Selasa, 01 Juli 2014

"Kelahiran Ruhani Baru" Hamba-hamba Allah dan Hubungannya dengan "Sujudnya" Para Malaikat Kepada Adam (Khalifah Allah)




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   251

Kelahiran Ruhani Baru Hamba-hamba Allah   dan Hubungannya  dengan  Sujudnya” Para Malaikat Kepada Adam (Khalifah Allah)

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan    mengenai  firman Allah Swt. dalam Al-Quran,  bahwa proses kemunduran ruhani mau pun  kebangkitan ruhani umat manusia  atau pun suatu kaum dalam kehidupannya di dunia ini  memiliki persamaan dengan proses kemunduran ruhani  dan kebangkitan ruhani seorang manusia, firman-Nya:
مَا خَلۡقُکُمۡ وَ لَا بَعۡثُکُمۡ  اِلَّا کَنَفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ ؕ  اِنَّ  اللّٰہَ  سَمِیۡعٌۢ  بَصِیۡرٌ ﴿﴾  اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّ اللّٰہَ یُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ یُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ وَ سَخَّرَ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ ۫ کُلٌّ  یَّجۡرِیۡۤ   اِلٰۤی   اَجَلٍ مُّسَمًّی وَّ اَنَّ اللّٰہَ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرٌ ﴿﴾  ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡحَقُّ وَ اَنَّ مَا یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہِ الۡبَاطِلُ ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ ہُوَ  الۡعَلِیُّ  الۡکَبِیۡرُ ﴿٪﴾
Sekali-kali tidaklah penciptaan kamu dan tidak pula  kebangkitan kamu  melainkan seperti penciptaan suatu jiwa.  Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.   Apakah engkau tidak melihat bahwa  Allah memasukkan malam ke dalam siang, dan memasukkan siang ke dalam malam, dan  Dia telah menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar terus sampai masa yang telah ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakanHal demikian itu sesungguhnya Allah Dia-lah Yang haq dan bah-wa apa yang mereka seru selain Dia adalah batil, dan bahwa sesungguhnya Allah Dia-lah Dzat Yang Maha Tinggi, Maha Besar. (Luqman [31]:29-31).
    Ayat  29  mengandung arti bahwa seluruh umat manusia tunduk kepada hukum-hukum alam yang sama. Ayat ini menunjuk pula kepada kenyataan  bahwa kebangkitan atau keruntuhan bangsa dan masyarakat adalah tunduk kepada hukum-hukum alam yang sama, seperti halnya kemajuan atau kemunduran perseorangan مَا خَلۡقُکُمۡ وَ لَا بَعۡثُکُمۡ  اِلَّا کَنَفۡسٍ  -- “Sekali-kali tidaklah penciptaan kamu dan tidak pula  kebangkitan kamu  melainkan seperti penciptaan suatu jiwa”.
        Ayat selanjutnya  اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّ اللّٰہَ یُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ یُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ -- “Apakah engkau tidak melihat bahwa  Allah memasukkan malam ke dalam  siang, dan memasukkan siang ke dalam malam” menjelaskan lebih lanjut,  bahwa  hukum alam mengenai pergantian antara siang dan malam, dan sebaliknya, bekerja dengan kekuatan yang sama berkenaan dengan nasib bangsa-bangsa mau pun perorangan-perorangan.
      Jadi, sesudah mati manusia akan dibangkitkan kembali dengan “tubuh yang baru   agar supaya ia dapat terus membuat kemajuan ruhani dalam kehidupan di akhirat yang tidak mempunyai kesudahan. Kemajuan yang ia capai dalam kehidupan di dunia hanya merupakan tingkat persiapan.
      Keadaan kehidupan manusia di dunia ini  seperti seorang anak dalam rahim ibunya. Sesudah mati ia dilahirkan dalam kehidupan baru dan lebih lengkap, merupakan permulaan bagi suatu kemajuan yang tidak akan berakhir di dalam kehidupan yang disebut surga.
        Makna ayat   ﴿﴾  سَبۡعَ طَرَآئِقَ لَقَدۡ خَلَقۡنَا فَوۡقَکُمۡ     -- “ sungguh  Kami benar-benar telah  menciptakan di atas kamu tujuh jalan ruhani,” enam tingkat kemajuan ruhani yang dilukiskan dalam sepuluh ayat pertama surah Al-Mu’minun ini menjadi tujuh, bila “surga” (ayat 12) dihitung sebagai tingkat terakhir bagi perkembangan ruhani. Demikian pula, bila tingkat persiapan sebelum pembentukan air mani (ayat 13) ditambahkan kepada enam tingkat perkembangan mudigah, angka ini pun menjadi tujuh pula. Dengan demikian “tujuh jalan dalam langit ruhani” yang telah disinggung dalam ayat ini (QS.23:2-12), bersesuaian dengan tujuh tingkat perkembangan jasmani manusia yang telah disebut dalam ayat-ayat 13-15.

Kelahiran Ruhani Baru” Hamba-hamba Allah & Makna “Sujudnya” Para Malaikat kepada Adam (Khalifah Allah)

        Sejalan dengan berfungsinya seluruh organ tubuh janin (bayi) dalam rahim ibu ketika  dalam   tubuh janin (bayi) tersebut  telah timbul (tercipta) ruh   ثُمَّ اَنۡشَاۡنٰہُ خَلۡقًا اٰخَرَ --  kemudian Kami  menumbuhkan dia menjadi makhluk lain, demikian juga ketika perkembangan tubuh ruhani seorang hamba Allah  yakni telah  sempurna,   lalu Allah Swt. “meniupkan ruh-Nya” kepadanya:   فَاِذَا سَوَّیۡتُہٗ  وَ نَفَخۡتُ فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِی  --  “maka apabila Aku telah membentuknya  dengan sempurna,  dan Aku telah meniupkan ruh-Ku ke dalamnya,  فَقَعُوۡا  لَہٗ   سٰجِدِیۡنَ --  maka sujudlah yakni patuh-taatlah  kamu   kepadanya,”  hal tersebut memiliki persamaan dengan  perintah  Allah Swt.  kepada para malaikat untuk “sujud” (patuh-taat) kepada Adam. (QS.15:29-32).
       Dengan kata “malaikat” dimaksudkan seluruh makhluk, sebab malaikat-malaikat merupakan mata rantai pertama dari semua kejadian (penciptaan makhluk),   karena satu perintah Allah Swt. yang diberikan kepada mereka, sebenarnya berlaku untuk seluruh makhluk.
       Ini merupakan suatu kenyataan, bahwa di mana pada tempat lain Al-Quran menyebutkan perintah Allah Swt.   kepada malaikat-malaikat supaya “sujud” (patuh-taat)  kepada “Adam”, maka dalam ayat sekarang ini dan dalam ayat-ayat berikutnya  kata “Adam” diganti dengan kata “basyar” yaitu “manusia”. Dengan demikian, kedua perkataan ini telah dipergunakan dalam Al-Quran dalam arti yang sama.
       Perintah yang diberikan Allah Swt. kepada para malaikat berkenaan dengan Adam a.s, yakni Khalifah Allah atau Rasul Allah  berlaku bagi setiap manusia. Allah Swt.   menghembuskan  (meniupkan) ruh-Nya ke dalam wujud tiap-tiap manusia dan para malaikat diperintahkan mengkhidmatinya. Sebab manusia merupakan khalifah Allah di atas muka bumi, dan di dalam dirinya ia dapat mencerminkan atau menjelmakan Sifat-sifat Allah, Nabi Besar Muhammad saw. bersabda mengenai makna dan tujuan  yang harus diraih dari ibadah   kepadac Allah (QS.51:57): “Takhallaqu bi-akhlaqillāh   -- berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah”.
         Pendek kata,  peristiwa berfungsinya seluruh organ tubuh bayi dalam rahim ibu   --   ketika di dalam tubuh  bayi tersebut  telah muncul atau telah “ditiupkan ruh” oleh Allah Swt. --  memiliki kesajaran dengan “sujudnya” para malaikat kepada Adam atau Khalifah Allah atau Rasul Allah  ketika diperintahkan Allah Swt. kepada mereka ketika Allah Swt. telah “meniupkan Ruh-Nya” atau  telah memperkuatnya dengan Ruhulqudus atau telah menurunkan wahyu-Nya  kepada Adam, yang dalam QS. 2:31-35 digambarkan Allah Swt. telah mengajarkan al-Asmā (Nama-nama-Nya atau Sifat-sifat-Nya) kepada Adam, mengenai hal tersebut  berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad asw. :
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ  اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا  اِلَّاۤ  اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی وَ اسۡتَکۡبَرَ ٭۫ وَ  کَانَ مِنَ الۡکٰفِرِیۡنَ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman  kepada para  malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, mereka berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau dan kami senantiasa mensucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا -- dan  Dia mengajarkan kepada Adam  nama-nama itu semuanya;   ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ  -- kemudian Dia mengemukakan mereka itu  kepada para malaikat, lalu Dia berfirman:  اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ   -- “beritahukanlah kepada-Ku nama-nama mereka ini jika kamu memang   benar.”   Mereka berkata: سُبۡحٰنَکَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا  --  Mahasuci Engkau, kami tidak  memiliki  pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ -- sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” Dia berfirman: یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِم -- “Hai Adam, beritahukanlah  kepada mereka nama-nama mereka itu”,  فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ   -- maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama mereka itu, Dia berfirman:  اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ  اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ   -- “bukankah telah Aku katakan kepada kamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui  rahasia seluruh langit dan bumi,  وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ --   dan mengetahui apa pun yang kamu nyatakan dan apa pun yang kamu sembunyikan?” Dan ingatlah  ketika Kami berfirman kepada para malaikat: اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا  اِلَّاۤ  اِبۡلِیۡسَ  --  Sujudlah yakni tunduk-patuhlah  kamu kepada  Adam” lalu mereka sujud kecuali  iblis,  اسۡتَکۡبَرَ ٭۫ وَ  کَانَ مِنَ الۡکٰفِرِیۡنَ اَبٰی وَ  -- ia menolak dan takabur,  dan   ia  termasuk dari antara orang-orang yang  kafir. (Al-Baqarah [2]:31-35).

Pembukakan Rahasia-rahasia Gaib Allah Swt. kepada Rasul-Nya & Peniupan Ruh-Nya kepada Maryam binti ‘Imran

       Diajarkan-Nya  semua nama-nama (al-Asmā) kepada Adam  sejalan dengan dibukakan-Nya rahasia-rahasia gaib Allah Swt. kepada Rasul-Nya dalam Surah berikut ini, firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾  
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya,  supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
     Selain sebagai sarana untuk menyampaikan rahasia-rahasia gaib-Nya  pengutusan Rasul Allah juga sebagai sarana untuk membedakan atau untuk melakukan  pemisahan  yang baik dan yang buruk dari umat beragama   -- termasuk umat  Islam yang terpecah-belah  menjadi  berbagai mazhab  dan firqah – firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar.  (Ali ‘Imran [3]:180).
        Semua penjelasan mengenai “peniupan ruh” oleh Allah Swt. dan turunnya Ruhulqudus  yang dikemukakan sebelumnya memiliki hubungan erat dengan    peniupan Ruh” kepada Maryam binti ‘Imran mengenai kehamilannya dan dengan turunnya Ruhulqudus kepada Nabi Isa Ibnu Maryam  serta  dengan tingkatan ruhani Maryam binti Imran yang kemudian melahirkan Isa Ibnu Maryam, sebelum ini, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang  memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:13). 
     Maryam binti Maryam, ibunda Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah Swt., mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi (lihat ayat 13, Pent.) menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk.
  Tingkatan suluk (perjalanan ruhani atau pendakian ruhani) pada keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran  yang dikemukakan Al-Quran disebut Syeikh Abdul Qadir al-Jailani sebagai   tingkatan  alam malakut (alam malaikat) atau alam jabarut,   yang di dalamnya para  salik (para penempuh jalan ruhani) akan mengalami berbagai pengalaman yang ajaib  yang keadaannya di luar nalar, yang disebut “karamah” (kekeramatan) atau khariqul ‘adat (hal yang luar biasa), terlebih lagi  setelah mengalami kelahiran ruhani  yang disebut tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s. akan lebih banyak mengalami berbagai macam  mukjizat seperti   yang terjadi pada diri Nabi Isa Ibnu  Maryam a.s. (Yesus Kristus).
   Berikut  firman-Nya mengenai proses kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dari Maryam binti ‘Imran  tanpa melalui  ayah  seorang laki-laki, karena Maryam binti ‘Imran selain sebagai ibu juga merangkap sebagai ayah beliau, sehingga  disebut    Isa  Ibnu Maryam  (Isa anak Maryam), hal tersebut sekali gus sebagai bantahan Allah Swt. terhadap tuduhan dusta  para pemuka agama Yahudi bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah anak haram   karena tidak memiliki seorang ayah laki-laki,   atau  bantahan   terhadap pemikiran ekstrim sebaliknya yaitu  sebagai  “anak Allah” – na’ūdzubillāhi min dzālik   -- sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus  dalam surat-surat kirimannya (QS.4:157; QS.19:28-38), firman-Nya:
اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ یُبَشِّرُکِ بِکَلِمَۃٍ مِّنۡہُ ٭ۖ اسۡمُہُ الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ وَجِیۡہًا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ  وَ مِنَ الۡمُقَرَّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ یُکَلِّمُ النَّاسَ فِی الۡمَہۡدِ وَ کَہۡلًا  وَّ مِنَ  الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ 
Ingatlah ketika para malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya  Allah memberi engkau kabar gembira dengan  satu kalimat  dari-Nya tentang kelahiran seorang anak laki-laki namanya Al-Masih  Isa  Ibnu Maryam,  yang dimuliakan di dunia serta di akhirat, dan ia adalah dari antara orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Dan   ia akan bertutur-kata dengan manusia dalam buaian  dan ketika sudah setengah umur, dan ia  dari kalangan orang-orang saleh.  (Ali ‘Imran [3]:46-47).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  7 Juni    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar