Jumat, 22 Agustus 2014

Hakikat Perumpamaan "Nikmat-nikmat Surgawi" di Akhirat & Kesia-siaan Perbuatan Bid'ah Para Pencari "Bidadari Surgawi"

 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   299

 Hakikat Perumpamaan Nikmat-nikmat Surgawi di Akhirat & Kesia-siaan Perbuatan Bid’ah  Para Pencari “Bidadari Surgawi


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai keadaan arwah (ruh-ruh) di alam akhirat, Nabi Besar Muhammad saw. menjelaskan mengenai ruh-ruh para syuhada di dalam surga:
"Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan Diri-Nya kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan  Engkau sekali lagi.“ Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim).
         Imam al Darimi dalam sunannya meriwayatkan dari Masyruq, dia berkata: "Kami telah bertanya kepada Abdullah tentang arwah para syuhada'. Kalau bukan Abdullah, maka tak seorangpun yang menyampaikannya kepada kami. Dia (Abdullah) berkata, "Arwah para syuhada' di sisi Allah pada hari kiamat berada di perut burung hijau. Dia memiliki lentera-lentera yang tergantung di 'Arsy. Dia terbang di dalam surga ke mana saja yang dikehendakinya. Kemudian dia kembali ke lentera-lentera tadi, lalu Rabb mereka memuliakan mereka dengan berkata: "Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab: "Tidak, kecuali kami dikembalikan lagi ke dunia sehingga kami terbunuh (mati syahid di jalan Allah) untuk kesekian kali."
        Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan, ". . . ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh mereka dikembalikan ke jasad-jasad mereka untuk berjihad lagi atau untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah Ta'ala dan merasakan nikmatnya (gugur) di jalan Allah."  

Hakikat Surga dan Neraka yang Sebenarnya Tidak Ada yang Mengetahui

      Tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikat sebenarnya mengenai apa yang digambarkan  mengenai keadaan syuhada tersebut di alam akhirat, sebab Allah Swt. telah berfirman:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.  (As-Sajdah [32]:18).
         Waktu Nabi Besar Muhammad saw.  menggambarkan bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).    
        Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan. Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian perbuatan dan tingkah-laku baik yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini.
Kata-kata yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan. Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman  yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan atau dibayangkan (QS.87:15-20; QS.93:5).
         Nikmat-nikmat surgawi itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia, dan gambaran yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai nikmat-nikmat surgawi tersebut  hanyalah sebagai perumpamaan  (QS.2:26-27) yang mengandung khazanah hikmah yang sangat dalam, yang merupakan bagian dari petunjuk Al-Quran.

Merupakan Gambaran Kiasan  (Perumpamaan) Iman dan Amal Shaleh

       Itulah sebabnya menurut Allah Swt. dalam Al-Quran, bahwa berbagai  gambaran mengenai berbagai keadaan dalam surga -- mau pun dalam neraka --  pada hakikatnya merupakan kiasan (perumpamaan), dan  yang mengandung makna (hakikat) yang sangat halus dan dalam, dan termasuk ayat-ayat yang musyābihāt (QS.3:8), firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا  -- setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ  --  mereka berkata:     “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, بِہٖ مُتَشَابِہًا  وَ اُتُوۡا -- akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,   ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ  -- dan bagi mereka di dalamnya ada   jodoh-jodoh yang suci,   وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- dan mereka akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:26).
         Ayat ini memberikan gambaran   singkat berupa kiasan (perumpamaan) mengenai ganjaran yang akan diperoleh orang-orang beriman di akhirat. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan itu. Kecaman-kecaman itu disebabkan oleh karena sama sekali, tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat surgawi.
      Al-Quran – sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya -- dengan tegas mengemukakan bahwa ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya (QS.32:18). Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah bersabda: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya” (Bukhari).
        Dengan sendirinya timbul pertanyaan:  Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal demikian adalah karena seruan Al-Quran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu, karena itu Al-Quran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang.
        Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran telah mempergunakan nama benda yang pada umumnya dipandang baik di bumi ini,  dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat hal-hal itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik di alam yang akan datang (akhirat – QS.87:18-20).
        Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah maka dipakainya kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia ukhrawi. Tambahan pula menurut Islam  kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan ruhani, bahkan dalam kehidupan di akhirat pun ruh manusia akan mempunyai semacam tubuh tetapi tubuh itu tidak bersifat benda seperti tubuh jasmani di dunia ini.

Pengalaman Nyata” Dalam Mimpi

        Orang dapat membuat tanggapan terhadap keadaan itu dari gejala-gejala mimpi. Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan pikiran atau ruhani belaka, sebab dalam keadaan itu pun  ia  (orang yang bermmpi) punya jisim dan kadang-kadang ia mendapatkan dirinya berada dalam kebun-kebun dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu.
         Sukar untuk mengatakan bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa  minuman itu susu biasa yang ada di dunia ini dan pernah meminumnya.
       Nikmat-nikmat ruhani kehidupan di akhirat bukan akan berupa  hanya penyuguhan subyektif dari anugerah Allah Swt.  yang kita nikmati di dunia ini, bahkan  sebaliknya, bahwa pada hakikatnya apa yang kita peroleh di dunia ini  hanyalah gambaran anugerah nyata dan benar dari Allah Swt..   yang akan dijumpai orang di akhirat. Tambahan pula bahwa “kebun-kebun“ adalah gambaran atau kiasan (perumpamaan)  iman, sedangkan   sungai-sungai” adalah gambaran amal saleh.
        Jadi, petunjuk atau ajaran (pelajaran) yang dapat diperoleh dari perumpamaan mengenai gambaran  mengenai  surga  tersebut adalah,  bahwa sebagaimana di dunia ini kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa keberadaan sungai-sungai, begitu pula iman tidak dapat  tumbuh berkembang dan segar serta  sejahtera tanpa perbuatan baik (amal shaleh).
        Dengan demikian  iman dan amal shalih tidak dapat dipisahkan untuk mencapai najat (keselamatan). Di akhirat kebun-kebun surgawi itu akan mengingatkan orang beriman akan imannya dalam kehidupannya di dunia ini, sedangkan  sungai-sungai akan mengingatkan kembali kepada amal salehnya maka  ia akan mengetahui bahwa iman dan amal salehnya tidak sia-sia.
        Keliru sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata: "Inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu", bahwa di surga orang-orang beriman  akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati mereka di bumi ini, sebab seperti telah diterangkan di atas keduanya tidak sama, sebagaiman dijelaskan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  berdasarkan QS.32:18:  Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya” (Bukhari).  
     Buah-buahan di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa “buah-buahan surgawi” itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat itu mereka akan berkata:  ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ     -- “inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “inilah apa yang telah dijanjikan Allah Swt. kepada kami.”
Kata-kata     yang hampir serupa” dalam ayat  بِہٖ مُتَشَابِہًا  وَ اُتُوۡا – “akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya”,   tertuju kepada persamaan antara kuantitas dan kualitas   amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di bumi ini dan buah atau hasilnya di surga.
    Amal ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada orang-orang beriman  sebagai hasil atau buah dari “kebun surgawi” di akhirat. Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di surge, dan  makin baik pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya.
      Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang dikehendaki para penghuni surga di akhirat hal tersebut  terletak pada kekuatannya sendiri dalam mengamalkan iman dan amal shalehnya di dunia ini.   Ayat:  ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ     -- “inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu.”  ini berarti pula bahwa makanan ruhani orang-orang beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.

Kesia-siaan Perbuatan Bid’ah Para Pencari “Bidadari Surgawi

      Makna ayat   ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ  -- “dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,”   Al-Quran mengajarkan bahwa  tiap-tiap makhluk memerlukan pasangan (jodoh) untuk perkembangannya yang sempurna. Di dalam surga orang-orang bertakwa laki-laki dan perempuan akan mendapat jodoh suci untuk menyempurnakan perkembangan ruhani dan melengkapkan kebahagiaan mereka. Macam apakah jodoh itu hanya dapat diketahui kelak di akhirat.
        Orang-orang beriman juga akan  mempunyai jodoh-jodoh suci di surga.  Di  dunia ini,  istri yang baik adalah  sumber kegembiraan dan kesenangan (QS.25:75; QS.30:22). Orang-orang beriman  berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat. Meskipun demikian kesenangan di surga tidak bersifat kebendaan. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat surga, lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
         Orang-orang yang mencari “bidadari-bidadari surgawi  di akhirat, tetapi mereka melalaikan kewajibannya terhadap keluarga mereka (istri dan anak-anak mereka)  yang menjadi tanggungjawab mereka (QS.4:35),  dapat dipastikan bahwa mereka itu tidak akan pernah mendapatkan “bidadari surgawi” tersebut, sebagaimana yang diiming-imingi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab berkenaan dengan “para pengantin” pelaku “bom bunuh diri atau pun mereka yang secara sadar  telah menelantarkan keluarga mereka dengan alasan melakukan “tabligh Islam”,  yang marak di Akhir Zaman ini.
         Mengapa demikian? Sebab Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda mengenai “orang-orang yang terbaik  di kalangan umat Islam dalam pandangan Allah Swt.: Khairukum, khairukum li ahlihi  -- “yang terbaik di antara kalian  adalah yang terbaik terhadap  keluarganya”,  wa ana khairukum li-ahli   -- “dan aku adalah yang terbaik dari antara kalian berkenaan dengan keluargaku”.
       Beliau saw. bersabda lagi:  Wa rajulu rā’in fii buyutihi  wa huwa mas-ūlun man ra’iyyatihii  -- “laki-laki (suami) itu menjadi penggembala di rumahnya  dan ia akan diminta pertanggungjawaban  tentang penggembalaannya.”
Mereka itulah para suami Muslim  hakiki yang digambarkan dalam firman  Allah Swt.  berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerah-kanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
      Mereka itulah para suami atau kepala keluarga  yang benar-benar  beruntung,  karena  mereka   akan kembali berkumpul di alam akhirat dengan penuh kegembiraan dengan “keluarga besar” mereka dalam surga, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ  رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ  شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً  وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ  لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ  عَذَابَ  الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾  رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾  وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ  فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud  yang memikul ‘Arasy dan yang di sekitarnya, mereka bertasbih dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka, mereka beriman kepada-Nya dan mereka memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan) kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau, dan lindungilah mereka dari azab Jahannam.   رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --   Hai Rabb (Tuhan) kami karena itu masukkanlah mereka ke dalam surga-surga abadi yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan begitu pun  orang-orang yang beramal saleh  dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka  dan keturunan-keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana. وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ  فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ  --  “Dan lindungilah mereka dari segala keburukan.  Dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-ke-burukan pada hari itu  maka sungguh  Engkau telah mengasihinya, dan yang demikian itu  kemenangan yang besar.”  (Al-Mu’min [40]:8-19). Lihat pula QS.13:19-25; QS.52:18-22.
       Kembali kepada QS.2:26-27, mengenai  makna kata-kata  وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- “dan mereka akan kekal di dalamnya, ”   berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan atau kemunduran (QS.66:9). Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi  karena makanan surgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran dengan sendirinya akan lenyap.

Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  1 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar