بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 299
Hakikat Perumpamaan Nikmat-nikmat Surgawi di Akhirat & Kesia-siaan Perbuatan Bid’ah
Para Pencari “Bidadari Surgawi”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai keadaan arwah
(ruh-ruh) di alam akhirat, Nabi
Besar Muhammad saw. menjelaskan mengenai ruh-ruh
para syuhada di dalam surga:
"Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’
itu ada di dalam tembolok burung hijau.
Baginya ada lentera-lentera yang
tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak
mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera
itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan Diri-Nya kepada mereka
dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah
kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan
sekehendak kami?” Rabb mereka
bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka
berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin
ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di
jalan Engkau sekali lagi.“ Maka
tatkala Dia melihat bahwasanya mereka
tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim).
Imam al
Darimi dalam sunannya meriwayatkan dari Masyruq, dia berkata: "Kami telah
bertanya kepada Abdullah tentang arwah
para syuhada'. Kalau bukan Abdullah,
maka tak seorangpun yang menyampaikannya kepada kami. Dia (Abdullah) berkata,
"Arwah para syuhada' di sisi Allah pada hari kiamat
berada di perut burung hijau. Dia memiliki
lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Dia terbang di dalam surga ke mana saja yang dikehendakinya.
Kemudian dia kembali ke lentera-lentera
tadi, lalu Rabb mereka memuliakan
mereka dengan berkata: "Apakah
kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab: "Tidak, kecuali kami
dikembalikan lagi ke dunia sehingga kami terbunuh (mati syahid di jalan
Allah) untuk kesekian kali."
Imam an Nawawi
dalam Syarh Shahih Muslim
menyebutkan, ". . . ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh
mereka dikembalikan ke jasad-jasad
mereka untuk berjihad lagi atau
untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah
Ta'ala dan merasakan nikmatnya
(gugur) di jalan Allah."
Hakikat Surga dan Neraka
yang Sebenarnya Tidak Ada yang Mengetahui
Tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikat
sebenarnya mengenai apa yang digambarkan
mengenai keadaan syuhada tersebut di alam akhirat, sebab
Allah Swt. telah berfirman:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ
اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa
mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah [32]:18).
Waktu Nabi
Besar Muhammad saw. menggambarkan
bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau saw. diriwayatkan
pernah bersabda: “Tiada mata pernah
melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak
pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat
kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan.
Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian
perbuatan dan tingkah-laku baik yang
telah dikerjakan orang-orang bertakwa
di alam dunia ini.
Kata-kata yang dipergunakan untuk
menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam
Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan.
Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia
dan nikmat Ilahi yang akan
dilimpahkan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh
lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan
atau dibayangkan (QS.87:15-20;
QS.93:5).
Nikmat-nikmat surgawi itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia, dan gambaran yang dikemukakan Allah Swt.
dalam Al-Quran mengenai nikmat-nikmat
surgawi tersebut hanyalah sebagai perumpamaan (QS.2:26-27) yang mengandung khazanah hikmah yang sangat dalam, yang
merupakan bagian dari petunjuk
Al-Quran.
Merupakan Gambaran Kiasan (Perumpamaan) Iman dan Amal Shaleh
Itulah sebabnya menurut Allah
Swt. dalam Al-Quran, bahwa berbagai gambaran mengenai berbagai keadaan dalam
surga -- mau pun dalam neraka -- pada hakikatnya merupakan kiasan (perumpamaan), dan yang mengandung makna (hakikat) yang sangat
halus dan dalam, dan termasuk ayat-ayat yang musyābihāt (QS.3:8), firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ
رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ
فِیۡہَاۤ
اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk
mereka ada kebun-kebun yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai. کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا -- setiap kali diberikan
kepada mereka buah-buahan dari kebun
itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ
رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah
direzekikan kepada kami sebelumnya”, بِہٖ مُتَشَابِہًا وَ اُتُوۡا
-- akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, ؕ وَ
لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ -- dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ
-- dan mereka akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:26).
Ayat
ini memberikan gambaran singkat berupa kiasan (perumpamaan) mengenai ganjaran
yang akan diperoleh orang-orang beriman di akhirat. Para kritikus Islam telah
melancarkan berbagai keberatan atas lukisan
itu. Kecaman-kecaman itu disebabkan oleh karena sama sekali, tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat surgawi.
Al-Quran – sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya -- dengan tegas mengemukakan bahwa ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat
mengenal hakikatnya (QS.32:18). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada
pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat
mengirakannya” (Bukhari).
Dengan
sendirinya timbul pertanyaan: Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal demikian
adalah karena seruan Al-Quran itu
tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang
yang maju dalam bidang ilmu, karena itu Al-Quran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang.
Dalam
menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran
telah mempergunakan nama benda yang
pada umumnya dipandang baik di bumi
ini, dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat hal-hal
itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik
di alam yang akan datang (akhirat – QS.87:18-20).
Untuk
menjelaskan perbedaan penting itulah
maka dipakainya kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan
duniawi dengan karunia-karunia
ukhrawi. Tambahan pula menurut Islam
kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah dalam artian bahwa hanya
akan terdiri atas keadaan ruhani,
bahkan dalam kehidupan di akhirat pun
ruh manusia akan mempunyai semacam tubuh tetapi tubuh itu tidak bersifat benda
seperti tubuh jasmani di dunia ini.
“Pengalaman Nyata” Dalam Mimpi
Orang
dapat membuat tanggapan terhadap keadaan
itu dari gejala-gejala mimpi.
Pemandangan-pemandangan yang disaksikan
orang dalam mimpi tidak dapat disebut
keadaan pikiran atau ruhani belaka, sebab dalam keadaan itu pun ia (orang yang bermmpi) punya jisim dan kadang-kadang ia mendapatkan
dirinya berada dalam kebun-kebun
dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu.
Sukar untuk mengatakan bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi
tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa minuman itu susu biasa yang ada di dunia ini dan pernah meminumnya.
Nikmat-nikmat ruhani
kehidupan di akhirat bukan akan
berupa hanya penyuguhan subyektif dari anugerah
Allah Swt. yang kita nikmati di dunia ini, bahkan sebaliknya, bahwa pada hakikatnya apa yang
kita peroleh di dunia ini hanyalah gambaran anugerah nyata dan benar
dari Allah Swt.. yang akan
dijumpai orang di akhirat. Tambahan
pula bahwa “kebun-kebun“ adalah gambaran atau kiasan (perumpamaan) iman, sedangkan “sungai-sungai”
adalah gambaran amal saleh.
Jadi,
petunjuk atau ajaran (pelajaran) yang dapat diperoleh dari perumpamaan mengenai gambaran
mengenai surga tersebut adalah, bahwa sebagaimana di dunia ini kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa keberadaan sungai-sungai, begitu pula iman tidak dapat tumbuh
berkembang dan segar serta sejahtera
tanpa perbuatan baik (amal shaleh).
Dengan demikian iman
dan amal shalih tidak dapat
dipisahkan untuk mencapai najat
(keselamatan). Di akhirat kebun-kebun
surgawi itu akan mengingatkan orang beriman akan imannya
dalam kehidupannya di dunia ini, sedangkan
sungai-sungai akan
mengingatkan kembali kepada amal salehnya
maka ia akan mengetahui bahwa iman dan amal salehnya tidak sia-sia.
Keliru
sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata: "Inilah yang telah
diberikan kepada kami dahulu", bahwa di surga orang-orang beriman akan
dianugerahi buah-buahan semacam yang
dinikmati mereka di bumi ini, sebab seperti telah diterangkan di atas keduanya tidak sama, sebagaiman dijelaskan oleh
Nabi Besar Muhammad saw. berdasarkan
QS.32:18: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada pula telinga telah
mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya” (Bukhari).
Buah-buahan di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa “buah-buahan
surgawi” itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat itu mereka akan berkata: ہٰذَا
الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- “inilah yang
telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “inilah apa yang telah dijanjikan Allah Swt. kepada kami.”
Kata-kata
“yang
hampir serupa” dalam ayat بِہٖ مُتَشَابِہًا
وَ اُتُوۡا – “akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya”, tertuju kepada persamaan antara kuantitas dan kualitas amal ibadah yang dilakukan oleh
orang-orang beriman di bumi ini dan buah
atau hasilnya di surga.
Amal
ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada orang-orang beriman sebagai hasil
atau buah dari “kebun surgawi” di akhirat.
Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di surge, dan makin baik pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya.
Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang dikehendaki para penghuni surga di akhirat hal tersebut terletak pada kekuatannya sendiri dalam mengamalkan
iman dan amal shalehnya di dunia
ini. Ayat: ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- “inilah yang
telah diberikan kepada kami dahulu.”
ini berarti pula bahwa makanan
ruhani orang-orang beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.
Kesia-siaan Perbuatan Bid’ah
Para Pencari “Bidadari Surgawi”
Makna
ayat ؕ وَ
لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ -- “dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci,” Al-Quran mengajarkan bahwa tiap-tiap makhluk
memerlukan pasangan (jodoh) untuk perkembangannya yang sempurna. Di dalam surga orang-orang bertakwa laki-laki dan perempuan akan mendapat jodoh suci untuk menyempurnakan perkembangan
ruhani dan melengkapkan kebahagiaan
mereka. Macam apakah jodoh itu hanya
dapat diketahui kelak di akhirat.
Orang-orang
beriman juga akan mempunyai jodoh-jodoh suci di surga. Di dunia ini,
istri yang baik adalah sumber
kegembiraan dan kesenangan
(QS.25:75; QS.30:22). Orang-orang beriman
berusaha mendapatkan istri yang
baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat.
Meskipun demikian kesenangan di surga
tidak bersifat kebendaan. Untuk
penjelasan lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat surga, lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
Orang-orang
yang mencari “bidadari-bidadari surgawi” di akhirat,
tetapi mereka melalaikan kewajibannya
terhadap keluarga mereka (istri dan
anak-anak mereka) yang menjadi tanggungjawab mereka (QS.4:35), dapat dipastikan
bahwa mereka itu tidak akan pernah
mendapatkan “bidadari surgawi” tersebut,
sebagaimana yang diiming-imingi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab berkenaan dengan “para pengantin” pelaku “bom
bunuh diri” atau pun mereka yang secara sadar telah menelantarkan
keluarga mereka dengan alasan melakukan “tabligh Islam”, yang marak
di Akhir Zaman ini.
Mengapa
demikian? Sebab Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda mengenai “orang-orang yang terbaik” di kalangan umat Islam dalam pandangan Allah Swt.: Khairukum, khairukum li ahlihi
-- “yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya”, wa ana khairukum li-ahli -- “dan
aku adalah yang terbaik dari antara kalian berkenaan dengan keluargaku”.
Beliau
saw. bersabda lagi: Wa rajulu rā’in fii buyutihi wa huwa mas-ūlun man ra’iyyatihii -- “laki-laki (suami) itu menjadi penggembala di rumahnya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang penggembalaannya.”
Mereka
itulah para suami Muslim hakiki yang digambarkan dalam firman Allah Swt.
berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ
ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerah-kanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan
kami menjadi penyejuk mata kami,
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān
[25]:75).
Mereka itulah para suami atau kepala keluarga yang benar-benar beruntung,
karena mereka akan kembali berkumpul di alam akhirat
dengan penuh kegembiraan dengan “keluarga besar” mereka dalam surga, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ
یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ
رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ شَیۡءٍ
رَّحۡمَۃً وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا
سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ عَذَابَ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ
وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾ وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ
یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ
ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud yang memikul ‘Arasy dan
yang di sekitarnya, mereka bertasbih dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka, mereka
beriman kepada-Nya dan mereka
memohon ampunan bagi orang-orang
yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan)
kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan
mengikuti jalan Engkau, dan lindungilah
mereka dari azab Jahannam. رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ
الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ
وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Hai Rabb (Tuhan) kami karena itu
masukkanlah mereka ke dalam surga-surga
abadi yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan begitu pun orang-orang
yang beramal saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan
mereka. Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
وَ قِہِمُ
السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ -- “Dan lindungilah
mereka dari segala keburukan. Dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-ke-burukan pada hari itu maka sungguh
Engkau telah mengasihinya,
dan yang demikian itu kemenangan yang besar.” (Al-Mu’min
[40]:8-19). Lihat pula QS.13:19-25; QS.52:18-22.
Kembali kepada QS.2:26-27, mengenai makna kata-kata وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- “dan mereka akan
kekal di dalamnya, ” berarti bahwa orang-orang beriman di surga
tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan
atau kemunduran (QS.66:9). Orang akan
mati hanya jika ia tidak dapat
menyerap zat makanan atau bila orang
lain membunuhnya. Tetapi karena makanan
surgawi akan benar-benar cocok
untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran
dengan sendirinya akan lenyap.
Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 Agustus
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar