Senin, 04 Agustus 2014

Akibat Buruk yang Timbul di Kalangan Umat Beragama Jika Terjadi "Masa Jeda" yang Panjang Pengutusan Rasul Allah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   282

    Akibat Buruk  yang Timbul  di Kalangan Umat beragama Jika Terjadi Masa Jeda yang Panjang  Pengutusan Rasul Allah  


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai berbagai  makna Lailatul Qadr (Malam Takdir), dan Allah Swt. telah menetapkan Nabi Besar Muhammad saw. dan  agama Islam (Al-Quran)  -- sebagai Rasul Allah pembawa amanat syariat terakhir dan tersempurna (QS.5:5:4) --  merupakan Lailatul- Qadr (Malam Takdir)  terbesar, sehingga siapa pun yang mencari agama selain Islam (Al-Quran) maka agama tersebut tidak akan diterima di  hadhirat Allah Swt. dan para pemeluknya di akhirat akan menjadi orang-orang yang merugi, firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّبۡتَغِ غَیۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِیۡنًا فَلَنۡ یُّقۡبَلَ مِنۡہُ ۚ وَ ہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan   barangsiapa mencari agama yang bukan agama Islam, maka  agama itu tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi. (Ali ‘Imran [3]:86).
    Ada pun alasan  penolakan Allah Swt. tersebut dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:
اِنَّ الدِّیۡنَ عِنۡدَ اللّٰہِ الۡاِسۡلَامُ ۟ وَ مَا اخۡتَلَفَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ سَرِیۡعُ  الۡحِسَابِ ﴿﴾
Sesungguhnya agama  yang benar di sisi Allah adalah Islam,  dan sekali-kali tidaklah berselisih orang-orang yang diberi Kitab melainkan setelah ilmu datang kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Dan barang-siapa kafir kepada Tanda-tanda Allah maka sesungguh-nya Allah sangat cepat dalam menghisab. (Ali ‘Imran [3]:20).

Pemberian Nama “Islam” dan “Muslim

       Semua agama senantiasa menanamkan kepercayaan Tauhid Ilahi dan kepatuhan kepada kehendak Allah Swt., namun demikian sesuai dengan sifat Rabbubiyah Allah Swt., -- dengan memperhatikan perkembangan jiwa manusia sebagaimana perkataan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) tentang kedatangan Roh KebenaranYohanes 16:12-13)  --   proses penyempurnaan hukum-hukum syariat (agama) tersebut  telah mencapai puncak kesempurnaannya dalam wujud agama Islam (Al-Quran – QS.2:107; QS.5:4), karena itu hanya dalam Islam (Al-Quran) sajalah paham kepatuhan   kepada kehendak Ilahi atau  penyerahan diri kepada kehendak Allah Swt. mencapai kesempurnaan, sebab kepatuhan sepenuhnya meminta pengejewantahan penuh Sifat-sifat Allah Swt.,   dan hanya pada Islam sajalah pengenjewantahan demikian telah terjadi. Jadi dari semua tatanan keagamaan hanya Islam yang berhak disebut agama Tuhan pribadi (agama Allah) dalam arti  yang sebenarnya. 
         Semua agama yang benar  yang bersumber  dari Allah Swt., lebih atau kurang, dalam bentuknya yang asli adalah agama Islam, sedang para pengikut agama-agama itu adalah Muslim dalam arti kata secara harfiah, (QS.2:129; QS.22:78-79), tetapi  nama Al-Islam tidak diberikan Allah Swt. kepada “agama-Nya  tersebut  sebelum tiba saat bila agama menjadi lengkap dalam segala  seginya, karena nama Islam  itu dicadangkan untuk syariat yang terakhir dan mencapai kesempurnaan dalam wujud Al-Quran, firman-Nya: 
اَلۡیَوۡمَ  یَئِسَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا مِنۡ دِیۡنِکُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡہُمۡ وَ اخۡشَوۡنِ ؕ اَلۡیَوۡمَ اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ وَ اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِیۡ وَ رَضِیۡتُ لَکُمُ الۡاِسۡلَامَ دِیۡنًا ؕ
Pada hari ini orang-orang yang kafir  telah  putus asa untuk merusak agama kamu, maka  janganlah takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. اَلۡیَوۡمَ اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ وَ اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِیۡ وَ رَضِیۡتُ لَکُمُ الۡاِسۡلَامَ دِیۡنًا   -- Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kamu bagi kamu  dan telah Kulengkapkan  nikmat-Ku atas kamu, dan  telah Kusukai  Islam sebagai aga-a bagi kamu (Al-Maidah [5]:4).
           Ikmāl (menyempurnakan) dan itmām (melengkapkan) merupakan akar-akar kata (masdar), yang pertama berhubungan dengan kaifiat (kualitas) dan yang kedua berhubungan dengan kammiat (kuantitas). Kata yang pertama menunjukkan bahwa ajaran-ajaran serta perintah-perintah mengenai pencapaian kemajuan jasmani, ruhani, dan akhlak manusia telah terkandung dalam Al-Quran dalam bentuk yang paripurna; sedang yang kedua (itmām  - melengkapkan) menunjukkan bahwa tidak ada suatu keperluan manusia yang lepas dari perhatian (diabaikan).  Kata  ikmāl (menyempurnakan)   berhubungan dengan perintah-perintah yang bertalian dengan segi fisik atau keadaan lahiriah manusia, sedang  itmām (melengkapkan)   berhu-bungan dengan segi ruhaniah dan batiniahnya.
       Sehubungan dengan pemberian nama Islam  kepada puncak kesempurnaan proses perkembangan agama (syariat)  tersebut, Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا  وَ اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ  لَعَلَّکُمۡ  تُفۡلِحُوۡنَ ﴿ۚٛ﴾  وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا  لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman,   rukuklah kamu, sujudlah, sembahlah Rabb (Tuhan) kamu, dan berbuatlah kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan.    Dan berjihadlah kamu di jalan Allah  dengan jihad  yang sebenar-benarnya, Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran pada kamu dalam urusan agama, مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ --  Ikutilah agama bapak kamu, Ibrahim,  ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ  -- Dia telah memberi kamu nama Muslimin  dahulu, وَ فِیۡ ہٰذَا --  dan dalam Kitab ini, لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ  --  supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu  dan supaya kamu menjadi saksi atas umat manusia.  فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ   -- maka dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia Pelindung kamu  maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung  dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj [22]:78-79).

Hubungan Bangsa Arab dengan Nabi Isma’il a.s.

        Kata-kata  ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ    -- “Dia telah memberi kamu nama Muslimin, dahulu dan dalam Kitab ini,” menunjuk kepada nubuatan Yesaya: “maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan oleh firman Tuhan .....” (Yesaya 62:2 dan 65:15). Sedangkan    isyarat dalam kata-kata وَ فِیۡ ہٰذَا  -- “dan dalam Kitab ini” ditujukan kepada doa  Nabi Ibrahim a.s. bersama Nabi Isma’il a.s. yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu:  رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ  -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, jadikanlah kami berdua ini hamba yang menyerahkan diri kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami jadikanlah satu umat yang menyerahkan diri  Engkau.” (QS.2:129).
       Semua doa  yang dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s. di lembah Bakkah (Mekkah) untuk keturunan beliau melalui Nabi Ismail a.s.  (Bani Isma’il) mencapai puncak pengabulannya ketika Allah Swt. ribuan tahun kemudian mengutus Nabi Besar Muhammad saw. dari kalangan Bani Isma’il atau  dari bangsa Arab Jahiliyah, firman-Nya:
رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾٪
“Ya Rabb (Tuhan) kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang meng-ajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mere-ka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:130).
       Ayat ini merupakan ikhtisar dari masalah pokok seluruh Surah Al-Baqarah, yang bukan hanya berisikan pemekarannya saja melainkan pula membahas berbagai pokok dalam urutan yang sama seperti disebut dalam ayat ini, yaitu mula-mula Tanda-tanda, kemudian Kitab, lalu hikmah syariat, dan yang terakhir ialah sarana-sarana untuk kemajuan nasional.
        Menarik sekali kiranya untuk diperhatikan di sini bahwa Al-Quran membicarakan dua doa Nabi Ibrahim a.s. secara terpisah. Pertama tentang keturunan Nabi  Ishaq a.s. dan yang kedua mengenai anak-cucu Nabi Isma’il a.s.   Doa pertama tercantum dalam QS.2:125  berkenaan dengan imam-imam  di kalangan Bani Israil, dan yang kedua dalam ayat ini.
         Dalam doanya mengenai keturunan Nabi Ishaq a.s.  Nabi Ibrahim a.s. memohon supaya imam-imam atau para mushlih (pembaharu) dibangkitkan dari antara mereka, tetapi beliau tidak menyebut tugas atau kedudukan istimewa mereka — mereka itu Mushlih-muslih rabbani (Pembaharu-pembaharu) biasa, yang akan datang berturut-turut untuk memperbaiki Bani Israil.
          Tetapi dalam doanya pada ayat ini Nabi Ibrahim a.s. memohon kepada Allah Swt.  agar membangkitkan di antara keturunan beliau  melalui Nabi Isma’il a.s., seorang Nabi Besar dengan tugas khusus. Perbedaan ini sungguh merupakan gambaran yang sejati lagi indah sekali tentang kedua cabang keturunan Nabi Ibrahim a.s..
          Dengan menyebut kedua doa Nabi Ibrahim a.s.  dalam ayat 125 dan 130, Surah Al-Baqarah  ini mengemukakan secara sepintas lalu kenyataan bahwa Nabi Ibrahim a.s. bukan hanya mendoa untuk kesejahteraan Bani Ishaq saja, melainkan juga untuk  keturunan Bani Isma'il,   putra sulungnya. Keturunan Nabi Ishaq a.s. kehilangan karunia kenabian karena perbuatan-perbuatan jahat mereka, maka Nabi Allah  yang dijanjikan dan diminta Nabi Ibrahim a.s.  dalam ayat ini harus termasuk keturunan Nabi Ibrahim a.s.  yang lain  yaitu anak-cucu  Nabi Isma'il a.s..  
          Untuk menegaskan bahwa Nabi Allah yang diharapkan dan dijanjikan itu harus seorang dari Bani Isma'il, Al-Quran dengan sangat tepat menuturkan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma'il a.s. (QS.2:128),  dan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s.   adalah untuk keturunan putra sulungnya, Nabi Isma’il a.s..
     Terhadap kesimpulan wajar ini para pengecam Kristen pada umumnya mengemukakan dua kecaman:
  1.  Bahwa Bible tidak menyebut janji  Allah apa pun kepada Nabi Ibrahim a.s.  mengenai Nabi Isma'il a.s..
  2. bahwa andaikata diakui bahwa Allah Swt. sungguh-sungguh telah memberikan suatu janji demikian, maka tidak ada bukti terhadap kenyataan bahwa Rasul agama Islam adalah keturunan Nabi Isma'il a.s..

 Jawaban Dua Keberatan Tentang Bani Isma’il

       Adapun tentang keberatan pertama, andaikata pun diperhatikan bahwa Bible tak mengandung nubuatan-nubuatan apa pun mengenai Nabi Isma'il a.s.   maka hal itu tidaklah berarti bahwa nubuatan demikian tidak pernah ada. Tambahan pula bila kesaksian Bible dapat dianggap membenarkan adanya sesuatu janji mengenai Nabi Ishaq a.s.  dan putra-putranya, mengapa kesaksian Al-Quran berkenaan dengan anak cucu Nabi  Isma'il a.s.  tidak dapat diterima sebagai bukti bahwa janji-janji telah diberikan pula oleh Allah Swt.    kepada Nabi Isma'il a.s.   dan anak-anaknya? Tetapi Bible sendiri mengandung penunjukan mengenai kesejahteraan hari depan putra-putra Nabi Isma'il a.s.  seperti dikandungnya mengenai kesejahteraan putra-putra Nabi Ishaq a.a.. . (Kejadian 16:10-12; 17:6-10; 17:18-20).
        Sebagai jawaban kepada keberatan kedua, bahwa seandainya pun perjanjian itu dianggap meliputi keturunan Nabi Isma'il a.s., masih harus pula dibuktikan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. termasuk Bani Isma'il a.s..  Butir-butir penjelasan  berikut ini dapat diperhatikan:
     (1) Kaum Quraisy, kabilah  Nabi Besar Muhammad saw.  berasal, senantiasa percaya dan menyatakan diri sebagai keturunan Nabi Isma'il a.s.   dan pengakuan itu diakui oleh semua bangsa Arab.
      (2) Jika pengakuan kaum Quraisy dan juga pengakuan suku-suku Bani Isma'il lainnya dari tanah Arab sebagai keturunan Nabi Isma'il a.s.  itu tidak benar, maka keturunan Nabi Isma'il a.s. yang sungguh-sungguh tentu akan membantah pengakuan palsu demikian itu, tetapi setahu orang, keberatan demikian tidak pernah diajukan.
      (3). Dalam Kejadian 17:20 Tuhan telah berjanji akan memberkati Nabi Isma'il a.s..  melipatgandakan keturunannya, menjadikannya bangsa besar dan ayah 12  pangeran. Jika bangsa Arab bukan keturunannya, lalu mana bangsa yang dijanjikan itu? Suku-suku Bani Isma'il di tanah Arab sungguh-sungguh merupakan satu-satunya yang mengaku berasal dari   Nabi sma'il a.s..  
       (4) Menurut Kejadian 21:8-14, Siti Hajar terpaksa meninggalkan rumahnya untuk memuaskan rasa angkuh Sarah, ibu Nabi Ishaq a.s.. Jika beliau tidak dibawa ke Hijaz, di manakah sekarang keturunannya dapat ditemukan dan di manakah tempat pembuangannya?
       (5) Ahli-ahli ilmu bumi bangsa Arab semuanya sepakat bahwa Faran itu adalah nama yang diberikan kepada bukit-bukit Hijaz (Mu’jam al-Buldan).
(6). Menurut Bible, keturunan   Nabi Isma'il a.s.  menghuni wilayah “dari negeri Hawilah sampai ke Syur” (Kejadian 25:18), dan kata-kata “dari Hawilah sampai ke Syur” menunjukkan ujung-ujung bertentangan negeri Arab (Biblical Cyclopaedia by J. Eadie, London 1862).
        (7). Bible menyebut Isma’il “seorang bagai hutan lakunya” (Kejadian 16:12) dan kata A’rabi (“Penghuni padang pasir”) mengandung arti hampir sama pula.
      (8). Bahkan Paulus mengakui adanya hubungan antara Siti Hajar dengan tanah Arab (Galatia 4:25).
      (9). Kedar itu seorang putra Nabi Isma’il a.s. dan telah diakui bahwa keturunannya menduduki wilayah selatan tanah Arab (Biblical Cyclopaedia London 1862).
        (10). Prof. C.C. Torrey mengatakan: “Orang-orang Arab itu Bani Isma’il menurut riwayat bangsa Ibrani ....   Dua belas orang raja" (Kejadian 17:20), yang kemudian disebut dalam Kejadian 25:13-15, menggambarkan suku-suku Arab atau daerah-daerah di negeri Arab, perhatikanlah terutama Kedar, Duma (Dumatul Jandal), Teima. Bangsa besar itu ialah penduduk Arab” (Jewish Foundation of Islam, halaman 83). “Orang-orang Arab menurut ciri-ciri jasmani, bahasa, adat kebiasaan asli .... dan dari persaksian Bible umumnya dan pada dasarnya adalah Bani Isma’il” (Cyclopaedia of Biblical Literature, New York, halaman 685).
        (11). “Marilah kita senantiasa mencela kecenderungan kotor anak-anak Hajar karena terutama kaum (suku) Quraisy, mereka itu serupa dengan binatang” (Leaves from Three Ancient Qur’an, edited by the Rev. Mingana, D.D. Intro. xiii).
        Celaan keras  yang dikemukakan dalam poin nomor 11 secara logika dapat diterima akal sehat, sebab  -- sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya  --  sejak Nabi Isma’il a.s. sampai dengan masa menjelang pengutusan  Nabi Besar Muhammad saw., selama ribuan tahun  Allah Swt. tidak pernah membangkitkan seorang rasul Allah pun di kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab) tersebut, seakan-akan selama ribuan tahun jazirah Arabia  tidak pernah disirami dengan air hujan sehingga wilayah tersebut  merupakan hamparan gurun pasir dan gunung-gunung batu belaka, yang tidak menarik minat bagi   penguasa mana pun untuk menguasainya, termasuk kerajaan Romawi mau pun kerajaan Iran.
        Jadi, sangat wajar jika keturunan Nabi Isma’il a.s.   – yakni bangsa Arab -- tersebut kemudian menjadi bangsa yang tenggelam ke dalam berbagai bentuk kejahiliyahan yang sangat berat, sebab hal tersebut sesuai dengan Sunnatullah bahwa terdapat kesejajaran antara keadaan jasmani dengan keadaan ruhani, bahwa apabila  suatu wilayah  dalam waktu yang lama tidak pernah disirami air hujan  akan seperti keadaan  wilayah dan keadaan  bangsa Arab jahiliyah.

Akibat Buruk Masa Jeda yang Panjang   Pengutusan Rasul Allah  

     Berikut firman-Nya mengenai akibat buruk  apabila  kepada suatu bangsa  Allah Swt.   tidak pernah lagi mengutus Rasul Allah  dan menurunkan wahyu Ilahi kepada mereka   -- yang merupakan “hujan ruhani  bagi  pertumbuhan akhlak dan ruhani bangsa tersebut – firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿٪ ﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang  menjelaskan syariat kepada kamu  pada masa jeda pengutusan rasul-rasul, supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak pernah datang kepada kami  seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.”  Padahal sungguh  telah datang kepada kamu seorang pembawa kabar gembira  dan pemberi peringatan., dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Maidah [5]:20).
       Sejarah bungkam perihal apakah ada seorang nabi Allah pernah datang di salah satu negeri di antara zaman  Nabi Besar  Muhammad saw.  dengan zaman Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., .  yang pasti ialah sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab tiada seorang nabi Allah pun datang dalam jangka waktu itu, sebab Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai as-Sā’ah (tanda Saat/Kiamat- QS.43:58-62) merupakan nabi Allah terakhir yang diutus di kalangan Bani Israil (QS.2:88-89).
      Pada hakikatnya, dunia telah mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia. Beberapa pernyataan dari sumber yang diragukan (Kalbi) menyebutkan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  disusul oleh beberapa nabi, di antaranya Khalid bin Salam termasuk seorang dari antara mereka. Tetapi  Nabi Besar Muhammad saw.  menurut riwayat pernah bersabda bahwa antara beliau saw. dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tidak ada nabi (Bukhari).
      Berikut akibat buruk yang timbul apabila di kalangan umat beragama   -- termasuk di kalangan umat Islam --  dalam waktu yang lama  Allah Swt. tidak mengutus Rasul Allah dan  menurunkan wahyu Ilahi, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ   -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka  lalu   hati mereka menjadi keras,  وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?   اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا  -- ketahuilah, bahwasanya  Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.  قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ  -- sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
      Jadi, apabila di Akhir Zaman ini di kalangan umumnya umat beragama – termasuk di kalangan umat Islam   -- merebak berbagai kelompok yang menyukai tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama  merupakan  benarnya pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut:    فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ   -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka  lalu   hati mereka menjadi keras,  وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka.”
      Yakni, sebagaimana  kejahiliyah  pernah melanda bangsa Arab akibat lamanya “masa jeda pengutusan Rasul Allah” antara Nabi Isma’il a.s. dengan Nabi Besar Muhammad saw., demikian pula halnya yang terjadi di Akhir Zaman ini, karena sejak pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sampai dengan menjelang diutus-Nya Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Rasul Akhir Zaman yang dibangkitkan di kalangan umat Islam, Allah Swt.  tidak pernah mengutus seorang Rasul Allah, sehingga di Akhir Zaman ini keadaan jahiliyah  kembali melanda umat manusia – termasuk kalangan umat beragama.
      Oleh karena itu  di Akhir zaman ini – kecuali   umat Islam dari kalangan Jemaat Ahmadiyah   --  berbagai konflik agama maupun konflik  dalam bidang poleksosbud (politik, sosial, ekonomi dan budaya)  pada umumnya dilakukan dengan cara-cara kekerasan  -- termasuk    konflik berbagai kepentingan di Timur Tengah,   khususnya di Palestina, yang pada kenyataannya merupakan pertentangan abadi antara kedua keturunan Nabi Ibrahim a.s. yaitu  Bani Israil   dengan Bani Isma’il. Wallāhu ‘alamu.

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  11 Juli     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar