Selasa, 15 Juli 2014

"Perpecahan Umat Islam" yang Parah di Timur Tengah & Larangan Menghalangi "Tamu-tamu Allah" yang akan Melakukan Ibadah Haji



  بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   267

Perpecahan Umat Islam” yang Parah di Kawasan Timur Tengah & Larangan Menghalangi  Tamu-tamu Allah yang akan Melakukan Ibadah Haji

  Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D
alam  akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai  pelanggaran yang dilakukan umumnya para pemuka umat Islam terhadap Berbagai Perintah Allah dalam Surah Al-Maidah Ayat 2-3  berkenaan dengan pelaksanaan ibadah haji yang diserukan Allah Swt. melalui panggilan Nabi Ibrahim a.s. (QS.22:28).
       Jika umat Islam yang melaksanakan ibadah haji dapat mencapai derajat “haji mabrūr” seperti itu   -- terlebih lagi orang-orang yang berulang kali melaksanakan ibadah haji -- maka negara-negara Muslim tempat  mereka berasal pasti akan menjadi pelaksana perintah Allah Swt. berikut ini  -- sehingga mereka benar-benar menjadi  Muslim yang merupakan “rahmat bagi seluruh alam” sebagaimana yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108) dan sebagai “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111),   terutama di kawasan Timur  Tengah – mengenai hal tersebut  Allah Swt. berfirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَوۡفُوۡا بِالۡعُقُوۡدِ ۬ؕ اُحِلَّتۡ لَکُمۡ بَہِیۡمَۃُ الۡاَنۡعَامِ  اِلَّا مَا یُتۡلٰی عَلَیۡکُمۡ غَیۡرَ مُحِلِّی الصَّیۡدِ وَ اَنۡتُمۡ حُرُمٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  یَحۡکُمُ مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُحِلُّوۡا شَعَآئِرَ اللّٰہِ وَ لَا الشَّہۡرَ الۡحَرَامَ وَ لَا الۡہَدۡیَ وَ لَا الۡقَلَآئِدَ وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا ؕ وَ اِذَا حَلَلۡتُمۡ فَاصۡطَادُوۡا ؕ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا ۘ وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ ۪ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah  perjanjian-perjanjian kamu. Dihalalkan bagi kamu binatang binatang  berkaki empat, kecuali  apa yang akan diberitahukan kepada kamu,  dengan tidak menghalalkan binatang buruan  selama kamu dalam keadaan ihram, sesungguhnya Allah menetapkan hukum mengenai apa yang Dia kehendaki.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah mencemari Syiar-syiar Allah,  jangan mencemari Bulan  Haram,  jangan mencemari binatang-binatang kurban, jangan mencemari binatang-binatang kurban yang ditandai kalung,   وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا   -- dan jangan mencemari yakni menghalangi orang-orang yang   menziarahi Baitul Haram untuk  mencari karunia dan keridhaan dari  Rabb (Tuhan) mereka. Tetapi apabila kamu telah melepas pakaian ihram maka kamu boleh berburu.  وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا   -- Dan  janganlah kebencian sesuatu kaum kepada kamu  karena mereka telah  menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram mendorongmu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی   -- Dan tolong-menolonglah kamu dalam birr (kebajikan) dan takwa,   ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ  -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan,  وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ  --  dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:1-3).

Kenyataan Menjadi Saksi yang Memberatkan & Kelaparan yang Melanda  Negara-negara di Benua Afrika

        Tetapi kenyataan yang terjadi selama ini   di  negara-negara Muslim – terutama di kawasan Timur tengah – adalah  benarnya pernyataan Allah:  اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ  -- sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:3). Hal tersebut merupakan bukti yang tidak dapat dibantah,  bahwa dalam pandangan Allah Swt. terdapat  kesalahan pada pihak “pemelihara” Ka’bah (Baitullah)  di Mekkah sebagai “penerima” para “tamu Allah”,  -- termasuk  para penyelenggara keberangkatan para peziarah haji  -- demikian juga   pasti ada yang  salah dengan  para “tamu Allah” yang setiap tahun melaksanakan ibadah haji ke Mekkah.
        Mengapa demikian? Sebab jika tidak begitu,  pasti Allah Swt. akan memenuhi janji-Nya   kepada umat Islam, sebagaimana firman-Nya:
لِّیَشۡہَدُوۡا مَنَافِعَ  لَہُمۡ  وَ یَذۡکُرُوا  اسۡمَ اللّٰہِ فِیۡۤ  اَیَّامٍ مَّعۡلُوۡمٰتٍ عَلٰی مَا رَزَقَہُمۡ مِّنۡۢ بَہِیۡمَۃِ الۡاَنۡعَامِ ۚ فَکُلُوۡا مِنۡہَا وَ اَطۡعِمُوا  الۡبَآئِسَ الۡفَقِیۡرَ ﴿۫﴾
“Supaya  mereka dapat menyaksikan manfaat-manfaatnya   bagi mereka, dan dapat mengingat  nama Allah  selama hari-hari yang ditetapkan atas apa yang telah Dia rezekikan kepada mereka dari binatang ternak berkaki empat. Maka makanlah da-rinya dan berilah makan orang-orang sengsara, dan fakir. (Al-Hajj [22]:29).
         Begitu banyaknya negara-negara tetangga di sekitar Timur-Tengah – terutama di Benua Afrika -- yang masyarakatnya  selama puluhan tahun  mengalami kekurangan  dalam masalah sandang (pakaian) pangan (makanan) dan papan (perumahan), padahal begitu berlimpahnya kekayaan hasil “mas hitam” (minyak bumi) yang dimiliki oleh para penguasa di negara-negara Muslim di Timur Tengah.
        Ironisnya lagi adalah, ternyata berlimpahnya kekayaan hasil “minyak bumi” di negera-negara Timur-Tengah tersebut,  tidak mampu “mempersatukan hati” mereka dalam menggalang “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang memperagakan “rahmatan lil ‘ālamīn  Nabi Besar Muhammad saw.” (QS.21:108) dan sebagai “umat terbaik” yang dibangkitkan untuk kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), bahkan yang terjadi adalah “perpecahan umat” yang semakin mengerikan  berupa pembantaian terhadap sesama Muslim. Demikian pula halnya yang terjadi  Afghanistan dan Pakistan.

Perpecahan Umat Islam” yang Parah di Kawasan Timur Tengah & Menghalangi Orang-orang yang akan Melakukan Ibadah Haji

        Pada saat ini yang dominan terjadi di negara-negara Muslim   -- terutama di kawasan Timur Tengah --  adalah pelanggaran terhadap perintah Allah Swt. dalam  firman-Nya   sebelumnya:
 وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا   -- Dan  janganlah kebencian sesuatu kaum kepada kamu  karena mereka telah  menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram mendorong kamu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی   -- dan tolong-menolonglah kamu dalam birr (kebajikan) dan takwa,   ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ  -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan,  وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ  --  dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]: 3).
        Firman Allah Swt.  وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا   -- dan janganlah kebencian sesuatu kaum kepada kamu  karena mereka telah menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram mendorong kamu melampaui batas”, bukan saja merupakan perintah tetapi juga merupakan nubuatan yang akan terjadi berulang kali, yaitu mengenai mereka yang mendapat “amanat” menjadi “pemelihara” Ka’bah (Baitullah).
         Sebagaimana telah dikemukakan dalam   Bab 263 sebelumnya, bahwa sejak Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s.  diperintahkan Allah Swt. untuk menjadi “pemelihara” Ka’bah (Baitullah),  telah berulang kali “pemeliharaan” Ka’bah (Batullah) berganti tangan, sampai akhirnya diamanatkan Allah Swt. kepada yang berhak sebagai “pemeliharanya” yang hakiki yaitu Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam di zaman awal, menggantikan  kedudukan para pemuka kaum  kafir Quraisy Mekkah yang menentang keras   - bahkan berusaha membunuh   Nabi besar Muhammad saw. (QS.8:31) --   berikut ini adalah firman-Nya mengenai doa takabbur Abu Jahal:
وَ  اِذۡ  قَالُوا اللّٰہُمَّ  اِنۡ کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیُعَذِّبَہُمۡ  وَ اَنۡتَ فِیۡہِمۡ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ مُعَذِّبَہُمۡ وَ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا لَہُمۡ  اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ  وَ ہُمۡ  یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ  اَوۡلِیَآؤُہٗۤ  اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika mereka berkata: “Ya Allah, jika  Al-Quran ini  benar-benar kebenaran dari Engkau maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” Tetapi Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau berada di tengah-tengah mereka, dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan  mereka  meminta ampun.   Dan mengapa  Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan  mereka menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang yang berhak melindunginya?  Tidak lain  yang berhak melindunginya  melain-kan orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.  (Al-Anfāl [8]:33-35).

Nubuatan  Mengenai Pergantian  “Pemelihara Baitullah”

      Demikian pula  nubuatan  dalam firman-Nya berikut ini pun  -- selain menjadi sempurna pada zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan terjadinya peristiwa Fath Mekkah  --   nubuatan  tersebut  akan terjadi  lagi  di Akhir Zaman ini pada masa  Rasul Akhir Zaman (QS.61:10): 
وَ مَا لَہُمۡ  اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ  وَ ہُمۡ  یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ  اَوۡلِیَآؤُہٗۤ  اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan  mengapa Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan  mereka menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang yang berhak melindunginya? Tidak lain yang berhak melindunginya  melainkan orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.  (Al-Anfāl [8]:35).
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai penyebab pengalihan “amanat pemeliharaanBaitullah  -- yang dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130) – tersebut:
وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا مُکَآءً   وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ  تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾  اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ لِیَصُدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕفَسَیُنۡفِقُوۡنَہَا ثُمَّ تَکُوۡنُ عَلَیۡہِمۡ حَسۡرَۃً  ثُمَّ یُغۡلَبُوۡنَ ۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِلٰی  جَہَنَّمَ  یُحۡشَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  لِیَمِیۡزَ اللّٰہُ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ وَ یَجۡعَلَ الۡخَبِیۡثَ بَعۡضَہٗ عَلٰی بَعۡضٍ فَیَرۡکُمَہٗ جَمِیۡعًا فَیَجۡعَلَہٗ  فِیۡ جَہَنَّمَ ؕ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan  shalat mereka di Rumah  Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu rasakanlah azab  disebabkan kekafiran kamu. Sesungguhnya orang-orang kafir  membelanjakan harta mereka guna menghalang-halangi manusia  dari jalan Allah, maka mereka akan senantiasa membelanjakannya, kemudian hal itu menjadi penyesalan bagi mereka, sesudah itu mereka akan dikalahkan, dan orang-orang kafir akan dihimpun ke neraka jahannam, supaya Allah memisahkan yang buruk dari yang baik, dan Dia menjadikan yang buruk itu sebagian di atas sebagian yang lain, lalu Dia menumpukkan semuanya, kemudian mencampakkannya ke dalam  Jahannam, mereka itulah orang-orang yang  rugi. (Al-Anfāl [8]:36-38).
        Dari  segi sebab-sebab nuzulnya (turunnya) makna  kata “shalat mereka” dalam ayat  وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا مُکَآءً   وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ  تَکۡفُرُوۡنَ  -- “Dan  shalat mereka di Rumah  Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu rasakanlah azab  disebabkan   kekafiran kamu,” hal tersebut mengisyaratkan kepada berbagai ritual  melakukan ibadah haji yang dilakukan bangsa  atau qabilah-qabilah Arab jahiliyah sebelum   dan setelah masa Nabi Isma’il a.s. sampai dengan masa menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.,   yang telah menyimpang jauh dari yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s. (QS.22:27-34),  dan sejalan dengan bertambahnya jumlah berhala-berhala di Ka’bah (Baitullah) sehingga mencapai jumlah  360  berhala, sama dengan jumlah hari dalam satu tahun, di antaranya yang terkenal adalah Lata,  ‘Uzza, dan dan Manat (QS.53:20-21).

Pembelanjaan Harta Untuk “Menghancurkan Haq” (Kebenaran)

      Dari kenyataan tersebut membuktikan bahwa  kedudukan kaum Quraisy Mekkah sebagai  “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) berikutnya  sudah tidak layak lagi, karena mereka tidak bisa  melaksanakan amanat (perintah) Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. mengenai “pemeliharaan” Ka’bah (Baitullah).
   Berdasarkan Al-Quran diketahui, bahwa  orang pertama yang mendapat kehormatan dari Allah Swt. untuk membangun  kembali Baitullah (Ka’bah)  -- setelah mengalami kehancuran yang menyisakan fondasinya saja -- adalah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail (QS.2:128-130), firman-Nya:
وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ  وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا  --  tempat berkumpul  bagi manusia dan tempat yang aman,   وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی   -- dan  jadikanlah maqām  Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il:  اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ -- “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” (Al-Baqarah [2]:126).
       Matsabah berarti suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya ia berhak memperoleh pahala; atau tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul (Al-Mufradat). Ka’bah (Baitullah),  menurut beberapa riwayat — dan juga diisyaratkan oleh Al-Quran sendiri — mula-mula didirikan oleh Nabi Adam a.s. (QS.3:97) dan buat beberapa waktu merupakan pusat peribadatan para keturunannya.
      Kemudian dalam perjalanan masa, umat manusia menjadi terpisah sehingga menjadi berbagai golongan masyarakat dan mengambil pusat-pusat peribadatan yang berbeda (QS.2:143-146). Lalu  Nabi Ibrahim a.s.  mendirikannya lagi (QS.2:128-130),  dan  Ka’bah (Baitullah),   tetap menjadi pusat ibadah untuk keturunannya  dari keturunan  puteranya, Nabi Isma'il a.s. (Bani Isma’il), firman-Nya:
وَ اذۡکُرۡ فِی الۡکِتٰبِ اِسۡمٰعِیۡلَ ۫ اِنَّہٗ کَانَ صَادِقَ الۡوَعۡدِ وَ کَانَ رَسُوۡلًا نَّبِیًّا  ﴿ۚ﴾ وَ کَانَ یَاۡمُرُ اَہۡلَہٗ  بِالصَّلٰوۃِ  وَ الزَّکٰوۃِ ۪ وَ کَانَ عِنۡدَ رَبِّہٖ  مَرۡضِیًّا ﴿﴾
Dan ceriterakan kisah Isma’il di dalam Kitab Al-Quran, sesungguhnya ia adalah seorang  yang   janji­-janjinya senantiasa benar, dan ia adalah seorang rasul, seorang nabi.   Dan  ia senantiasa me­nyuruh keluarganya mendirikan shalat dan membayar zakat, dan ia diridhai oleh Rabb-Nya (Tuhan-nya). (Maryam [19]:54-55).

Bangkitkan “Kemusyrikan” Terselubung

     Tetapi – sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya -- di masa menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai pemenuhan doa Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. pada waktu membangun kembali Ka’bah (Baitullah – QS.2:130, di Ka’bah terdapat 360 patung berhala, yang kemudian dihancurkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. pada peristiwa Fatah Mekkah sambil berulang-ulang membaca ayat berikut:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ  کَانَ  زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan katakanlah:  Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatilan itu pasti  lenyap.” (Bani Israil [17]:82).  
      Inilah salah satu mukjizat gaya bahasa Al-Quran  bahwa untuk  ini mengemukakan salah satu contoh semacam itu. Sesudah takluknya kota Mekkah, ketika Nabi Besar Muhammad saw.  selagi membersihkan Ka’bah (Baitullah) dari 360 berhala yang telah mengotorinya, beliau saw. berulang-ulang mengucapkan ayat tersebut sementara beliau memukuli berhala-berhala (Bukhari). Firman-Nya lagi: 
بَلۡ نَقۡذِفُ بِالۡحَقِّ عَلَی الۡبَاطِلِ فَیَدۡمَغُہٗ فَاِذَا ہُوَ زَاہِقٌ ؕ وَ لَکُمُ الۡوَیۡلُ  مِمَّا تَصِفُوۡنَ ﴿﴾
Bahkan  Kami melemparkan haq (kebenaran) atas kebatilan, maka kebenaran itu memecahkan kepalanya;  lalu tiba-tiba binasalah kebatilan itu, dan celakalah kamu karena apa yang kamu sifatkan. (Al-Anbiya [21]:19)
        Damagha-hu berarti: ia memecahkan kepalanya sedemikian rupa sehingga luka itu sampai kepada otaknya; ia mengalahkan dia (Lexicon Lane). Kemudian Dia berfirman:
قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ مَا یُبۡدِئُ الۡبَاطِلُ وَ مَا یُعِیۡدُ ﴿﴾
Katakanlah:  Kebenaran telah datang, dan kebatilan tidak dapat memulai  dan tidak pula dapat mengulangi.”  (As-Saba’ [34]:50).
    Kata-kata  “Dan tidak pula dapat mengulangi” mengandung suatu nubuatan yang hebat, bahwa kemusyrikan tidak akan mendapat tempat berpijak lagi di tanah Arab   -- termasuk di Ka’bah (Baitullah). Kemusyrikan akan lenyap sirna dari negeri itu untuk selama-lamanya.
     Memang benar bahwa berhala-berhala kemusyrikan berupa patung-patung sembahan yang dibuat manusia di jazirah Arabia tidak pernah muncul muncul lagi, tetapi kemusyrikan tersebut secara berangsur-angsur muncul kembali di kalangan umat Islam Bani Isma’il di wilayah Timur Tengah berupa kecintaan berlebihan terhadap selain Allah Swt. dan Rasul-Nya, yakni kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan berupa  mengumpulkan harta kekayaan dan  memperoleh  kekuasaan dan  wanita.
      Dengan demikian benarlah pepatah yang mengatakan bahwa yang dapat menghancurkan manusia dari “nilai-nilai kemanusiaannya” yang luhur adalah “harta, tahta dan wanita”, namun karena semua itu merupakan “perhiasan kehidupan duniawi” yang bersifat fatamorgana  (QS.24:40-41) maka    ketiga hal tersebut tidak akan pernah mampu memuaskan  rasa dahaga  hawa-nafsu” manusia pada tingkatan nafs Ammarah (QS.123:54), firman-Nya:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini yaitu: perempuan-perempuan,  anak-anak, kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak,  kuda pilihan,  binatang ternak dan sawah ladang.  Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup  di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah  sebaik-baik tempat kembali.  (Ali ‘Imran [3]:15).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  23 Juni    2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar