Minggu, 10 Agustus 2014

Pewaris "Surga Firdaus" & Pentingnya Menjadi "Muslim" yang "Kaaffah" (Seutuhnya), Bukan Sekedar Nama




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   289

 Pewaris “Surga Firdaus   &  Pentingnya Menjadi “Muslim” yang Kāffah  (Seutuhnya), Bukan Sekedar Nama


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir Bab sebelumnya    telah dikemukakan mengenai masalah “hamba-sahaya perempuan” yang dinikahi   -- yang banyak disalahtafsirkan --   dapat juga dicatat secara sepintas lalu, bahwa adalah tidak diperkenankan (dilarang) menikahi  perempuan-perempuan kerabat budak-perempuan dalam batas yang tidak diizinkan, mengenai kerabat perempuan-merdeka  -- misalnya: ibu, saudara-perempuan, anak-perempuan, dan sebagainya dari budak-perempuan yang diperistri  --  tidak boleh dinikahi, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ ۙ﴿﴾  اِلَّا عَلٰۤی اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ   مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾  فَمَنِ ابۡتَغٰی وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾
Dan  orang-orang yang menjaga kemaluannya,  kecuali terhadap istri-istri mereka atau apa yang dimiliki tangan kanan mereka maka sesungguhnya mereka tidak tercela.   Tetapi barangsiapa mencari selain dari itu  maka mereka itu  orang-orang yang melampaui batas. (Al-Mu’minūn [23]:6-8).
       Selanjutnya dapat dikatakan, bahwa mengingat keadaan pada saat turun Al-Quran, maka terpaksa harus mengadakan perbedaan kedudukan sosial di antara kedua golongan perempuan itu. Pembedaan itu dinyatakan dengan sebutan zauj (perempuan-merdeka yang dinikahi) dan milk yamin (budak-perempuan yang dinikahi).
      Sebutan pertama menyandang arti persamaan derajat antara suami dan istri, sedangkan yang kedua mengisyaratkan kepada kedudukannya yang agak rendah sebagai istri. Tetapi hal itu berlaku sementara. Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw. memerintahkan dengan keras sekali, bahwa budak-budak perempuan pertama-tama harus diberi kemerdekaan dan kedudukan penuh dan kemudian dinikahi, sebagaimana  Nabi Besar Muhammad saw.   telah melakukannya.
     Kecuali itu, Islam tidak memperkenankan perempuan yang ditawan dalam pepe-rangan-kecil untuk diperlakukan sebagai budak-budak perempuan. Izin menikahi  budak perempuan tanpa persetujuannya lebih dahulu, berlaku hanya apabila satu bangsa yang bersikap tidak-bersahabat berinisiatip melancarkan perang agama terhadap Islam untuk menghapuskan dan memaksa orang-orang Islam meninggalkan agama mereka di bawah ancaman pedang (senjata), dan kemudian memperlakukan tawanan-tawanan mereka — laki-laki maupun perempuan — sebagai budak-budak seperti dilakukan di masa  Nabi Besar Muhammad saw..  
       Pada masa itu  musuh-musuh Islam membawa perempuan-perempuan Muslim sebagai tawanan dan memperlakukan mereka sebagai budak-budak. Perintah Islam hanya merupakan tindak balasan dan bersifat sementara. Perintah itu mempunyai tujuan sampingan pula, yakni untuk melindungi akhlak tawanan-tawanan perempuan. Keadaan yang demikian itu sudah tidak berlaku lagi.

Pewaris “Surga Firdaus” & Definisi “Muslim” Hakiki

      Sekarang tidak ada lagi peperangan agama dan karenanya tawanan-tawanan perang  tidak boleh diperlakukan sebagai budak-budak, apa lagi mereka itu dibunuh secara zalim. Demikianlah penjelasan mengenai kedua macam istri yang sah yang pada awalnya  memiliki perbedaan status sosial yang bersifat sementara waktu, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ ۙ﴿﴾  اِلَّا عَلٰۤی اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ   مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾  فَمَنِ ابۡتَغٰی وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾
Dan  orang-orang yang menjaga kemaluannya,  kecuali terhadap istri-istri mereka atau apa yang dimiliki tangan kanan mereka maka sesungguhnya mereka tidak tercela.   Tetapi barangsiapa mencari selain dari itu  maka mereka itu  orang-orang yang melampaui batas. (Al-Mu’minūn [23]:6-8).
      Maqam (martabat) selanjutnya  orang-orang beriman hakiki  pewaris  kehidupan  surgawi   di dunia dan di akhirat tersebut  dijelaskan Allah Swt.,  firman-Nya: 
وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ  لِاَمٰنٰتِہِمۡ وَ عَہۡدِہِمۡ رٰعُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ  ۘ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡوٰرِثُوۡنَ ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡفِرۡدَوۡسَ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian mereka,  dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat mereka.   Mereka itulah pewaris, yaitu  orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus,  mereka akan   kekal di dalamnya. (Al-Mu’minūn [23]:9-12).
     Amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian  tersebut mencakup yang ada hubungan dengan Allah Swt. mau pun dengan sesama manusia. Dan ayat وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ    -- “dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat mereka, menandai tingkat perkembangan ruhani yang terakhir dan tertinggi, di mana zikir Ilahi menjadi fitrat kedua bagi seorang beriman dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari wujudnya serta penghibur bagi ruhnya.. Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa , “Kesenanganku terletak  dalam shalat” (An-Nasā-i).
        Pada tingkat ini  mereka menaruh perhatian khusus kepada amal ibadah yang dilakukan bersama-sama (berjamaah):      الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ   وَ -- “dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat mereka,  yang menunjukkan  bahwa perasaan dan kesadaran berkaum menjadi sangat kuat dalam dirinya dan ia membelakangkan kepentingan-kepentingan diri pribadi serta mendahulukan kebaikan bersama dan kepentingan kaum.
        Karena orang-orang beriman yang disebut dalam ayat-ayat yang mendahuluinya menghimpun dalam diri mereka segala macam sifat mulia maka mereka akan disuruh bermukim di surga Firdaus yang berisikan segala sesuatu yang terdapat dalam kebun (surga) mana pun (Lexicon Lane). Dan karena mereka mendatangkan kematian terhadap keinginan-keinginan mereka sendiri, maka sebagai imbalannya Allah Swt. akan memberi mereka kehidupan kekal dan mereka akan memperoleh segala yang mereka inginkan (QS.50:36).
      Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditanya mengenai definisi “Muslim” (orang beriman), beliau saw. menjawab: “Yaitu orang-orang Mulim lainnya  yang selama dari lidah dan tangannya”. Berikut beberapa riwayat mengenai hadits tersebut:
    Hadits riwayat Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu’anhum, ia berkata: Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw: Orang Islam manakah yang paling baik? Rasulullah menjawab: Orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya. (Shahih Muslim No.57).
       Hadits riwayat Abu Musa radhiyallāhu’anhuma, ia berkata: Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah saw. bersabda: Orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya. (Shahih Muslim No.59)
       Abdullah bin Umar radhiyallāhu’anhuma mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda: Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari)
       Abu Musa radhiyallāhu’anhuma berkata, “Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Islam manakah yang lebih utama?’ Beliau menjawab, ‘Orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya. “ ([HR. Bukhari).

Mendapat Kemurkaan Allah Swt. dan Neraka Jahannam

      Karena  itu sungguh  benar pernyataan keras Allah Swt.  dalam Al-Quran,  bahwa ganjaran bagi pembunuh sesama Muslim adalah kemurkaan Allah Swt. dan neraka jahannam, firman-Nya:
وَ مَا کَانَ لِمُؤۡمِنٍ اَنۡ یَّقۡتُلَ مُؤۡمِنًا اِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَ مَنۡ قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَـًٔا فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ وَّ دِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ اِلٰۤی اَہۡلِہٖۤ  اِلَّاۤ اَنۡ یَّصَّدَّقُوۡا ؕ فَاِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍ عَدُوٍّ لَّکُمۡ وَ ہُوَ مُؤۡمِنٌ فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍۭ بَیۡنَکُمۡ وَ بَیۡنَہُمۡ مِّیۡثَاقٌ فَدِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ اِلٰۤی اَہۡلِہٖ وَ تَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ۚ فَمَنۡ لَّمۡ  یَجِدۡ فَصِیَامُ شَہۡرَیۡنِ مُتَتَابِعَیۡنِ ۫ تَوۡبَۃً مِّنَ  اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ  عَلِیۡمًا حَکِیۡمًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ  لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak patut bagi seorang yang beriman  membunuh seorang yang beriman lainnya kecuali tidak sengaja.  Dan barangsiapa membunuh seorang beriman    dengan tidak sengaja maka hendaklah ia  memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar tebusan untuk diserahkan kepada ahli waris di terbunuh, kecuali jika  mereka merelakan sebagai sedekah. Tetapi jika ia yang terbunuh itu dari kaum yang bermusuhan dengan kamu dan ia seorang yang beriman maka cukuplah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. Dan jika ia dari kaum yang antara kamu dan mereka ada suatu perjanjian persekutuan, maka bayarlah tebusan untuk diserahkan kepada ahli warisnya dan memerdekakan pula seorang budak yang beriman.  Tetapi barangsiapa tidak memperoleh budak yang beriman maka  ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, keringanan ini suatu kasih-sayang dari Allah, dan Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.  وَ مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ  لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا  -- Dan  barangsiapa membunuh seorang yang beriman  dengan sengaja maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya,   melaknatnya, dan  menyediakan baginya azab yang besar.  (An-Nisā[4]:94-95).
       Memang  benar, bahwa siapa pun yang dengan tulus ikhlas telah mengikrarkan dua Kalimah Syahadat  maka ia berhak disebut seorang Muslim, tetapi  orang-orang seperti itu bukan sebagai Muslim yang hakiki sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Swt. dalam Al-Quran,  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ادۡخُلُوۡا فِی السِّلۡمِ  کَآفَّۃً  ۪ وَ لَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّیۡطٰنِ ؕ اِنَّہٗ لَکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu  ke dalam kepatuhan seutuhnya dan  janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kamu. (Al-Baqarah [2]:209).
         Kāffah berarti: (1) semuanya; (2) seutuhnya atau selengkapnya; (3) memukul mundur musuh dan (4) menahan diri sendiri atau orang lain dari dosa dan penyelewengan (Al-Mufradat). Mengisyaratkan kepada pentingnya menjadi Muslim yang “seutuhnya” itulah firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. berkenaan dengan pernyataan  orang-orang Arab gurun sebagai Muslim, firman-Nya:
قَالَتِ الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ  قُوۡلُوۡۤا  اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ  قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ﴿﴾  اِنَّمَا  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ  ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ  شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾  یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ  اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ ہَدٰىکُمۡ  لِلۡاِیۡمَانِ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ  اللّٰہَ  یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  بَصِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Orang-orang Arab gurun ber-kata:  اٰمَنَّا  --  Kami telah beriman.”   Katakanlah:  لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡ  -- “Kamu belum beriman,   tetapi katakanlah: اَسۡلَمۡنَا  -- Kami telah berserah diri’, karena keimanan belum masuk ke dalam hati kamu.” وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ    -- tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sesuatu dari amal-amal kamu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.     اِنَّمَا  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ    -- sesungguhnya orang beriman adalah  orang-orang yang beriman ke-pada Allah dan Rasul-Nya,  ٖ  ثُمَّ لَمۡ یَرۡتَابُوۡا  -- kemudian tidak ragu-ragu,  وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ -- dan terus berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah.  اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الصّٰدِقُوۡنَ -- mereka itulah orang-orang yang benar.  Katakanlah, اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ   -- “apakah kamu memberitahukan kepada Allah tentang agama kamu? Padahal  Allah mengetahui apa yang ada di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ  اَسۡلَمُوۡا            --   mereka mengira telah memberi anugerah  kepada engkau karena mereka telah menjadi orang Islam. Katakanlah:  لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ  اِسۡلَامَکُمۡ  -- “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu,  بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ ہَدٰىکُمۡ  لِلۡاِیۡمَانِ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ  -- bahkan  Allah-lah Yang memberi anugerah terhadap kamu karena Dia telah memberi kamu petunjuk kepada iman, jika kamu orang-orang yang benar.” Sesungguhnya Allah mengetahui yang gaib di seluruh langit dan bumi, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurāt [49]:15-19).
    Ayat 15 menerangkan bahwa  semua orang Muslim merupakan bagian tidak terpisahkan dari persaudaraan dalam Islam (uhuwah Islamiyyah). Islam memberikan hak sama kepada putra-putra padang pasir buta huruf dan biadab, seperti halnya kepada penduduk kota kecil maupun kota besar yang beradab dan berbudaya; hanya  saja  Allah Swt. dalam ajaran Islam (Al-Quran) menganjurkan kepada mereka yang disebut pertama, agar mereka berusaha lebih keras untuk belajar dan meresapkan ke dalam dirinya ajaran Islam yang hakiki dan membuat ajaran-ajaran itu menjadi pedoman hidup mereka, yakni mereka menjadi Muslim yang kāffah (seutuhnya), bukan Muslim sekedar nama belaka.

Pentingnya Mentaati Keputusan Allah Swt. dan Rasul Allah

     Allah Swt. dalam Al-Quran tidak menginginkan agar manusia sekedar menjadi seorang Muslim  dengan hanya membaca dua Kalimah Syahadat, melainkan Dia menginginkan agar orang-orang Islam (Muslim)  berusaha   -- melalui ketaatan kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22)  – untuk meraih berbagai jenjang ketinggian  dalam hal akhlak dan ruhani  yang tak terhingga, firman-Nya:
 اِنَّ  الۡمُسۡلِمِیۡنَ وَ الۡمُسۡلِمٰتِ وَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ وَ الۡقٰنِتِیۡنَ وَ الۡقٰنِتٰتِ وَ الصّٰدِقِیۡنَ وَ الصّٰدِقٰتِ وَ الصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰبِرٰتِ وَ الۡخٰشِعِیۡنَ وَ الۡخٰشِعٰتِ وَ الۡمُتَصَدِّقِیۡنَ وَ الۡمُتَصَدِّقٰتِ وَ الصَّآئِمِیۡنَ وَ الصّٰٓئِمٰتِ وَ الۡحٰفِظِیۡنَ فُرُوۡجَہُمۡ وَ الۡحٰفِظٰتِ وَ الذّٰکِرِیۡنَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا وَّ الذّٰکِرٰتِ ۙ اَعَدَّ  اللّٰہُ   لَہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا  عَظِیۡمًا  ﴿﴾  وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا﴿﴾
Sesungguhnya الۡمُسۡلِمِیۡنَ وَ الۡمُسۡلِمٰتِ  --  laki-laki dan perempuan yang berserah diri, الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ  -- laki-laki  dan perempuan yang beriman,  الۡقٰنِتِیۡنَ وَ الۡقٰنِتٰتِ   -- laki-laki  dan perempuan  yang patuh, الصّٰدِقِیۡنَ وَ الصّٰدِقٰتِ   --  laki-laki  dan perempuan yang benar,  الصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰبِرٰتِ  -- laki-laki  dan perempuan yang sabar,      الۡخٰشِعِیۡنَ وَ الۡخٰشِعٰتِ َ -- laki-laki  dan  perempuan yang khusyuk,  الۡمُتَصَدِّقِیۡنَ وَ الۡمُتَصَدِّقٰتِ  -- laki-laki dan perempuan yang bersedekah, الصَّآئِمِیۡنَ وَ الصّٰٓئِمٰتِ   --  laki-laki  dan perempuan yang berpuasa,  الۡحٰفِظِیۡنَ فُرُوۡجَہُمۡ وَ الۡحٰفِظٰتِ   -- laki-laki  dan perempuan yang memelihara   kesucian mereka,  الذّٰکِرِیۡنَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا وَّ الذّٰکِرٰتِ   --  laki-laki  dan perempuan yang banyak mengingat Dia, اَعَدَّ  اللّٰہُ   لَہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا  عَظِیۡمًا    -- Allah telah menyediakan bagi  mereka itu ampunan dan ganjaran yang besar.   Dan sekali-kali tidak layak bagi laki-laki  yang beriman  dan tidak pula perempuan yang beriman,  apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sesuatu urusan bahwasanya mereka menjadikan pilihan sendiri dalam urusan dirinya. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh  ia telah sesat  suatu kesesatan yang nyata. (Al-Ahzāb (33]:36-37).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  19 Juli     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar