disebut sebagai “kesaktian”.

“Tenaga Dalam” dan “Cara Membangkitkannya”

       Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini  penulis copas   beberapa artikel mengenai masalah “tenaga dalam”  yang penulia anggap  dapat mewakili  berbagai pembahasan atau artikel mengenai masalah tersebut:

PENGERTIAN TENAGA DALAM
Erlangga Elang

      Beberapa pendapat para ahli tenaga dalam dan ilmu hikmah tentang tenaga dalam:

1. Tenaga dalam tidak berkaitan dengan keberadaan ras, suku, agama, jenis kelamin dan kuat lemah fisik manusia. Tenaga dalam berkaitan dengan kemauan pikiran, hati, nurani, dan keadaan pisikologis serta spiritual manusia bersangkutan, baik terhadap diri sendiri maupun kepada Tuhan. Tenaga dalam dapat diperoleh dengan latihan khusus berdasarkan ‘kemauan’ diri sendiri dan ijin Allah Swt..

2. Tenaga dalam ‘sumber kekuatan diri’ yang dapat digerakkan berdasarkan pikiran, konsentrasi dan visualisasi, dengan berkerja sama bersama alam dan restu Allah Pencipta alam. Tenaga dalam bekerja berdasarkan sistem perintah instrument organ dan syaraf manusia, dan ia tidak bisa menolak perintah apapun yang datang dari system syaraf di otak dan hati serta kesadaran manusia.      3. Tenaga dalam jika tidak digunakan adalah ‘tenaga biasa’ namun jika dioprasionalkan, tenaga dalam mempunyai kekuatan berlipat ganda yang sulit diukur dan dinalar dengan akal sehat. Sebagai contoh, besi baja patah, ringan tubuh (levitasi), penyembuhan kilat dengan prana, deteksi harta karun/benda bertuah, pengasihan, kebal senjata tajam, kebal peluru, kebal api dan lain sebagainya, sebagai bukti “dahsyatnya” efek kerja tenaga dalam.

3.  Tenaga dalam dapat diraih berlipat ganda oleh siapa saja dengan berbagai metode yaitu diantara lain melalui tirakat/puasa, latihan olah pernafasan, menerima ‘transfer tenaga gaib’ dari manusia lain, dan sebagainya.

4.   Tenaga dalam dapat bekerja dalam kondisi   manusia jaga (tidak tidur) maupun dalam keadaan seluruh syaraf beristirahat (tidur).

5.  Seluruh orang yang dikenal ‘sakti’ menggunakan tenaga dalamnya sebagai ‘sumber kesaktian.

6. Seluruh tenaga dalam adalah putih, suci, dan murni. Bila tenaga dalam ternyata digunakan dengan maksud jahat dan kejam, hal itu karena si pelakunya saja yang mempunyai pikiran hati, visualisasi jahat dan kejam.

7.  Tenaga dalam paling mudah diperoleh agar berlipat ganda hanya melalui satu cara “Penghayatan”.

8. Dalam tubuh manusia terdapat beberapa pusat energy tenaga dalam yang disebut cakra. Beberapa cakra tersebut adalah cakra mahkota, cakra dahi, cakra ajna, cakra tenggorokan, cakra jantung, cakra solar plexus, cakra pusar, cakra sex, cakra kundalini, dan beberapa cakra mayor dan minor lain. Dalam cakra ini tenaga dalam bersemayam, berputar berkesinambungan dan mengendalikan serta mempengaruhi system peredaran darah dan susunan syaraf manusia. Hanya beberapa orang yang ‘berilmu batin tinggi’ saja yang mampu melihat cakra cakra tersebut.

9.  Tenaga dalam dapat digali dan muncul dari dalam tubuh/batin, jika si pemilik tenaga dalam mempunyai ‘bekal’ sebagai berikut:  (1) Fikiran,  (2) Naluri,  (3) Nurani, (4) Keyakinan, (5) Kemauan, (6) Kepercayaan (kepada diri sendiri, alam, dan Tuhan), (7) Kerendahan hati (dan sifat lain yang baik).

10.Tenaga dalam bisa dibangkitkan, baik oleh orang tidak cacat maupun orang cacat. Orang buta misalnya, dia dapat diarahkan membangkitkan dan menggali tenaga dalam untuk keperluan ‘melihat’ melalui mata hati bukan mata fisik.

11.Orang yang merasa  tidak bertuah (tidak berilmu) pun bisa menggali tenaga dalamnya, karena Tuhan Maha memberi dan Maha memaklumi. Tuhan akan selalu mengasihi dan menyayangi mahkluk-Nya. Adapun mahkluk-Nya ingkar dan durhaka itu sudah urusan lain, karena semua perilaku mahkluk Tuhan seluruhnya akan dihisab (dihitung) nanti setelah Hari Kebangkitan.

12.Tenaga dalam bisa diraih sangat istimewa 0leh para Nabi/Rasul/Wali karena kedekatan mereka kepada Tuhan-nya. Kecuali menjadi  Nabi dan Rasul, semua manusia bisa meraih derajat wali atau orang sakti, asalkan manusia mampu berprilaku, bertindak, beribadah, mendekatkan diri kepada Tuhan sama persis dengan apa yang wali lakukan (khusus ilmu putih-White magic).

         Kita harus ingat filosofi “Orang yang sangat sakti adalah orang yang telah tidak membutuhkan kekayaan lagi.”

       Melihat pada pengertian-pengertian tentang tenaga dalam di atas, maka kita berkesimpulan bahwa tenaga dalam seseorang bisa dibangkitkan dan digali.


Fenomena Fisika di Balik Tenaga Prana ..!

         Berikut adalah cuplikan  artikel tinjauan masalah “tenaga dalam” dari sudut pandang ilmu   fisika menurut Prof Dr Pantur Silaban:
        “….Karena seperti juga makhluk hidup lain di tubuh manusia juga tersimpan energi listrik dan dikelilingi medan listrik, maka energi listrik alami ini dapat dikonsentrasikan untuk menghasilkan tenaga dalam. Hal ini dapat terjadi melalui latihan fisik dengan pengaturan pernapasan. Latihan fisik berpengaruh pada suplai oksigen dalam tubuh. Pandangan itu dilontarkan oleh Prof Dr Pantur Silaban, Guru Besar Ilmu Fisika ITB ketika membahas penyembuhan berbasis tenaga dalam dilihat dari sudut ilmu fisika, dan Indra Abidin, Ketua Umum Paguron Penca Silat Nampon (PPSN) pada lokakarya bertema      "Rahasia di Balik Tenaga Dalam" di Jakarta.
     Impuls listrik dihasilkan oleh ATP (adenosine triphosphate) sebagai senyawa yang menyimpan energi tubuh, yang terjadi akibat pembakaran oksigen dalam tubuh. Dalam sel, energi digunakan untuk mensintesis molekul baru, kontraksi otot, konduksi saraf, menghasilkan radian energi yang menghasilkan pancaran sinar.
    Medan listrik dapat diperbesar hingga menghasilkan energi listrik tubuh (bioelektris) bila elektron bergerak lebih cepat secara teratur. Energi atau tenaga dalam inilah yang diolah dan dikembangkan para ahli olah prana untuk menyembuhkan penyakit.  "Segala yang ada di alam semesta merupakan manifestasi energi, seperti gravitasi, dan gelombang magnet, serta energi matahari," jelas Silaban.

Macam-macam energy

      Dalam pandangan Indra Abidin, ada pula energi lain, yang halus atau baik, kasar atau buruk. Energi itu dapat masuk dalam tubuh manusia. Karena itu, salah satu tujuan pengobatan adalah mengubah daya lemah menjadi kuat, dan kasar menjadi halus, dengan menetralisir energi yang ada pada bagian yang sakit.
      Penyakit merupakan dampak dari adanya ketidakseimbangan tiga unsur dalam tubuh yaitu fisik, pikiran, dan jiwa. Faktor penyebabnya bisa berasal dari dalam diri sendiri atau unsur luar yang masuk ke dalam tubuh. Virus dan bakteri sebagai salah satu faktor dari luar dapat mengganggu keseimbangan unsur tubuh.
       Getaran, hawa panas, dan pancaran sinar yang dikeluarkan oleh bagian tubuh yang sakit berbeda dengan yang berasal dari bagian tubuh normal. Dengan mengenali perbedaan getaran, panas, dan sinar dari berbagai bagian tubuh, seorang penyembuh dengan tenaga prana dapat mengetahui ketidaknormalan yang terjadi pada satu atau lebih bagian tubuh.
       Teknik penyembuhan dengan ilmu tenaga dalam bertujuan mematikan unsur negatif seperti virus dan bakteri, menetralkan zat kimia dalam tumbuh, serta membantu memperlancar suplai oksigen ke sel saraf sehingga sel dapat berfungsi semestinya. Ia berpendapat, sel syarat berperan penting dalam mengaktifkan organ dan sel tubuh lainnya.

Penyembuhan

        Proses penyembuhan dilakukan mulai dari membaca getaran sinar tubuh di sekitar bagian yang dikeluhkan dan mencari sumber keluhan. Selanjutnya mengirim tenaga dalam halus ke pusat keluhan dan mengembalikan sinar tubuh kembali pada warna normal.
       Dijelaskan Indra, pemancaran tenaga dalam bertujuan mengembalikan sinar atau cahaya organ tubuh pasien kembali ke kondisi normal. Selain itu, melalui tenaga dalam, ahli prana memberikan energi yang merangsang sel yang tidak normal atau pada lemah untuk menumbuhkan kekebalan.
        Untuk mengembangkan tenaga dalam dibutuhkan meditasi gerak atau latihan silat, dan selanjutnya meditasi diam. Dengan penggabungan dua meditasi ini gelombang otak dapat dibangun dan ditingkatkan. Pada tingkat tertentu gelombang otak dapat dikendalikan untuk mengelola fungsi tubuh, jiwa, dan pikiran sesuai kebutuhan.
        Tenaga dalam diperkuat melalui konsentrasi atau meditasi yang dapat mengatur gelombang otak. (yun).

Pro-Kontra Masalah “Tenaga Dalam”

        Sudah merupakan “Sunnatullah” bahwa berkenaan dengan sesuatu masalah yang dimunculkan ke public pasti akan terjadi pro dan kontra mengenai hal tersebut, berikut adalah artikel  pendapat yang kontra  mengenai masalah “tenaga dalam”:

Rahasia Di Balik Tenaga Dalam? 

 Oleh: E. Halawa

 

        Artikel ini muncul setelah penulis membaca berita berjudul Fenomena Fisika di Balik Tenaga Prana di Kompas Cyber Media, Rabu 25 Juni 2003, yang memuat pandangan Prof. Dr. Pantur Silaban, seorang pakar Fisika, dan Indra Abidin, seorang praktisi “Tenaga Dalam”. Tulisan ini pernah penulis kirim ke harian Kompas.
       Yang menarik dari berita itu ialah bahwa dua bentuk “pengetahuan” yang selama ini selalu dianggap tak bisa bertemu yaitu “pengetahuan alam” dan “pengetahuan supranatural”, berusaha dipertemukan oleh dua orang pakar atau praktisi di bidangnya dalam sebuah lokakarya bertema “Rahasia di Balik Tenaga Dalam”. Apakah kedua pakar/praktisi itu berhasil mempertemukan dua bentuk “pengetahuan” yang selama ini seperti air dengan api itu ? Hal inilah yang coba dibahas dalam tulisan ini. Akan dibahas juga mengenai kemungkinan pemeriksaan keberlakuan hukum kekekalan energi pada gejala irasional ini.

Istilah-istilah yang Belum “Bertemu”

      Sesuai dengan bidangnya masing-masing, kedua pakar menggunakan istilah-istilah yang lazim di bidangnya. Silaban menyebut istilah impuls listrik, medan listrik, gravitasi, gelombang magnet, dan sebagainya,  sementara Indra memunculkan istilah-istilah seperti: getaran, hawa panas, pancaran sinar, gelombang otak, energi halus (baik), energi kasar (buruk), tenaga dalam halus, sinar tubuh, dan sebagainya.
     Perlu digarisbawahi di sini, bahwa penjelasan para praktisi “tenaga dalam” mengenai pengertian dari istilah-istilah yang mereka pakai tidak pernah jelas. Dalam berbagai tabloid dan majalah “supranatural” misalnya muncul berbagai istilah berikut: “Transfer chip energi hiper metafisik, jatidiri dimensi 217 / 211, evolusi jati diri manusia, chip gaib” dsb. Kita tidak pernah mengerti apa yang mereka maksudkan dengan istilah-istilah itu yang terkesan asal dimunculkan.
     Adakah kesejajaran antara istilah-istilah dari dua bidang “pengetahuan” yang berbeda di ini? 
      Ketika Silaban merujuk pada energi atau tenaga dalam, misalnya, apakah istilah itu mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian Abidin, praktisi “tenaga dalam”?
      Apakah benar, bahwa energi dari impuls listrik tubuh yang menurut Silaban dihasilkan oleh adenosine triphosphate (ATP) adalah energi yang digunakan oleh Abidin ketika Abidin mengobati orang sakit misalnya?
      Apakah Silaban (mewakili pengetahuan alam) bisa menjelaskan secara ilmiah bagaimana seorang praktisi “tenaga dalam” mentransfer energi kepada orang lain?
      Apakah dunia ilmiah bisa menjelaskan mekanisme terbentuknya energi yang “dahsyat” ketika misalnya seseorang memukul orang lain dari jarak jauh?
       Apakah aura (pancaran sinar) yang memancar dari wajah seseorang yang memiliki “tenaga dalam” bisa dikaitkan dengan keberadaan ATP dalam tubuh seseorang ? Dan bagaimana pula menjelaskan hilangnya aura tersebut secara seketika, yang bisa dilihat dan diamati dengan jelas pada orang-orang yang memiliki “tenaga dalam”?

Sekilas Hasil Pengamatan Pribadi

   Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Prof. Silaban, saya ingin menyampaikan keraguan saya atas penjelasan ilmiah beliau terhadap gejala-gejala yang biasa disebut sebagai tenaga dalam, paranormal, energi positif atau sejumlah istilah lain dalam dunia yang masih misterius itu.   Keraguan saya atas penjelasan Silaban berkaitan dengan sejumlah pengamatan pribadi saya terhadap sejumlah orang yang memiliki “daya irasional” semacam itu.
       Kalau kita agak jeli memperhatikan, maka sebenarnya orang yang memiliki daya irasional itu memiliki ciri utama: penampilan fisiknya berubah-ubah. Ada saat-saat di mana penampilannya begitu “menarik”: wajahnya berbinar-binar, mempesona, mengundang simpatik, berwibawa, dan sebagainya.
       Penamiplan fisik yang mempesona itu biasanya terlihat ketika yang bersangkutan berada dalam situasi “membutuhkan” daya itu: dalam pertemuan penting, kampanye, pemunculan di televisi, dalam menyampaikan makalah di seminar, dalam berdebat, dalam membela perkara, dalam pemilihan kepala desa (bagi calon) dan sebagainya.
      Apabila yang bersangkutan adalah seorang pemuda yang menaksir seorang gadis, maka penampilan fisik yang mempesona itu muncul lebih kentara ketika si pemuda bertemu dengan sang gadis. Demikian juga, gadis yang memiliki daya irasional itu, apabila berpapasan dengan orang-orang lain di tengah jalan akan mengundang perhatian orang-orang itu sehingga mereka akan memandang terus ke arahnya sampai jarak tertentu dari lokasi mereka berpapasan. Mereka akan memutar kepala ke arah gadis itu.
   Penampilan fisik yang mempesona itu dibarengi dengan sejumlah ciri lain: kelancaran berbicara, humor yang bisa memancing gelak tawa yang luar biasa, wibawa yang mengundang ketakutan atau rasa takjub pihak lain, suara yang lebih dalam dan berwibawa, ucapan-ucapan yang menggetarkan dan menggentarkan yang membuat orang lain terkesima, serta beberapa ciri penampilan lain yang memang dibutuhkan oleh yang bersangkutan dalam situasi itu.
       Jika yang memiliki daya irasional adalah seorang perempuan maka penampilan fisik yang mempesona disertai dengan suara yang lebih indah / mantap, raut muka yang kelihatan cantik nyaris sempurna, orang merasa nyaman berada di sampingnya sehingga tidak jarang terjadi kerumunan di sekitarnya.
     Ciri-ciri yang disebutkan di atas sebenarnya dimanfaatkan oleh dan menjadi senjata utama dari the invisible hand atau sumber daya irasional itu untuk melemahkan kesadaran dan akal budi orang-orang di sekitar. Ciri-ciri dari orang yang menjadi korban dari proses pelemahan kesadaran dan akal budi itu beragam menurut situasi.
     Apabila seorang bawahan menjadi korban pelemahan kesadaran atasannya, maka si bawahan akan semakin takut dan tunduk, tidak berani memandang atasannya, tak berani berdebat atau mengkritik, tidak berani duduk lama-lama di depan atasannya, dan cenderung menghindari pertemuan atau tatap muka dengan atasan.
     Jika seorang gadis menjadi korban pelemahan kesadaran itu, maka dia akan begitu terpesona dengan si pemuda, walau tadinya ia membencinya setengah mati. Ia akan mengingat terus sang pemuda dalam setiap detik kehidupannya, siang dan malam. Dan dalam kasus-kasus yang berat, ini bisa menjurus kepada kekacauan pikiran secara permanen.
       Akan tetapi penampilan fisik yang mempesona itu memang tidak langgeng, pada saat-saat tertentu penampilan yang mempesona itu hilang disertai ciri-ciri berikut: wajah yang keriput tak menarik, tak berbinar, kelihatan letih sekali, kelihatan kurus, bahkan terkesan seperti baru menderita diare. Ini bisa disaksikan pada saat yang bersangkutan sedang asyik sendiri tanpa ada interaksi dengan pihak lain, ketika baru bangun sambil melamun sendiri, ketika berjalan seorang diri, atau di tengah-tengah para sahabat atau keluarga yang tidak merupakan “ancaman”. Pada saat itu, daya itu memang tidak dibutuhkan dan karenanya tidak diaktifkan.

Daya Irasional

       Beberapa praktisi “tenaga dalam” mengakui bahwa “tenaga” yang mereka miliki adalah tenaga irasional. Maka, agak mengejutkan ketika Silaban dengan cukup berani coba memberikan penjelasan ilmiah (baca: rasional) terhadap gejala irasional itu. Saya cenderung menggunakan istilah “irasional” karena menurut hemat saya kekuatan itu memang muncul sebagai akibat dari pelemahan kesadaran, akibat dari tunduknya rasio terhadap hal-hal yang irasional.
    Daya-daya itu diperoleh dengan cara-cara irasional: kepercayaan terhadap kekuatan benda-benda tertentu (cincin, batu-batu tertentu, patung, dsb.), tempat-tempat tertentu (kuburan, gua, dsb.), angka-angka tertentu, kalimat-kalimat tertentu (dalam bentuk mantra), dan sebagainya.
        Dengan mempercayai adanya kekuatan-kekuatan itu, kesadaran dan akal budi kita diperlemah, dikaburkan, dan akhirnya tunduk dan menghamba pada irasionalitas. Begitu irasionalitas menang, “kekuatan-kekuatan” itu pun muncul dengan sendirinya dan instan.
       Tidak jarang umat dari berbagai agama mencari dan memburu “nama” dan atau “sifat-sifat” Ilahi untuk dijadikan sumber kekuatan itu. Maka muncullah nama atau sifat-sifat Ilahi dalam gulungan atau lipatan-lipatan kertas yang ditempatkan di dalam saku baju. Dan apabila gulungan kertas itu tidak muat dalam saku baju, ia dimasukkan dalam dompet yang biasanya ditaruh di kantong belakang celana, daerah yang selalu bergesekan dengan tempat duduk. Begitu nama atau sifat Ilahi itu (yang seharusnya dijunjung tinggi) berada di tempat yang tidak pantas itu, kesadaran dan akal budi dibiarkan tunduk atau takluk kepada irasionalitas. Dan kekuatan itu pun menjadi milik kita (sebenarnya lebih tepat: menguasai kita).

Ruang bagi Penjelasan Ilmiah

        Sisi positif dari terobosan Prof. Silaban adalah munculnya kemungkinan mencari penjelasan ilmiah atas gejala irasional itu. Akan tetapi menurut saya tidak pertama-tama melalui “jalur penjelasan ATP” yang telah dimulai Silaban. Barangkali yang paling relevan adalah pemeriksaan apakah hukum pertama termodinamika tentang kelestarian energi berlaku juga bagi daya-daya irasional itu? Salah satu keberatan para ilmuwan untuk mengkaji gejala “supranatural” adalah karena menurut mereka gejala itu tidak tunduk kepada hukum alam, antara lain hukum kekekalan energi.
       Saya punya keyakinan sebaliknya, daya-daya irasional itu tunduk kepada hukum pertama termodinamika, hal yang juga membuat saya menyimpulkan bahwa gejala irasional itu sebaiknya kita hindari. Akan tetapi untuk memeriksa keberlakuan hukum itu, ada dua konsep yang mungkin perlu “didefinisi” ulang: energi dan sistem.
       Pemahaman saya terhadap gejala irasional itu adalah sebagai berikut. Kekuatan yang dahsyat itu muncul dalam berbagai bentuk: kekuatan atau kemampuan yang luar biasa baik fisik maupun mental. Contoh-contoh kekuatan atau kemampuan fisik adalah: (1) kekebalan terhadap senjata tajam dan api,  (2) kemampuan lolos dari serangan senjata api,  (3) penampilan fisik yang mempesona, (3) suara yang berat berwibawa atau indah dan menawan, dan sebagainya.  (4)   Kekuatan atau kemampuan mental muncul dalam bentuk: wibawa (untuk menundukkan orang lain), (5) kemampuan bersilat lidah, (6) kemampuan memukau massa, (6) kemampuan mengubah pikiran orang lain (misalnya dalam hal pelet memelet atau dagang), dan sebagainya.
      Kekuatan atau kemampuan lain yang dimiliki oleh gejala irasional itu adalah: kekuatan atau kemampuan “menyembuhkanpenyakit, baik penyakit fisik maupun mental. Saya sendiri sangat menyangsikan kemampuan terakhir ini.
        Untuk memungkinkan pemahaman ilmiah terhadap gejala irasional ini, konsep-konsep kekuatan atau kemampuan yang disebutkan di atas harus juga dimasukkan dalam definisi baru “energi” itu. Kita pun perlu mendefinisikan sistem secara tepat. Sistem di sini adalah orang yang memiliki daya irasional itu sendiri, mencakup fisik dan pikirannya. Dengan bekal kedua definisi “baru” tadi, mari kita coba memulai sebuah pengamatan ilmiah.
    Di sebuah pesta perkawinan di kampung saya, sekitar 40 tahun lalu, saya menyaksikan sesuatu yang hingga saat ini terbayang jelas dalam ingatan saya. Dalam pesta itu disuguhkan sebuah pertunjukkan silat, di mana dua orang beradu kelincahan dalam sebuah lapangan berukuran sekitar 5 x 6 m. Mula-mula keduanya beratraksi dengan tangan kosong dengan gerakan-gerakan yang sangat memukau. Atraksi mereka terkadang dibarengi dengan gejala irasional berupa penampakan muka mereka dalam bentuk muka harimau.
       Setelah atraksi tangan kosong, atraksi dilanjutkan dengan menggunakan sebuah pisau yang sangat tajam sekitar 20 cm panjangnya. Si A memegang pisau, si B memegang sarung pisaunya. Setelah beberapa saat, atraksi menuju puncaknya: si A menghujamkan pisau dengan kecepatan tinggi ke arah jantung si B. Si B, juga dengan kecepatan yang sangat tinggi, segera menyambut tusukan si A dengan sarung pisau. Pisau “tertancap” dalam sarungnya !
       Selanjutnya Si B melemparkan sarung pisau ke tanah, dan dengan penuh keberanian menyambut 3 kali tusukan si A dengan dadanya sendiri. Tusukan itu mengeluarkan bunyi seperti kalau seseorang memukul karet. Atraksi puncak ini membuat penonton berteriak histeris tetapi sekali gus terkagum-kagum: tidak ada bekas goresan apa pun di dada si B!
       Empat tahun lalu, dalam sebuah pertemuan dengan si B, saya mendapat sebuah pengakuan ini: fisiknya kini sangat menderita. Di bagian tubuh tempat kenanya tusukan-tusukan pisau itu dia merasakan ngilu yang luar biasa setiap saat. Tentu saja atraksi yang saya tonton itu hanya satu dari sejumlah “atraksi” lain yang dia lakukan pada berbagai kesempatan lain. Dia juga mudah gelisah, kuatir dan berbagai perasaan tak nyaman lain selalu menyelimuti kehidupannya.
        Kisah di atas mencoba menjelaskan bagaimana kita harus melihat efek daya irasional itu terhadap orang yang memilikinya. Dalam kisah itu, yang terjadi adalah pengurasan energi untuk keperluan sesaat, tetapi berakibat jangka panjang. Penalaran yang sama dapat diterapkan pada setiap gejala irasional lain. Misalnya saja, orang yang mendapat kemasyhuran, jabatan tinggi, rejeki atau perlindungan fisik dari daya-daya irasional itu akan mengalami efek samping yang dahsyat di kemudian hari. Orang yang meminta perlindungan fisik dari kecelakaan mobil atau pesawat udara barangkali akan mati lewat tembakan sebuah senapan. Orang yang tiba-tiba melejit dalam jabatannya mungkin di kemudian hari mendapat malu, diturunkan dari jabatannya secara tidak terhormat.
        Secara fisik, efek pengurasan energi dari sistem dalam periode awal akan dapat diamati pada periode akhir, misalnya ketika daya irasional itu dipaksa keluar, barangkali oleh daya irasional lain. Yang dapat diamati adalah: volume fisiknya berkurang atau menyusut sekali, mukanya kelihatan sangat tua dan tidak menarik. Hilangnya pesona fisik ini selalu disertai dengan hilangnya wibawa yang bersangkutan di depan umum, hilangnya kharisma, hilangnya rasa hormat orang lain terhadapnya, dan sebagainya.
       Dari contoh-contoh di atas, bukankah secara kualitatif bisa kita simpulkan bahwa hukum kekekalan “energi“ berlaku ? (Pengamatan secara kuantitatif mungkin akan mengalami berbagai hambatan besar, hal yang akan dipaparkan dalam sebuah tulisan lain.)
        Modus operandi si “invisible hand” itu boleh dikatakan sama dalam setiap kasus: mengerahkan atau menguras “energi” sistem (baca orang yang memiliki daya irasional itu) selama periode tertentu, sehingga pada periode sisa, sistem akan mengalami starvasi (kemelaratan) energi.
      Atas dasar uraian di atas, saya juga menyangsikan efek positif penerapan “tenaga dalam” untuk penyembuhan penyakit, baik fisik maupun mental.”
        Tanpa bermaksud  meremehkan  dua artikel sebelumnya,  saya  setuju dengan   berbagai hal yang dipaparkan  penulis (E.Halawa) dalam artikel yang ketiga, barangkali phenomena “jenglot     -- yang dipercayai sebagai tubuh orang-orang yang menggeluti ilmu kanuragan BK (Batara Karang)  -- dapat dikemukakan sebagai salah satu bukti mengenai kebenaran  paragraf yang dimiringkan dan  paragraf  terakhir artikel tersebut:
“Modus operandi si “invisible hand” itu boleh dikatakan sama dalam setiap kasus: mengerahkan atau menguras “energi” sistem (baca orang yang memiliki daya irasional itu) selama periode tertentu,  sehingga pada periode sisa, sistem akan mengalami starvasi (kemelaratan) energi.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  8 Juni    2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar