بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 255
Makna Tangan
Nabi Musa a.s. Berwarna (Bercahaya) “Putih” & “Cahaya”
Orang-orang yang Beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai mukjizat-mukjizat yang
diperlihatkan oleh para nabi Allah
tidak seperti permainan kelihaian kecepatan tangan tukang-tukang sulap. Sebab mukjizat-mukjizat itu dimaksudkan untuk
memenuhi suatu tujuan besar yang erat
bertalian dengan akhlak dan keruhanian, yaitu untuk menimbulkan keyakinan dan perasaan tawadhu’ (rendah hati) serta takut kepada Allah Swt.
dalam hati mereka yang menyaksikannya.
Oleh karena itu jika tongkat Nabi Musa a.s. itu
benar-benar telah berubah menjadi ular
– sebagaimana yang umumnya dipercayai -- maka seluruh pertunjukan itu tentu nampaknya seperti kelihaian tukang sulap belaka, dan bu-kan mukjizat dari seorang nabi.
Kendati pun apa saja
yang mungkin dikatakan Bible mengenai
mukjizat ini, tetapi Al-Quran tidak menunjang pendapat bahwa tongkat itu benar-benar telah berubah menjadi ular asli dan hidup --
demikian pula halnya dengan penciptaan “burung” dari tanah liat oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.3:50; QS.5:111).
Sedikit pun tidak nampak terjadinya hal semacam itu.
Karamah
Khalifah Umar bin Khaththab r.a.
Tongkat itu hanya nampak seperti ular yang bergerak-gerak amat
lincah. Mukjizat itu semacam kasyaf
(pandangan gaib) saat Allah Swt. menguasai
secara istimewa penglihatan penonton-penonton
supaya membuat mereka melihat tongkat
itu dalam bentuk ular, ataupun tongkat itu sendiri ditampakkan seperti ular; begitu pula pemandangan gaib ini disaksikan oleh Fir’aun serta pemuka-pemukanya
dan oleh tukang-tukang sihir bersama
Nabi Musa a.s..
Tongkat
itu tetap tongkat jua adanya, tetapi
hanya nampak kepada Nabi Musa a.s. dan lain-lainnya seperti
ular. Hal itu merupakan gejala
keruhanian yang umum bahwa dalam kasyaf
itu bila manusia menembus hijab-hijab (tirai-tirai) badan
kasarnya dan untuk sementara waktu berpindah
ke alam ruhani, ia dapat melihat hal-hal yang terjadi di luar batas pengetahuannya dan sama
sekali tidak nampak oleh mata jasmaninya.
Mukjizat-mukjizat
berubahnya tongkat menjadi ular merupakan suatu pengalaman ruhani semacam itu. Suatu
gejala keruhanian semacam itu terjadi
di masa Nabi Besar Muhammad saw. ketika bulan — tidak hanya kelihatan oleh
beliau saw. melainkan juga
oleh beberapa pengikut beliau saw.
dan musuh-musuh beliau saw.— seakan-akan telah terbelah (QS.54:2; Bukhari, bab Tafsir).
Hadits mengatakan
kepada kita bahwa Malaikat Jibril a.s. yang acap terlihat oleh Nabi Besar
Muhammad saw. dalam kasyaf-kasyaf beliau saw., pada suatu
ketika juga terlihat oleh sahabat-sahabat beliau saw. yang tengah
duduk-duduk bersama beliau saw. (Bukhari,
bab Iman). Demikian pula beberapa malaikat
terlihat bahkan pula oleh beberapa orang kafir pada Perang Badar (Tafsir Ibnu Jarir,
VI hlm. 47).
Contoh lain semacam
ini terjadi ketika sebuah pasukan Islam
di bawah pimpinan Sariya, penglima
Islam termasyhur, sedang bertempur melawan musuh di Irak. Sayyidina Umar bin Khaththab r.a., Khalifah yang kedua, tatkala beliau
sedang berkhutbah Jum’at di kota
Medinah melihat dalam kasyaf bahwa pasukan Muslim sedang dikepung oleh musuh yang bilangannya
besar, dan bahwa pasukan Muslim terancam kekalahan yang hebat.
Melihat hal itu
beliau tiba-tiba beliau menghentikan
khutbah beliau, lalu berseru dari mimbar dengan mengatakan: “Hai Sariyah, naik ke bukit, naik ke bukitI.”
Sariyah yang berada pada jarak ratusan
mil jauhnya serentak mendengar suara
Sayyidina Umar bin Khaththab r.a.
di tengah gegap gempita medan
pertempuran yang memekakkan telinga, segera menaati perintah Khalifah
dan dengan demikian pasukan Islam itu
telah selamat dari kehancuran (Tharikh a-l-Khamis, ii, hlm.
370).
Makna Mukjizat Tongkat dan “Tangan Putih” Nabi Musa a.s.
Mukjizat Nabi Musa a.s. mengandung makna yang istimewa. Mukjizat
itu dapat ditafsirkan kurang lebih
demikian: Allah Swt. berfirman
kepada Nabi Musa a.s. melemparkan tongkatnya yang ketika itu nampak kepada beliau seperti ular, dan bila atas perintah Allah Swt. beliau mengangkatnya
maka ular itu hanya berupa sepotong tongkat kayu belaka
(QS.20:10-23; QS.27:8-15; QS.28:30-33.
Dalam kasyaf
dan mimpi makna ular melambangkan musuh, sedangkan tongkat perumpamaan jemaat (Ta’thir-ul-anam).
Dengan demikian lewat kasyaf itu Allah
Swt. memberitahukan kepada
Nabi Musa a.s. bahwa jika
beliau melemparkan umatnya jauh dari
beliau, mereka benar-benar akan bersifat
ular. Tetapi jika beliau mengambil
mereka di bawah asuhan sendiri,
mereka akan menjadi jemaat yang kuat
lagi baik, terdiri atas orang-orang
mukhlis lagi bertakwa kepada Allah
Swt..
Ada pun mengenai mukjizat “tangan”
Nabi Musa a.s. menjadi “putih”, tubuh
orang-orang yang tinggi keruhaniannya --
terutama para Nabi Allah dan para wali Allah -- mengeluarkan sinar-sinar berbagai warna menurut derajat atau sifat (kaifiat)
perkembangan ruhani mereka.
Sinar-sinar atau pancaran aura
yang dikeluarkan tubuh para nabi Allah itu putih bersih. Begitu pula sinar-sinar
(aura) yang keluar dari tangan Nabi
Musa a.s. tentunya berwarna demikian juga bila sinar-sinar
itu dinampakkan, tangan beliau tentu
tampak berwarna putih kepada
orang-orang yang melihatnya.
Sehubungan dengan
keberadaan “cahaya” para Rasul
Allah serta orang-orang beriman
yang menyertainya tersebut Allah Swt.
berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ
وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh
jadi Rabb (Tuhan) kamu akan menghapuskan dari kamu
keburukan-keburukan kamu dan akan
memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun
orang-orang yang beriman besertanya,
cahaya mereka akan berlari-lari di
hadapan mereka dan di sebelah kanannya, mereka akan berkata: “Hai Rabb
(Tuhan) kami, sempurna-kanlah bagi kami
cahaya kami, dan maafkanlah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At-Tahrīm [66]:9).
Perumpamaan Keadaan Orang-orang Munafik dan Orang-orang
Kafir
Kemudian mengenai keadaan
orang-orang munafik di akhirat Allah Swt. berfirman:
یَوۡمَ
یَقُوۡلُ الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ
الۡمُنٰفِقٰتُ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ
ۚ قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ
فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا ؕ فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ بِسُوۡرٍ لَّہٗ بَابٌ ؕ بَاطِنُہٗ فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ مِنۡ
قِبَلِہِ الۡعَذَابُ ﴿ؕ﴾
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan akan berkata kepada orang-orang beriman: “Tunggulah kami supaya kami memperoleh sebagian cahaya kamu.”
Dikatakan: “Kembalilah ke belakang kamu dan carilah
cahaya.” Maka akan didirikan di
antara mereka dinding yang berpintu,
di dalamnya ada rahmat dan di
luarnya ada azab. (Al-Hadīd
[57]:14).
Makna نُّوۡرِکُمۡ -- “cahaya
kamu” dapat diartikan, “cahaya
keimanan kamu dan amal shalih kamu” atau, cahaya
makrifat Ilahi dan cahaya
kemampuan mencari serta mencapai keridhaan
Allah di dunia ini juga. Kata warā’akum
(ke belakang kamu) dapat diartikan kehidupan di dunia ini.
Sedangkan kata ata “dinding”, boleh diartikan dinding Islam atau dinding
Al-Quran. Karena orang-orang munafik
tinggal di sebelah luar dinding itu,
maka tindakan mereka itu di akhirat akan mengambil bentuk seperti
sebuah dinding. Firman-Nya lagi:
وَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ
رُسُلِہٖۤ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الصِّدِّیۡقُوۡنَ ٭ۖ وَ الشُّہَدَآءُ
عِنۡدَ رَبِّہِمۡ ؕ لَہُمۡ
اَجۡرُہُمۡ وَ نُوۡرُہُمۡ ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِنَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَحِیۡمِ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, mereka adalah orang-orang
yang benar dan syuhada (saksi-saksi)
di sisi Rabb (Tuhan) mereka. Bagi
mereka ada ganjaran mereka dan cahaya mereka. Tetapi orang-orang
yang kafir dan mendustakan
Tanda-tanda Kami mereka adalah penghuni-penghuni
Jahannam. (Al-Hadīd [57]:14).
Karena orang-orang munafik tersebut tidak memiliki “cahaya keimanan” yang melekat pada diri mereka, itulah sebabnya langkah-langkah
mereka di jalan Allah Swt. tidak mulus
seperti perjalanan orang-orang beriman yang memiliki cahaya keimanan sendiri yang berbinar-binar.
Sehubungan dengan hal tersebut berikut
ini firman Allah Swt. mengenai perumpamaan keadaan orang-orang munafik dan orang-orang
kafir:
مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ
الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ
بِنُوۡرِہِمۡ وَ
تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ
﴿ۙ﴾ اَوۡ کَصَیِّبٍ مِّنَ السَّمَآءِ
فِیۡہِ ظُلُمٰتٌ وَّ رَعۡدٌ وَّ بَرۡقٌ ۚ یَجۡعَلُوۡنَ اَصَابِعَہُمۡ فِیۡۤ اٰذَانِہِمۡ مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الۡمَوۡتِ ؕ وَ
اللّٰہُ مُحِیۡطٌۢ بِالۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
یَکَادُ الۡبَرۡقُ یَخۡطَفُ اَبۡصَارَہُمۡ ؕ کُلَّمَاۤ اَضَآءَ
لَہُمۡ مَّشَوۡا فِیۡہِ ٭ۙ وَ اِذَاۤ
اَظۡلَمَ عَلَیۡہِمۡ قَامُوۡا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ لَذَہَبَ بِسَمۡعِہِمۡ وَ اَبۡصَارِہِمۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Perumpamaan mereka seperti keadaan orang yang menyalakan api, maka tatkala api itu telah menyinari apa yang ada di
sekelilingnya, Allah melenyapkan
cahaya mereka dan meninggalkan mereka dalam kegelapan,
mereka tidak dapat melihat. Mereka
tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali. Atau keadaan mereka seperti hujan lebat dari langit yang di dalamnya berbagai macam kegelapan, dan guruh,
dan kilat, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinganya disebabkan petir karena takut mati,
dan Allah mengepung orang-orang kafir. Nyaris kilat
itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat menyinarinya mereka
berjalan di dalamnya tetapi apabila gelap meliputinya mereka
berhenti. Dan seandainya Allah menghendaki niscaya Dia menghilangkan pendengaran mereka dan penglihatan mereka, sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah
[2]:18-21).
Berbagai Arti Kata Sihir
Kembali kepada pembahasan masalah kedua tangan
Nabi Musa a.s. yang nampak bercahaya putih kepada mereka, mengenai
hal tersebut orang-orang
pernah mempunyai pengalaman-pengalaman
ruhani semacam itu di masa nabi-nabi Allah lain juga -- terutama di zaman Nabi Besar Muhammad saw. sebab beliau saw. adalah "Nur di atas nur" (QS.24:36-39) -- berikut firman-Nya
kepada Nabi Musa a.s.:
اُسۡلُکۡ
یَدَکَ فِیۡ جَیۡبِکَ تَخۡرُجۡ بَیۡضَآءَ مِنۡ غَیۡرِ سُوۡٓءٍ ۫ وَّ اضۡمُمۡ اِلَیۡکَ جَنَاحَکَ مِنَ الرَّہۡبِ فَذٰنِکَ
بُرۡہَانٰنِ مِنۡ رَّبِّکَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ مَلَا۠ئِہٖ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا
قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
”Masukkan tangan engkau ke leher baju engkau,
ia akan keluar putih tanpa cacat,
dan dekapkan tangan eng-kau pada dada
engkau jika ketakutan.
Maka inilah dua bukti dari Rabb (Tuhan)
engkau kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarnya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka.” (Al-Qashash [28]:33).
Dalam bahasa
perumpamaan, kalimat اُسۡلُکۡ یَدَکَ
فِیۡ جَیۡبِکَ تَخۡرُجۡ بَیۡضَآءَ مِنۡ غَیۡرِ سُوۡٓءٍ --
”Masukkan tangan engkau ke leher baju engkau, ia akan keluar putih tanpa cacat,” merupakan satu isyarat yang jelas kepada Nabi Musa a.s., bahwa
bila beliau menghimpun pengikut-pengikut
beliau langsung di bawah asuhan
beliau, bukan hanya mereka sendiri akan menjadi manusia-manusia bercahaya, tetapi juga memberikan cahaya kepada orang-orang lain, tetapi bila tidak dihimpun, mereka tidak hanya akan
menjadi hitam, tetapi juga akan mengidap
bermacam penyakit akhlaki. Oleh
karena itu mukjizat tersebut bukan pertunjukan tukang sihir, melainkan
suatu Tanda Kebenaran yang sarat
dengan arti keruhanian yang mendalam.
Ucapan para pemuka Fir’aun mengenai mukjizat Nabi Musa a.s. sebagai sihir: اِنَّ ہٰذَا لَسٰحِرٌ عَلِیۡمٌ -- “Sesungguhnya orang ini tukang sihir yang
pandai”, dan اَرۡجِہۡ وَ
اَخَاہُ وَ اَرۡسِلۡ فِی
الۡمَدَآئِنِ حٰشِرِیۡنَ ۙ
-- “Tahanlah
kepergian dia dan saudaranya dan kirimlah ke kota-kota orang-orang yang akan mengumpulkan, یَاۡتُوۡکَ
بِکُلِّ سٰحِرٍ عَلِیۡمٍ -- yang akan mendatangkan kepada engkau setiap tukang sihir yang pandai.” (QS.7:110-113; QS.20:64; QS. 26:35-38).
Kata sihr berarti: akal licik, dursila; sihir;
mengadakan apa-apa yang palsu dalam
bentuk kebenaran; setiap kejadian
yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan disangka lain dari kenyataannya (Lexicon Lane). Jadi setiap kepalsuan, penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari penglihatan orang, adalah termasuk sihir juga.
Tetapi Kata sāhir tidak selamanya harus
diartikan tukang sihir, kata itu pun
berarti orang yang mempunyai daya pikat;
orang yang terampil dan cerdas; orang yang sanggup membuat orang
lain melihat sesuatu benda nampak lain dari keadaan yang sebenarnya;
penipu, penyihir mata atau perayu, dan lain-lain (Lexicon Lane).
Para
Pecinta Kehormatan dan Keuntungan Duniawi
Kembali kepada masalah perbedaan
pengaruh yang ditimbulkan mukjizat atau karamah dengan pengaruh kanuragan atau olah kebatinan, yaitu timbulnya ketakaburan
dari mereka yang merasa “memiliki
kesaktian” tersebut tergambar dari ucapan ahli-ahli sihir yang dikumpulkan oleh Fir’aun untuk menghadapi Nabi Musa a.s., firman-Nya:
وَ جَآءَ السَّحَرَۃُ
فِرۡعَوۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ لَنَا
لَاَجۡرًا اِنۡ کُنَّا نَحۡنُ الۡغٰلِبِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ نَعَمۡ وَ
اِنَّکُمۡ لَمِنَ الۡمُقَرَّبِیۡنَ ﴿﴾
Dan para ahli sihir itu datang kepada Fir’aun, mereka berkata: “Kami tentu akan diberi imbalan jika kami menang.” Ia (Fir’aun) berkata: “Ya, dan sesungguhnya kamu pasti akan termasuk orang-orang yang
dekat denganku.” (Al-A’rāf [7]:114-115).
Para hakikatnya ketakaburan itu pulalah yang membuat
para ahli sihir Fir’aun tersebut menawarkan kepada Nabi Musa a.s. mengenai siapa yang akan terlebih dulu
melemparkan tongkat, sebab mereka
merasa sangat yakin akan dapat mengalahkan
mukjizat Nabi Musa a.s., firman-Nya:
قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی
اِمَّاۤ اَنۡ تُلۡقِیَ وَ اِمَّاۤ
اَنۡ نَّکُوۡنَ نَحۡنُ
الۡمُلۡقِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ اَلۡقُوۡا ۚ فَلَمَّاۤ اَلۡقَوۡا سَحَرُوۡۤا اَعۡیُنَ النَّاسِ وَ اسۡتَرۡہَبُوۡہُمۡ وَ جَآءُوۡ
بِسِحۡرٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾
Mereka berkata: “Hai Musa,
apakah engkau yang akan mulai melempar, ataukah kami yang harus menjadi
pelempar pertama?” Ia berkata: “Lemparkanlah.” Maka tatkala
mereka melemparkan,
mereka menyihir mata orang-orang serta membuat
mereka itu takut, وَ جَآءُوۡ بِسِحۡرٍ عَظِیۡمٍ -- dan mereka
menampilkan sihir yang hebat. (Al-‘Arāf [7]:116).
Bayangkan ketegangan
adegan itu, kedua pihak berhadap-hadapan dan siap untuk mulai bertarung dalam pertandingan yang menentukan.
Tetapi Nabi-nabi Allah tidak pernah mulai membuka serangan lebih dahulu. Mereka menanti serangan dari
pihak musuh, sebab mereka lebih suka menjadi pihak yang membela diri lalu menghadap
kepada Allah Swt. memohon
pertolongan-Nya. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ
اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنۡ اَلۡقِ عَصَاکَ ۚ فَاِذَا ہِیَ تَلۡقَفُ
مَا یَاۡفِکُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَوَقَعَ الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اُلۡقِیَ السَّحَرَۃُ
سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ قَالُوۡۤا اٰمَنَّا
بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ رَبِّ مُوۡسٰی
وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
mewahyukan kepada Musa: ”Lemparkanlah tongkat engkau!” Maka tiba-tiba tongkat itu nampak seperti menelan
apa yang dibuat-buat mereka. Maka tegaklah yang benar dan lenyaplah
yang telah mereka kerjakan.
Lalu mereka dikalahkan di situ dan kembalilah
mereka dalam keadaan terhina.
Dan tukang-tukang
sihir itu jatuh bersujud. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam. Rabb (Tuhan) Musa
dan Harun.” (Al-‘Arāf [7]:118-123).
Makna ayat
فَاِذَا ہِیَ تَلۡقَفُ
مَا یَاۡفِکُوۡنَ
-- “Maka tiba-tiba tongkat
itu nampak seperti menelan
apa yang dibuat-buat mereka.
فَوَقَعَ
الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- Maka tegaklah yang
benar dan lenyaplah yang telah
mereka kerjakan.” Bukan “ular” yang terbuat dari tongkat itu, melainkan tongkat itu sendiri yang menggagalkan daya sihir tukang-tukang
sihir.
Tongkat
Nabi Musa a.s. yang diberi daya oleh kekuatan ruhani seorang Nabi
Besar dan dilemparkan atas perintah
Allah, menyingkap kedok penipuan
yang telah dilakukan mereka atas penonton-penonton
dan menghancurkan berkeping-keping
barang-barang -- yang dengan kekuatan
sihir mereka -- telah menyebabkan penonton-penonton menyangka ular-ular sungguhan.
Kalimat
“tongkat itu menelan apa-apa yang disihir mereka” maksudnya adalah
bahwa tongkat itu segera menyingkapkan tabir tipu-daya yang
dilakukan oleh tukang-tukang sihir
itu. تَلۡقَفُ -- “menelan” mengandung arti
“membinasakan pengaruh atau meniadakan kesan yang ditimbulkan oleh
sesuatu.”
Ayat فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ
-- “Lalu mereka dikalahkan di situ dan kembalilah
mereka dalam keadaan terhina,”
mengisyaratkan kepada Fir’aun dan pemuka-pemukanya dan bukan kepada tukang-tukang sihir. Adapun ihwal tukang-tukang sihir diterangkan di dalam ayat berikutnya. Kata
“terhina” tidak boleh ditujukan kepada orang-orang yang memperlihatkan rasa hormat demikian rupa terhadap kebenaran sehingga menerima kebenaran itu tanpa menanti keputusan Fir’aun atas hal itu.
Artinya ialah, mereka (Fir’aun dan
pemuka-pemukanya) yang beberapa saat sebelumnya telah datang ke tempat pertarungan dengan sikap sombong lagi angkuh
dan merasa yakin akan menang,
sekarang pulang dengan perasaan terhina
dan kecewa.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar