بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 272
Lima Periode “Perjalanan Sejarah” Kepemimpinan Dalam Umat Islam dan “Hizbullah” Hakiki & Resensi Buku: “KUDETA
MEKKAH “ Sejarah Yang Tak Terkuak
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai ayat اَنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمۡ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ -- “bahwa sesungguhnya Rabb (Tuhan) kamu adalah
Tuhan Yang Esa” (QS.21:109),
firman-Nya:
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا
رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ اَنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمۡ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah: “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya Rabb
(Tuhan) kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya hendaknya kamu berserah diri” (Al-Anbiya
[21]:108-109).
Di
dalam ayat اَنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمۡ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ -- “bahwa sesungguhnya Rabb (Tuhan) kamu adalah
Tuhan Yang Esa” terdapat isyarat, bahwa kecuali umat
Islam menjadi “umat wahidah”
(satu umat) melalui pengutusan Rasul Allah -- yang mengajak umat
Islam kepada Tauhid Ilahi yang hakiki --
maka upaya macam apa pun yang
dilakukan umat Islam tidak akan mampu
mewarisi kembali “negeri yang dijanjikan”, sebab Allah
Swt. telah menetapkan dalam
firman-Nya bahwa hanya “hamba-hamba Allah
yang shaleh” sajalah yang akan menjadi
pewaris hakiki “negeri yang dijanjikan” tersebut (Al-Anbiya
[21]:106-107).
Kekayaan Berlimpah-Ruah
Negara-negara Islam di Timur Tengah
Ketidak-berdayaan
dan kegagalan “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) saat ini
untuk mempersatukan “hati umat Islam” di seluruh dunia -- bagaimana pun kaya-rayanya mereka itu
dalam hal kekayaan duniawi --
membuktikan benarnya pernyataan Allah
Swt. sebelum ini mengenai otoritas
Allah Swt tentang cara “mempersatukan
hati” umat Islam, bahkan “mempersatukan hati”
umat manusia, firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan Dia
telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan
kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi, Allah mencukupi bagi engkau dan bagi orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Demikian pula kegagalan golongan Ikhwanul
Muslimin mempertahankan penguasa
pertama mereka di Mesir, Presiden Mohammad
Mursi, semakin memperkuat kebenaran pernyataan Allah Swt. mengenai cara “mempersatukan hati umat manusia” dan cara mewujudkan “Khilafat-un-
‘alā minhājin- Nubuwwah” (khilafat di atas jalan kenabian) Akhir Zaman ini, sebagaimana firman-Nya:
وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ
عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ
الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ
یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ
شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kamu niscaya Dia
akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka khalifah, dan niscaya
Dia akan meneguhkan bagi mereka agamanya yang telah Dia ridhai bagi mereka, dan niscaya
Dia akan mengubah keadaan mereka dengan keamanan sesudah
ketakutan mereka. Mereka akan
menyembah-Ku dan mereka tidak akan
mempersekutukan sesuatu dengan-Ku, dan barangsiapa
kafir sesudah itu mereka itulah orang-orang durhaka. (An-Nūr [24]:56).
Berbagai Periode
Perjalanan Sejarah Umat Islam & Hizbullah
Hakiki
Atas dasar firman Allah Swt. tersebut
Nabi Besar Muhammad saw. telah menjelaskan mengenai “perjalanan sejarah umat
Islam” mulai dari masa beliau saw. sampai dengan pada
masa kedatangan kedua kali beliau saw. secara ruhani di Akhir Zaman dalam wujud Rasul
Akhir Zaman (QS.62:3-5). Beliau saw. bersabda:
"Masa Kenabian (Nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu
sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia
menghendakinya untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah) adanya
atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk
mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan
yang menggigit (Mulkan ādhān), adanya atas kehendak Allah. Allah
mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang otoriter (Mulkan
jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Allah
mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah
‘ala minhājin- nubuwwah,) kemudian beliau diam." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Berdasarkan hadits tersebut dijelaskan
berbagai tahapan perjalanan
sejarah kepemimpinan di
lingkungan umat Islam:
(1) Masa kenabian penuh berkat dari Nabi Besar Muhammad saw.
yang berlangsung selama 23 tahun,
(2)
Masa Khulafatur Rasyidin -- Abu
Bakar. Shiddiq r.a., Umar bin Khaththab r.a., Utsman bin ‘Affan r.a, dan Ali bin Abi Thalib r.a. --
yang kekhalifahannya berjalan di atas
“jalan kenabian” berlangsung selama 20 tahun,
(3)
Mulkan ādhān (kerajaan yang menggigit) dalam masa yang panjang yaitu mulai dari masa kepemimpinan Muawiyah r.a. --
pendiri dinasti Bani Ummayah -- yang pusat
pemerintahannya berkedudukan di Damsyiq (Damascus), lalu digantikan oleh Bani
Abbasiyyah yang pusat
pemerintahannya berkedudukan di Baghdad,
sedang Bani Umayah mendirikan pusat pemerintahannya di Andalusia (Spanyol) dengan pusat
pemerintahan di Cordoba, lalu muncul Bani
Fatimiyyah di Mesir; dan Kekhalifahan Ottoman di Turki.
(4) Kemudian datang masa mulkan jabariyyah (kerajaan otoriter).
(5) Selanjutnya muncul masa khilāfatun ‘alā minhāji an-nubuwwah
(kekhalifahan atas jalan kenabian), yakni dengan munculnya Jemaat Muslim Ahmadiyah yang
didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s. atas perintah Allah Swt. (QS.62:3-5; QS.24:56),,
Setelah mengucapkan lima masa
perjalanan sejarah umat Islam
tersebut Nabi Besar Muhammad saw. tidak berkata-kata lagi.
Ciri-ciri Hizbullāh (Golongan Allah) Hakiki
Jadi, siapa
pun yang mengingkari kenyataan yang telah diucapkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.
tersebut, lalu mereka memaksakan diri
atau memaksakan keinginannya merancang
“perjalanan
sejarah” dengan mengatasnamakan “umat
Islam” pasti akan mengalami kegagalan
dan kehinaan, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی
الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: لَاَغۡلِبَنَّ اَنَا وَ
رُسُلِی -- “Aku
dan rasul-rasul-Ku pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha
Perkasa. (Al-Mujadilah [58]:21-22).
Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang
terhadap kepalsuan. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman kepada Nabi Besar
Muhammad saw. mengenai berbagai alasan mengapa perjuangan
suci para Rasul Allah pasti unggul
walau pun mendapat penentangan
keras dari pihak-pihak yang tidak
menyukai keberadaan Rasul Allah
tersebut:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ
الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ
حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ
کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ
اِخۡوَانَہُمۡ اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ
ؕ اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ
الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ
مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ
حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ
اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari
Akhir namun demikian mereka itu mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka itu bapak-bapak
mereka atau anak-anak mereka
atau saudara-saudara mereka atau pun
keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia
telah menanamkan iman dan Dia
telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan
memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang
di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ -- Allah
ridha kepada me-reka dan mereka
ridha kepada-Nya. اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ
اللّٰہِ -- itulah golongan Allah. اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang
yang berhasil. (Al-Mujadilah [58]:23).
Sudah nyata bahwa
tidak mungkin terdapat persahabatan
atau perhubungan cinta sejati atau
sungguh-sungguh di antara orang-orang
beriman dengan orang-orang
kafir. Sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan
itu bertentangan satu sama lain, dan
karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada.
Ikatan “Persaudaraan Ruhani” yang Hakiki
Karena itu orang-orang beriman diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat
lagi mesra dengan orang-orang kafir. Hendaklah ikatan
agama atau keimanan mengatasi segala perhubungan
lainnya, malahan mengatasi pertalian
darah yang amat dekat sekalipun.
Ayat tersebut nampaknya merupakan seruan
umum, tetapi secara khusus seruan itu
tertuju kepada orang-orang kafir yang
ada dalam berperang dengan kaum Muslim,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا
تَتَّخِذُوۡۤا اٰبَآءَکُمۡ وَ اِخۡوَانَکُمۡ
اَوۡلِیَآءَ اِنِ
اسۡتَحَبُّوا الۡکُفۡرَ عَلَی الۡاِیۡمَانِ ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّہُمۡ مِّنۡکُمۡ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنۡ کَانَ اٰبَآؤُکُمۡ وَ اَبۡنَآؤُکُمۡ وَ اِخۡوَانُکُمۡ
وَ اَزۡوَاجُکُمۡ وَ عَشِیۡرَتُکُمۡ وَ اَمۡوَالُۨ اقۡتَرَفۡتُمُوۡہَا وَ
تِجَارَۃٌ
تَخۡشَوۡنَ کَسَادَہَا وَ مَسٰکِنُ تَرۡضَوۡنَہَاۤ اَحَبَّ اِلَیۡکُمۡ مِّنَ
اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ جِہَادٍ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ
فَتَرَبَّصُوۡا حَتّٰی یَاۡتِیَ اللّٰہُ
بِاَمۡرِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ
لَا یَہۡدِی
الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil bapak-bapak kamu dan saudara-saudara
laki-laki kamu menjadi sahabat jika mereka
lebih mencintai kekafiran daripada iman.
Dan barangsiapa di antara kamu menjadikan mereka seba-gai pelindung-pelindung maka mereka
adalah orang-orang yang zalim. Katakanlah: “Jika ayah-ayah kamu, anak-anak
lelaki kamu, saudara-saudara lelaki kamu, istri-istri
kamu, kerabat kamu, harta yang kamu telah mengupayakannya, perniagaan yang kamu khawatirkan
kerugiannya dan tempat tinggal yang
kamu menyukainya, kesemuanya lebih
kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (At-Taubah
[9]:23-14).
Ayat-ayat ini
mengisyaratkan kepada segolongan orang-orang
kafir yang aktif memusuhi Islam dan berupaya keras untuk memusnahkannya. Lebih jauh dijelaskan
bahwa kecintaan golongan Hizbullah kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya melampai ikatan-ikatan
kekeluargaan, dan kecintaan kepada kaum kerabat serta pertimbangan-pertimbangan duniawi
lainnya -- seperti kekayaan, perdagangan dan harta, hendaknya -- tidak menjadi penghalang,
bila ada suatu perhubungan yang lebih
berharga dan suatu tujuan yang lebih mulia dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting menuntut pengorbanan mereka.
Nubuatan Pergantian
“Pemelihara” Haramain (Dua Kota Suci:
Mekkah dan Madinah)
Kembali kepada sabda Nabi
Besar Muhammad saw. sebelum ini mengenai
5 periode sejarah kepemimpinan
dalam umat Islam:
"Masa Kenabian (Nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu
sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia
menghendakinya untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah)
adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk
mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan
yang menggigit (Mulkan ādhān),
adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan
yang otoriter (Mulkan jabariyyah),
adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah
atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin- nubuwwah,) kemudian beliau diam." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Kelima periode perjalanan
sejarah kepemimpinan dalam umat Islam tersebut mengakibatkan terjadinya
pergantian para “pemelihara” Ka’bah (Baitullah)
setelah masa khalifah atas jalan kenabian (Khilafah ‘ala minhājin-
nubuwwah) bukan lagi didasari oleh kepentingan agama (ruhani) melainkan
didasari oleh kepentingan politik.
Mengisyaratkan kepada
kenyataan itulah peringatan Allah
Swt. sebelum ini dalam Bab 270, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَوۡفُوۡا
بِالۡعُقُوۡدِ ۬ؕ اُحِلَّتۡ لَکُمۡ بَہِیۡمَۃُ الۡاَنۡعَامِ اِلَّا مَا یُتۡلٰی عَلَیۡکُمۡ غَیۡرَ مُحِلِّی
الصَّیۡدِ وَ اَنۡتُمۡ حُرُمٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
یَحۡکُمُ مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُحِلُّوۡا
شَعَآئِرَ اللّٰہِ وَ لَا الشَّہۡرَ الۡحَرَامَ وَ لَا الۡہَدۡیَ وَ لَا
الۡقَلَآئِدَ وَ لَاۤ آٰمِّیۡنَ
الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا ؕ وَ
اِذَا حَلَلۡتُمۡ فَاصۡطَادُوۡا ؕ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ
صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا ۘ وَ تَعَاوَنُوۡا
عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ
الۡعُدۡوَانِ ۪ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian kamu. Dihalalkan bagi kamu binatang binatang
berkaki empat, kecuali apa yang akan diberitahukan kepada
kamu, dengan tidak menghalalkan binatang buruan selama
kamu dalam keadaan ihram, sesungguhnya Allah
menetapkan hukum mengenai apa yang Dia kehendaki. Hai orang-orang
yang beriman, janganlah mencemari Syiar-syiar Allah, jangan
mencemari Bulan Haram, jangan mencemari binatang-binatang kurban, jangan mencemari binatang-binatang
kurban yang ditandai kalung,
وَ لَاۤ آٰمِّیۡنَ
الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا -- dan jangan
mencemari yakni menghalangi orang-orang
yang menziarahi Baitul Haram untuk mencari karunia dan keridhaan
dari Rabb (Tuhan) mereka. Tetapi apabila
kamu telah melepas pakaian ihram maka kamu boleh berburu. وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ
عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا -- Dan
janganlah kebencian
sesuatu kaum kepada kamu
karena mereka telah menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram
mendorongmu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی -- Dan tolong-menolonglah kamu dalam birr
(kebajikan) dan takwa, ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی
الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ -- dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:1-3).
Pelanggaran terhadap perintah
Allah Swt. وَ لَاۤ آٰمِّیۡنَ
الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا -- “dan jangan
mencemari yakni menghalangi orang-orang
yang menziarahi Baitul Haram untuk mencari karunia dan keridhaan
dari Rabb (Tuhan) mereka,” pernah dialami oleh para penguasa kerajaan Saudi Arabia yakni Dinasti Saud -- yang saat
ini menjadi “pemelihara” Ka’bah
(Baitullah) menggantikan kedudukan penguasa
Mekkah dan Madinah sebelumnya, yaitu Sultan
Ottoman yang berkedudukan di Turki, yang kemudian kekuasaannya atas Semenanjung Arabia berakhir dengan
munculnya kekuasaan Dinasi Saudi, yang didukung oleh Kerajaan
Inggris, yang merupakan “Super Fower” dunia nomor satu saat itu.
Munculnya
Dinasti Saudi
Berikut adalah “copas” dari internet sehubungan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Dinasti Saudi, yang saat ini
menjadi penguasa yang “memelihara” Haramain
(dua kota suci Mekkah dan Madinah):
Resensi Buku: KUDETA MEKKAH-Sejarah Yang Tak Terkuak
Permasalahan Saudi ternyata
sangat kompleks…
===
Judul Buku : KUDETA
MEKKAH-Sejarah Yang Tak Terkuak
Pengarang : Yaroslav Trofimov
Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan ke : 2 (saya memperoleh cetakan ke-1 Des 2007)
Tebal : 384 hal
Pengarang : Yaroslav Trofimov
Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan ke : 2 (saya memperoleh cetakan ke-1 Des 2007)
Tebal : 384 hal
Genghis Khun
Sebelum membaca buku ini, saya sudah
dicekoki informasi bahwa pada tahun 1970-an terjadi pemberontakan di Mekkah oleh segelintir jamaah Syiah dari Iran. Ternyata informasi ini dusta!
Ini adalah sebuah pemberontakan dari pengikut Muhammad
bin Abdul Wahhab yang hendak memurnikan
Saudi Arabia dari modernisasi.
Pemberontakan yang membuat ulama Saudi dalam posisi sulit dan
serba salah karena aksi ini dilandasi oleh Al
Quran dan Sunnah!
Kisah ini hingga detik ini sangat sensitif untuk dibicarakan:
“…Materinya sangat sensitif di Arab Saudi.
Pemerintah sama sekali tidak mengijinkan akses untuk arsip-arsipnya, dan
menghentikan penelitian mengenai topik ini..” (Catatan Akhir hal 353).
Yaroslav Trofimov menuliskannya bak cerita dongeng sebelum tidur, alur yang
runtut sehingga enak dibaca. Di awali dari kisah Nabi Ibrahim yang meninggalkan Siti
Hajar dan bayinya di padang pasir
hingga mengerucut ke sejarah berdirinya Kerajaan
Saudi (Dinasti Saud) dan akhirnya detik-detik pemberontakan yang dipimpin oleh Juhaiman Al Utaibiyah
(Juhayman al-Otaybi, 1936-1980).
Sejarah ini tentu sangat bagus untuk
dipelajari, terutama bagi yang punya rencana membangun Dinasti. Ringkasannya sebagai berikut:
Kerajaan Saudi generasi 1: Aliansi antara Muhammad
bin Saud (d. 1765) penguasa Dirra’iyah (Sekarang Riyadh) dengan Muhammad Bin Abdul Wahhab (1703 – 22
June 1792) dimulai pada tahun 1744. Anak Ibnu Saud, yaitu Abdul Aziz (1765–1803), menikahi saudara Muhammad Bin Abdul Wahhab.
Setelah menggantikan kepemimpinan
ayahnya, menjadi sebuah “kekuatan mengerikan” dengan melakukan pembantaian 4000 jiwa di Karbala untuk alasan pemurnian akidah, hal yang tak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah sebelumnya:
“Para penyerang Badui memiliki selera tertentu,yakni mengeluarkan isi
perut wanita-wanita yang tengah hamil, dan membuang janin-janin mereka di atas
mayat-mayat berdarah…” (hal 24) .
Ekspansi lebih luas dilanjutkan oleh
keturunannya, Saud bin Abdul Aziz
(1803–1814) hendak mengontrol kota suci Mekkah
dan Madinah. Khalifah Ottoman saat itu, Sultan Mahmud II, segera mengirimkan pasukan dari Mesir di bawah
pimpinan Muhammad Ali Pasha untuk
menumpas pemberontakan ini pada 1811. Penumpasan dilanjutkan oleh Ibrahim Pasha, sang anak. Dan pada tahun
1818, Anak Saud, yaitu Abdullah bin Saud
(Amir Abdullah) dieksekusi.
“Raja Saudi yang kalah kemudian di gelandang ke Istanbul dan dipenggal
kepalanya di depan St. Sophia, di tengah kembang api dan perayaan public.” (hal 24)
Kerajaan Saudi generasi 2: Tidak diceritakan.
Kerajaan Saudi generasi 3: Cerita dimulai pada
Januari 1902 ketika Abdul Aziz bin
AbdurRahman (Ibnu Saud, 15 January 1876 – 9 November 1953) menyerang Gubernur Riyadh saat itu. Kekalahan
Gubernur Riyadh membuat Abdul Aziz
leluasa meluaskan lagi daerah taklukan.
Sampai di sini kita mungkin agak bingung;
apakah dinasti ini bertujuan untuk dakwah, mencari kekuasaan ataukah sekedar menuruti nafsu membantai?
Konflik Internal: Dimulai pada tahun 1924, terpecah karena Ibnu Saud menjalankan kebijakan modernisasi dan peningkatan jumlah orang asing non-Muslim di wilayah Arab. Sedangkan ada diantara pasukan Ibnu Saud (dinamakan Ikhwan)
hanya menghendaki kemurnian ajaran
sesuai Nabi Muhammad SAW.
Konflik berakhir di pertempuran Sabilla, menyisakan kehancuran di pihak Ikhwan. Kelak, salah seorang pasukan Ikhwan yang selamat, Muhammad bin Saif Al Utaibi, dianugerahi
anak laki-laki yang diberinya nama Juhaiman.
“Perang dingin” antara pro vs anti-modernisasi bak api dalam sekam. dan Api ini makin membara sejalan dengan makin kencangnya
impor ‘produk-produk setan’- TV,
telepon, radio, mobil- yang dilakukan oleh Raja
Faisal, anak Abdul Aziz.
Namun perang dingin ini berhasil ditutupi oleh popularitas Raja
Faisal yang kala itu sangat
peduli dengan nasib bangsa Palestina.
Tapi naas, Raja dibunuh keponakannya sendiri tahun 1975.
Dilanjutkan oleh Raja Khalid yang kurang cakap, kekuasaan lebih didominasi oleh
adiknya, Fahd. “…seorang
playboy pro-Amerika” (hal 40).
Pada masa inilah seorang Juhaiman mendaftarkan diri menjadi
pasukan Garda Nasional, pasukan
khusus rezim yang dididik dengan pemahaman
ortodok.
“Garda
Nasional lahir untuk menjaga al-Saud dari kerusuhan Internal. …penyeimbang
kekuatan militer reguler” (hal 37).
Disamping itu juga menjadi murid Abdul Aziz bin Baz (saat itu Dekan
Universitas Madinah).
Bahasan ini baru sampai di halaman 40,
lembar-lembar selanjutnya di buku tentu lebih menarik: Bagaimana cara Juhaiman dan pengikutnya menduduki masjidil Haram? taktik apa yang digunakan
oleh Raja untuk mendatangkan bala bantuan
asing dari negeri kafir agar
tidak ‘mengotori’ Mekkah?
Bagaimana sikap ulama terhadap pemberontakan
ini? Di akhir cerita, Juhaiman dan
pengikutnya dieksekusi.
Ada beberapa hal yang dapat kita tangkap
dari cerita ini;
1. Rakyat
Saudi yang tetap dibina dalam pemahaman
ortodoks, berpeluang kontradiksi
dengan kebijakan modernisasi
kerajaan. Ini tentu menimbulkan bara api
dalam sekam yang mudah meletup.
2. Untuk meminimalisir resiko,
dilakukan pengawasan ketat terhadap warga negara dan cenderung represif, terutama pada kelompok yang anti-kerajaan.
3. Latar belakang yang suram membuat
warga negara hidup dalam ketakutan.
4. Amerika Serikat, penyanjung demokrasi dan HAM. Bak mati kutu di
depan Saudi karena kerajaan ini masih
loyal memberikan minyaknya.
“Pelindung” Ka’bah (Baitullah)
yang Hakiki adalah “Orang-orang Bertakwa”
Dengan demikian jelaslah, bahwa
pemberian amanat sebagai “pemelihara” Ka’bah
(Baitullah) yang hakiki dari Allah
Swt. setelah masa Nabi Ibrahim a.s.
dan Nabi Ismail a.s. hanyalah sampai
masa Nubuwwah (kenabian) Nabi Muhammad saw. dan masa Khilafah
‘ala minhajin nubuwwah (khilafat atas jalan kenabian) para Khulafatur Rasyidin, karena pada masa
Mulkan ādhān dan Mulkan
jabariyyah, penguasaan atas “Haramain” (dua kota suci: Mekkah dan Madinah) tersebut atas dasar
kepentingan politik.
Jadi, benarlah
firman Allah Swt. berikut ini mengenai kenyataan “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) yang telah melarang Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabah r.a. melakukan ‘umrah:
وَ مَا لَہُمۡ
اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ وَ
ہُمۡ یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ
الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ اَوۡلِیَآؤُہٗۤ اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ
لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mengapa Allah tidak akan mengazab mereka,
sedangkan mereka menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam,
dan mereka sekali-kali bukanlah
orang-orang yang berhak melindunginya? Tidak lain yang berhak melindunginya
melainkan orang-orang yang
bertakwa, tetapi kebanyakan mereka
tidak mengetahui. (Al-Anfāl
[8]:35).
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai penyebab
pengalihan “amanat pemeliharaan” Baitullah -- yang dibangun
kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130) –
tersebut:
وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا
مُکَآءً وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾ اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ لِیَصُدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ ؕفَسَیُنۡفِقُوۡنَہَا ثُمَّ تَکُوۡنُ عَلَیۡہِمۡ حَسۡرَۃً ثُمَّ یُغۡلَبُوۡنَ ۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی جَہَنَّمَ
یُحۡشَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لِیَمِیۡزَ اللّٰہُ
الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ وَ یَجۡعَلَ الۡخَبِیۡثَ بَعۡضَہٗ عَلٰی
بَعۡضٍ فَیَرۡکُمَہٗ جَمِیۡعًا فَیَجۡعَلَہٗ
فِیۡ جَہَنَّمَ ؕ اُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan shalat mereka di Rumah Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu rasakanlah azab disebabkan
kekafiran kamu. Sesungguhnya orang-orang
kafir membelanjakan harta mereka
guna menghalang-halangi manusia
dari jalan Allah, maka mereka
akan senantiasa membelanjakannya, kemudian hal itu menjadi penyesalan bagi mereka, sesudah
itu mereka akan dikalahkan, dan orang-orang kafir akan dihimpun ke neraka
jahannam, supaya Allah
memisahkan yang buruk dari yang baik,
dan Dia menjadikan yang buruk itu
sebagian di atas sebagian yang lain, lalu Dia menumpukkan semuanya, kemudian mencampakkannya ke dalam
Jahannam, mereka itulah orang-orang
yang rugi. (Al-Anfāl [8]:36-38).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar