Rabu, 16 Juli 2014

"Kemusyrikan" Berupa Kecintaan Berlebihan Terhadap Kehidupan Duniawi & Janji Penegakkan Kembali "Khilafat" Dalam Islam




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم



Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   268

     “Kemusyrikan” Berupa Kecintaan Berlebihan Terhadap Kehidupan Duniawi  & Janji Penegakkan Kembali “Khilafat” dalam Islam


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D
alam  akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai penghancuran 360 patung berhala  oleh Nabi Besar Muhammad saw. pada peristiwa Fatah Mekkah sambil berulang-ulang membaca ayat berikut:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ  کَانَ  زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan katakanlah:  Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatilan itu pasti  lenyap.” (Bani Israil [17]:82).  
       Inilah salah satu mukjizat gaya bahasa Al-Quran  bahwa untuk  ini mengemukakan salah satu contoh semacam itu. Sesudah takluknya kota Mekkah, ketika Nabi Besar Muhammad saw.  selagi membersihkan Ka’bah (Baitullah) dari 360 berhala yang telah mengotorinya, beliau saw. berulang-ulang mengucapkan ayat tersebut sementara beliau memukuli berhala-berhala (Bukhari). Firman-Nya lagi: 
بَلۡ نَقۡذِفُ بِالۡحَقِّ عَلَی الۡبَاطِلِ فَیَدۡمَغُہٗ فَاِذَا ہُوَ زَاہِقٌ ؕ وَ لَکُمُ الۡوَیۡلُ  مِمَّا تَصِفُوۡنَ ﴿﴾
Bahkan  Kami melemparkan haq (kebenaran) atas kebatilan, maka kebenaran itu memecahkan kepalanya;  lalu tiba-tiba binasalah kebatilan itu, dan celakalah kamu karena apa yang kamu sifatkan. (Al-Anbiya [21]:19)
         Damagha-hu berarti: ia memecahkan kepalanya sedemikian rupa sehingga luka itu sampai kepada otaknya; ia mengalahkan dia (Lexicon Lane). Kemudian Dia berfirman:
قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ مَا یُبۡدِئُ الۡبَاطِلُ وَ مَا یُعِیۡدُ ﴿﴾
Katakanlah:  Kebenaran telah datang, dan kebatilan tidak dapat memulai  dan tidak pula dapat mengulangi.”  (As-Saba’ [34]:50) 
         Kata-kata  “Dan tidak pula dapat mengulangi” mengandung suatu nubuatan yang hebat, bahwa kemusyrikan tidak akan mendapat tempat berpijak lagi di tanah Arab   -- termasuk di Ka’bah (Baitullah). Kemusyrikan akan lenyap sirna dari negeri itu untuk selama-lamanya.

“Kemusyrikan” Berupa Kecintaan Syahwat Manusia Terhadap Perhiasan Kehidupan Duniawi yang Berlebihan

     Memang benar bahwa berhala-berhala kemusyrikan berupa patung-patung sembahan yang dibuat manusia di jazirah Arabia tidak pernah muncul   lagi, tetapi kemusyrikan tersebut secara berangsur-angsur muncul kembali di kalangan umat Islam Bani Isma’il di wilayah Timur Tengah berupa kecintaan berlebihan terhadap selain Allah Swt. dan Rasul-Nya, yakni kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan berupa  mengumpulkan harta kekayaan dan  memperoleh  kekuasaan dan  wanita.
    Dengan demikian benarlah pepatah yang mengatakan bahwa yang dapat menghancurkan manusia dari “nilai-nilai kemanusiaannya” yang luhur adalah “harta, tahta dan wanita”, namun karena semua itu merupakan “perhiasan kehidupan duniawi” yang bersifat fatamorgana  (QS.24:40-41) maka    ketiga hal tersebut tidak akan pernah mampu memuaskan  rasa dahaga  hawa-nafsu” manusia pada tingkatan nafs Ammarah (QS.123:54), firman-Nya:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini yaitu: perempuan-perempuan,  anak-anak, kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak,  kuda pilihan,  binatang ternak dan sawah ladang.  Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup  di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah  sebaik-baik tempat kembali.  (Ali ‘Imran [3]:15).
        Islam tidak melarang mempergunakan atau mencari barang-barang yang baik dari dunia ini, tetapi tentu saja Islam mencela mereka yang menyibukkan diri dalam urusan duniawi dan menjadikannya satu-satunya tujuan hidup mereka. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya berkenaan dengan masalah ibadah haji, firman-Nya:
فَاِذَا قَضَیۡتُمۡ مَّنَاسِکَکُمۡ فَاذۡکُرُوا اللّٰہَ  کَذِکۡرِکُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا ؕ فَمِنَ النَّاسِ مَنۡ یَّقُوۡلُ رَبَّنَاۤ  اٰتِنَا فِی الدُّنۡیَا وَ مَا لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ  مِنۡ خَلَاقٍ ﴿﴾
Maka apabila  kamu telah  menunaikan  cara-cara ibadah haji  kamu, فَاذۡکُرُوا اللّٰہَ  کَذِکۡرِکُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا   -- maka  ingatlah  Allah sebagaimana kamu mengingat bapak-bapakmu atau mengingat-Nya  lebih keras  lagi.    Maka  di antara manusia ada yang berkata:  رَبَّنَاۤ  اٰتِنَا فِی الدُّنۡیَا  -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahilah kami kesenangan hidup  di dunia ini”,  وَ مَا لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ  مِنۡ خَلَاقٍ   -- dan tidak ada baginya  bagian di akhirat. (Al-Baqarah [2]:-201).
        Perlu diketahui,  bahwa ketika  Nabi Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah Swt.  di Mekkah  agar Dia berkenan menganugerahkan rezeki berupa “buah-buahan” kepada penduduknya   yang beriman kepada Allah Swt. dan beriman kepada Akhirat, Allah Swt. menjawab bahwa mengenai  rezeki berupa “buah-buahan duniawi” atau “harta kekayaan duniawi” atau “kesenangan duniawi” kepada orang-orang yang kafir kepada-Nya pun akan diberikan juga -- sesuai dengan  Sifat Rahmaaniyyat-Nya  --  dan sesuai dengan upaya mereka, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku,  jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman:  وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا -- “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya, ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ  -- kemudian  akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api,  وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ  -- dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:127).

Ciri-ciri  Orang-orang Beriman  Sejati

      Kenyataan yang terjadi di wilayah Timur Tengah membuktikan kebenaran pernyataan Allah Swt. dalam ayat tersebut, sesuai firman-Nya dalam ayat sebelumnya:  
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini yaitu: perempuan-perempuan,  anak-anak, kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak,  kuda pilihan,  binatang ternak dan sawah ladang.  Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup  di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah  sebaik-baik tempat kembali.  (Ali ‘Imran [3]:15).
         Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai pentingnya mempersiapkan untuk menjalani  kehidupan di Akhirat:
  قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ  بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾ اَلَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اِنَّنَاۤ اٰمَنَّا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿ۚ﴾ اَلصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰدِقِیۡنَ وَ الۡقٰنِتِیۡنَ وَ الۡمُنۡفِقِیۡنَ وَ الۡمُسۡتَغۡفِرِیۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ ﴿﴾
Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu  yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, jodoh-jodoh suci dan  keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.    Yaitu orang-orang yang berkata:  رَبَّنَاۤ اِنَّنَاۤ اٰمَنَّا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ   -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah beriman maka  ampunilah dosa-dosa kami,  dan peliharalah kami dari azab Api.”   Orang-orang yang sabar, orang-orang yang benar, orang-orang yang taat, orang-orang yang membelanjakan  di jalan Allah dan  orang-orang yang memohon ampun di bagian akhir malam. (Ali ‘Imran [3]:16-18).
        Ciri-ciri khas orang beriman sejati yang disebut dalam ayat ini melukiskan empat tingkat kemajuan ruhani:
      (1) Bila seseorang memeluk agama sejati biasanya ia menjadi sasaran kezaliman,  maka tingkat pertama yang harus dilaluinya ialah tingkat   اَلصّٰبِرِیۡنَ  -- “kesabaran dan kegigihan.”  Keadaan ini hanya terjadi  di masa pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.41:31-33; QS.46:14).
      (2) Bila penzaliman  berakhir dan ia bebas untuk berbuat menurut kehendaknya, ia mengamalkan ajaran-ajaran yang sebelum itu ia tidak dapat mengerjakan sepenuhnya. Tingkat kedua ini bertalian dengan  الصّٰدِقِیۡنَ  -- “hidup berpegang pada kebenaran,” yaitu hidup sesuai dengan keyakinannya.
     (3) Apabila  sebagai akibat melaksanakan perintah-perintah agama dengan setia,   orang beriman sejati memperoleh kekuasaan, ketika itu pun sifat merendahkan diri tidak beranjak dari mereka. Mereka tetap bersikap  الۡقٰنِتِیۡنَ  -- “merendah” yakni “patuh-taat” seperti sediakala.
        (4) Bukan sampai di situ saja, bahkan rasa pengabdian mereka bertambah besar  الۡمُنۡفِقِیۡنَ -- mereka “membelanjakan” apa yang direzekikan Allah Swt.  kepada mereka untuk kesejahteraan umat manusia.

Cara Allah Swt. “Mempersatukan Hati” Manusia & Penegakan Kembali “Khilāfatun ‘alā Minhājin- Nubuwwah” di Akhir Zaman

       Tetapi seperti kata-kata penutup ayat ini  وَ الۡمُسۡتَغۡفِرِیۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ --  “dan  orang-orang yang memohon ampun di bagian akhir malam, ” menunjukkan, sepanjang masa itu mereka terus-menerus mendoa kepada Allah  Swt.  agar memaafkan setiap kekurangan mereka dalam mencapai cita-cita luhur mereka untuk berbakti kepada umat manusia di tengah keheningan malam.
        Itulah tanda-tanda “khayra  ummah” (umat terbaik – QS.1:44; QS.3:111) yang telah diperagakan   oleh umat Islam di    di zaman Nabi Besar Muhammad saw.  yang penuh berkat dan juga  di masa para Khulafatur-Rasyidah. Dan    kenyataan seperti itu  terulang kembali  di kalangan umat Islam di Akhir Zaman ini  dengan perantaraan  Rasul Akhir Zaman, sehingga jelaslah mengenai makna bahwa “agama Islam” akan mengungguli agama-agama lainnya dalam berbagai segi, bukan menang dalam arti berhasil mengalahkan lawan secara fisik,  firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai.  (Ash-Shaff [61]:10).
      Mengapa demikian? Sebab menurut Allah Swt. dalam Al-Quran, hanya melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya  dijanjikan sajalah  (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-4) -- bukan dengan harta-kekayaan duniawi yang berlimpah-ruahcara  Allah Swt. mempersatukan  hati umat manusia  dalam “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang didasari kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.: 
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah  telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
       Keempat keadaan “orang-orang beriman” sejati  yang digambarkan sebelumnya tersebut sesuai dengan pernyataan Allah Swt. berikut  ini mengenai akan ditegakkan-Nya  kembali silsilah khilafatun ‘alaa minhaajin- nubuwwah   (khilafat atas dasar kenabian) di kalangan umat Islam di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَعَدَ  اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ  الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ  اَمۡنًا ؕ یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا  یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ  کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman  dan  beramal saleh di antara kamu niscaya Dia  akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka agamanya yang telah Dia ridhai bagi mereka,  dan niscaya Dia akan mengubah keadaan mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah itu  mereka itulah orang-orang  durhaka. (An-Nūr [24]:46).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  24 Juni    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar