بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 286
Kemurkaan Allah Swt. Terhadap Pembunuh Sesama Muslim & “Jihad Akbar“ Sayyidina Ali bin Abi
Thalib r.a. Melawan “Hawa Nafsu”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya -- sehubungan
dengan Al-Baqarah
[2]:73-75) -- telah
dikemukakan mengenai
tujuan pelaksanaan hukuman mati
terhadap Ka’b bin Asyraf, seorang
pemuka kaum Yahudi, hanya
sebagian dari hukuman terhadap kejahatannya, dan hukuman selebihnya disisihkan untuk di akhirat.
Dengan penggunaan kata qataltum dalam
bentuk jamak, Al-Quran menganggap seluruh
masyarakat Yahudi bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Tetapi karena hukuman
mati itu diuntukkan bagi biang
keladinya saja, maka kata pengganti hu itu tertuju kepada Ka’b bin Asyraf.
Mencegah Pembunuhan Berantai & Semakin Kerasnya Hati Orang-orang Yahudi
Menurut
arti ayat itu kata-kata ؕ کَذٰلِکَ یُحۡیِ اللّٰہُ الۡمَوۡتٰی -- “demikianlah Allah menghidupkan yang mati”
berarti bahwa pembalasan itu atau penghukuman merupakan cara yang berhasil-guna untuk memberi hidup kepada orang mati, sebab dengan jalan itu orang-orang yang mungkin akan
menjadi calon pembunuh dalam rangka membalas dendam, akan tercegah
dari melakukan pembunuhan-pembunuhan
lebih lanjut.
Bahwa pembalasan itu merupakan cara yang yang paling berpengaruh untuk pemberian
hidup kepada yang telah mati ada
disinggung dalam QS.2:180. Tambahan pula orang-orang
Arab zaman jahiliyah memandang orang
yang terbunuh dan darahnya belum dituntut balas sebagai orang mati, dan memandang orang yang kematiannya telah dituntut balas sepenuhnya sebagai orang hidup.
Seorang ahli syair Arab, Harits
bin Hilzah, mengatakan: "In nabasytum mā baina malhata wal shaqib fīha
al-amwātu wal-ahyā-u" artinya:
"Jika kamu gali pekuburan
antara Malhah dan Shaqib kamu akan menjumpai di dalamnya orang-orang yang mati
maupun orang-orang hidup", yakni mereka yang terbunuhnya telah tertebus.
Pembunuhan terhadap orang Islam tak berdosa yang disebut dalam ayat-ayat sebelumnya
mencap nasib orang-orang Yahudi. yang kemudian kian keras hati mereka seolah-olah menjadi batu, bahkan lebih keras lagi. Itulah
makna ayat -- “ ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ اَشَدُّ قَسۡوَۃً --
lalu hati kamu menjadi keras sesudah itu
hingga seperti batu-batu atau lebih keras lagi,” firman-Nya:
وَ اِذۡ
قَتَلۡتُمۡ نَفۡسًا فَادّٰرَءۡتُمۡ فِیۡہَا ؕ وَ اللّٰہُ
مُخۡرِجٌ مَّا کُنۡتُمۡ
تَکۡتُمُوۡنَ ﴿ۚ﴾ فَقُلۡنَا
اضۡرِبُوۡہُ بِبَعۡضِہَا ؕ کَذٰلِکَ یُحۡیِ اللّٰہُ الۡمَوۡتٰی ۙ وَ یُرِیۡکُمۡ اٰیٰتِہٖ
لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ ثُمَّ
قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ
کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ
اَشَدُّ قَسۡوَۃً ؕ وَ اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ
فَیَخۡرُجُ
مِنۡہُ الۡمَآءُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ
خَشۡیَۃِ اللّٰہِ ؕوَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika kamu berusaha membunuh seseorang
lalu kamu berselisih mengenai
hal itu, padahal Allah akan
menyingkapkan apa yang selalu kamu sembunyikan. Maka Kami berfirman: “Bandingkanlah peristiwa
ini dengan beberapa peristiwa
semacamnya, barulah akan kamu ketahui hakikatnya.” Demikianlah Allah
menghidupkan yang mati dan memperlihatkan
Tanda-tanda-Nya kepada kamu supaya kamu
mengerti. ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ اَشَدُّ قَسۡوَۃً
-- lalu hati
kamu menjadi keras sesudah itu hingga seperti
batu-batu atau lebih keras lagi, وَ اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ -- dan sesungguhnya di antara batu-batu pun
benar-benar ada yang darinya memancar
sungai-sungai, وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ فَیَخۡرُجُ مِنۡہُ الۡمَآءُ --
dan sesungguhnya di antaranya benar-benar
ada yang terbelah lalu keluar air
darinya. وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ خَشۡیَۃِ اللّٰہِ -- dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang jatuh menyungkur
karena takut kepada Allah, وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعۡمَلُوۡنَ --
dan Allah sekali-kali tidak lalai
terhadap apa yang kamu kerjakan.
(Al-Baqarah [2]:73-75).
Ayat ini selanjutnya mengatakan bahwa sekali
pun benda-benda mati seperti batu ada suatu kegunaannya, tetapi orang-orang
Yahudi telah menjadi demikian rusak sehingga mereka jauh dari berbuat suatu
kebajikan karena niat menjadi orang baik, bahkan mereka tidak mau berbuat sesuatu yang
dapat disebut suatu kebajikan sekali
pun tanpa disengaja.
Mereka telah menjadi lebih buruk daripada batu, sebab batu pun ada kalanya keluar air yang orang dapat meraih faedah
darinya: وَ اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ -- dan sesungguhnya di antara batu-batu pun
benar-benar ada yang darinya memancar
sungai-sungai, وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ فَیَخۡرُجُ مِنۡہُ الۡمَآءُ --
dan sesungguhnya di antaranya benar-benar
ada yang terbelah lalu keluar air
darinya.”
Tidak Semua Orang Yahudi
Buruk & Kemurkaan Allah Swt. Kepada Mereka yang Sengaja Membunuh Sesama Muslim
Tetapi pernyataan itu tidak mengena kepada seluruh bangsa Yahudi, sebab tidak syak lagi ada beberapa orang Yahudi yang hatinya dicekam oleh rasa
takut kepada Allah Swt.. Mengenai
orang-orang itu Al-Quran mengatakan: وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ خَشۡیَۃِ اللّٰہِ -- di antaranya (yaitu di antara hati)
ada yang jatuh menyungkur karena takut kepada Allah,” kata ganti ha
di sini pengganti qulub (hati) dan bukan sebagai ganti hajar
(batu). Al-Quran mengandung beberapa contoh dari apa yang disebut intisyar
al-dama’ir, yaitu kata-kata ganti serupa
yang terdapat dalam ayat itu menggantikan berbagai kata benda (QS.48:10).
Dengan demikian jelaslah, bahwa mereka atau pihak-pihak yang terlibat peperangan sengit di
berbagai wilayah Timur Tengah saat ini -- siapa pun mereka itu – pada umumnya dilandasi
oleh hati mereka yang telah
menjadi keras membatu atau keras
membesi, sehingga sebagaimana jika batu
atau besi berbenturan dengan benda-benda yang sama kerasnya akan menimbulkan percikan
api, demikian pula yang saat ini terjadi di berbagai wilayah konflik di dunia ini, baik antara mereka yang berbeda agama dan keyakinan mau pun antara mereka yang menganut agama yang sama hanya berbeda firqah
dan pemahaman saja, senantiasa
menimbulkan berbagai bentuk “kobaran api”
penderitaan
Ada pun yang sangat memprihatinkan adalah konflik kepentingan yang terjadi di
kalangan sesama Muslim di berbagai
wilayah -- termasuk tawuran antara kampung dan antara
desa --
bahwa yang menjadi korban adalah sesama Muslim, baik sebagai pelaku konflik mau pun mereka yang hanya
kena imbas
langsung dari konflik kepentingan
tersebut, sehingga di antaranya
mereka terpaksa harus pergi meninggalkan negeri mereka untuk mencari suaka di berbagai negeri lainnya yang mereka anggap aman, dan ironisnya adalah negeri-negeri
yang menjadi tujuan mereka adalah negeri-negeri non-Muslim.
Berikut firman Allah Swt. yang patut mendapat perhatian mereka yang terlibat
dalam konflik kepentingan dan
mengaku sebagai Muslim serta apa yang lakukan – termasuk melakukan pembunuhan terhadap sesama Muslim – dengan mengatasnamakan agama, firman-Nya:
وَ مَا
کَانَ لِمُؤۡمِنٍ اَنۡ یَّقۡتُلَ مُؤۡمِنًا اِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَ مَنۡ قَتَلَ
مُؤۡمِنًا خَطَـًٔا فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ وَّ دِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ
اِلٰۤی اَہۡلِہٖۤ اِلَّاۤ اَنۡ
یَّصَّدَّقُوۡا ؕ فَاِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍ عَدُوٍّ لَّکُمۡ وَ ہُوَ مُؤۡمِنٌ
فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍۭ بَیۡنَکُمۡ وَ
بَیۡنَہُمۡ مِّیۡثَاقٌ فَدِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ اِلٰۤی اَہۡلِہٖ وَ تَحۡرِیۡرُ
رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ۚ فَمَنۡ لَّمۡ
یَجِدۡ فَصِیَامُ شَہۡرَیۡنِ مُتَتَابِعَیۡنِ ۫ تَوۡبَۃً مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَلِیۡمًا حَکِیۡمًا ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ
جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ
اَعَدَّ لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak patut bagi seorang yang
beriman membunuh seorang yang beriman
lainnya kecuali tidak sengaja.
Dan barangsiapa membunuh seorang beriman dengan tidak
sengaja maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar tebusan untuk diserahkan kepada
ahli waris di terbunuh, kecuali jika
mereka merelakan sebagai sedekah.
Tetapi jika ia yang terbunuh itu dari kaum yang bermusuhan dengan kamu dan ia seorang yang beriman maka cukuplah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. Dan jika ia dari
kaum yang antara kamu dan mereka ada
suatu perjanjian persekutuan, maka bayarlah tebusan untuk diserahkan kepada ahli warisnya dan memerdekakan pula seorang budak yang
beriman. Tetapi
barangsiapa tidak memperoleh budak yang beriman maka ia
wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, keringanan ini suatu
kasih-sayang dari Allah, dan Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. وَ مَنۡ
یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ
غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ
لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا -- Dan barangsiapa membunuh seorang yang
beriman dengan sengaja maka balasannya
adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang besar. (An-Nisā[4]:94-95).
Pernyataan keras Allah Swt. dalam akhir
ayat tersebut sangat tepat, sebab mereka yang melakukan perbuatan yang sangat dimurkai Allah Swt. benar-benar telah
menghancurkan tujuan utama Allah Swt. mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh Allah” (QS.21:108)
dan sebagai suri
teladan terbaik (QS.33:22) dalam
rangka terciptanya “umat terbaik”
yang dibangkitkan untuk kepentingan seluruh
manusia (QS.2:144; QS.3:111).
Alasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
Melepaskan Lawannya yang meludahi Beliau dari Kematian
Sungguh menjadi suatu hal yang “sia-sia” belaka Allah Swt. menurun
agama Islam (Al-Quran) sebagai
agama (Kitab suci) terakhir dan tersempurna (QS.5:4) dan mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai suri
teladan terbaik bagi orang-orang yang mengharapkan bertemu
dengan Allah Swt. di dunia ini juga dan di alam akhirat, dan sebagai suri teladan
terbaik bagi orang-orang yang banyak mengingat Allah (QS.33:22), jika
kemudian – bertentangan dengan Sunnah
Nabi Besar Muhammad saw. -- ditetapkan
bahwa semua itu cukup hanya
dengan membunuh atau terbunuh di jalan Allah Swt. pasti
mereka akan menjadi para penghuni surga, sekali pun yang dibunuh itu adalah sesama Muslim juga.
Dalam rangka menghindarkan orang-orang Islam dari melakukan perbuatan yang dimurkai Allah Swt. --
berupa membunuh sesama Muslim dengan sengaja -- tersebut,
Allah Swt. selanjutnya memberikan peringatan
kepada mereka, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَتَبَیَّنُوۡا وَ
لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ اَلۡقٰۤی اِلَیۡکُمُ السَّلٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنًا ۚ
تَبۡتَغُوۡنَ عَرَضَ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۫ فَعِنۡدَ اللّٰہِ مَغَانِمُ
کَثِیۡرَۃٌ ؕ کَذٰلِکَ کُنۡتُمۡ مِّنۡ قَبۡلُ فَمَنَّ اللّٰہُ عَلَیۡکُمۡ
فَتَبَیَّنُوۡا ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرًا ﴿﴾
Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu pergi berjihad
di jalan Allah maka
selidikilah dengan jelas dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang
memberi salam kepada kamu: “Engkau
bukan orang yang beriman!” Jika berlaku demikian berarti kamu hendak mencari harta kehidupan di
dunia, padahal di sisi
Allah banyak harta kekayaan. Seperti itulah keadaan kamu dahulu lalu Allah
memberi karunia kepada kamu, karena
itu selidikilah dengan jelas,
sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Mengetahui mengenai apa pun yang kamu kerjakan. (An-Nisā[4]:95).
Perbuatan nyata yang dilakukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. ketika beliau
tidak jadi membunuh lawannya
yang sudah dijatuhkannya dalam suatu pergulatan, hanya karena
alasan bahwa beliau saw. menjadi marah
akibat lawannya telah meludahi beliau, hal itu membuktikan
bahwa betapa luhurnya tujuan berperang
di jalan Allah yang disunnahkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw.. Berikut adalah
peristiwa yang sangat menggugah hati
dan perasaan tersebut:
Pada suatu pertempuran, Ali bin Abi Thalib r.a. menjatuhkan
lawannya. Kemudian ia meletakkan kakinya
di atas dada lawannya lalu menempelkan
pedangnya ke leher lawan tersebut. Tetapi ia tidak segera membunuh orang itu. Orang itu berteriak dengan
marah, “Mengapa engkau tidak segera membunuhku?” Aku adalah
musuh engkau. Mengapa engkau hanya berdiri saja?“ Lalu ia
meludahi muka Ali bin Abi Thalib r.a..
Mulanya Ali bin Abi Thalib r.a.
menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu
dan menarik kembali pedangnya, Ali
menjawab, “Aku bukan musuh engkau, musuh yang sebenarnya
adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku,
tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan
keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuh engkau dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang
yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang
kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku
tidak membunuh engkau”.
Diceritakan bahwa setelah mendengar jawaban Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. tersebut kemudian orang
kafir tersebut menyatakan beriman
kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw., dan peristiwa
tersebut merupakan pengamalan nyata
dari firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مَنۡ
اَحۡسَنُ قَوۡلًا مِّمَّنۡ دَعَاۤ اِلَی اللّٰہِ وَ عَمِلَ
صَالِحًا وَّ قَالَ اِنَّنِیۡ مِنَ
الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَسۡتَوِی
الۡحَسَنَۃُ وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ
اِدۡفَعۡ بِالَّتِیۡ ہِیَ
اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ عَدَاوَۃٌ کَاَنَّہٗ وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ ﴿﴾ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا
ذُوۡحَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ وَ اِمَّا یَنۡزَغَنَّکَ مِنَ الشَّیۡطٰنِ نَزۡغٌ
فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ ؕ اِنَّہٗ ہُوَ
السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih baik pembicaraannya
daripada orang yang mengajak manusia kepada
Allah dan beramal saleh serta
berkata: ”Sesungguhnya aku pun termasuk
orang-orang yang berserah diri.” Dan tidaklah
sama kebaikan dan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baik-nya maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan akan menjadi
seperti seorang sahabat yang setia. Dan
sekali-kali tidak dianugerahi itu
kecuali orang-orang yang sabar, dan sekali-kali tidak dianugerahi itu kecuali orang yang memiliki bagian besar
dalam kebaikan. Dan jika godaan dari syaitan menggoda engkau maka mohonlah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia
Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Al-Fushshilat [41]:34-36).
Tidak Diperlukan Paksaan dan Kekerasan Dalam Melaksanakan Da’wah
Islam & Tanda-tanda “Hamba-hamba Tuhan
Yang Maha Pemurah”
Nabi Besar Muhammad saw. bersabda
mengenai tujuan diutusnya beliau oleh Allah Swt. dengan mengemban amanat Islam (Al-Quran): innama bu itstu li utammima makarimal akhlaq
-- sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlaq manusia.”
Jadi, tujuan utama da’wah Islam adalah memperlihatkan akhlak yang tinggi, firman-Nya:
وَ لَا تَسۡتَوِی الۡحَسَنَۃُ وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ اِدۡفَعۡ بِالَّتِیۡ
ہِیَ اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ
بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ عَدَاوَۃٌ
کَاَنَّہٗ وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ -- dan tidaklah
sama kebaikan dan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baik-nya maka tiba-tiba ia yang di antara engkau dan dirinya ada
permusuhan akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia.”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
orang-orang Islam yang mampu
melakukan tindakan yang sangat terpuji -- seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. –
tersebut: وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا
الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا ذُوۡحَظٍّ عَظِیۡمٍ -- “dan
sekali-kali tidak dianugerahi itu
kecuali orang-orang yang sabar, dan sekali-kali tidak dianugerahi itu kecuali orang yang memiliki bagian besar
dalam kebaikan.”
Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. memberikan petunjuk cara menghindarkan
diri dari “godaan syaitan” -- dalam hal ini adalah kemarahan yang ditimbulkan
oleh ucapan dan tindakan buruk dari orang-orang
kafir -- firman-Nya: وَ اِمَّا یَنۡزَغَنَّکَ مِنَ الشَّیۡطٰنِ نَزۡغٌ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ ؕ
اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ -- “Dan jika godaan dari syaitan menggoda engkau
maka mohonlah perlindungan kepada Allah,
sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Tindakan yang dilakukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
tersebut merupakan pengamalan nyata
dari sabda Nabi Besar Muhammad saw. seusai meraih kemenangan dalam Perang Badar, yang dalam segala seginya sangat tidak seimbang antara 1000 orang pasukan kafir Quraisy Mekkah pimpinan Abu jahal dengan 313 orang
Islam. Beliau saw. bersabda bahwa, “Kita
baru saja selesai melakukan jihad kecil dan akan menghadapi jihad besar.” Ketika ditanyakan
apa yang dimaksud dengan jihad besar tersebut
beliau saw. menjawab, “Jihadun-nafs” (jihad melawan hawa nafsu).
Allah Swt. menyebut orang-orang beriman hakiki
yang seperti itu ‘ibādur- rahmān (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah),
firman-Nya:
وَ
عِبَادُ الرَّحۡمٰنِ الَّذِیۡنَ یَمۡشُوۡنَ عَلَی الۡاَرۡضِ ہَوۡنًا وَّ اِذَا
خَاطَبَہُمُ الۡجٰہِلُوۡنَ قَالُوۡ ا سَلٰمًا﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یَبِیۡتُوۡنَ لِرَبِّہِمۡ سُجَّدًا وَّ
قِیَامًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا اصۡرِفۡ عَنَّا
عَذَابَ جَہَنَّمَ ٭ۖ اِنَّ عَذَابَہَا کَانَ غَرَامًا ﴿٭ۖ﴾ اِنَّہَا سَآءَتۡ
مُسۡتَقَرًّا وَّ مُقَامًا ﴿﴾
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah ialah orang-orang
yang berjalan di muka bumi dengan merendahkan diri, dan apabila orang-orang
jahil menegurnya mereka mengucapkan: ا سَلٰمًا -- “Selamat
sejahtera.” Dan orang-orang yang melewatkan malam untuk Rabb (Tuhan)
mereka dengan bersujud dan berdiri. Dan orang-orang yang berkata: رَبَّنَا
اصۡرِفۡ عَنَّا عَذَابَ جَہَنَّمَ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, jauhkanlah dari kami azab
Jahannam, اِنَّ عَذَابَہَا کَانَ غَرَامًا -- sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan
yang besar. اِنَّہَا
سَآءَتۡ مُسۡتَقَرًّا وَّ مُقَامًا Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruknya tempat menetap dan tempat
kediaman.” (Al-Furqān [25]:64-67).
Revolusi Besar Akhlak dan Ruhani & Tiga Dosa Besar yang Utama
Dengan ayat ini dimulailah suatu
gambaran singkat mengenai revolusi akhlak
besar yang didatangkan oleh matahari
alam ruhani — yakni Nabi Besar Muhammad saw.
-- di tengah-tengah umat beliau saw.
(QS.33:46-49). Dari anak-anak
kegelapan mereka menjadi hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang.
Macam-macam sifat
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah, yang disinggung dalam
ayat ini dan dalam ayat-ayat berikutnya, adalah kebalikan dari keburukan-keburukan
yang diderita kaum Nabi Besar Muhammad saw. pada khususnya, yakni bangsa Arab jahiliyah. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman mengenai keadaaan mereka:
وَ
الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَنۡفَقُوۡا لَمۡ یُسۡرِفُوۡا وَ لَمۡ یَقۡتُرُوۡا وَ کَانَ بَیۡنَ
ذٰلِکَ قَوَامًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ لَا
یَدۡعُوۡنَ مَعَ اللّٰہِ اِلٰـہًا
اٰخَرَ وَ لَا یَقۡتُلُوۡنَ النَّفۡسَ
الَّتِیۡ حَرَّمَ اللّٰہُ اِلَّا
بِالۡحَقِّ وَ لَا یَزۡنُوۡنَ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ
یَلۡقَ اَثَامًا ﴿ۙ﴾ یُّضٰعَفۡ لَہُ
الۡعَذَابُ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ وَ
یَخۡلُدۡ فِیۡہٖ مُہَانًا ﴿٭ۖ﴾
Dan
mereka yang apabila menginfakkan harta tidak boros
dan tidak pula kikir, melainkan mengambil
jalan-tengah di antara kedua
keadaan itu. Dan
orang-orang yang tidak menyeru tuhan lain beserta Allah,
وَ لَا
یَقۡتُلُوۡنَ النَّفۡسَ الَّتِیۡ حَرَّمَ اللّٰہُ
اِلَّا بِالۡحَقِّ -- dan tidak
membunuh jiwa yang telah dilarang oleh Allah, kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak pula berzina, dan barangsiapa berbuat demikian ia akan
menemui hukuman dosa. Akan dilipatgandakan baginya azab pada Hari Kiamat, dan ia akan tinggal kekal di dalamnya terhina,
(Al-Furqān
[25]:68-70).
Kemusyrikan, pembunuhan,
dan perzinaan adalah tiga macam dosa yang pokok, dan merupakan sumber utama keburukan akhlak perorangan
serta kejahatan sosial dan susila. Al-Quran telah berulang kali
membahas ketiga dosa ini. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
اِلَّا مَنۡ
تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰٓئِکَ یُبَدِّلُ اللّٰہُ
سَیِّاٰتِہِمۡ حَسَنٰتٍ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾ وَ مَنۡ تَابَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَاِنَّہٗ یَتُوۡبُ
اِلَی اللّٰہِ مَتَابًا ﴿﴾
Kecuali
mereka yang bertaubat, beriman,
dan berbuat amal shalih maka mereka itulah yang Allah akan mengubah keburukan-keburukannya
menjadi kebaikan-kebaikan, dan
adalah Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang. Dan barangsiapa yang bertaubat dan beramal shalih maka sesungguhnya ia bertaubat kepada Allāh dengan taubat yang benar. (Al-Furqān
[25]:71-72).
Doa Hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah
Taubah
(tobat) berarti penyesalan dengan
tulus-ikhlas, benar-benar, dan sejujur-jujurnya atas segala kealpaan dalam akhlak di waktu yang sudah-sudah dengan satu tekad kuat untuk sepenuhnya menjauhi
segala keburukan dan untuk melakukan amal-amal baik, dan membalas segala kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya
terhadap orang-orang lain. Taubah adalah perbuatan mengadakan perubahan yang sempurna dalam kehidupan
seseorang, berpaling sepenuhnya dan
seluruhnya dari kehidupannya pada
masa yang lampau.
Tanda-tanda hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pemurah tersebut lebih lanjut diterangkan, firman-Nya:
وَ
الَّذِیۡنَ لَا یَشۡہَدُوۡنَ الزُّوۡرَ ۙ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِاللَّغۡوِ مَرُّوۡا کِرَامًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
اِذَا ذُکِّرُوۡا بِاٰیٰتِ رَبِّہِمۡ لَمۡ یَخِرُّوۡا عَلَیۡہَا صُمًّا وَّ
عُمۡیَانًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَ بَّنَا
ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ
اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang tidak memberikan
kesaksian palsu, dan apabila mereka melalui sesuatu hal yang sia-sia, mereka berlalu dengan sikap yang mulia. Dan
orang-orang yang apabila diperingatkan mengenai Tanda-tanda
Rabb-nya (Tuhannya) mereka tidak jatuh sebagai orang-orang tuli dan buta. Dan orang-orang yang mengatakan: اَعۡیُنٍ رَ بَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ -- “Ya Rabb (Tuhan)
kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami
menjadi penyejuk mata kami, وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا -- dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Al-Furqān [25]:73-75).
Zūr
berarti dusta; saksi palsu; penyekutuan tuhan-tuhan palsu dengan Allah; tempat
kebohongan-kebohongan dibicarakan orang-orang, dan orang-orang menghibur diri
dengan hiburan yang hampa atau murah; majelis-majelis orang musyrik, dan
lain-lain (Lexicon Lane).
Mereka
mendengarkan kepada Tanda-tanda Allah
dengan saksama dan dengan mata terbuka.
Iman mereka berdasarkan keyakinan dan
kepastian, dan bukan hanya sekedar
menuruti omongan-omongan orang. Dan doa yang mereka panjatkan adalah: اَعۡیُنٍ رَ بَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ -- “Ya Rabb (Tuhan)
kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami
menjadi penyejuk mata kami, وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا -- dan jadikanlah
kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” Mengenai hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah itu selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اُولٰٓئِکَ
یُجۡزَوۡنَ الۡغُرۡفَۃَ بِمَا صَبَرُوۡا
وَ یُلَقَّوۡنَ فِیۡہَا تَحِیَّۃً
وَّ سَلٰمًا ﴿ۙ﴾ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا
ؕ حَسُنَتۡ مُسۡتَقَرًّا وَّ مُقَامًا ﴿﴾ قُلۡ مَا
یَعۡبَؤُا بِکُمۡ رَبِّیۡ لَوۡ لَا دُعَآؤُکُمۡ ۚ فَقَدۡ
کَذَّبۡتُمۡ فَسَوۡفَ یَکُوۡنُ
لِزَامًا﴿٪﴾
Mereka
itulah yang akan dianugerahi kamar-kamar tinggi di surga karena
mereka bersabar, dan me-reka akan disambut di dalamnya dengan
penghormatan dan doa selamat. Mereka
akan kekal di da-amnya, itulah sebaik-baik tempat menetap dan tempat
kediaman. قُلۡ مَا یَعۡبَؤُا بِکُمۡ رَبِّیۡ
لَوۡ لَا دُعَآؤُکُمۡ ۚ فَقَدۡ کَذَّبۡتُمۡ فَسَوۡفَ
یَکُوۡنُ لِزَامًا -- Katakanlah: “Rabb-ku (Tuhan-ku) tidak
akan mempedulikan kamu jika tidak karena doa kamu, maka
sungguh kamu telah mendustakan maka segera
azab menimpa kamu.” (Al-Furqān
[25]:76-78).
Mā
‘aba ‘ubihi berarti, “aku tidak peduli, pikirkan, hiraukan atau
pandangan baik akan dia”, atau “aku tidak menganggap dia berarti atau berharga
apa pun”; atau “aku tidak menghargainya” (Lexicon
Lane & Al-Mufradat).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 15 Juli
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar