بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 252
Pro-Kontra
Perbedaan “Karamah” dengan “Kanuragan”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai
diajarkan-Nya semua nama-nama
(al-Asmā) kepada Adam (QS.2:31-35), yang sejalan dengan dibukakan-Nya rahasia-rahasia gaib Allah Swt. kepada Rasul-Nya dalam Surah berikut ini,
firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ
اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali
kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di
hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia
mengetahui bahwa sungguh mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb
(Tuhan) mereka, dan Dia
meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin
[72]:27-29).
Selain sebagai sarana untuk menyampaikan
rahasia-rahasia gaib-Nya pengutusan Rasul Allah juga sebagai sarana
untuk membedakan atau untuk
melakukan pemisahan yang baik dan yang buruk dari umat beragama --
termasuk umat Islam yang terpecah-belah menjadi
berbagai mazhab dan firqah
– firman-Nya:
مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ
اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ
الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی
الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪
فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ
اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki, karena itu berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar.
(Ali ‘Imran [3]:180).
Proses
Kelahiran Tanpa Ayah Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. & “Karamah Palsu”
Semua penjelasan mengenai “peniupan ruh” oleh Allah Swt. dan
turunnya Ruhulqudus yang dikemukakan sebelumnya, memiliki hubungan erat dengan “peniupan
Ruh” kepada Maryam binti ‘Imran
mengenai kehamilannya dan dengan
turunnya Ruhulqudus kepada Nabi Isa Ibnu Maryam, serta
dengan tingkatan ruhani Maryam
binti Imran yang kemudian melahirkan
tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam sebelum ini,
firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ
مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri
‘Imran, yang memelihara
kesuciannya, maka Kami meniupkan ke
dalamnya Ruh Kami, dan ia
menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia
termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13).
Maryam binti Maryam, ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s. melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena
telah berdamai dengan Allah Swt.,
mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata
pengganti hi dalam fīhi (lihat ayat 13, Pent.) menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata
pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah
berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa
dapat masuk.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
tingkatan suluk (perjalanan
ruhani atau pendakian ruhani) pada keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran yang
dikemukakan Al-Quran disebut Syeikh Abdul
Qadir al-Jailani sebagai tingkatan alam
malakut (alam malaikat) atau alam
jabarut, yang di dalamnya para salik
(para penempuh jalan ruhani) akan mengalami berbagai pengalaman yang ajaib yang
keadaannya di luar nalar, yang
disebut “karamah” (kekeramatan) atau khariqul ‘adat (hal yang luar biasa),
terlebih lagi setelah mengalami kelahiran ruhani yang disebut tingkatan ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s. akan lebih banyak mengalami berbagai macam mukjizat
seperti yang terjadi pada diri Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. (Yesus Kristus).
Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai
terjadinya proses kelahiran ruhani
dari tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran
ke tingkat ruhani Isa Ibnu Maryam
(QS.66:13), agar tidak terjadi kerancuan
serta salah kaprah terlebih dulu
perlu dijelaskan mengenai perbedaan antara karamah
yang asli dengan berbagai pengaruh
yang ditimbulkan dari olah kebathinan yakni
“karamah palsu” --
yang pada hakikatnya termasuk kanuragan yang disebut sebagai “kesaktian”.
“Tenaga
Dalam” dan “Cara Membangkitkannya”
Sehubungan dengan hal tersebut, berikut
ini penulis copas beberapa artikel
mengenai masalah “tenaga dalam” yang
penulia anggap dapat mewakili
berbagai pembahasan atau artikel mengenai masalah tersebut:
PENGERTIAN
TENAGA DALAM
Beberapa pendapat para ahli tenaga dalam dan ilmu hikmah tentang tenaga dalam:
1. Tenaga dalam tidak berkaitan dengan keberadaan ras, suku, agama, jenis kelamin dan kuat lemah fisik manusia. Tenaga dalam berkaitan dengan kemauan pikiran, hati, nurani, dan keadaan pisikologis serta spiritual manusia bersangkutan, baik terhadap diri sendiri maupun kepada Tuhan. Tenaga dalam dapat diperoleh dengan latihan khusus berdasarkan ‘kemauan’ diri sendiri dan ijin Allah Swt..
2. Tenaga dalam ‘sumber kekuatan diri’ yang dapat digerakkan berdasarkan pikiran, konsentrasi dan visualisasi, dengan berkerja sama bersama alam dan restu Allah Pencipta alam. Tenaga dalam bekerja berdasarkan sistem perintah instrument organ dan syaraf manusia, dan ia tidak bisa menolak perintah apapun yang datang dari system syaraf di otak dan hati serta kesadaran manusia. 3. Tenaga dalam jika tidak digunakan adalah ‘tenaga biasa’ namun jika dioprasionalkan, tenaga dalam mempunyai kekuatan berlipat ganda yang sulit diukur dan dinalar dengan akal sehat. Sebagai contoh, besi baja patah, ringan tubuh (levitasi), penyembuhan kilat dengan prana, deteksi harta karun/benda bertuah, pengasihan, kebal senjata tajam, kebal peluru, kebal api dan lain sebagainya, sebagai bukti “dahsyatnya” efek kerja tenaga dalam.
3. Tenaga dalam dapat diraih berlipat ganda oleh siapa saja dengan berbagai metode yaitu diantara lain melalui tirakat/puasa, latihan olah pernafasan, menerima ‘transfer tenaga gaib’ dari manusia lain, dan sebagainya.
4. Tenaga dalam dapat bekerja dalam kondisi manusia jaga (tidak tidur) maupun dalam keadaan seluruh syaraf beristirahat (tidur).
5. Seluruh orang yang dikenal ‘sakti’ menggunakan tenaga dalamnya sebagai ‘sumber kesaktian’.
6. Seluruh tenaga dalam adalah putih, suci, dan murni. Bila tenaga dalam ternyata digunakan dengan maksud jahat dan kejam, hal itu karena si pelakunya saja yang mempunyai pikiran hati, visualisasi jahat dan kejam.
7. Tenaga dalam paling mudah diperoleh agar berlipat ganda hanya melalui satu cara “Penghayatan”.
8. Dalam tubuh manusia terdapat beberapa pusat energy tenaga dalam yang disebut cakra. Beberapa cakra tersebut adalah cakra mahkota, cakra dahi, cakra ajna, cakra tenggorokan, cakra jantung, cakra solar plexus, cakra pusar, cakra sex, cakra kundalini, dan beberapa cakra mayor dan minor lain. Dalam cakra ini tenaga dalam bersemayam, berputar berkesinambungan dan mengendalikan serta mempengaruhi system peredaran darah dan susunan syaraf manusia. Hanya beberapa orang yang ‘berilmu batin tinggi’ saja yang mampu melihat cakra cakra tersebut.
9. Tenaga dalam dapat digali dan muncul dari dalam tubuh/batin, jika si pemilik tenaga dalam mempunyai ‘bekal’ sebagai berikut: (1) Fikiran, (2) Naluri, (3) Nurani, (4) Keyakinan, (5) Kemauan, (6) Kepercayaan (kepada diri sendiri, alam, dan Tuhan), (7) Kerendahan hati (dan sifat lain yang baik).
10.Tenaga dalam bisa dibangkitkan, baik oleh orang tidak cacat maupun orang cacat. Orang buta misalnya, dia dapat diarahkan membangkitkan dan menggali tenaga dalam untuk keperluan ‘melihat’ melalui mata hati bukan mata fisik.
11.Orang yang merasa tidak bertuah (tidak berilmu) pun bisa menggali tenaga dalamnya, karena Tuhan Maha memberi dan Maha memaklumi. Tuhan akan selalu mengasihi dan menyayangi mahkluk-Nya. Adapun mahkluk-Nya ingkar dan durhaka itu sudah urusan lain, karena semua perilaku mahkluk Tuhan seluruhnya akan dihisab (dihitung) nanti setelah Hari Kebangkitan.
12.Tenaga dalam bisa diraih sangat istimewa 0leh para Nabi/Rasul/Wali karena kedekatan mereka kepada Tuhan-nya. Kecuali menjadi Nabi dan Rasul, semua manusia bisa meraih derajat wali atau orang sakti, asalkan manusia mampu berprilaku, bertindak, beribadah, mendekatkan diri kepada Tuhan sama persis dengan apa yang wali lakukan (khusus ilmu putih-White magic).
Kita harus ingat filosofi “Orang yang sangat sakti adalah orang yang telah tidak membutuhkan kekayaan lagi.”
Melihat pada pengertian-pengertian tentang tenaga dalam di atas, maka kita berkesimpulan bahwa tenaga dalam seseorang bisa dibangkitkan dan digali.
Fenomena Fisika di Balik Tenaga Prana ..!
Berikut
adalah cuplikan artikel tinjauan masalah
“tenaga dalam” dari sudut pandang ilmu
fisika menurut Prof Dr Pantur
Silaban:
“….Karena
seperti juga makhluk hidup lain di tubuh manusia juga tersimpan energi listrik dan dikelilingi medan listrik, maka energi listrik alami ini dapat dikonsentrasikan
untuk menghasilkan tenaga dalam.
Hal ini dapat terjadi melalui latihan
fisik dengan pengaturan pernapasan.
Latihan fisik berpengaruh pada suplai oksigen
dalam tubuh. Pandangan itu dilontarkan oleh Prof
Dr Pantur Silaban, Guru Besar Ilmu Fisika ITB ketika membahas penyembuhan berbasis tenaga dalam dilihat dari sudut ilmu fisika, dan Indra Abidin, Ketua
Umum Paguron Penca Silat Nampon (PPSN) pada lokakarya bertema "Rahasia
di Balik Tenaga Dalam" di
Jakarta.
Impuls listrik dihasilkan oleh ATP (adenosine triphosphate) sebagai senyawa yang menyimpan energi tubuh, yang terjadi akibat pembakaran oksigen dalam tubuh. Dalam
sel, energi digunakan untuk mensintesis molekul baru, kontraksi otot, konduksi saraf, menghasilkan radian
energi yang menghasilkan pancaran
sinar.
Medan listrik dapat diperbesar hingga
menghasilkan energi listrik tubuh
(bioelektris) bila elektron bergerak
lebih cepat secara teratur. Energi
atau tenaga dalam inilah yang diolah
dan dikembangkan para ahli olah prana
untuk menyembuhkan penyakit. "Segala yang ada di alam semesta merupakan
manifestasi energi, seperti gravitasi, dan gelombang magnet, serta energi
matahari," jelas Silaban.
Macam-macam
energy
Dalam pandangan Indra Abidin, ada pula energi
lain, yang halus atau baik, kasar atau buruk. Energi itu dapat masuk dalam tubuh manusia. Karena itu, salah satu
tujuan pengobatan adalah mengubah daya lemah menjadi kuat, dan kasar menjadi halus, dengan menetralisir energi yang ada pada bagian
yang sakit.
Penyakit merupakan dampak dari adanya ketidakseimbangan tiga unsur dalam tubuh
yaitu fisik, pikiran, dan jiwa. Faktor
penyebabnya bisa berasal dari dalam diri
sendiri atau unsur luar yang
masuk ke dalam tubuh. Virus dan bakteri sebagai salah satu faktor dari
luar dapat mengganggu keseimbangan
unsur tubuh.
Getaran, hawa panas, dan pancaran sinar
yang dikeluarkan oleh bagian tubuh yang sakit berbeda dengan yang berasal dari bagian tubuh normal. Dengan
mengenali perbedaan getaran, panas,
dan sinar dari berbagai bagian tubuh, seorang penyembuh dengan tenaga prana
dapat mengetahui ketidaknormalan yang
terjadi pada satu atau lebih bagian tubuh.
Teknik penyembuhan dengan ilmu
tenaga dalam bertujuan mematikan
unsur negatif seperti virus dan bakteri, menetralkan zat kimia dalam tumbuh, serta membantu memperlancar suplai oksigen ke sel saraf sehingga sel dapat berfungsi
semestinya. Ia berpendapat, sel syarat
berperan penting dalam mengaktifkan organ dan sel tubuh lainnya.
Penyembuhan
Proses penyembuhan dilakukan mulai dari membaca getaran sinar tubuh di sekitar bagian yang dikeluhkan dan mencari sumber keluhan. Selanjutnya
mengirim tenaga dalam halus ke pusat keluhan dan mengembalikan sinar tubuh kembali pada warna normal.
Dijelaskan Indra, pemancaran tenaga dalam bertujuan mengembalikan sinar atau cahaya
organ tubuh pasien kembali ke kondisi normal. Selain itu, melalui tenaga dalam, ahli prana memberikan energi yang merangsang sel yang tidak
normal atau pada lemah untuk
menumbuhkan kekebalan.
Untuk mengembangkan tenaga dalam dibutuhkan meditasi
gerak atau latihan silat, dan
selanjutnya meditasi diam. Dengan penggabungan dua meditasi ini gelombang otak dapat dibangun dan ditingkatkan. Pada tingkat tertentu gelombang otak dapat dikendalikan
untuk mengelola fungsi tubuh, jiwa, dan pikiran sesuai kebutuhan.
Tenaga
dalam diperkuat melalui konsentrasi
atau meditasi yang dapat mengatur gelombang otak. (yun).
Pro-Kontra Masalah “Tenaga Dalam”
Sudah
merupakan “Sunnatullah” bahwa
berkenaan dengan sesuatu masalah yang dimunculkan ke public pasti akan terjadi pro dan kontra mengenai hal tersebut, berikut adalah artikel pendapat
yang kontra mengenai masalah “tenaga dalam”:
Rahasia Di Balik Tenaga Dalam?
Oleh: E. Halawa
Artikel ini muncul setelah penulis
membaca berita berjudul Fenomena Fisika
di Balik Tenaga Prana di Kompas Cyber Media, Rabu 25 Juni 2003, yang memuat
pandangan Prof. Dr. Pantur Silaban,
seorang pakar Fisika, dan Indra Abidin, seorang praktisi “Tenaga Dalam”. Tulisan ini pernah penulis kirim ke harian Kompas.
Yang menarik dari berita itu ialah bahwa
dua bentuk “pengetahuan” yang selama ini selalu dianggap tak bisa bertemu yaitu
“pengetahuan alam” dan “pengetahuan supranatural”, berusaha dipertemukan oleh dua orang pakar atau praktisi
di bidangnya dalam sebuah lokakarya
bertema “Rahasia di Balik Tenaga Dalam”.
Apakah kedua pakar/praktisi itu berhasil mempertemukan dua bentuk
“pengetahuan” yang selama ini seperti air dengan api itu ? Hal inilah yang coba
dibahas dalam tulisan ini. Akan dibahas juga mengenai kemungkinan pemeriksaan
keberlakuan hukum kekekalan energi
pada gejala irasional ini.
Istilah-istilah
yang Belum “Bertemu”
Sesuai dengan bidangnya masing-masing, kedua pakar menggunakan istilah-istilah yang lazim di bidangnya. Silaban menyebut istilah impuls listrik, medan listrik, gravitasi, gelombang magnet, dan sebagainya, sementara Indra memunculkan istilah-istilah seperti: getaran, hawa panas, pancaran sinar, gelombang otak, energi halus (baik), energi kasar (buruk), tenaga dalam halus, sinar tubuh, dan sebagainya.
Perlu digarisbawahi di sini, bahwa
penjelasan para praktisi “tenaga dalam” mengenai pengertian dari
istilah-istilah yang mereka pakai tidak pernah jelas. Dalam berbagai tabloid
dan majalah “supranatural” misalnya
muncul berbagai istilah berikut: “Transfer chip energi hiper metafisik,
jatidiri dimensi 217 / 211, evolusi jati diri manusia, chip gaib” dsb. Kita
tidak pernah mengerti apa yang mereka maksudkan dengan istilah-istilah itu yang
terkesan asal dimunculkan.
Adakah kesejajaran antara
istilah-istilah dari dua bidang “pengetahuan” yang berbeda di ini?
Ketika Silaban merujuk pada energi
atau tenaga dalam, misalnya, apakah istilah itu mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian Abidin, praktisi “tenaga
dalam”?
Apakah benar, bahwa energi dari impuls listrik
tubuh yang menurut Silaban dihasilkan oleh adenosine
triphosphate (ATP) adalah energi
yang digunakan oleh Abidin ketika Abidin mengobati
orang sakit misalnya?
Apakah Silaban (mewakili pengetahuan
alam) bisa menjelaskan secara ilmiah bagaimana seorang praktisi “tenaga dalam” mentransfer energi kepada orang lain?
Apakah dunia ilmiah bisa menjelaskan mekanisme
terbentuknya energi yang “dahsyat”
ketika misalnya seseorang memukul orang lain dari jarak jauh?
Apakah aura (pancaran sinar) yang memancar dari wajah
seseorang yang memiliki “tenaga dalam”
bisa dikaitkan dengan keberadaan ATP
dalam tubuh seseorang ? Dan bagaimana pula menjelaskan hilangnya aura tersebut secara seketika, yang bisa dilihat dan
diamati dengan jelas pada orang-orang yang memiliki “tenaga dalam”?
Sekilas
Hasil Pengamatan Pribadi
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Prof. Silaban, saya ingin menyampaikan keraguan saya atas penjelasan ilmiah beliau terhadap gejala-gejala yang biasa disebut sebagai tenaga dalam, paranormal, energi positif atau sejumlah istilah lain dalam dunia yang masih misterius itu. Keraguan saya atas penjelasan Silaban berkaitan dengan sejumlah pengamatan pribadi saya terhadap sejumlah orang yang memiliki “daya irasional” semacam itu.
Kalau kita agak jeli memperhatikan, maka
sebenarnya orang yang memiliki daya
irasional itu memiliki ciri utama: penampilan
fisiknya berubah-ubah. Ada saat-saat di mana penampilannya begitu “menarik”:
wajahnya berbinar-binar, mempesona, mengundang simpatik, berwibawa, dan
sebagainya.
Penamiplan fisik yang mempesona itu
biasanya terlihat ketika yang bersangkutan berada dalam situasi “membutuhkan” daya itu: dalam pertemuan penting,
kampanye, pemunculan di televisi, dalam menyampaikan makalah di seminar, dalam
berdebat, dalam membela perkara, dalam pemilihan kepala desa (bagi calon) dan
sebagainya.
Apabila yang bersangkutan adalah seorang
pemuda yang menaksir seorang gadis,
maka penampilan fisik yang mempesona itu muncul lebih kentara
ketika si pemuda bertemu dengan sang
gadis. Demikian juga, gadis yang memiliki daya
irasional itu, apabila berpapasan dengan orang-orang lain di tengah jalan
akan mengundang perhatian orang-orang
itu sehingga mereka akan memandang
terus ke arahnya sampai jarak tertentu dari lokasi mereka berpapasan. Mereka
akan memutar kepala ke arah gadis itu.
Penampilan fisik yang mempesona itu dibarengi dengan sejumlah
ciri lain: kelancaran berbicara, humor yang bisa memancing gelak tawa yang luar
biasa, wibawa yang mengundang
ketakutan atau rasa takjub pihak lain, suara
yang lebih dalam dan berwibawa, ucapan-ucapan
yang menggetarkan dan menggentarkan yang membuat orang lain terkesima, serta beberapa ciri penampilan lain yang memang
dibutuhkan oleh yang bersangkutan dalam situasi
itu.
Jika yang memiliki daya irasional adalah seorang perempuan
maka penampilan fisik yang mempesona disertai dengan suara yang lebih indah /
mantap, raut muka yang kelihatan cantik nyaris sempurna, orang merasa nyaman
berada di sampingnya sehingga tidak jarang terjadi kerumunan di sekitarnya.
Ciri-ciri yang disebutkan di atas
sebenarnya dimanfaatkan oleh dan
menjadi senjata utama dari the invisible hand atau sumber daya irasional itu untuk melemahkan kesadaran dan akal budi orang-orang di sekitar. Ciri-ciri dari orang yang menjadi korban dari proses pelemahan kesadaran dan akal
budi itu beragam menurut situasi.
Apabila seorang bawahan menjadi korban
pelemahan kesadaran atasannya, maka si bawahan akan semakin takut dan tunduk, tidak berani memandang atasannya, tak berani berdebat atau
mengkritik, tidak berani duduk lama-lama di depan atasannya, dan cenderung
menghindari pertemuan atau tatap muka dengan atasan.
Jika seorang gadis menjadi korban
pelemahan kesadaran itu, maka dia akan begitu terpesona dengan si pemuda, walau tadinya ia membencinya setengah
mati. Ia akan mengingat terus sang
pemuda dalam setiap detik kehidupannya, siang dan malam. Dan dalam kasus-kasus
yang berat, ini bisa menjurus kepada kekacauan
pikiran secara permanen.
Akan tetapi penampilan fisik yang mempesona itu memang tidak langgeng, pada saat-saat tertentu penampilan yang mempesona itu hilang
disertai ciri-ciri berikut: wajah yang
keriput tak menarik, tak berbinar,
kelihatan letih sekali, kelihatan kurus, bahkan terkesan seperti baru menderita diare.
Ini bisa disaksikan pada saat yang
bersangkutan sedang asyik sendiri
tanpa ada interaksi dengan pihak
lain, ketika baru bangun sambil
melamun sendiri, ketika berjalan seorang
diri, atau di tengah-tengah para sahabat atau keluarga yang tidak merupakan
“ancaman”. Pada saat itu, daya itu memang tidak dibutuhkan dan karenanya tidak
diaktifkan.
Daya
Irasional
Beberapa praktisi “tenaga dalam” mengakui bahwa “tenaga” yang mereka miliki adalah tenaga irasional. Maka, agak mengejutkan ketika Silaban dengan cukup berani coba memberikan penjelasan ilmiah (baca: rasional) terhadap gejala irasional itu. Saya cenderung menggunakan istilah “irasional” karena menurut hemat saya kekuatan itu memang muncul sebagai akibat dari pelemahan kesadaran, akibat dari tunduknya rasio terhadap hal-hal yang irasional.
Daya-daya
itu diperoleh dengan cara-cara irasional:
kepercayaan terhadap kekuatan benda-benda
tertentu (cincin, batu-batu tertentu, patung, dsb.), tempat-tempat tertentu (kuburan, gua, dsb.), angka-angka tertentu, kalimat-kalimat
tertentu (dalam bentuk mantra), dan sebagainya.
Dengan mempercayai adanya kekuatan-kekuatan itu, kesadaran dan akal budi kita diperlemah,
dikaburkan, dan akhirnya tunduk dan menghamba pada irasionalitas.
Begitu irasionalitas menang, “kekuatan-kekuatan” itu pun muncul dengan sendirinya dan instan.
Tidak jarang umat dari berbagai agama
mencari dan memburu “nama” dan atau “sifat-sifat” Ilahi untuk dijadikan sumber kekuatan itu. Maka muncullah nama atau sifat-sifat Ilahi dalam gulungan
atau lipatan-lipatan kertas yang ditempatkan
di dalam saku baju. Dan apabila gulungan
kertas itu tidak muat dalam saku baju, ia dimasukkan dalam dompet yang
biasanya ditaruh di kantong belakang celana, daerah yang selalu bergesekan
dengan tempat duduk. Begitu nama atau
sifat Ilahi itu (yang seharusnya
dijunjung tinggi) berada di tempat
yang tidak pantas itu, kesadaran dan akal budi dibiarkan tunduk
atau takluk kepada irasionalitas. Dan kekuatan itu pun menjadi milik
kita (sebenarnya lebih tepat: menguasai
kita).
Ruang
bagi Penjelasan Ilmiah
Sisi positif dari terobosan Prof. Silaban adalah munculnya kemungkinan mencari penjelasan ilmiah atas gejala irasional itu. Akan tetapi menurut saya tidak pertama-tama melalui “jalur penjelasan ATP” yang telah dimulai Silaban. Barangkali yang paling relevan adalah pemeriksaan apakah hukum pertama termodinamika tentang kelestarian energi berlaku juga bagi daya-daya irasional itu? Salah satu keberatan para ilmuwan untuk mengkaji gejala “supranatural” adalah karena menurut mereka gejala itu tidak tunduk kepada hukum alam, antara lain hukum kekekalan energi.
Saya punya keyakinan sebaliknya, daya-daya
irasional itu tunduk kepada hukum
pertama termodinamika, hal yang juga membuat saya menyimpulkan bahwa gejala
irasional itu sebaiknya kita hindari. Akan tetapi untuk memeriksa keberlakuan hukum itu, ada dua konsep
yang mungkin perlu “didefinisi” ulang: energi
dan sistem.
Pemahaman saya terhadap gejala irasional itu adalah sebagai
berikut. Kekuatan yang dahsyat itu muncul dalam berbagai
bentuk: kekuatan atau kemampuan yang luar biasa baik fisik maupun mental. Contoh-contoh kekuatan
atau kemampuan fisik adalah: (1) kekebalan terhadap senjata tajam dan api, (2) kemampuan
lolos dari serangan senjata api, (3) penampilan
fisik yang mempesona, (3) suara yang berat berwibawa atau indah dan menawan, dan sebagainya.
(4) Kekuatan atau kemampuan
mental muncul dalam bentuk: wibawa
(untuk menundukkan orang lain), (5) kemampuan bersilat lidah, (6) kemampuan
memukau massa, (6) kemampuan mengubah pikiran orang lain (misalnya dalam hal pelet memelet atau dagang), dan sebagainya.
Kekuatan
atau kemampuan lain yang dimiliki
oleh gejala irasional itu adalah:
kekuatan atau kemampuan “menyembuhkan”
penyakit, baik penyakit fisik maupun mental.
Saya sendiri sangat menyangsikan
kemampuan terakhir ini.
Untuk memungkinkan pemahaman ilmiah terhadap gejala
irasional ini, konsep-konsep kekuatan
atau kemampuan yang disebutkan di
atas harus juga dimasukkan dalam definisi baru “energi” itu. Kita pun perlu mendefinisikan
sistem secara tepat. Sistem di sini adalah orang yang memiliki daya irasional itu sendiri, mencakup fisik dan pikirannya. Dengan bekal kedua definisi
“baru” tadi, mari kita coba memulai sebuah pengamatan ilmiah.
Di
sebuah pesta perkawinan di kampung saya, sekitar 40 tahun lalu, saya
menyaksikan sesuatu yang hingga saat ini terbayang jelas dalam ingatan saya.
Dalam pesta itu disuguhkan sebuah pertunjukkan silat, di mana dua orang beradu
kelincahan dalam sebuah lapangan berukuran sekitar 5 x 6 m. Mula-mula keduanya
beratraksi dengan tangan kosong dengan gerakan-gerakan yang sangat memukau.
Atraksi mereka terkadang dibarengi dengan gejala irasional berupa penampakan
muka mereka dalam bentuk muka harimau.
Setelah atraksi tangan kosong, atraksi
dilanjutkan dengan menggunakan sebuah pisau yang sangat tajam sekitar 20 cm
panjangnya. Si A memegang pisau, si B memegang sarung pisaunya. Setelah
beberapa saat, atraksi menuju puncaknya: si A menghujamkan pisau dengan
kecepatan tinggi ke arah jantung si B. Si B, juga dengan kecepatan yang sangat
tinggi, segera menyambut tusukan si A dengan sarung pisau. Pisau “tertancap”
dalam sarungnya !
Selanjutnya Si B melemparkan sarung
pisau ke tanah, dan dengan penuh keberanian menyambut 3 kali tusukan si A
dengan dadanya sendiri. Tusukan itu mengeluarkan bunyi seperti kalau seseorang
memukul karet. Atraksi puncak ini membuat penonton berteriak histeris tetapi
sekali gus terkagum-kagum: tidak ada bekas goresan apa pun di dada si B!
Empat tahun lalu, dalam sebuah pertemuan
dengan si B, saya mendapat sebuah pengakuan ini: fisiknya kini sangat
menderita. Di bagian tubuh tempat kenanya tusukan-tusukan pisau itu dia
merasakan ngilu yang luar biasa setiap saat. Tentu saja atraksi yang saya
tonton itu hanya satu dari sejumlah “atraksi” lain yang dia lakukan pada
berbagai kesempatan lain. Dia juga mudah gelisah, kuatir dan berbagai perasaan
tak nyaman lain selalu menyelimuti kehidupannya.
Kisah di atas mencoba menjelaskan
bagaimana kita harus melihat efek daya irasional itu terhadap orang yang
memilikinya. Dalam kisah itu, yang terjadi adalah pengurasan energi untuk keperluan sesaat, tetapi berakibat jangka panjang. Penalaran
yang sama dapat diterapkan pada setiap gejala irasional lain. Misalnya saja,
orang yang mendapat kemasyhuran, jabatan tinggi, rejeki atau perlindungan fisik
dari daya-daya irasional itu akan mengalami efek samping yang dahsyat di
kemudian hari. Orang yang meminta perlindungan fisik dari kecelakaan mobil atau
pesawat udara barangkali akan mati lewat tembakan sebuah senapan. Orang yang
tiba-tiba melejit dalam jabatannya mungkin di kemudian hari mendapat malu,
diturunkan dari jabatannya secara tidak terhormat.
Secara fisik, efek pengurasan energi dari sistem dalam periode awal akan dapat diamati pada periode akhir, misalnya ketika daya
irasional itu dipaksa keluar, barangkali oleh daya irasional lain. Yang dapat diamati adalah: volume fisiknya berkurang atau menyusut
sekali, mukanya kelihatan sangat tua dan tidak menarik. Hilangnya pesona fisik
ini selalu disertai dengan hilangnya wibawa yang bersangkutan di depan umum,
hilangnya kharisma, hilangnya rasa hormat orang lain terhadapnya, dan
sebagainya.
Dari contoh-contoh di atas, bukankah
secara kualitatif bisa kita simpulkan bahwa hukum kekekalan “energi“ berlaku ? (Pengamatan secara kuantitatif
mungkin akan mengalami berbagai hambatan besar, hal yang akan dipaparkan dalam
sebuah tulisan lain.)
Modus operandi si “invisible hand” itu boleh
dikatakan sama dalam setiap kasus: mengerahkan
atau menguras “energi” sistem (baca
orang yang memiliki daya irasional
itu) selama periode tertentu,
sehingga pada periode sisa, sistem akan mengalami starvasi
(kemelaratan) energi.
Atas dasar uraian di atas, saya juga menyangsikan efek positif penerapan “tenaga dalam” untuk penyembuhan penyakit, baik fisik
maupun mental.”
Tanpa bermaksud meremehkan
dua artikel sebelumnya, saya
setuju dengan berbagai hal yang
dipaparkan penulis (E.Halawa) dalam artikel yang ketiga, barangkali
phenomena “jenglot” --
yang dipercayai sebagai tubuh
orang-orang yang menggeluti ilmu
kanuragan BK (Batara Karang) -- dapat
dikemukakan sebagai salah satu bukti
mengenai kebenaran paragraf yang dimiringkan
dan paragraf terakhir artikel tersebut:
“Modus operandi si “invisible hand” itu boleh
dikatakan sama dalam setiap kasus: mengerahkan
atau menguras “energi” sistem (baca
orang yang memiliki daya irasional
itu) selama periode tertentu, sehingga pada periode sisa, sistem akan
mengalami starvasi (kemelaratan)
energi.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar