بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 266
Cara Meraih Derajat “Haji Mabrur” & Pengabulan Doa
Memperoleh "Nikmat-nikmat Ruhani" Dalam Surah Al-Fatihah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan
mengenai kalimat یَاۡتُوۡکَ رِجَالًا وَّ عَلٰی کُلِّ ضَامِرٍ یَّاۡتِیۡنَ
مِنۡ کُلِّ فَجٍّ عَمِیۡقٍ -- ‘’mereka akan datang kepada engkau berjalan kaki
dan menunggang unta yang kurus datang
dari segenap penjuru yang jauh-jauh,” dalam firman-Nya:
وَ اَذِّنۡ فِی النَّاسِ بِالۡحَجِّ یَاۡتُوۡکَ
رِجَالًا وَّ عَلٰی کُلِّ ضَامِرٍ یَّاۡتِیۡنَ مِنۡ کُلِّ فَجٍّ عَمِیۡقٍ
﴿ۙ﴾
”Dan umumkanlah
kepada manusia untuk ibadah haji,
mereka akan datang kepada engkau
berjalan kaki dan menunggang unta
yang kurus, datang dari segenap
penjuru yang jauh-jauh. (Al-Hājj [22]:28).
Di dalam ayat tersebut tergambar ketaatan
serta kecintaan para “tamu Allah” yang sangat berhasrat untuk memenuhi panggilan atau pengumuman
Allah Swt. melalui Nabi Ibrahim a.s.
tersebut, seakan-akan merupakan jawaban tegas ruh ketika ditanya oleh Allah
Swt.: اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ -- ”Bukankah Aku Rabb
(Tuhan) kamu?” قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا -- mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi saksi,”
firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّکَ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اٰدَمَ مِنۡ
ظُہُوۡرِہِمۡ ذُرِّیَّتَہُمۡ وَ اَشۡہَدَہُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ ۚ اَلَسۡتُ
بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا ۚۛ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ
اِنَّا کُنَّا عَنۡ ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ
﴿﴾ۙ اَوۡ تَقُوۡلُوۡۤا
اِنَّمَاۤ اَشۡرَکَ اٰبَآؤُنَا مِنۡ قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ
ۚ اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ وَ لَعَلَّہُمۡ
یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau mengambil
kesaksian dari bani (keturunan) Adam yakni dari sulbi keturunan mereka serta menjadikan mereka saksi atas dirinya sendiri sambil berfirman: اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ -- ”Bukankah Aku Rabb (Tuhan) kamu?” قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا -- Mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi
saksi.” Hal itu supaya kamu
tidak berkata pada Hari Kiamat: اِنَّا کُنَّا عَنۡ
ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ -- “Sesungguhnya kami benar-benar lengah dari hal ini. Atau
kamu mengatakan: اِنَّمَاۤ
اَشۡرَکَ اٰبَآؤُنَا مِنۡ قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ
--
“Sesungguhnya bapak-bapak kami
dahulu yang berbuat syirik, sedangkan kami hanyalah keturunan sesudah mereka. اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ -- Apakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang telah dikerjakan oleh orang-orang yang berbuat batil itu?” Dan demikianlah Kami menjelaskan Tanda-tanda itu dan supaya mereka kembali kepada yang haq. (Al-A’rāf
[7]:173-175).
Pentingnya
Para “Tamu” Allah Swt.
Mengupayakan Pensucian Jiwa
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai berbagai manfaat
dari melaksanakan ibadah haji:
لِّیَشۡہَدُوۡا مَنَافِعَ
لَہُمۡ وَ یَذۡکُرُوا اسۡمَ اللّٰہِ فِیۡۤ اَیَّامٍ مَّعۡلُوۡمٰتٍ عَلٰی مَا رَزَقَہُمۡ
مِّنۡۢ بَہِیۡمَۃِ الۡاَنۡعَامِ ۚ فَکُلُوۡا مِنۡہَا وَ اَطۡعِمُوا الۡبَآئِسَ الۡفَقِیۡرَ ﴿۫﴾
“Supaya mereka
dapat menyaksikan manfaat-manfaatnya
bagi mereka, dan dapat mengingat
nama Allah selama
hari-hari yang ditetapkan atas apa yang telah Dia rezekikan kepada mereka
dari binatang ternak berkaki empat.
Maka makanlah da-rinya dan berilah makan orang-orang sengsara, dan
fakir. (Al-Hajj [22]:29).
Selain faedah
ruhani yang diperoleh seorang Muslim
dari ibadah haji, peraturan ibadah haji pun
mempunyai nilai kemasyarakatan
dan politik yang besar. Ibadah haji memiliki daya besar untuk mempersatukan kaum Muslimin dari berbagai kebangsaan menjadi satu dalam persaudaraan
Islamiah internasional yang kuat.
Orang-orang Islam dari seluruh bagian dunia yang bertemu di Mekkah sekali setahun dapat saling
tukar pandangan mengenai hal-hal yang mempunyai kepentingan internasional, memperbaharui hubungan-hubungan
yang lama, dan mengadakan hubungan-hubungan yang baru. Mereka mempunyai kesempatan berkenalan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi saudara-saudara seagama mereka di negeri-negeri lain, memperoleh faedah dari pengalaman satu sama lain, dan bekerja
sama satu sama lain dengan berbagai cara
dan upaya. Oleh karena Mekkah merupakan pusat agama Islam yang ditetapkan
Allah Swt. maka peraturan haji dapat berperan sebagai PBB untuk seluruh dunia Islam.
Selanjutnya
Allah Swt. memberitahukan mengenai kewajiban
yang paling penting melakukan ibadah haji, firman-Nya:
ثُمَّ لۡیَقۡضُوۡا تَفَثَہُمۡ وَ لۡیُوۡفُوۡا نُذُوۡرَہُمۡ وَ
لۡیَطَّوَّفُوۡا بِالۡبَیۡتِ الۡعَتِیۡقِ ﴿﴾
Kemudian hendaklah mereka
membersihkan kekotoran mereka, dan menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan berthawaf di sekeliling Rumah Kuno itu.” (Al-Hajj
[22]:30).
Karena tujuan utama kedatangan para peziarah
dalam melaksanakan ibadah haji itu adalah untuk “bertamu” dan “bertemu” dengan Pemilik Ka’bah – yakni Allah Swt., Wujud Yang Maha Suci -- karena itu
sebagai para “tamu” Allah Swt. sudah merupakan kewajiban mereka
sejak awal keberangkatan
pun mereka harus berusaha menghiasi pribadinya dengan berbagai
bentuk “kesucian” dan menyingkirkan
berbagai bentuk “kekotoran”, firman-Nya:
اَلۡحَجُّ اَشۡہُرٌ مَّعۡلُوۡمٰتٌ ۚ فَمَنۡ
فَرَضَ فِیۡہِنَّ الۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَ لَا فُسُوۡقَ ۙ وَ لَا جِدَالَ فِی الۡحَجِّ ؕ وَ مَا
تَفۡعَلُوۡا مِنۡ خَیۡرٍ یَّعۡلَمۡہُ
اللّٰہُ ؕؔ وَ تَزَوَّدُوۡا فَاِنَّ خَیۡرَ الزَّادِ
التَّقۡوٰی ۫ وَ اتَّقُوۡنِ یٰۤاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾
Ibadah haji dilakukan dalam bulan-bulan yang dikenal, lalu barangsiapa telah bertekad akan
menunaikan ibadah haji dalam bulan-bulan itu maka janganlah membicarakan hal yang tidak
senonoh, jangan melanggar peraturan, jangan bertengkar pada musim haji, dan kebaikan apa pun yang kamu kerjakan Allah mengetahuinya. Dan siapkanlah bekal dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa, dan bertakwalah
kepada-Ku, hai orang-orang yang
berakal. (Al-Baqarah [2]:198).
Pentingnya “Bekal
Ketakwaan” & Makna “Haji Mabrūr”
Rafats dalam ayat
فَمَنۡ فَرَضَ فِیۡہِنَّ الۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَ لَا فُسُوۡقَ ۙ وَ لَا جِدَالَ فِی الۡحَجِّ -- “lalu barangsiapa
telah bertekad akan menunaikan ibadah haji dalam bulan-bulan itu
maka janganlah membicarakan hal yang
tidak senonoh, jangan melanggar peraturan, jangan bertengkar pada musim haji, ” kata itu mencakup segala percakapan kotor, tidak
sopan, dan cabul; begitu juga perbuatan yang berhubungan dengan seks.
Fusuq (durhaka) berarti
pelanggaran terhadap hukum Tuhan dan
sikap tidak mau tunduk kepada perintah yang berwajib, baik ruhani
maupun duniawi. Dan jidal
berarti perbantahan dan perselisihan dengan teman seperjalanan,
sahabat, dan tetangga.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
pentingnya para peziarah haji berbekal “ketakwaan” kepada Allah Swt., firman-Nya: تَزَوَّدُوۡا فَاِنَّ خَیۡرَ الزَّادِ
التَّقۡوٰی وَ
-- “Dan siapkanlah bekal dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah
takwa, وَ اتَّقُوۡنِ یٰۤاُولِی
الۡاَلۡبَابِ -- dan bertakwalah
kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”
Para
pelaksana ibadah haji yang memenuhi
semua persyaratan yang ditetapkan
Allah Swt. – baik mengenai manasik
haji mau pun mengenai ketakwaan kepada Allah Swt. -- disebut haji mabrūr, karena
sepulangnya melaksanakan ibadah
haji keadaan akhlak dan ruhani mereka menjadi
lebih baik daripada sebelum
berangkat menunaikan ibadah haji, karena mereka akan menjadi para pelaku kebajikan yang disebut birr (abrar), sebagaimana doa yang dipanjatkan orang-orang yang “mempergunakan akal”: وَ تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ
--
“dan wafatkanlah kami sebagai para pelaku kebajikan” (QS.3:191-195),
Kemudian
dalam firman-Nya berikut ini
Allah Swt. sangat menekankan kepada para peziarah -- sepulangnya
mereka dari melaksanakan ibadah haji -- mengenai pentingnya lebih banyak
lagi dzikr
Ilahi atau mengingat Allah Swt.:
فَاِذَا قَضَیۡتُمۡ مَّنَاسِکَکُمۡ فَاذۡکُرُوا
اللّٰہَ کَذِکۡرِکُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ
اَشَدَّ ذِکۡرًا ؕ فَمِنَ النَّاسِ مَنۡ یَّقُوۡلُ رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِی الدُّنۡیَا وَ مَا لَہٗ فِی
الۡاٰخِرَۃِ مِنۡ خَلَاقٍ ﴿﴾
Maka apabila kamu telah
menunaikan cara-cara
ibadah haji kamu,
maka ingatlah Allah sebagaimana kamu mengingat bapak-bapak
kamu atau mengingat-Nya lebih keras
lagi. Dan di
antara manusia ada yang berkata: رَبَّنَاۤ اٰتِنَا
فِی الدُّنۡیَا -- “Ya Tuhan kami, anugerahilah kami kesenangan
hidup di dunia ini”, وَ مَا لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنۡ خَلَاقٍ -- dan tidak
ada baginya bagian di akhirat. (Al-Baqarah
[2]:201).
Ada yang memahami ayat فَاذۡکُرُوا اللّٰہَ
کَذِکۡرِکُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا -- “maka
ingatlah
Allah sebagaimana kamu mengingat bapak-bapak kamu atau mengingat-Nya lebih keras
lagi” adalah melakukan wirid
atau mengulang-ulang serta menghitung-hitung
menyebut Asma Ilahi, seperti yang dilakukan para penganut berbagai thariqah tertentu, padahal makna yang
sebenarnya dari perintah Allah Swt.
tersebut adalah bahwa hendaknya kecintaan
orang-orang Islam terhadap Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.
harus melebihi kecintaan mereka terhadap اٰبَآءَکُمۡ
-- bapak-bapak
mereka, termasuk terhadap “leluhur-leluhur”
mereka, sebab dengan jelas Allah Swt. telah menyebut Nabi Besar Muhammad saw.
dan istri-istri beliau saw. sebagai “bapak
dan ibu ruhani” orang-orang beriman
(QS.33:7; QS.33:41).
Pentingnya Mengikuti “Sunnah” Nabi Besar Muhammad Saw. & Empat Macam “Martabat Ruhani”
Menurut
Allah Swt., cara yang paling baik dalam membuktikan kecintaan kepada Allah Swt. agar mendapat kecintaan-Nya dan pengampunan-Nya atas dosa-dosa
dan kelemahan-kelemahan mereka
adalah mengikuti Nabi Besar Muhammad saw., berikut ini
firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ﴿﴾ قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ
تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah -- فَاتَّبِعُوۡنِیۡ maka ikutilah
aku, Allah pun akan mencintai
kamu dan akan mengampuni dosa-dosa
kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Katakanlah: ”Taatilah Allah dan Rasul ini”,
kemudian jika mereka berpaling maka ketahuilah
sesungguhnya Allah tidak mencintai
orang-orang kafir. (Ali ‘Imran [3]:32-33).
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa
tujuan memperoleh kecintaan Ilahi
setelah diturunnya agama Islam
(Al-Quran) tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. Selanjutnya ayat ini melenyapkan kesalahpahaman yang mungkin dapat timbul
dari QS.2:63 bahwa iman kepada adanya Tuhan dan alam akhirat saja sudah cukup untuk memperoleh najat (keselamatan).
Dalam firman-Nya berikut
ini Allah Swt. menjelaskan bahwa tanda
bahwa seseorang Muslim mendapat kecintaan Allah Swt. dan pengampunan-Nya adalah mereka akan termasuk ke dalam salah satu dari empat golongan orang-orang yang kepada mereka Allah Swt. menganugrahkan nikmat-nikmat
ruhani, firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ
الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ
النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ
اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada
mereka yakni: مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ
الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat
yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ
وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah
Allah Yang Maha Menge-tahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Pengabulan Doa Dalam Surah Al-Fatihah
Pada
hakikatnya nikmat-nikmat ruhani
itulah yang dimaksud Allah Swt. dalam doa
Surah Al-Fatihah mengenai “jalan lurus” yaitu “jalan” yang dengan menempuhnya maka akan mendapat “nikmat-nikmat
ruhani” dari Allah Swt., sehingga terhindari dari menjadi orang-orang
mendapat “kemurkaan-Nya” karena menolak menerima nikmat-nikmat
ruhani tersebut seperti halnya orang-orang
Yahudi (QS.2:88-89), dan “tersesat” dari Tauhil Ilahi karena telalu berlebihan dalam menghormatinya seperti kaum Nasrani
karena menganggapnya sebagai “tuhan
sembahan” (QS.9:30-31-33), firman-Nya:
اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ
اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ٪﴿﴾
Hanya Engkau-lah
Yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ -- jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, لَا الضَّآلِّیۡنَ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ -- bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan
mereka yang sesat. (Al-Fatihah [1]:5-7).
Firman Allah Swt. dalam Surah An-Nisa ayat 70 tersebut
sangat penting, sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syuhada (saksi-saksi) dan orang-orang shalih — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan
jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22).
Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw. semata. Tidak ada nabi Allah lain menyamai
beliau saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut
ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi
secara umum dan mengatakan: “Dan
orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah
orang-orang shiddiq dan syuhada
(saksi-saksi) di sisi Rabb (Tuhan)
mereka” (QS.57: 20).
Apabila kedua ayat
ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi Allah lainnya dapat mencapai
martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengiku Nabi Besar
Muhammad saw. dapat naik ke martabat nabi
juga, yaitu nabi Allah yang tidak membawa syariat, yang disebut “nabi ummati” atau nabi zilli atau buruzi
(nabi bayangan), seperti bayangan
seseorang yang berdiri di hadapan cermin.
Sebab itulah makna lain dari
gelar Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41)
Nabi Besar Muhammad saw., seperti sebuah stempel
(cap) yang mampu membuat gambar-gambar lainnya jika menempel dengannya.
Kitab “Bahr-ul-Muhit”
(jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman
dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka
empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia
telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat
tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian
itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian
khusus, yakni kenabian yang
membawa syariat, sekarang tidak
dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
Pelanggaran Umumnya Para
Pemuka Umat Islam Terhadap Berbagai Perintah Allah Dalam Surah Al-Maidah Ayat 2-3
Jika umat Islam yang melaksanakan ibadah haji dapat mencapai derajat “haji mabrūr” seperti itu -- terlebih lagi orang-orang yang berulang kali melaksanakan ibadah haji -- maka negara-negara Muslim tempat mereka berasal
pasti akan menjadi pelaksana perintah
Allah Swt. berikut ini -- sehingga
mereka benar-benar menjadi Muslim yang merupakan “rahmat bagi seluruh alam” sebagaimana
yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108) dan sebagai “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111), terutama di kawasan Timur Tengah – mengenai hal
tersebut Allah Swt. berfirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اَوۡفُوۡا بِالۡعُقُوۡدِ ۬ؕ اُحِلَّتۡ لَکُمۡ بَہِیۡمَۃُ
الۡاَنۡعَامِ اِلَّا مَا یُتۡلٰی
عَلَیۡکُمۡ غَیۡرَ مُحِلِّی الصَّیۡدِ وَ اَنۡتُمۡ حُرُمٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یَحۡکُمُ مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا لَا تُحِلُّوۡا شَعَآئِرَ اللّٰہِ وَ لَا الشَّہۡرَ الۡحَرَامَ وَ لَا
الۡہَدۡیَ وَ لَا الۡقَلَآئِدَ وَ لَاۤ
آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ
رِضۡوَانًا ؕ وَ اِذَا حَلَلۡتُمۡ فَاصۡطَادُوۡا ؕ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ
شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا ۘ
وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی
الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ ۪ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian kamu. Dihalalkan bagi kamu binatang binatang
berkaki empat, kecuali apa yang akan diberitahukan kepada
kamu, dengan tidak menghalalkan binatang buruan selama kamu dalam keadaan ihram,
sesungguhnya Allah menetapkan hukum
mengenai apa yang Dia kehendaki. Hai
orang-orang yang beriman, janganlah mencemari Syiar-syiar Allah, jangan mencemari Bulan
Haram, jangan mencemari binatang-binatang kurban, jangan mencemari binatang-binatang
kurban yang ditandai kalung,
وَ لَاۤ آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ
فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا -- dan jangan mencemari yakni menghalangi orang-orang yang menziarahi Baitul Haram untuk mencari karunia dan keridhaan
dari Rabb (Tuhan) mereka. Tetapi apabila
kamu telah melepas pakaian ihram maka kamu boleh berburu. وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ
قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا -- Dan janganlah
kebencian sesuatu kaum kepada kamu
karena mereka telah menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram
mendorongmu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ
وَ التَّقۡوٰی -- Dan tolong-menolonglah
kamu dalam birr (kebajikan) dan takwa, ۪ وَ لَا
تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ -- dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya siksaan
Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:1-3).
Tetapi kenyataan yang terjadi selama ini
di negara-negara Muslim – terutama di kawasan Timur tengah – adalah benarnya pernyataan Allah: اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ -- sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:3). Hal tersebut
merupakan bukti yang tidak dapat dibantah, bahwa dalam pandangan Allah Swt. terdapat
kesalahan pada pihak
“pemelihara” Ka’bah (Baitullah) di Mekkah sebagai “penerima” para “tamu Allah”, -- termasuk
para penyelenggara keberangkatan para peziarah haji -- demikian
juga pasti ada yang salah
dengan para “tamu Allah” yang setiap tahun melaksanakan ibadah haji ke Mekkah.
Mengapa demikian? Sebab jika tidak
begitu, pasti Allah Swt. akan memenuhi janji-Nya kepada umat
Islam, sebagaimana firman-Nya:
لِّیَشۡہَدُوۡا مَنَافِعَ لَہُمۡ
وَ یَذۡکُرُوا اسۡمَ اللّٰہِ
فِیۡۤ اَیَّامٍ مَّعۡلُوۡمٰتٍ عَلٰی مَا
رَزَقَہُمۡ مِّنۡۢ بَہِیۡمَۃِ الۡاَنۡعَامِ ۚ فَکُلُوۡا مِنۡہَا وَ
اَطۡعِمُوا الۡبَآئِسَ الۡفَقِیۡرَ ﴿۫﴾
“Supaya mereka
dapat menyaksikan manfaat-manfaatnya
bagi mereka, dan dapat mengingat
nama Allah selama
hari-hari yang ditetapkan atas apa yang telah Dia rezekikan kepada mereka
dari binatang ternak berkaki empat.
Maka makanlah da-rinya dan berilah makan orang-orang sengsara, dan
fakir. (Al-Hajj [22]:29).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar