بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 268
“Kemusyrikan” Berupa Kecintaan Berlebihan Terhadap Kehidupan Duniawi & Janji
Penegakkan Kembali “Khilafat” dalam
Islam
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai penghancuran 360 patung
berhala oleh Nabi Besar Muhammad saw.
pada peristiwa Fatah Mekkah sambil
berulang-ulang membaca ayat berikut:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ
الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ کَانَ زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan
katakanlah: ”Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap,
sesungguhnya kebatilan itu
pasti lenyap.” (Bani Israil [17]:82).
Inilah
salah satu mukjizat gaya bahasa
Al-Quran bahwa untuk ini mengemukakan salah satu contoh semacam
itu. Sesudah takluknya kota Mekkah, ketika Nabi Besar Muhammad saw. selagi membersihkan Ka’bah (Baitullah) dari 360 berhala
yang telah mengotorinya, beliau saw. berulang-ulang
mengucapkan ayat tersebut sementara beliau memukuli
berhala-berhala (Bukhari).
Firman-Nya lagi:
بَلۡ نَقۡذِفُ بِالۡحَقِّ عَلَی الۡبَاطِلِ فَیَدۡمَغُہٗ فَاِذَا ہُوَ
زَاہِقٌ ؕ وَ لَکُمُ الۡوَیۡلُ مِمَّا
تَصِفُوۡنَ ﴿﴾
Bahkan Kami
melemparkan haq (kebenaran) atas
kebatilan, maka kebenaran itu
memecahkan kepalanya; lalu tiba-tiba binasalah kebatilan itu, dan celakalah kamu karena apa yang kamu
sifatkan. (Al-Anbiya [21]:19)
Damagha-hu berarti: ia
memecahkan kepalanya sedemikian rupa sehingga luka itu sampai kepada otaknya;
ia mengalahkan dia (Lexicon Lane).
Kemudian Dia berfirman:
قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ مَا یُبۡدِئُ الۡبَاطِلُ وَ مَا یُعِیۡدُ ﴿﴾
Katakanlah: ”Kebenaran telah datang,
dan kebatilan tidak dapat memulai dan tidak pula dapat mengulangi.” (As-Saba’
[34]:50)
Kata-kata
“Dan tidak pula dapat mengulangi” mengandung suatu nubuatan yang hebat, bahwa kemusyrikan
tidak akan mendapat tempat berpijak lagi di tanah Arab -- termasuk di Ka’bah (Baitullah). Kemusyrikan
akan lenyap sirna dari negeri itu untuk selama-lamanya.
“Kemusyrikan” Berupa Kecintaan Syahwat Manusia Terhadap Perhiasan Kehidupan Duniawi yang
Berlebihan
Memang benar bahwa berhala-berhala kemusyrikan
berupa patung-patung sembahan yang
dibuat manusia di jazirah Arabia
tidak pernah muncul lagi,
tetapi kemusyrikan tersebut secara berangsur-angsur muncul kembali di
kalangan umat Islam Bani Isma’il di
wilayah Timur Tengah berupa kecintaan
berlebihan terhadap selain Allah Swt.
dan Rasul-Nya, yakni kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan berupa
mengumpulkan harta kekayaan
dan memperoleh kekuasaan
dan wanita.
Dengan demikian benarlah pepatah
yang mengatakan bahwa yang dapat menghancurkan
manusia dari “nilai-nilai kemanusiaannya”
yang luhur adalah “harta, tahta dan wanita”, namun
karena semua itu merupakan “perhiasan
kehidupan duniawi” yang bersifat fatamorgana
(QS.24:40-41) maka ketiga hal tersebut tidak akan pernah mampu
memuaskan rasa dahaga “hawa-nafsu”
manusia pada tingkatan nafs Ammarah (QS.123:54),
firman-Nya:
زُیِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ
الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ
الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini
yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak,
kekayaan yang berlimpah berupa emas
dan perak, kuda
pilihan, binatang ternak dan sawah
ladang. Yang
demikian itu adalah perlengkapan hidup
di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah sebaik-baik
tempat kembali. (Ali
‘Imran [3]:15).
Islam tidak melarang mempergunakan atau
mencari barang-barang yang baik dari dunia ini, tetapi tentu saja Islam mencela mereka yang menyibukkan diri dalam urusan
duniawi dan menjadikannya satu-satunya tujuan
hidup mereka. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya berkenaan dengan
masalah ibadah haji, firman-Nya:
فَاِذَا
قَضَیۡتُمۡ مَّنَاسِکَکُمۡ فَاذۡکُرُوا اللّٰہَ
کَذِکۡرِکُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا ؕ فَمِنَ النَّاسِ مَنۡ
یَّقُوۡلُ رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِی
الدُّنۡیَا وَ مَا لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنۡ خَلَاقٍ ﴿﴾
Maka
apabila kamu telah menunaikan cara-cara ibadah haji kamu,
فَاذۡکُرُوا
اللّٰہَ کَذِکۡرِکُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ
اَشَدَّ ذِکۡرًا -- maka
ingatlah Allah sebagaimana kamu mengingat bapak-bapakmu atau mengingat-Nya lebih keras lagi. Maka di antara manusia ada yang berkata: رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِی الدُّنۡیَا -- “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahilah kami kesenangan
hidup di dunia ini”, وَ مَا لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنۡ
خَلَاقٍ -- dan
tidak ada baginya bagian di akhirat. (Al-Baqarah [2]:-201).
Perlu diketahui, bahwa ketika
Nabi Ibrahim a.s. berdoa
kepada Allah Swt. di Mekkah agar Dia berkenan menganugerahkan rezeki berupa “buah-buahan” kepada penduduknya yang beriman
kepada Allah Swt. dan beriman kepada Akhirat, Allah Swt. menjawab bahwa mengenai rezeki
berupa “buah-buahan duniawi” atau
“harta kekayaan duniawi” atau “kesenangan duniawi” kepada orang-orang yang kafir
kepada-Nya pun akan diberikan juga
-- sesuai dengan Sifat Rahmaaniyyat-Nya -- dan sesuai dengan upaya mereka,
firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ
الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ
وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ
مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ
النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku, jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa
buah-buahan kepada penduduknya
dari antara mereka yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا -- “Dan orang yang kafir pun maka
Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya, ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ
النَّارِ -- kemudian akan Aku
paksa ia masuk ke dalam azab
Api, وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ -- dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:127).
Ciri-ciri Orang-orang
Beriman Sejati
Kenyataan yang terjadi di wilayah Timur Tengah membuktikan kebenaran pernyataan Allah Swt. dalam
ayat tersebut, sesuai firman-Nya dalam ayat sebelumnya:
زُیِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ
الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ
الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini
yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak,
kekayaan yang berlimpah berupa emas
dan perak, kuda
pilihan, binatang ternak dan sawah
ladang. Yang
demikian itu adalah perlengkapan hidup
di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah sebaik-baik
tempat kembali. (Ali
‘Imran [3]:15).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai pentingnya mempersiapkan untuk menjalani
kehidupan di Akhirat:
قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ
لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾ اَلَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ
رَبَّنَاۤ اِنَّنَاۤ اٰمَنَّا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ قِنَا عَذَابَ
النَّارِ ﴿ۚ﴾ اَلصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰدِقِیۡنَ وَ الۡقٰنِتِیۡنَ وَ الۡمُنۡفِقِیۡنَ وَ
الۡمُسۡتَغۡفِرِیۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ ﴿﴾
Katakanlah:
“Maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, jodoh-jodoh
suci dan keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orang-orang yang berkata: رَبَّنَاۤ
اِنَّنَاۤ اٰمَنَّا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah beriman maka ampunilah
dosa-dosa kami, dan peliharalah kami dari azab Api.” Orang-orang yang sabar, orang-orang yang benar, orang-orang yang taat, orang-orang yang membelanjakan di jalan Allah dan orang-orang
yang memohon ampun di bagian akhir
malam. (Ali ‘Imran [3]:16-18).
Ciri-ciri khas orang beriman sejati yang disebut dalam
ayat ini melukiskan empat tingkat kemajuan
ruhani:
(1) Bila seseorang memeluk agama sejati biasanya ia menjadi sasaran
kezaliman, maka tingkat pertama yang harus dilaluinya
ialah tingkat اَلصّٰبِرِیۡنَ -- “kesabaran dan kegigihan.” Keadaan ini
hanya terjadi di masa pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37; QS.41:31-33;
QS.46:14).
(2) Bila penzaliman berakhir dan ia bebas untuk berbuat menurut kehendaknya, ia mengamalkan ajaran-ajaran yang sebelum itu ia tidak dapat
mengerjakan sepenuhnya. Tingkat kedua ini bertalian dengan الصّٰدِقِیۡنَ -- “hidup berpegang pada kebenaran,” yaitu hidup sesuai dengan keyakinannya.
(3) Apabila sebagai akibat melaksanakan perintah-perintah agama dengan setia, orang
beriman sejati memperoleh kekuasaan,
ketika itu pun sifat merendahkan diri
tidak beranjak dari mereka. Mereka tetap bersikap الۡقٰنِتِیۡنَ -- “merendah” yakni “patuh-taat” seperti sediakala.
(4) Bukan sampai di situ saja,
bahkan rasa pengabdian mereka bertambah
besar الۡمُنۡفِقِیۡنَ -- mereka “membelanjakan”
apa yang direzekikan Allah Swt. kepada mereka untuk kesejahteraan umat manusia.
Cara Allah Swt. “Mempersatukan
Hati” Manusia & Penegakan Kembali “Khilāfatun
‘alā Minhājin- Nubuwwah” di Akhir Zaman
Tetapi seperti kata-kata penutup ayat ini وَ
الۡمُسۡتَغۡفِرِیۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ -- “dan orang-orang
yang memohon ampun di bagian akhir
malam, ” menunjukkan, sepanjang masa itu mereka terus-menerus mendoa kepada Allah Swt. agar memaafkan
setiap kekurangan mereka dalam
mencapai cita-cita luhur mereka untuk
berbakti kepada umat manusia di tengah keheningan malam.
Itulah tanda-tanda “khayra ummah” (umat terbaik
– QS.1:44; QS.3:111) yang telah diperagakan
oleh umat Islam di di zaman Nabi Besar Muhammad saw.
yang penuh berkat dan juga di masa para Khulafatur-Rasyidah. Dan kenyataan seperti itu terulang
kembali di kalangan umat Islam di Akhir Zaman
ini dengan perantaraan Rasul Akhir Zaman, sehingga jelaslah
mengenai makna bahwa “agama Islam”
akan mengungguli agama-agama lainnya
dalam berbagai segi, bukan menang dalam arti berhasil mengalahkan lawan secara fisik,
firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaff [61]:10).
Mengapa demikian? Sebab menurut Allah Swt.
dalam Al-Quran, hanya melalui pengutusan Rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan sajalah (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-4) --
bukan dengan harta-kekayaan duniawi
yang berlimpah-ruah – cara
Allah Swt. mempersatukan hati
umat manusia dalam “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang
didasari kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar
Muhammad saw.:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan Dia
telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan
kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan
di antara mereka, sesungguhnya Dia
Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi,
Allah mencukupi bagi engkau dan bagi orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Keempat keadaan “orang-orang beriman” sejati yang digambarkan sebelumnya tersebut sesuai
dengan pernyataan Allah Swt. berikut ini
mengenai akan ditegakkan-Nya kembali silsilah khilafatun ‘alaa minhaajin- nubuwwah (khilafat atas dasar kenabian) di kalangan umat Islam di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ
عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ
الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ
یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ
شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
dan beramal saleh di antara kamu niscaya
Dia akan menjadikan mereka itu khalifah
di bumi ini sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka
agamanya yang telah Dia ridhai bagi mereka,
dan niscaya Dia akan mengubah keadaan
mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu
dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah
itu mereka
itulah orang-orang durhaka. (An-Nūr
[24]:46).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar