بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 262
Nubuatan Penggantian “Pemelihara” Ka’bah (Baitullah) Dalam
Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan
mengenai sempurnanya pengabulan doa takabbur yang dipanjatkan oleh Abu Jahal menjelang Perang Badar: اللّٰہُمَّ اِنۡ
کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ
السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ -- “Ya Allah, jika Al-Quran ini benar-benar
kebenaran dari Engkau maka hujanilah
kami dengan batu dari langit
atau datangkanlah kepada kami azab yang
pedih.” (Al-Anfāl
[8]:33).
Pendek kata,
orang-orang Mekkah mendapat hukuman
setelah Nabi Besar Muhammad saw. meninggalkan Mekkah. Rasul-rasul Allah berfungsi
semacam perisai terhadap hukuman-hukuman dari langit, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالُوا اللّٰہُمَّ اِنۡ کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ
فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ
اَلِیۡمٍ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ
لِیُعَذِّبَہُمۡ وَ اَنۡتَ
فِیۡہِمۡ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ مُعَذِّبَہُمۡ وَ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا لَہُمۡ
اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ وَ
ہُمۡ یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ
الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ اَوۡلِیَآؤُہٗۤ اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ
لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika mereka berkata: “Ya Allah, jika Al-Quran ini benar-benar kebenaran dari Engkau maka hujanilah
kami dengan batu dari langit
atau datangkanlah kepada kami azab yang
pedih.” Tetapi Allah
sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau berada di tengah-tengah mereka, dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab
mereka sedangkan mereka
meminta ampun. Dan mengapa
Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan mereka
menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang
yang berhak melindunginya? Tidak lain
yang berhak melindunginya melain-kan orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(Al-Anfāl [8]:33-35).
Nubuatan Mengenai Pergantian “Pemelihara Baitullah”
Demikian
pula nubuatan dalam firman-Nya berikut ini pun -- selain menjadi sempurna pada zaman Nabi Besar Muhammad saw. dengan
terjadinya peristiwa Fath Mekkah -- nubuatan
tersebut akan terjadi lagi
di Akhir Zaman ini pada
masa Rasul
Akhir Zaman (QS.61:10):
وَ مَا لَہُمۡ
اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ وَ
ہُمۡ یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ
الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ اَوۡلِیَآؤُہٗۤ اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ
لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mengapa Allah tidak akan mengazab mereka,
sedangkan mereka menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam,
dan mereka sekali-kali bukanlah
orang-orang yang berhak melindunginya? Tidak lain yang berhak melindunginya
melainkan orang-orang yang
bertakwa, tetapi kebanyakan mereka
tidak mengetahui. (Al-Anfāl
[8]:35).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
penyebab pengalihan “amanat pemeliharaan” Baitullah -- yang dibangun
kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130) –
tersebut:
وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا
مُکَآءً وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾ اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ
لِیَصُدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕفَسَیُنۡفِقُوۡنَہَا ثُمَّ تَکُوۡنُ
عَلَیۡہِمۡ حَسۡرَۃً ثُمَّ یُغۡلَبُوۡنَ
۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی جَہَنَّمَ
یُحۡشَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لِیَمِیۡزَ
اللّٰہُ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ وَ
یَجۡعَلَ الۡخَبِیۡثَ بَعۡضَہٗ عَلٰی بَعۡضٍ فَیَرۡکُمَہٗ جَمِیۡعًا
فَیَجۡعَلَہٗ فِیۡ جَہَنَّمَ ؕ
اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan shalat mereka di Rumah Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu rasakanlah azab disebabkan
kekafiran kamu. Sesungguhnya orang-orang
kafir membelanjakan harta mereka
guna menghalang-halangi manusia
dari jalan Allah, maka mereka
akan senantiasa membelanjakannya, kemudian hal itu menjadi penyesalan bagi mereka, sesudah
itu mereka akan dikalahkan, dan orang-orang kafir akan dihimpun ke neraka
jahannam, supaya Allah
memisahkan yang buruk dari yang baik,
dan Dia menjadikan yang buruk itu
sebagian di atas sebagian yang lain, lalu Dia menumpukkan semuanya, kemudian mencampakkannya ke dalam
Jahannam, mereka itulah orang-orang
yang rugi. (Al-Anfāl [8]:36-38).
Dari segi sebab-sebab nuzulnya (turunnya) makna
kata “shalat mereka” dalam
ayat وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا
مُکَآءً وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ -- “Dan
shalat mereka di Rumah Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiran kamu,” hal tersebut
mengisyaratkan kepada berbagai ritual melakukan ibadah
haji yang dilakukan bangsa atau qabilah-qabilah
Arab jahiliyah sebelum dan setelah masa Nabi Isma’il a.s. sampai dengan masa menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., yang telah menyimpang jauh dari yang dicontohkan
oleh Nabi Ibrahim a.s. (QS.22:27-34), dan sejalan dengan bertambahnya jumlah berhala-berhala di Ka’bah (Baitullah)
sehingga mencapai jumlah 360
berhala, sama dengan jumlah
hari dalam satu tahun, di
antaranya yang terkenal adalah Lata, ‘Uzza,
dan dan Manat (QS.53:20-21).
Dari kenyataan tersebut membuktikan
bahwa kedudukan kaum Quraisy Mekkah sebagai
“pemelihara” Ka’bah (Baitullah)
berikutnya sudah tidak layak lagi, karena mereka tidak bisa melaksanakan amanat (perintah) Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il
a.s. mengenai “pemeliharaan” Ka’bah (Baitullah).
Berdasarkan Al-Quran diketahui, bahwa
orang pertama yang mendapat kehormatan
dari Allah Swt. untuk membangun kembali Baitullah
(Ka’bah) -- setelah mengalami kehancuran yang menyisakan fondasinya saja -- adalah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail (QS.2:128-130), firman-Nya:
وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ
اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ
اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ
وَ اَمۡنًا
-- tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman, وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی -- dan jadikanlah maqām Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan
Isma'il: اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ -- “Sucikanlah rumah-Ku
itu untuk orang-orang yang tawaf,
yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” (Al-Baqarah [2]:126).
Pembelanjaan Harta Untuk “Menghancurkan Haq” (Kebenaran)
Matsabah
berarti suatu tempat yang apabila
orang mengunjunginya ia berhak
memperoleh pahala; atau tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul (Al-Mufradat). Ka’bah
(Baitullah),, menurut beberapa riwayat — dan juga diisyaratkan oleh Al-Quran
sendiri — mula-mula didirikan oleh Nabi
Adam a.s. (QS.3:97) dan buat beberapa waktu merupakan pusat peribadatan para keturunannya.
Kemudian dalam perjalanan
masa, umat manusia menjadi terpisah sehingga menjadi berbagai golongan masyarakat dan mengambil pusat-pusat peribadatan yang berbeda
(QS.2:143-146). Lalu Nabi Ibrahim a.s. mendirikannya
lagi (QS.2:128-130), dan Ka’bah
(Baitullah), tetap menjadi pusat ibadah untuk keturunannya dari keturunan puteranya, Nabi Isma'il a.s. (Bani Isma’il), firman-Nya:
وَ اذۡکُرۡ فِی الۡکِتٰبِ اِسۡمٰعِیۡلَ ۫ اِنَّہٗ کَانَ
صَادِقَ الۡوَعۡدِ وَ کَانَ رَسُوۡلًا نَّبِیًّا ﴿ۚ﴾ وَ کَانَ یَاۡمُرُ اَہۡلَہٗ بِالصَّلٰوۃِ
وَ الزَّکٰوۃِ ۪ وَ کَانَ عِنۡدَ رَبِّہٖ
مَرۡضِیًّا ﴿﴾
Dan ceriterakan kisah
Isma’il di dalam Kitab Al-Quran, sesungguhnya ia adalah seorang
yang janji-janjinya senantiasa
benar, dan ia adalah seorang rasul,
seorang nabi. Dan ia senantiasa menyuruh keluarganya
mendirikan shalat dan membayar zakat,
dan ia diridhai oleh Rabb-Nya
(Tuhan-nya). (Maryam [19]:54-55).
Sesudah uraian tentang Nabi Musa
a.s. dalam ayat-ayat sebelumnya, lalu
dalam ayat ini disebut keterangan
mengenai Nabi Isma’il a.s. Uraian
mengenai beliau dimulai dengan kata-kata
وَ اذۡکُرۡ
فِی الۡکِتٰبِ -- "dan
ceriterakan di dalam kitab," dan menunjukkan bahwa satu babak sejarah agama — yaitu sejarah keturunan Israil — telah ditutup dan
kini babak baru, yaitu sejarah keturunan Isma’il dimulai.
Namun kenyataan sejarah membuktikan,
bahwa ketika Allah Swt. berkehendak
kembali mensucikan Ka’bah (Baitullah) oleh orang yang berhak menjadi “pemeliharanya”
yang hakiki -- yakni Nabi Besar Muhammad saw. -- yang dibangkitkan
di kalangan penduduk Mekkah (QS.62:3-4), beliau saw. mendapat penentangan yang sangat zalim dari pemuka kaum Quraisy Mekkah pimpinan Abu
Jahal, dan bahkan mereka telah membuat
Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam harus hijrah dari Mekkah ke Madinah karena beliau harus menghadapi upaya pembunuhan, firman-Nya:
وَ اِذۡ یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ
اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ اللّٰہُ
ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika
orang-orang kafir merancang makar
terhadap engkau, supaya mereka
dapat menangkap engkau atau membunuh
engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar tandingan, dan Allah
sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfal
[9]:31).
Nubuatan
Pemindahan “Pemeliharaan” Ka’bah
(Baitullah)
Kembali kepada
firman Allah Swt. mengenenai nubuatan akan terjadinya pemindahan
“pemeliharaan” Ka’bah (Baitullah)
dari kaum kafir Quraisy Mekkah kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan para
pengikut beliau saw., firman-Nya:
وَ مَا لَہُمۡ
اَلَّا یُعَذِّبَہُمُ اللّٰہُ وَ
ہُمۡ یَصُدُّوۡنَ عَنِ الۡمَسۡجِدِ
الۡحَرَامِ وَ مَا کَانُوۡۤا اَوۡلِیَآءَہٗ ؕ اِنۡ اَوۡلِیَآؤُہٗۤ اِلَّا الۡمُتَّقُوۡنَ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ
لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mengapa
Allah tidak akan mengazab mereka, sedangkan mereka
menghalang-halangi orang-orang dari Masjidilharam, dan mereka sekali-kali bukanlah orang-orang
yang berhak melindunginya? Tidak lain
yang berhak melindunginya melainkan orang-orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(Al-Anfāl [8]:35).
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai penyebab
pengalihan “amanat pemeliharaan” Baitullah -- yang dibangun
kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130) –
tersebut:
وَ مَا کَانَ صَلَاتُہُمۡ عِنۡدَ الۡبَیۡتِ اِلَّا
مُکَآءً وَّ تَصۡدِیَۃً ؕ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ﴿﴾ اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ
لِیَصُدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕفَسَیُنۡفِقُوۡنَہَا ثُمَّ تَکُوۡنُ
عَلَیۡہِمۡ حَسۡرَۃً ثُمَّ یُغۡلَبُوۡنَ
۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی جَہَنَّمَ
یُحۡشَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لِیَمِیۡزَ
اللّٰہُ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ وَ
یَجۡعَلَ الۡخَبِیۡثَ بَعۡضَہٗ عَلٰی بَعۡضٍ فَیَرۡکُمَہٗ جَمِیۡعًا
فَیَجۡعَلَہٗ فِیۡ جَہَنَّمَ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan shalat mereka di Rumah Allah itu tidak lain melainkan siul dan tepuk tangan belaka, karena itu
rasakanlah azab disebabkan
kekafiran kamu. Sesungguhnya orang-orang
kafir membelanjakan harta mereka
guna menghalang-halangi manusia
dari jalan Allah, maka mereka
akan senantiasa membelanjakannya, kemudian hal itu menjadi penyesalan bagi mereka, sesudah
itu mereka akan dikalahkan, dan orang-orang kafir akan dihimpun ke neraka jahannam, supaya Allah
memisahkan yang buruk dari yang baik,
dan Dia menjadikan yang buruk itu
sebagian di atas sebagian yang lain, lalu Dia menumpukkan semuanya, kemudian mencampakkannya ke dalam
Jahannam, mereka itulah orang-orang
yang rugi. (Al-Anfāl [8]:36-38).
Kata-kata اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ
لِیَصُدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕفَسَیُنۡفِقُوۡنَہَا ثُمَّ تَکُوۡنُ
عَلَیۡہِمۡ حَسۡرَۃً ثُمَّ یُغۡلَبُوۡنَ -- “Sesungguhnya orang-orang kafir membelanjakan
harta mereka guna menghalang-halangi
manusia dari jalan Allah, maka mereka akan senantiasa membelanjakannya,
kemudian hal itu menjadi penyesalan
bagi mereka, sesudah itu mereka
akan dikalahkan, وَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی جَہَنَّمَ
یُحۡشَرُوۡنَ -- dan orang-orang
kafir akan dihimpun ke neraka jahannam,”
ini mengandung nubuatan bahwa kekayaan yang dibelanjakan oleh orang kafir dalam peperangan melawan Islam, akan terbukti menjadi sumber kesedihan dan duka cita bagi mereka. Karena
upaya-upaya mereka untuk memusnahkan
Islam akan mengalami kegagalan
dan anak-cucu mereka sendiri kelak
akan menerima Islam lalu menafkahkan harta kekayaannya untuk memajukan perjuangan Islam.
Makna “Abtar” (Terputus Keturunannya) & Makna “Khātaman-Nabiyyīn”
Kenyataan
itulah yang terjadi di masa Nabi Besar Muhammad saw. setelah peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah, yang
mencapai puncaknya pada peristiwa Fatah
Mekkah (Penaklukan Mekkkah), sehingga genaplah pernyataan Allah Swt. berikut ini, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اِنَّاۤ
اَعۡطَیۡنٰکَ الۡکَوۡثَرَ ؕ﴿﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ
وَ انۡحَرۡ ؕ﴿﴾ اِنَّ
شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha
Pemurah, Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau
berlimpah-limpah kebaikan. Maka shalatlah bagi Rabb (Tuhan) engkau dan berkorbanlah, اِنَّ شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ --
Sesungguhnya musuh engkau, dialah yang tanpa keturunan. (Al-Kautsar
[108]:1-4).
Adalah sangat bermakna bahwa dalam ayat ini musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw. telah disebut dengan kata-kata tegas
bahwa mereka itu abtar (tidak mempunyai anak laki-laki), sedangkan
menurut kenyataan sejarah sendiri, semua putra (anakk laki-laki) beliau saw. -- baik yang dilahirkan sebelum maupun sesudah
ayat ini turun -- telah wafat dan
beliau saw. tidak meninggalkan seorang
pun putra. Hal itu menunjukkan bahwa
kata abtar di sini hanya berarti: orang yang tidak mempunyai keturunan ruhani (putra-putra ruhani)
dan bukan anak-anak jasmani seperti biasa dikatakan
orang.
Pada hakikatnya, hal ini merupakan rencana Allah Swt. Sendiri bahwa Nabi Besar Muhammad saw. tidak akan meninggalkan anak laki-laki seorang pun, oleh karena
beliau telah ditakdirkan menjadi ayah
ruhani dari berjuta-juta bahkan milyaran putra
ruhani, sepanjang masa sampai Akhir
Zaman – yaitu putra-putra ruhani beliau
saw. yang akan jauh lebih setia, patuh taat dan penuh cinta daripada putra-putra jasmani ayah
mana pun.
Bukan Nabi Besar Muhammad saw. melainkan musuh-musuh beliau saw. lah yang abtar (mati tanpa berketurunan), sebab dengan masuknya putra-putra mereka ke dalam pangkuan Islam
-- contohnya Khalil bin Walid r.a. dan dua orang saudara laki-lakinya
-- mereka itu telah menjadi putra-putra
ruhani Nabi Besar Muhammad
saw., dan mereka itu merasa malu dan merasa hina, bila asal-usul
mereka itu dikaitkan kepada ayah yang melahirkan mereka sendiri.
Jadi,
dalam pengertian inilah makna hakiki gelar Khātaman-Nabiyyīn Nabi Besar Muhammad saw. dalam melakukan pembelaan terhadap kesucian
nabi Besar Muhammad saw. yang telah dituduh
oleh para pemuka kaum kafir Quraisy telah menikahi “janda” dari anak-angkatnya
sendiri, yang menurut mereka bertentangan dengan adat-istiadat bangsa Arab
jahiliyah karena kedudukan
“anak-angkat” sama dengan anak kandung (QS.33:5-7), Allah Swt. berfirman
kepada para penuduh:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ
اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ
وَ کَانَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak
salah seorang laki-laki di antara laki-laki kamu,
وَ لٰکِنۡ
رَّسُوۡلَ اللّٰہِ --
akan tetapi ia adalah Rasul Allah,
وَ خَاتَمَ
النَّبِیّٖنَ -- dan meterai
sekalian nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzāb
[33]:41).
Dari kedudukan “Bapak ruhani” Nabi Besar Muhammad saw.
sebagai Rasul Allah yang bergelar Khātaman-Nabiyyīn tersebut terkandung nubuatan, bahwa apabila umat Islam dari kalangan Bani Ismail di Timur Tengah kemudian melakukan langkah-langkah
kedurhakaan yang sama dengan Bani Israil
maka nikmat kenabian (QS.4:70) dan
pemeliharaan Ka’bah (Baitullah) pun, Insya Allah, akan diwariskan Allah Swt. kepada “kaum
lain” dari kalangan umat Islam,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَنۡ یَّرۡتَدَّ مِنۡکُمۡ
عَنۡ دِیۡنِہٖ فَسَوۡفَ یَاۡتِی اللّٰہُ بِقَوۡمٍ یُّحِبُّہُمۡ وَ یُحِبُّوۡنَہٗۤ
ۙ اَذِلَّۃٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَعِزَّۃٍ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ۫ یُجَاہِدُوۡنَ
فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا یَخَافُوۡنَ
لَوۡمَۃَ لَآئِمٍ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ
عَلِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَا
وَلِیُّکُمُ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا الَّذِیۡنَ
یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ یُؤۡتُوۡنَ
الزَّکٰوۃَ وَ ہُمۡ رٰکِعُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا فَاِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang
yang beriman, barangsiapa di antara
kamu murtad dari
agamanya maka Allāh segera akan
mendatangkan suatu kaum, Dia akan mencintai mereka dan mereka pun akan
mencintai-Nya, mereka akan bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang beriman dan keras
terhadap orang-orang kafir. Mereka akan
berjuang di jalan Allah dan tidak
takut akan celaan seorang pencela. Itulah karunia Allah, Dia mem-berikannya
kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah
Maha Luas karunia-Nya, Maha
Mengetahui. Sesungguhnya pelindung
kamu adalah Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang beriman yang senantiasa mendirikan shalat dan membayar zakat dan mereka taat kepada Allah. Dan barangsiapa
menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai pelindung (sahabat), فَاِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ -- maka
sesungguhnya jamaat Allah pasti menang. (Al-Maidah
[5]:55-57). Lihat pula QS.62:3-5.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar