بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 261
Kesempurnaan
Al-Quran Dalam Berbagai Segi Dibandingkan
Syair-syair Terbaik Para Penyair Bangsa Arab Jahiliyah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai tanggapan yang sangat rendah orang-orang kafir mengenai nilai-nilai
kehidupan yang sebenarnya berkenaan dengan para Rasul Allah. Mereka telah membuat patokan yang mereka ada-adakan
sendiri untuk menguji kebenaran
rasul-rasul Allah, akibatnya bahwa
daripada mendapatkan jalan yang lurus,
malahan mereka terus meraba-raba dalam kegelapan,
keraguan, dan kekafiran, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا
الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ
فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ
نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Rasul
macam apakah ini, ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak
diturunkan malaikat kepadanya
supaya ia menjadi seorang pemberi
peringatan bersama-sama dengannya? (Al-Furqān [25]:8).
Firman-Nya lagi:
اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ
جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا
رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا فَلَا
یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
“Atau hendaknya diturunkan
kepadanya khazanah atau ada
baginya kebun untuk makan darinya.” Dan
orang-orang yang zalim itu
ber-kata: ”Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.”
Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan
bagi engkau, maka mereka
telah sesat dan mereka tidak dapat
menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:9-10).
Jawaban
Allah Swt.
Semua
tuduhan yang diada-adakan dan sangat lemah tersebut dijawab oleh Allah Swt.:
تَبٰرَکَ الَّذِیۡۤ
اِنۡ شَآءَ جَعَلَ لَکَ خَیۡرًا مِّنۡ ذٰلِکَ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ وَ یَجۡعَلۡ لَّکَ
قُصُوۡرًا ﴿﴾ بَلۡ کَذَّبُوۡا بِالسَّاعَۃِ ۟ وَ اَعۡتَدۡنَا لِمَنۡ کَذَّبَ بِالسَّاعَۃِ
سَعِیۡرًا﴿ۚ﴾
Maha
Beberkat Dia Yang jika Dia
menghendaki akan menjadikan bagi engkau yang lebih baik daripada itu, kebun-kebun
yang di bawahnya me-ngalir sungai-sungai
dan akan menjadikan bagi engkau istana-istana. (Al-Furqān [25]:11).
Ayat mengandung arti, bahwa tanggapan
orang-orang kafir dalam ayat-ayat
sebelumnya mengenai bagaimana
seharusnya corak dan macam seorang nabi Allah adalah jauh sekali dari kenyataan, dan menampakkan kepicikan
mereka tentang maksud dan tujuan
pengutusan nabi-nabi Allah.
Nabi-nabi Allah dibangkitkan, demikian ayat ini memberitahukan, adalah
untuk membimbing manusia keluar dari kegelapan, keraguan, dan kekafiran, masuk
ke dalam cahaya keyakinan dan kenikmatan ruhani, bukan untuk menimbun kekayaan dan berfoya-foya
serta bersuka-ria.
Akan tetapi meskipun patokan
yang dibuat sendiri oleh orang-orang kafir – yakni Nabi Besar Muhammad saw. harus memiliki harta, pangkat, kebun-kebun, dan istana-istana – lihat pula
QS.17:91-94 -- adalah tidak
berarti apa-apa. Nmun untuk menyadarkan
mereka tentang kepalsuan kedudukan mereka, Allah Swt. akan memberikan
kepada beliau saw. serta pengikut-pengikut
beliau saw. harta yang lebih banyak, kebun-kebun, dan istana-istana yang lebih besar lagi lebih baik daripada apa-apa
yang dituntut oleh orang-orang kafir.
Dan sungguh-sungguh Allah Swt. telah menganugerahkan kepada pengikut-pengikut Nabi
Besar Muhammad saw. istana-istana dan kebun-kebun kepunyaan raja (kisra)
Iran dan Kaisar Bizantina (Romawi).
Demikianlah berbagai hikmah
yang terkandung dalam ayat-ayat awal
Surah Asy-Syu’ara berkenaan dengan
Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ تَبٰرَکَ
الَّذِیۡ نَزَّلَ الۡفُرۡقَانَ عَلٰی عَبۡدِہٖ لِیَکُوۡنَ لِلۡعٰلَمِیۡنَ نَذِیۡرَا ۙ﴿﴾ ۣالَّذِیۡ
لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
لَمۡ یَتَّخِذۡ وَلَدًا وَّ لَمۡ یَکُنۡ لَّہٗ شَرِیۡکٌ فِی الۡمُلۡکِ وَ خَلَقَ
کُلَّ شَیۡءٍ فَقَدَّرَہٗ تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾ وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً
لَّا یَخۡلُقُوۡنَ شَیۡئًا وَّ ہُمۡ یُخۡلَقُوۡنَ وَ لَا یَمۡلِکُوۡنَ
لِاَنۡفُسِہِمۡ ضَرًّا وَّ لَا نَفۡعًا وَّ لَا یَمۡلِکُوۡنَ مَوۡتًا وَّ لَا حَیٰوۃً وَّ
لَا نُشُوۡرًا ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Maha Beberkat Dia, Yang
telah menurunkan Al-Furqān kepada hamba-Nya, supaya ia menjadi
pemberi peringatan bagi seluruh alam. Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan seluruh langit dan bumi, dan Dia tidak mengambil anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan, Dia
telah menciptakan segala sesuatu dan
telah menetapkan ukurannya dengan sebaik-baiknya. Dan mereka
telah mengambil tuhan-tuhan selain Dia yang tidak menciptakan sesuatu pun bahkan me-reka yang diciptakan, dan mereka
tidak berkuasa untuk memberi mudarat dan tidak pula manfaat kepada diri
mereka, dan mereka tidak berkuasa atas mati, atas hidup dan tidak pula atas
kebangkitan. (Al-Furqān (25]:1-4).
Pengulangan Peristiwa
Kaum-kaum Purbakala di Masa
Nabi Besar Muhammad Saw.
Dalam
rangka menghadapi tugas kerasulan yang
sangat berat itulah maka Allah Swt. berulang-ulang dalam Al-Quran menceritakan kisah Nabi Musa a.s. dan Fir’aun dan juga kisah-kisah rasul Allah dan kaum
purbakala lainnya, maksudnya adalah, selain merupakan kabar-kabar gaib (nubuatan-nubuatan) yang akan kembali terjadi di masa Nabi Besar Muhammad
saw., juga agar Nabi Besar Muhammad
saw. dapat mengemban tugas kerasulannya dalam kuantitas
dan kualitasnya yang paling sempurna (QS.33:22) dibandingkan para Rasul Allah sebelumnya, bagaimana pun hebatnya atau beratnya tantangan yang harus beliau saw. hadapi dalam
mengemban amanat syariat terakhir dan
tersempurna yakni agama
Islam (QS.33:73-74).
Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar
Muhammad saw.:
وَ کُلًّا نَّقُصُّ
عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ الرُّسُلِ
مَا نُثَبِّتُ بِہٖ فُؤَادَکَ ۚ وَ جَآءَکَ فِیۡ ہٰذِہِ الۡحَقُّ
وَ مَوۡعِظَۃٌ وَّ ذِکۡرٰی
لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan semua
berita mengenai rasul-rasul Kami
ceritakan kepada engkau, yang dengannya Kami meneguhkan hati engkau. Dan
di dalamnya telah datang kepada
engkau haq (kebenaran), nasihat, dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman. (Hūd [11]:121-124).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman berupa tantangan kepada orang-orang kafir yang secara zalim
terus menerus melakukan penentangan
terhadap Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ قُلۡ
لِّلَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ اعۡمَلُوۡا عَلٰی
مَکَانَتِکُمۡ ؕ اِنَّا عٰمِلُوۡنَ ﴿﴾ۙ وَ انۡتَظِرُوۡا ۚ اِنَّا مُنۡتَظِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ غَیۡبُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اِلَیۡہِ یُرۡجَعُ الۡاَمۡرُ کُلُّہٗ فَاعۡبُدۡہُ وَ تَوَکَّلۡ عَلَیۡہِ ؕ وَ مَا
رَبُّکَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan katakanlah
kepada orang yang tidak beriman: “Berbuatlah
menurut kemampuan kamu, sesungguhnya kami pun sedang berbuat. Dan kamu tunggulah,
sesungguhnya kami pun sedang
menunggu keputusan Allah.” Dan kepunyaan
Allah-lah yang gaib di seluruh langit dan bumi, dan kepada Dia akan dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sem-bahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan Rabb (Tuhan) engkau tidak
lengah mengenai apa yang kamu kerjakan. (Hūd [11]:122-124).
Makna kata makānah dalam ayat اعۡمَلُوۡا عَلٰی مَکَانَتِکُمۡ ؕ اِنَّا عٰمِلُوۡنَ -- “Berbuatlah menurut
kemampuan kamu, sesungguhnya kami pun sedang berbuat,”
makānah berasal dari kāna
atau makāna dan berarti tempat kedudukan atau kekuatan (Aqrab-ul-Mawarid).
Ayat ini berarti bahwa meskipun nubuatan-nubuatan agung yang disampaikan
dalam Surah Hūd ini mengenai kemenangan Islam pada akhirnya, dan kekalahan dan kegagalan orang-orang kafir itu nampaknya tak masuk akal, dan tidak
mungkin dapat menjadi sempurna
pada saat itu, namun tidak ada yang tidak
mungkin bagi Allah Swt. dan segala apa yang dinubuatkan itu pasti akan terjadi.
Nubuatan Nabi Musa a.s. Mengenai Nabi Besar Muhammad saw.
Sehubungan dengan akan berulangnya kisah Nabi
Musa a.s. dan Fir’aun dalam masa
Nabi Besar Muhammad saw., mengenai hal itu Allah Swt. berfirman:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لَنۡ تُغۡنِیَ عَنۡہُمۡ اَمۡوَالُہُمۡ وَ لَاۤ
اَوۡلَادُہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ
شَیۡئًا ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ
وَقُوۡدُ النَّارِ ﴿ۙ﴾ کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ
قَبۡلِہِمۡ ؕ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ
فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾ قُلۡ لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَتُغۡلَبُوۡنَ وَ
تُحۡشَرُوۡنَ اِلٰی جَہَنَّمَ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِہَادُ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir, harta
mereka dan anak-anak mereka tidak akan pernah berguna sedikit pun bagi
mereka untuk melawan Allah, dan mereka itu ada-lah bahan
bakar Api. کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ -- Keadaan mereka seperti
keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang
sebelum mereka. Mereka mendustakan Tanda-tanda Kami maka Allah
menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, dan Allah
sangat keras dalam menghukum. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: سَتُغۡلَبُوۡنَ
وَ تُحۡشَرُوۡنَ اِلٰی جَہَنَّمَ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِہَادُ -- kamu segera akan dikalahkan dan dihimpun ke Jahannam, dan sangat
buruk tempat kediaman itu.” (Ali ‘Imran [3]:11-13). Lihat pula
QS.8:53-56.
Da’b dalam ayat کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ
مِنۡ قَبۡلِہِمۡ --
“seperti keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang sebelumnya,” berarti: kebiasaan, adat atau cara, peristiwa, perkara
atau keadaan (Aqrab-ul-Mawarid),
yaitu ؕ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِنَا ۚ فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ
الۡعِقَابِ -- “Mereka mendustakan
Tanda-tanda Kami maka Allah menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, dan Allah sangat keras dalam menghukum.”
Itulah sebabnya berkenaan percakapan (dialog) antara Allah Swt.
dengan Nabi Musa a.s. dalam beberapa
Surah Al-Quran, Allah Swt. telah berfirman mengenai Nabi Besar Muhammad saw.
bahwa pada saat berlangsungnya “dialog”
mengenai peristiwa-peristiwa yang
dialami oleh Nabi Musa a.s. tersebut,
pada saat itu Nabi Besar Muhammad saw. tidak
ada di sana.
Nubuatan tersebut mengisyaratkan bahwa berbagai
peristiwa yang akan dialami oleh Nabi
Musa a.s. akan dialami pula oleh rekan sejawat beliau -- misal Nabi Musa a.s. – yaitu Nabi Besar Muhammad saw. yang lahir (muncul) dari kalangan saudara Bani Israil, yakni dari kalangan Bani
Isma’il (Ulangan 18:15-19; QS.46:11) -- berikut firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ مَا
کُنۡتَ بِجَانِبِ الۡغَرۡبِیِّ اِذۡ قَضَیۡنَاۤ اِلٰی مُوۡسَی الۡاَمۡرَ وَ مَا کُنۡتَ
مِنَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لٰکِنَّاۤ اَنۡشَاۡنَا قُرُوۡنًا فَتَطَاوَلَ عَلَیۡہِمُ
الۡعُمُرُ ۚ وَ مَا کُنۡتَ ثَاوِیًا فِیۡۤ
اَہۡلِ مَدۡیَنَ تَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۙ وَ لٰکِنَّا کُنَّا مُرۡسِلِیۡنَ ﴿﴾
Dan engkau sekali-kali tidak ada di sebelah barat gunung itu, ketika Kami menetapkan hukum risalat kepada Musa, dan engkau sekali-kali tidak termasuk
orang-orang yang menyaksikan. Tetapi Kami
telah menjadikan generasi-generasi maka berlalulah atas mereka masa yang panjang,
dan engkau sekali-kali tidak tinggal bersama penduduk Midian, yang membacakan
Tanda-tanda Kami kepada mereka, tetapi Kami-lah
yang mengutus rasul-rasul. (Al-Qashāsh
[28]:45-46).
Pernyataan Iman Nabi Musa a.s. kepada Nabi Besar Muhammad Saw.
Ayat
ini bermaksud mengatakan bahwa nubuatan
Nabi Musa a.s. tentang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. (Ulangan
18:18) telah genap begitu jelas dan
demikian rincinya, seakan-akan beliau
saw. secara pribadi hadir bersama Nabi Musa a.s.
ketika Nabi Musa a.s. mengatakan nubuatan
itu, dan bahkan Nabi Musa a.s. telah mengimani Nabi Besar Muhammad saw.
ketika beliau menyaksikan Tajjaliyati Ilahiyyah (penampakan Kagungan Allah Swt.) paling
sempurna yang akan dianugerahkan-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.,
firman-Nya:
وَ لَمَّا
جَآءَ مُوۡسٰی
لِمِیۡقَاتِنَا وَ کَلَّمَہٗ رَبُّہٗ ۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِیۡۤ اَنۡظُرۡ
اِلَیۡکَ ؕ قَالَ لَنۡ تَرٰىنِیۡ
وَ لٰکِنِ انۡظُرۡ اِلَی
الۡجَبَلِ فَاِنِ اسۡتَقَرَّ مَکَانَہٗ فَسَوۡفَ تَرٰىنِیۡ ۚ فَلَمَّا
تَجَلّٰی رَبُّہٗ لِلۡجَبَلِ
جَعَلَہٗ دَکًّا وَّ خَرَّ مُوۡسٰی
صَعِقًا ۚ فَلَمَّاۤ اَفَاقَ قَالَ
سُبۡحٰنَکَ تُبۡتُ اِلَیۡکَ وَ اَنَا
اَوَّلُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan tatkala
Musa datang pada waktu yang Kami tetapkan dan Rabb-nya (Tuhan-nya) bercakap-cakap
dengannya, ia berkata: “Ya Rabb-ku
(Tuhan-ku), perli-hatkanlah kepadaku
supaya aku dapat memandang Engkau.” Dia berfirman: “Engkau tidak akan pernah dapat melihat-Ku tetapi pandanglah
gunung itu, lalu jika ia tetap ada
pada tempatnya maka engkau pasti akan dapat melihat-Ku.” Maka tatkala
Rabb-nya (Tuhan-nya) menjelmakan keagungan-Nya pada gunung itu Dia
menjadikannya hancur lebur, dan Musa pun jatuh pingsan. Lalu tatkala ia sadar kembali ia berkata: سُبۡحٰنَکَ
تُبۡتُ اِلَیۡکَ وَ اَنَا
اَوَّلُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ -- “Mahasuci
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku adalah orang pertama di antara orang-orang yang beriman kepadanya
di masa ini.” (Al-A’raf [7]:144.
Abad
demi abad berlalu dan suatu silsilah
(untaian) para nabi Allah muncul
sesudah Nabi Musa a.s. (QS.2:88-92) dan mereka itu menablighkan amanat masing-masing, namun tidak ada di
antara nabi-nabi itu pernah mengaku
sebagai seorang nabi yang seperti Nabi
Musa a.s, yang mengenainya Nabi Musa
a.s. telah membuat nubuatan seperti tercantum dalam Ulangan 18:18, hingga Al-Quran
diturunkan.
Al-Quran mengumumkan bahwa nubuatan
agung Nabi Musa a.s. itu
telah genap dalam wujud Nabi Besar Muhammad saw. (QS.46:11; QS.73:16). Jelaslah bahwa nubuatan
itu dari Allah Swt. dan mustahil
diletakkan dalam mulut Nabi Musa a.s. oleh Nabi Besar Muhammad saw. yang datang beberapa abad kemudian
sesudah beliau. Tetapi kaum Nabi Musa a.s. (Bani Israil) hampir telah melupakan nubuatan itu dan
nubuatan-nubuatan lain mengenai Nabi
Besar Muhammad saw. akibat berlalunya masa yang panjang.
Nubuatan Hijrah Nabi
Besar Muhammad saw. ke Madinah
Nubuatan dalam ayat
selanjutnya وَ مَا کُنۡتَ ثَاوِیًا فِیۡۤ
اَہۡلِ مَدۡیَنَ تَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۙ وَ لٰکِنَّا کُنَّا مُرۡسِلِیۡنَ -- “dan engkau
sekali-kali tidak tinggal bersama penduduk Midian, yang membacakan
Tanda-tanda Kami kepada mereka, tetapi Kami-lah
yang mengutus rasul-rasul”, menunjuk kepada persesuaian besar antara Nabi Besar Muhammad saw. dengan Nabi Musa a.s. .
Seperti Nabi Musa a.s. yang tinggal di Midian untuk 10 tahun
lamanya di tengah-tengah suatu bangsa
yang asing dan kemudian kembali
ke Mesir untuk melepaskan kaum beliau
yang tertindas dari perbudakan Fir’aun,
demikian pula Nabi Besar Muhammad saw. pun
tinggal di Medinah selama 10 tahun dan kemudian datang lagi ke
Mekkah untuk menaklukkannya, sehingga
berakhirlah kekuasaan kaum kafir (musyrik) Quraisy atas kota Mekkah.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi
Besar Muhammad saw. sehubungan pengutusan
Nabi Musa a.s. sebagai rasul Allah
kepada Fir’aun:
وَ مَا
کُنۡتَ بِجَانِبِ الطُّوۡرِ اِذۡ
نَادَیۡنَا وَ لٰکِنۡ رَّحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ لِتُنۡذِرَ قَوۡمًا مَّاۤ اَتٰىہُمۡ مِّنۡ نَّذِیۡرٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ لَعَلَّہُمۡ
یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ لَاۤ
اَنۡ تُصِیۡبَہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌۢ
بِمَا قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ
فَیَقُوۡلُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ اَرۡسَلۡتَ
اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ وَ نَکُوۡنَ مِنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Dan engkau sekali-kali tidak berada di lereng gunung
Thur ketika Kami berseru kepada Musa, tetapi ini adalah rahmat dari Rabb (Tuhan)
engkau, supaya engkau memberi peringatan kepada kaum yang tidak pernah datang kepada mereka seorang
pemberi ingat sebelum engkau supaya mereka
mendapat nasihat. Dan agar mereka tidak mengatakan ketika musibah
menimpa mereka karena apa yang
didahulukan oleh tangan mereka: ”Ya Rabb
(Tuhan) kami, mengapa Engkau tidak
mengutus kepada kami seorang rasul,
lalu kami mengikuti Ayat-ayat Engkau
dan kami akan menjadi orang-orang yang beriman?” (Al-Qashāsh [28]:47-48).
Ayat
ini mengandung arti, bahwa tidak mungkin
Nabi Besar Muhammad saw. yang mula-mula telah menyebabkan Nabi Musa a.s. membuat nubuatan mengenai beliau saw. (Ulangan
18:18) dan kemudian beliau saw. menda'wakan
diri diutus sebagai penggenap nubuatan
Nabi Musa a.s. itu.
Nubuatan
itu pun mengandung isyarat-isyarat
lainnya, yakni bahwa sebagaimana halnya Bani Israil tidak
langsung beriman kepada Nabi Musa
a.s. dan mereka banyak menuntut berbagai mukjizat
dari Nabi Musa a.s., demikian pula halnya ketika Nabi Besar Muhammad saw. diutus kepada mereka sebagai pengwujudan “misal” Nabi Musa a.s. (Ulangan
18:18; QS.46:11), mereka pun melakukan sikap
buruk yang sama, yakni mereka
menuntut berbagai macam mukjizat
kepada Nabi Besar Muhammad saw. sesuai keinginan hawa nafsu mereka (QS.2:109; QS.4:154; QS.17:91-94), firman-Nya:
فَلَمَّا
جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡا لَوۡ لَاۤ اُوۡتِیَ
مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ
مُوۡسٰی ؕ اَوَ لَمۡ یَکۡفُرُوۡا
بِمَاۤ اُوۡتِیَ مُوۡسٰی
مِنۡ قَبۡلُ ۚ قَالُوۡا سِحۡرٰنِ تَظٰہَرَا ۟ٝ وَ قَالُوۡۤا اِنَّا
بِکُلٍّ کٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ فَاۡتُوۡا
بِکِتٰبٍ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ہُوَ اَہۡدٰی مِنۡہُمَاۤ اَتَّبِعۡہُ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ لَّمۡ
یَسۡتَجِیۡبُوۡا لَکَ فَاعۡلَمۡ اَنَّمَا
یَتَّبِعُوۡنَ اَہۡوَآءَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ
اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ
بِغَیۡرِ ہُدًی مِّنَ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ
الظّٰلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Maka tatkala
datang kepada mereka kebenaran dari sisi
Kami, mereka berkata: ”Mengapa ia tidak diberi semisal apa yang telah diberikan kepada Musa?”
Bukankah mereka telah menolak apa yang
telah diberikan kepada Musa dahulu? Mereka berkata: “Mereka ini keduanya tukang sihir yang saling membantu.” Dan mereka
berkata: “Sesungguhnya kami kafir kepada
masing-masing mereka itu.” (Al-Qashāsh
[28]:49).
Kelebihan Al-Quran dan Taurat
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada
Nabi Besar Muhammad saw. mengenai keunggulan Al-Quran dan Taurat dibandingkan
kitab-kitab suci lain yang diwahyukan sebelumnya:
قُلۡ
فَاۡتُوۡا بِکِتٰبٍ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ہُوَ اَہۡدٰی مِنۡہُمَاۤ اَتَّبِعۡہُ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ لَّمۡ
یَسۡتَجِیۡبُوۡا لَکَ فَاعۡلَمۡ اَنَّمَا
یَتَّبِعُوۡنَ اَہۡوَآءَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ
اَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ
بِغَیۡرِ ہُدًی مِّنَ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ
الظّٰلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Katakanlah:
“Maka datangkanlah sebuah kitab dari
sisi Allah sebagai petunjuk yang lebih baik daripada keduanya
supaya aku
mengikutinya, jika kamu adalah orang-orang
yang benar.” Tetapi jika mereka tidak menjawab tantangan engkau maka ketahuilah bahwasanya mereka hanya mengikuti hawa nafsunya. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Al-Qashāsh
[28]:50-51).
Ayat فَاۡتُوۡا
بِکِتٰبٍ مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ہُوَ اَہۡدٰی مِنۡہُمَاۤ -- “Maka datangkanlah
sebuah kitab dari sisi Allah sebagai petunjuk
yang lebih baik daripada keduanya,” mengisyaratkan kepada kedudukan sangat tinggi yang dimiliki oleh Al-Quran dan Taurat di
antara kitab-kitab samawi, dan Al-Quran adalah yang terbaik dari antara kitab-kitab wahyu, sedang Kitab
Taurat menduduki tempat kedua. Al-kitab pada khususnya ditujukan
kepada Taurat atau kepada tiap-tiap kitab yang diwahyukan.
Ayat
ini dapat diartikan, baik: (1) mereka yang telah dianugerahi pengertian tepat mengenai kitab itu — Kitab Taurat — dan merenungkannya
pasti mempercayai Al-Quran juga; atau (2) dari antara pengikut-pengikut tiap kitab yang diwahyukan, segolongan besar akan beriman kepada Al-Quran
dan masuk Islam di setiap
abad.
Dengan demikian jelaslah, jika Allah Swt. di dalam Al-Quran mengemukakan kisah-kisah kaum purbakala yang kepada mereka Allah Swt. telah
mengutus para Rasul Allah -- termasuk kisah Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun
-- bukanlah berarti bahwa Al-Quran merupakan “dongeng kaum-kaum purbakala” sebagaimana
yang disangka atau dituduhkan oleh orang-orang yang tidak memahami kesempurnaan Al-Quran
(QS.6:26; QS.8:32; QS.16:25; QS.23:84;
QS.25:6; QS27:69; QS.46:18; QS.68:16;
QS.83:13), melainkan di dalamnya bukan saja penuh
dengan berbagai petunjuk dan hikmah serta
khazanah-khazanah ilmu-ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu
ruhani, juga di dalamnya terkandung nubuatan-nubuatan (QS.18:110; QS.31:8), termasuk nubuatan-nubuatan mengenai kedatangan
kedua kali secara ruhani Nabi
Besar Muhammad saw. (QS.62:3-4) dan para rasul
Allah lainnya (QS.77:12) juga kedatangan misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang ke dua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..
yang dalam kenyataannya pendakwaan
beliau sebagai Rasul Akhir Zaman mendapat penentangan
keras dan zalim dari berbagai
fihak, seakan-akan di Akhir Zaman ini kaum-kaum
purbakala yang dikisahkan dalam Al-Quran
kembali terjadi (berulang).
Dengan demikian jelaslah bahwa kisah “duel” yang terjadi antara mukjizat Nabi Musa a.s. dengan
sihir yang dilakukan
tukang-tukang sihir Fir’aun pun pada hakikatnya merupakan nubuatan yang akan kembali terjadi lagi, baik di masa Nabi Besar Muhammad saw. dan juga di Akhir Zaman ini (QS.77:12-20).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 16 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar