Minggu, 20 Juli 2014

Lima Periode Perjalanan Sejarah Kepemimpinan Dalam Umat Islam dan "Hizbullah" Hakiki & Resensi Buku "KUDETA MEKKAH" Sejarah yang Tak Terkuak




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   272

     Lima Periode “Perjalanan Sejarah” Kepemimpinan  Dalam Umat Islam dan “Hizbullah”  Hakiki & Resensi Buku: “KUDETA MEKKAH “ Sejarah Yang Tak Terkuak

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam  akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai ayat    اَنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ  اِلٰہٌ وَّاحِدٌ  --  “bahwa sesungguhnya Rabb (Tuhan) kamu adalah Tuhan Yang Esa  (QS.21:109),  firman-Nya:
وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾   قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی  اِلَیَّ  اَنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ  اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan  Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alamKatakanlah: “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya  Rabb (Tuhan) kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya hendaknya kamu berserah diri” (Al-Anbiya [21]:108-109).
         Di dalam ayat      اَنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ  اِلٰہٌ وَّاحِدٌ  --  “bahwa sesungguhnya Rabb (Tuhan) kamu adalah Tuhan Yang Esa   terdapat isyarat, bahwa kecuali    umat Islam menjadi “umat wahidah” (satu umat)  melalui pengutusan Rasul Allah  -- yang mengajak  umat Islam kepada Tauhid Ilahi yang hakiki --  maka upaya macam apa pun yang dilakukan umat Islam tidak akan mampu mewarisi kembali “negeri yang dijanjikan”, sebab Allah Swt. telah menetapkan dalam firman-Nya bahwa hanya “hamba-hamba Allah yang shaleh” sajalah  yang akan menjadi pewaris hakiki “negeri yang dijanjikan” tersebut  (Al-Anbiya [21]:106-107).

Kekayaan Berlimpah-Ruah Negara-negara Islam di Timur Tengah

         Ketidak-berdayaan dan kegagalan  “pemelihara” Ka’bah (Baitullah)  saat ini untuk mempersatukanhati umat Islam” di seluruh dunia    -- bagaimana pun kaya-rayanya mereka itu  dalam hal kekayaan duniawi -- membuktikan benarnya pernyataan Allah Swt. sebelum ini mengenai otoritas Allah Swt tentang cara “mempersatukan hati” umat Islam, bahkan “mempersatukan   hati” umat manusia, firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
       Demikian pula kegagalan golongan Ikhwanul Muslimin  mempertahankan  penguasa pertama mereka di Mesir, Presiden Mohammad Mursi, semakin memperkuat  kebenaran  pernyataan Allah Swt.  mengenai cara “mempersatukan hati umat manusia” dan cara mewujudkan “Khilafat-un- ‘alā minhājin- Nubuwwah (khilafat di atas jalan kenabian) Akhir Zaman ini, sebagaimana firman-Nya:
وَعَدَ  اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ  الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ  اَمۡنًا ؕ یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا  یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ  کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman  dan  beramal saleh di antara kamu niscaya Dia  akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka agamanya yang telah Dia ridhai bagi mereka,  dan niscaya Dia akan mengubah keadaan mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah itu  mereka itulah orang-orang  durhaka. (An-Nūr [24]:56).

Berbagai  Periode Perjalanan Sejarah Umat Islam & Hizbullah Hakiki

      Atas dasar firman Allah Swt. tersebut Nabi Besar Muhammad saw. telah menjelaskan mengenai “perjalanan sejarah umat Islam”   mulai dari masa beliau saw. sampai dengan pada masa kedatangan kedua kali beliau saw. secara ruhani di Akhir Zaman dalam wujud Rasul Akhir Zaman (QS.62:3-5). Beliau saw. bersabda:
"Masa Kenabian (Nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendakinya untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah) adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ādhān),  adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang otoriter (Mulkan jabariyyah),   adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah,)   kemudian beliau diam." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
     Berdasarkan hadits tersebut  dijelaskan   berbagai tahapan perjalanan sejarah kepemimpinan di lingkungan  umat Islam:
     (1) Masa kenabian  penuh berkat dari Nabi Besar Muhammad saw. yang  berlangsung selama 23 tahun,
          (2)   Masa Khulafatur Rasyidin  -- Abu Bakar. Shiddiq r.a., Umar bin Khaththab r.a., Utsman bin  ‘Affan r.a, dan Ali bin Abi Thalib r.a. -- yang kekhalifahannya berjalan di atas “jalan kenabian” berlangsung selama 20 tahun,
          (3)   Mulkan ādhān (kerajaan yang  menggigit)  dalam masa yang panjang yaitu  mulai dari masa kepemimpinan Muawiyah r.a. --   pendiri dinasti   Bani Ummayah -- yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Damsyiq  (Damascus), lalu digantikan oleh  Bani Abbasiyyah yang pusat  pemerintahannya berkedudukan di Baghdad, sedang Bani Umayah  mendirikan pusat pemerintahannya di Andalusia (Spanyol) dengan pusat pemerintahan di  Cordoba,   lalu muncul  Bani Fatimiyyah di Mesir;  dan Kekhalifahan Ottoman di Turki.
          (4) Kemudian datang masa mulkan jabariyyah (kerajaan   otoriter).
     (5) Selanjutnya  muncul  masa khilāfatun ‘alā minhāji an-nubuwwah (kekhalifahan atas jalan kenabian), yakni dengan munculnya Jemaat Muslim Ahmadiyah yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s. atas perintah Allah Swt. (QS.62:3-5; QS.24:56),,
         Setelah mengucapkan  lima masa perjalanan sejarah umat Islam tersebut Nabi Besar Muhammad saw. tidak berkata-kata lagi.

Ciri-ciri Hizbullāh (Golongan Allah) Hakiki

       Jadi, siapa pun yang mengingkari kenyataan yang telah diucapkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, lalu mereka memaksakan diri atau memaksakan keinginannya merancang  perjalanan sejarah” dengan mengatasnamakan “umat Islam” pasti akan mengalami kegagalan dan kehinaan, firman-Nya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾  کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.   Allah telah menetapkan:  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِی  -- “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.”  Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujadilah [58]:21-22).
    Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman  kepada Nabi Besar Muhammad  saw. mengenai berbagai alasan mengapa  perjuangan suci para Rasul Allah pasti unggul  walau pun mendapat penentangan keras dari  pihak-pihak yang tidak menyukai keberadaan Rasul Allah tersebut:
   لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir  namun demikian   mereka itu mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ  -- Allah ridha kepada me-reka dan mereka ridha kepada-Nya.  اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ  -- itulah golongan Allah. اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ  -- ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah  itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujadilah [58]:23).
   Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir. Sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain, dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada.

Ikatan “Persaudaraan Ruhani” yang Hakiki

 Karena itu   orang-orang beriman  diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.  Hendaklah ikatan agama  atau keimanan mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat tersebut  nampaknya merupakan seruan umum, tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوۡۤا اٰبَآءَکُمۡ وَ اِخۡوَانَکُمۡ اَوۡلِیَآءَ اِنِ اسۡتَحَبُّوا الۡکُفۡرَ عَلَی الۡاِیۡمَانِ ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّہُمۡ مِّنۡکُمۡ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ اِنۡ کَانَ اٰبَآؤُکُمۡ وَ اَبۡنَآؤُکُمۡ وَ اِخۡوَانُکُمۡ وَ اَزۡوَاجُکُمۡ  وَ عَشِیۡرَتُکُمۡ وَ اَمۡوَالُۨ  اقۡتَرَفۡتُمُوۡہَا وَ تِجَارَۃٌ تَخۡشَوۡنَ  کَسَادَہَا وَ مَسٰکِنُ  تَرۡضَوۡنَہَاۤ  اَحَبَّ  اِلَیۡکُمۡ مِّنَ اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ  وَ جِہَادٍ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ فَتَرَبَّصُوۡا حَتّٰی یَاۡتِیَ اللّٰہُ بِاَمۡرِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ  الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu mengambil bapak-bapak kamu dan saudara-saudara laki-laki kamu menjadi sahabat jika mereka lebih mencintai kekafiran daripada  iman.  Dan barangsiapa di antara kamu menjadikan mereka seba-gai  pelindung-pelindung maka mereka  adalah orang-orang yang zalim.  Katakanlah: “Jika ayah-ayah kamu, anak-anak lelaki kamu,  saudara-saudara lelaki kamu, istri-istri kamu, kerabat kamu, harta yang kamu telah mengupayakannya, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu menyukainya, kesemuanya lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (At-Taubah [9]:23-14).
        Ayat-ayat ini mengisyaratkan kepada segolongan orang-orang kafir yang aktif memusuhi Islam dan berupaya keras untuk memusnahkannya. Lebih jauh dijelaskan bahwa  kecintaan golongan Hizbullah kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya melampai  ikatan-ikatan kekeluargaan, dan kecintaan kepada kaum kerabat serta pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya -- seperti kekayaan, perdagangan dan harta, hendaknya  -- tidak  menjadi penghalang, bila ada suatu perhubungan yang lebih berharga dan suatu tujuan yang lebih mulia dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting menuntut pengorbanan mereka.

Nubuatan Pergantian “Pemelihara” Haramain (Dua Kota Suci: Mekkah dan Madinah)

 Kembali kepada sabda Nabi Besar Muhammad saw. sebelum ini mengenai  5 periode  sejarah kepemimpinan dalam umat Islam:
"Masa Kenabian (Nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendakinya untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah) adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ādhān),  adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang otoriter (Mulkan jabariyyah),   adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah,)   kemudian beliau diam." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
  Kelima periode perjalanan sejarah kepemimpinan dalam umat Islam tersebut mengakibatkan  terjadinya    pergantian para “pemelihara”  Ka’bah (Baitullah) setelah masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah)  bukan lagi    didasari oleh kepentingan agama  (ruhani) melainkan didasari oleh kepentingan politik.   
  Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah peringatan Allah Swt. sebelum ini dalam Bab 270, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَوۡفُوۡا بِالۡعُقُوۡدِ ۬ؕ اُحِلَّتۡ لَکُمۡ بَہِیۡمَۃُ الۡاَنۡعَامِ  اِلَّا مَا یُتۡلٰی عَلَیۡکُمۡ غَیۡرَ مُحِلِّی الصَّیۡدِ وَ اَنۡتُمۡ حُرُمٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  یَحۡکُمُ مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُحِلُّوۡا شَعَآئِرَ اللّٰہِ وَ لَا الشَّہۡرَ الۡحَرَامَ وَ لَا الۡہَدۡیَ وَ لَا الۡقَلَآئِدَ وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا ؕ وَ اِذَا حَلَلۡتُمۡ فَاصۡطَادُوۡا ؕ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا ۘ وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ ۪ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian kamu. Dihalalkan bagi kamu binatang binatang  berkaki empat, kecuali  apa yang akan diberitahukan kepada kamu,  dengan tidak menghalalkan binatang buruan selama kamu dalam keadaan ihram, sesungguhnya Allah menetapkan hukum mengenai apa yang Dia kehendaki.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah mencemari Syiar-syiar Allah,  jangan mencemari Bulan  Haram,  jangan mencemari binatang-binatang kurban, jangan mencemari binatang-binatang kurban yang ditandai kalung,   وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا   -- dan jangan mencemari yakni menghalangi orang-orang yang   menziarahi Baitul Haram untuk  mencari karunia dan keridhaan dari  Rabb (Tuhan) mereka. Tetapi apabila kamu telah melepas pakaian ihram maka kamu boleh berburu.  وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا   -- Dan  janganlah kebencian sesuatu kaum kepada kamu  karena mereka telah  menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram mendorongmu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی   -- Dan tolong-menolonglah kamu dalam birr (kebajikan) dan takwa,   ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ  -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan,  وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ  --  dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:1-3).
        Pelanggaran terhadap perintah Allah Swt.   وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا   -- “dan jangan mencemari yakni menghalangi orang-orang yang   menziarahi Baitul Haram untuk  mencari karunia dan keridhaan dari  Rabb (Tuhan) mereka,” pernah dialami oleh para penguasa kerajaan Saudi Arabia   yakni  Dinasti Saud --  yang saat ini menjadi “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) menggantikan kedudukan penguasa Mekkah dan Madinah sebelumnya,  yaitu Sultan  Ottoman  yang berkedudukan di Turki, yang kemudian kekuasaannya atas   Semenanjung Arabia berakhir dengan munculnya kekuasaan Dinasi Saudi,  yang didukung oleh  Kerajaan Inggris, yang merupakan “Super  Fower” dunia nomor satu saat itu.

Munculnya Dinasti Saudi  

        Berikut adalah “copas” dari internet sehubungan berbagai peristiwa  yang berkaitan dengan Dinasti Saudi,  yang saat ini menjadi penguasa yang “memelihara” Haramain (dua kota suci Mekkah dan Madinah):

Resensi Buku: KUDETA MEKKAH-Sejarah Yang Tak Terkuak
Permasalahan Saudi ternyata sangat kompleks…
===
Judul Buku : KUDETA MEKKAH-Sejarah Yang Tak Terkuak
Pengarang : Yaroslav Trofimov
Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan ke : 2 (saya memperoleh cetakan ke-1 Des 2007)
Tebal : 384 hal
Genghis Khun

       Sebelum membaca buku ini, saya sudah dicekoki informasi bahwa pada tahun 1970-an terjadi pemberontakan di Mekkah oleh segelintir jamaah Syiah dari Iran. Ternyata informasi ini dusta!
       Ini adalah sebuah pemberontakan dari pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab yang hendak memurnikan Saudi Arabia dari modernisasi. Pemberontakan yang membuat ulama Saudi dalam posisi sulit dan serba salah karena aksi ini dilandasi oleh Al Quran dan Sunnah!
         Kisah ini hingga detik ini sangat sensitif untuk dibicarakan:
“…Materinya sangat sensitif di Arab Saudi. Pemerintah sama sekali tidak mengijinkan akses untuk arsip-arsipnya, dan menghentikan penelitian mengenai topik ini..” (Catatan Akhir hal 353).
        Yaroslav Trofimov menuliskannya bak cerita dongeng sebelum tidur, alur yang runtut sehingga enak dibaca. Di awali dari kisah Nabi Ibrahim yang meninggalkan Siti Hajar dan bayinya di padang pasir hingga mengerucut ke sejarah berdirinya Kerajaan Saudi (Dinasti Saud) dan akhirnya detik-detik pemberontakan yang dipimpin oleh Juhaiman Al Utaibiyah (Juhayman al-Otaybi, 1936-1980).
       Sejarah ini tentu sangat bagus untuk dipelajari, terutama bagi yang punya rencana membangun Dinasti. Ringkasannya sebagai berikut:
      Kerajaan Saudi generasi 1: Aliansi antara Muhammad bin Saud (d. 1765) penguasa Dirra’iyah (Sekarang Riyadh) dengan Muhammad Bin Abdul Wahhab (1703 – 22 June 1792) dimulai pada tahun 1744. Anak Ibnu Saud, yaitu Abdul Aziz (1765–1803), menikahi saudara Muhammad Bin Abdul Wahhab.
       Setelah menggantikan kepemimpinan ayahnya, menjadi sebuah “kekuatan mengerikan” dengan melakukan pembantaian 4000 jiwa di Karbala untuk alasan pemurnian akidah, hal yang tak pernah dicontohkan oleh Rasulullah sebelumnya:
Para penyerang Badui memiliki selera tertentu,yakni mengeluarkan isi perut wanita-wanita yang tengah hamil, dan membuang janin-janin mereka di atas mayat-mayat berdarah…” (hal 24) .
       Ekspansi lebih luas dilanjutkan oleh keturunannya, Saud bin Abdul Aziz (1803–1814) hendak mengontrol kota suci Mekkah dan Madinah. Khalifah Ottoman saat itu, Sultan Mahmud II, segera mengirimkan pasukan dari Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali Pasha untuk menumpas pemberontakan ini pada 1811.   Penumpasan dilanjutkan oleh Ibrahim Pasha, sang anak. Dan pada tahun 1818, Anak Saud, yaitu Abdullah bin Saud (Amir Abdullah) dieksekusi.
Raja Saudi yang kalah kemudian di gelandang ke Istanbul dan dipenggal kepalanya di depan St. Sophia, di tengah kembang api dan perayaan public.   (hal 24)
          Kerajaan Saudi generasi 2: Tidak diceritakan.
       Kerajaan Saudi generasi 3:    Cerita dimulai pada Januari 1902 ketika Abdul Aziz bin AbdurRahman (Ibnu Saud, 15 January 1876 – 9 November 1953) menyerang Gubernur Riyadh saat itu. Kekalahan Gubernur Riyadh membuat Abdul Aziz leluasa meluaskan lagi daerah taklukan.
      Sampai di sini kita mungkin agak bingung; apakah dinasti ini bertujuan untuk dakwah, mencari kekuasaan ataukah sekedar menuruti nafsu membantai?
       Konflik Internal: Dimulai pada tahun 1924, terpecah karena Ibnu Saud menjalankan kebijakan modernisasi dan peningkatan jumlah orang asing non-Muslim di wilayah Arab. Sedangkan ada diantara pasukan Ibnu Saud (dinamakan Ikhwan) hanya menghendaki kemurnian ajaran sesuai Nabi Muhammad SAW.
       Konflik berakhir di pertempuran Sabilla, menyisakan kehancuran di pihak Ikhwan. Kelak, salah seorang pasukan Ikhwan yang selamat, Muhammad bin Saif Al Utaibi, dianugerahi anak laki-laki yang diberinya nama Juhaiman.
          “Perang dingin” antara pro vs anti-modernisasi bak api dalam sekam. dan Api ini makin membara sejalan dengan makin kencangnya impor ‘produk-produk setan’- TV, telepon, radio, mobil- yang dilakukan oleh Raja Faisal, anak Abdul Aziz.
        Namun perang dingin ini berhasil ditutupi oleh popularitas Raja Faisal yang kala itu sangat peduli dengan nasib bangsa Palestina. Tapi naas, Raja dibunuh keponakannya sendiri tahun 1975.
        Dilanjutkan oleh Raja Khalid yang kurang cakap, kekuasaan lebih didominasi oleh adiknya, Fahd.    “…seorang playboy pro-Amerika” (hal 40).
        Pada masa inilah seorang Juhaiman mendaftarkan diri menjadi pasukan Garda Nasional, pasukan khusus rezim yang dididik dengan pemahaman ortodok.
       Garda Nasional lahir untuk menjaga al-Saud dari kerusuhan Internal. …penyeimbang kekuatan militer reguler” (hal 37).
        Disamping itu juga menjadi murid Abdul Aziz bin Baz (saat itu Dekan Universitas Madinah).
         Bahasan ini baru sampai di halaman 40, lembar-lembar selanjutnya di buku tentu lebih menarik: Bagaimana cara Juhaiman dan pengikutnya menduduki masjidil Haram? taktik apa yang digunakan oleh Raja untuk mendatangkan bala bantuan asing dari negeri kafir agar tidak ‘mengotori’ Mekkah?
        Bagaimana sikap ulama terhadap pemberontakan ini? Di akhir cerita, Juhaiman dan pengikutnya dieksekusi.
      Ada beberapa hal yang dapat kita tangkap dari cerita ini;
         1. Rakyat Saudi yang tetap dibina dalam pemahaman ortodoks, berpeluang kontradiksi dengan kebijakan modernisasi kerajaan. Ini tentu menimbulkan bara api dalam sekam yang mudah meletup.
          2. Untuk meminimalisir resiko, dilakukan pengawasan ketat terhadap warga negara dan cenderung represif, terutama pada kelompok yang anti-kerajaan.
           3. Latar belakang yang suram membuat warga negara hidup dalam ketakutan.
          4. Amerika Serikat, penyanjung demokrasi dan HAM. Bak mati kutu di depan Saudi karena kerajaan ini masih loyal memberikan minyaknya.

“Pelindung” Ka’bah (Baitullah) yang Hakiki adalah “Orang-orang Bertakwa

       Dengan demikian jelaslah, bahwa pemberian  amanat sebagai “pemelihara” Ka’bah (Baitullah)  yang hakiki dari Allah Swt. setelah masa Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. hanyalah sampai masa Nubuwwah (kenabian) Nabi Muhammad saw. dan masa Khilafah  ‘ala minhajin nubuwwah (khilafat atas jalan kenabian) para Khulafatur Rasyidin, karena  pada masa  Mulkan ādhān   dan Mulkan jabariyyah,  penguasaan atas “Haramain” (dua kota suci: Mekkah dan Madinah) tersebut atas dasar kepentingan  politik.
        Jadi,  benarlah  firman Allah Swt. berikut ini mengenai kenyataan “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) yang telah melarang Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabah r.a. melakukan ‘umrah:
وَ مَا لَہُمۡ  اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ  وَ ہُمۡ  یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ  اَوۡلِیَآؤُہٗۤ  اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan  mengapa Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan  mereka menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang yang berhak melindunginya? Tidak lain yang berhak melindunginya  melainkan orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.  (Al-Anfāl [8]:35).
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai penyebab pengalihan “amanat pemeliharaanBaitullah  -- yang dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130) – tersebut:
وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا مُکَآءً   وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ  تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾  اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ لِیَصُدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕفَسَیُنۡفِقُوۡنَہَا ثُمَّ تَکُوۡنُ عَلَیۡہِمۡ حَسۡرَۃً  ثُمَّ یُغۡلَبُوۡنَ ۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِلٰی  جَہَنَّمَ  یُحۡشَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  لِیَمِیۡزَ اللّٰہُ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ وَ یَجۡعَلَ الۡخَبِیۡثَ بَعۡضَہٗ عَلٰی بَعۡضٍ فَیَرۡکُمَہٗ جَمِیۡعًا فَیَجۡعَلَہٗ  فِیۡ جَہَنَّمَ ؕ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan  shalat mereka di Rumah  Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu rasakanlah azab  disebabkan kekafiran kamu. Sesungguhnya orang-orang kafir  membelanjakan harta mereka guna menghalang-halangi manusia  dari jalan Allah, maka mereka akan senantiasa membelanjakannya, kemudian hal itu menjadi penyesalan bagi mereka, sesudah itu mereka akan dikalahkan, dan orang-orang kafir akan dihimpun ke neraka jahannam, supaya Allah memisahkan yang buruk dari yang baik, dan Dia menjadikan yang buruk itu sebagian di atas sebagian yang lain, lalu Dia menumpukkan semuanya, kemudian mencampakkannya ke dalam  Jahannam, mereka itulah orang-orang yang  rugi. (Al-Anfāl [8]:36-38).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  27 Juni    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar