Sabtu, 30 Agustus 2014

Penderitaan di "Jalan Allah" yang Hakiki adalah Penderitaan Akibat "Beriman kepada Rasul Allah" yang Kedatangannya Dijanjikan




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   304

   Penderitaan di Jalan Allah yang Hakiki  adalah Penderitaan Akibat Beriman kepada Rasul Allah yang Kedatangannya  Dijanjikan
    

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan  mengenai pentingnya  mempergunakan akal” secara benar itu pulalah yang disesali para ahli neraka mengenai ketololan diri mereka sendiri ketika mereka menjadi penghuni neraka jahannam,  padahal  rasul Allah telah memperingatkan mereka sebelumnya, firman-Nya:
تَکَادُ  تَمَیَّزُ مِنَ  الۡغَیۡظِ ؕ کُلَّمَاۤ  اُلۡقِیَ فِیۡہَا  فَوۡجٌ سَاَلَہُمۡ خَزَنَتُہَاۤ  اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ  نَذِیۡرٌ ﴿﴾  قَالُوۡا  بَلٰی قَدۡ جَآءَنَا  نَذِیۡرٌ ۬ۙ  فَکَذَّبۡنَا وَ قُلۡنَا مَا نَزَّلَ اللّٰہُ  مِنۡ شَیۡءٍ ۚۖ اِنۡ  اَنۡتُمۡ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ کَبِیۡرٍ﴿﴾
Hampir-hampir neraka itu pecah karena marah.  Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekelompok orang kafir akan bertanya kepada mereka penjaga-penjaganya: اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ  نَذِیۡرٌ  -- “apakah tidak pernah datang kepada kamu seorang Pemberi peringatan?” قَالُوۡا  بَلٰی قَدۡ جَآءَنَا  نَذِیۡرٌ -- Mereka berkata: “Benar,  sungguh  telah datang kepada kami seorang Pemberi peringatan   فَکَذَّبۡنَا وَ قُلۡنَا مَا نَزَّلَ اللّٰہُ  مِنۡ شَیۡءٍ  -- tetapi kami mendustakannya dan kami berkata: “Allah sekali-kali tidak menurunkan sesuatu pun,   اِنۡ  اَنۡتُمۡ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ کَبِیۡرٍ -- kamu tidak lain melainkan di dalam kesesatan yang besar.”  (Al-Mulk [67]:9-10).

Itikad Sesat  Tidak  Ada Lagi Nabi Sesudahnya

       Perkataan mereka  فَکَذَّبۡنَا وَ قُلۡنَا مَا نَزَّلَ اللّٰہُ  مِنۡ شَیۡءٍ  -- tetapi kami mendustakannya dan kami berkata: “Allah sekali-kali tidak menurunkan sesuatu pun” pada hakikatnya  bentuk lain dari  itikad sesat  lā nabiyya ba’dahu     -- tidak akan pernah ada lagi nabi sesudahnya” (QS.41:35; QS.72:8; QS.10:75). Selanjutnya “orang-orang yang bernasib malang” tersebut menyesali ketololan diri mereka sendiri, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا  لَوۡ  کُنَّا نَسۡمَعُ  اَوۡ نَعۡقِلُ مَا کُنَّا فِیۡۤ   اَصۡحٰبِ السَّعِیۡرِ ﴿﴾ فَاعۡتَرَفُوۡا بِذَنۡۢبِہِمۡ ۚ فَسُحۡقًا  لِّاَصۡحٰبِ السَّعِیۡرِ ﴿﴾  اِنَّ  الَّذِیۡنَ یَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ بِالۡغَیۡبِ لَہُمۡ مَّغۡفِرَۃٌ  وَّ  اَجۡرٌ  کَبِیۡرٌ ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Seandainya kami mendengarkan atau mempergunakan akal,   tentu kami  tidak akan termasuk penghuni Api yang menyala-nyala.” Maka mereka mengakui dosa-dosa mereka, maka kebinasaanlah bagi para penghuni Api yang menyala-nyala.     اِنَّ  الَّذِیۡنَ یَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ بِالۡغَیۡبِ لَہُمۡ مَّغۡفِرَۃٌ  وَّ  اَجۡرٌ  کَبِیۡرٌ  -- sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabb (Tuhan) mereka dalam keadaan tidak nampak, bagi mereka ada ampunan dan ganjaran besar. (Al-Mulk [67]:11-13).
  Makna lain dari ayat  لَوۡ  کُنَّا نَسۡمَعُ  اَوۡ نَعۡقِلُ مَا کُنَّا فِیۡۤ   اَصۡحٰبِ السَّعِیۡرِ -- Seandainya kami mengikuti peraturan-peraturan syariat atau mengikuti kata-hati dan pertimbangan akal, tentu kami  tidak akan termasuk penghuni Api yang menyala-nyala.”
 Jadi, betapa beruntungnya “orang-orang berakal” yang “mempergunakan akalnya   dengan benar, sebab mereka bukan saja dapat membaca Tanda-tanda Ilahi yang terdapat dalam Al-Quran, tetapi juga mampu membaca dan Tanda-tanda Zaman dan Tanda-tanda alam  yang terus menerus menampakkan kemurkaaannya, firman-Nya: 
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.   “Wahai Rabb (Tuhan) kami,  sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata: اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ     -- "Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu,"  فَاٰمَنَّا -- maka kami telah beriman.  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  -- Wahai Rabb (Tuhan) kami,   ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.”    (Ali ‘Imran [3]:193-194).

Perbedaan  Dzunub” dengan “Sayyiāt” (Keburukan-keburukan)

     Kembali kepada doa “orang-orang yang mempergunakan akal” yang mampu membaca Tanda-tanda Ilahi yang terdapat dalam Al-Quran,   juga mampu membaca dan Tanda-tanda Zaman dan Tanda-tanda alam  yang terus menerus menampakkan kemurkaaannya, firman-Nya: 
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun. “Wahai Rabb (Tuhan) kami,  sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata: اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ     -- "Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu,"  فَاٰمَنَّا -- maka kami telah beriman.  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  -- Wahai Rabb (Tuhan) kami,   ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,  hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.”  ” (Ali ‘Imran [3]:193-194).
        Makna  dzunub dalam ayat  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا – “Wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, yang umumnya menunjuk kepada kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahan dan kealpaan-kealpaan yang biasa melekat pada diri manusia, dapat melukiskan relung-relung gelap dalam hati, yang ke tempat itu Nur Ilahi tidak dapat sampai dengan sebaik-baiknya, sedangkan sayyi’at  dalam ayat  وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا  --   hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kamiyang secara relatif  merupakan kata yang bobotnya lebih keras, dapat berarti gumpalan-gumpalan awan debu yang menyembunyikan cahaya matahari ruhani dari pemandangan kita. Lihat pula ayat-ayat QS.2:82 dan QS.3:17.
         Bahwa pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, bukan saja erat kaitannya dengan terjadinya berbagai bentuk azab Ilahi -- jika manusia melakukan pendustaan dan penentangan secara zalim terhadapnya  -- tetapi juga beliau datang membawa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadanya. Itulah sebabnya Allah Swt. menyebut para  rasul Allah – terutama Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagai basyīran (pembawa kabar gembira)  mengenai ampunan serta rahmat Ilahi dan sebagai nadzīran (pemberi peringatan) tentang azab Ilahi (QS.2:120; QS.33:46; QS.34:29; QS.35:25; QS.41:5).

Buah Manis “Penderitaan” di Jalan Allah Swt.

      Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya  orang-orang yang berakal” tersebut berdoa:
رَبَّنَا وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾  فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
Wahai  Rabb (Tuhan) kami, karena itu berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah me-nyalahi janji.”  فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ      --   Maka Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka seraya berfirman:  اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ    -- “Sesungguhnya Aku pasti tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dari antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan. بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ   -- sebagian kamu adalah dari sebagian lain, فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا   -- maka orang-orang yang  hijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang disakiti pada jalan-Ku,  yang  berperang  dan  yang terbunuh, وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ   -- niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku  akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah,   dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Ali ‘Imran [3]:195-196).
           Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ayat  فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا   -- maka orang-orang yang  hijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang disakiti pada jalan-Ku,  yang  berperang  dan  yang terbunuh,”  hubungannya adalah sebagai akibat mereka telah beriman  kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan.  Inilah makna “jihad di jalan Allah” yang hakiki yang membuat Allah Swt. memenuhi “janji-janji-Nya” kepada mereka dengan perantaraan Rasul-Nya yang mereka imani, yakni وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ   -- niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku  akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah,   dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Ali ‘Imran [3]:195-196).
      Jadi, sungguh tidak benar pendapat bahwa untuk meraih derajat sebagai syuhada (saksi-saksi) di jalan Allah  adalah sekedar  membunuh” atau “terbunuh dengan mengatas-namakan agama, sebagaimana yang  marak terjadi di Akhir Zaman ini, yang semakin  merusak kesucian  agama Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108).

Makna Mendahulukan “Sabar” daripada  Shalat” (Doa)

        Sebagaimana telah dikemukakan dalam salah satu Bab sebelumnya mengenai Sunnatullah dalam firman Allah Swt. tersebut, ayat 154    --  tentang mendahulukan kata sabar daripada kata shalat (doa) –  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ   الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ   اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  mohonlah pertolongan dengan sabar  dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ  -- dan   janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa  mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ  --  dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan, وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah kabar gembira kepada  orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  --  yaitu orang-orang yang  apabila  suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- mereka berkata:  Sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali.  اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ  -- mereka itulah  orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah  yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:154-158).
         Perintah Allah Swt. dalam ayat   یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ -- “Hai orang-orang yang beriman,  mohonlah pertolongan dengan sabar  dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” mengandung satu asas yang hebat sekali untuk mencapai keberhasilan.
        Pertama, seorang Muslim harus sabar yakni tekun dalam usahanya dan sedikit pun tidak boleh berputus asa. Di samping itu ia harus menjauhi apa-apa yang berbahaya dan berpegang teguh kepada segala hal yang baik.  Itulah makna “sabar”.   
       Kedua, ia hendaknya mendoa kepada  Allah Swt.  untuk keberhasilan, sebab hanya Allah Swt.   sajalah Sumber segala kebaikan.
         Kata shabr (sabar) mendahului kata shalat dalam ayat ini dengan maksud untuk menekankan pentingnya melaksanakan hukum Ilahi yang terkadang diremehkan karena tidak mengetahui. Lazimnya doa akan terkabul hanya bila didampingi oleh penggunaan segala sarana yang dijadikan  Allah  Swt.   untuk mencapai sesuatu tujuan.
          Kata  ahya  dalam ayat  وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ  -- dan   janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa  mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari,” kata  ahya    itu jamak dari hayy yang antara lain berarti: (1) seseorang dengan amal yang diperbuat selama hidupnya tidak menjadi sia-sia; (2) orang yang kematiannya dituntut balas.
          Amwat itu jamak dari mayyit, yang selain  berarti orang mati, mengandung makna: (1) orang yang darahnya belum terbalas; (2) orang yang tidak meninggalkan penerus-penerus; (3) orang yang menderita sedih dan duka nestapa.
      Ayat  ini mengandung suatu kebenaran agung dari segi ilmu jiwa,  yang diperkirakan memberikan pengaruh hebat kepada kehidupan dan kemajuan suatu kaum. Suatu kaum yang tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang telah syahid secara sepatutnya dan tidak mengambil langkah-langkah untuk melenyapkan rasa takut mati dari hati mereka, sebenarnya telah menutup masa depan mereka sendiri.

Makna “Muslim  (Berserah Diri) yang Sebenarnya

         Ayat     وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ  --  dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan,”    merupakan kelanjutan yang tepat dari ayat yang mendahuluinya. Kaum Muslimin harus siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa mereka untuk kepentingan Islam tetapi mereka harus juga bersedia menderita segala macam kesedihan yang akan menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian di jalan Allah Swt..
    Hikmah dari ayat  الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  --  yaitu orang-orang yang  apabila  suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- mereka berkata: Sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali.       Allah Swt.  adalah Pemilik segala yang kita miliki, termasuk diri kita sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tidak ada batasnya, menganggap tepat untuk mengambil sesuatu dari kita, kita tidak punya alasan untuk berkeluh-kesah atau menggerutu.
      Oleh karena itu keliru beranggapan bahwa ucapan   اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  --    Sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali     hanya berhubungan dengan   kematian   saja, tetapi harus diucapkan juga   ketika orang-orang beriman mengalami berbagai ujian-ujian keimanan lainnya  sebagai  bukti keridhaan mereka terhadap kehendak Allah Swt., sebagai  bukti ke-Muslim-an (penyerahan diri) yang sempurna kepada Allah Swt.,  mengenai hal itu berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ  اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ  اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ   لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Rabb-ku (Tuhan-ku) kepada jalan lurus, agama yang teguh, مِّلَّۃَ  اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا  -- agama Ibrahim yang lurus,  وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ --  dan dia bukanlah dari   orang-orang musyrik.”  قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ   --  Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku,  kehidupanku, dan  kematianku  hanyalah untuk Allah, Rabb (Tuhan) seluruh  alam; لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ  -- tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah aku diperintahkan,  dan akulah orang pertama  yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  8 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar