Kamis, 07 Agustus 2014

Kemurkaan Allah Swt. Terhadap Pembunuh Sesama Muslim & "Jihad Akbar" Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Melawan "Hawa Nafsu"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   286

     Kemurkaan Allah Swt. Terhadap Pembunuh Sesama Muslim &   Jihad Akbar“ Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Melawan “Hawa Nafsu

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir Bab sebelumnya  -- sehubungan  dengan  Al-Baqarah [2]:73-75)  -- telah dikemukakan mengenai  tujuan pelaksanaan hukuman mati  terhadap Ka’b bin Asyraf, seorang pemuka  kaum Yahudi,   hanya sebagian dari hukuman terhadap kejahatannya, dan hukuman selebihnya disisihkan untuk di akhirat.
      Dengan penggunaan kata qataltum dalam bentuk jamak, Al-Quran menganggap seluruh masyarakat Yahudi bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Tetapi karena hukuman mati itu diuntukkan bagi biang keladinya saja, maka kata pengganti hu itu tertuju kepada Ka’b bin Asyraf.

Mencegah Pembunuhan Berantai & Semakin Kerasnya Hati Orang-orang Yahudi

       Menurut arti ayat itu kata-kata  ؕ کَذٰلِکَ یُحۡیِ اللّٰہُ  الۡمَوۡتٰی  -- “demikianlah Allah menghidupkan yang mati” berarti bahwa pembalasan itu atau penghukuman merupakan cara yang berhasil-guna untuk memberi hidup kepada orang mati,  sebab dengan jalan itu orang-orang yang mungkin akan menjadi calon pembunuh dalam rangka membalas dendam,  akan tercegah dari melakukan pembunuhan-pembunuhan lebih lanjut.
       Bahwa pembalasan itu merupakan cara yang yang paling berpengaruh untuk pemberian hidup kepada yang telah mati ada disinggung dalam QS.2:180. Tambahan pula orang-orang Arab zaman jahiliyah memandang orang yang terbunuh dan darahnya belum dituntut balas sebagai orang mati, dan memandang orang yang kematiannya telah dituntut balas sepenuhnya sebagai orang hidup.
         Seorang ahli syair Arab, Harits bin Hilzah, mengatakan: "In nabasytum mā baina malhata wal shaqib fīha al-amwātu wal-ahyā-u" artinya:  "Jika kamu gali pekuburan antara Malhah dan Shaqib kamu akan menjumpai di dalamnya orang-orang yang mati maupun orang-orang hidup", yakni mereka yang terbunuhnya telah tertebus.
      Pembunuhan terhadap orang Islam tak berdosa yang disebut dalam ayat-ayat sebelumnya mencap nasib orang-orang Yahudi. yang kemudian kian keras hati mereka seolah-olah menjadi batu, bahkan lebih keras lagi.  Itulah makna ayat   -- “  ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ اَشَدُّ قَسۡوَۃً  --  lalu  hati kamu menjadi keras sesudah itu hingga seperti batu-batu atau lebih keras  lagi,”  firman-Nya:

وَ اِذۡ قَتَلۡتُمۡ نَفۡسًا فَادّٰرَءۡتُمۡ فِیۡہَا ؕ وَ اللّٰہُ مُخۡرِجٌ مَّا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ ﴿ۚ﴾ فَقُلۡنَا اضۡرِبُوۡہُ بِبَعۡضِہَا ؕ کَذٰلِکَ یُحۡیِ اللّٰہُ  الۡمَوۡتٰی ۙ وَ یُرِیۡکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ اَشَدُّ قَسۡوَۃً ؕ وَ  اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ  مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ فَیَخۡرُجُ مِنۡہُ الۡمَآءُ ؕ وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ خَشۡیَۃِ اللّٰہِ  ؕوَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika kamu  berusaha membunuh  seseorang lalu kamu berselisih mengenai hal itu, padahal Allah akan menyingkapkan apa yang selalu kamu sembunyikan.  Maka Kami berfirman: “Bandingkanlah  peristiwa ini dengan beberapa peristiwa semacamnya, barulah akan kamu ketahui hakikatnya.” Demikianlah  Allah menghidupkan yang mati  dan memperlihatkan Tanda-tanda-Nya kepada kamu supaya kamu mengerti.   ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوۡبُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ فَہِیَ کَالۡحِجَارَۃِ اَوۡ اَشَدُّ قَسۡوَۃً  --  lalu  hati kamu menjadi keras sesudah itu hingga seperti batu-batu atau lebih keras  lagi,  وَ  اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ  مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ --  dan sesungguhnya di antara batu-batu  pun benar-benar ada yang darinya memancar sungai-sungai,  وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ فَیَخۡرُجُ مِنۡہُ الۡمَآءُ   -- dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang terbelah lalu keluar air darinya.  وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ خَشۡیَۃِ اللّٰہِ    -- dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang jatuh menyungkur karena takut kepada Allah,  وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ  -- dan Allah sekali-kali tidak lalai terhadap apa yang kamu kerjakan.  (Al-Baqarah [2]:73-75).
         Ayat ini selanjutnya mengatakan bahwa sekali pun benda-benda mati seperti batu ada suatu kegunaannya, tetapi orang-orang Yahudi telah menjadi demikian rusak sehingga mereka jauh dari berbuat suatu kebajikan karena niat menjadi orang baik,  bahkan mereka tidak mau berbuat sesuatu yang dapat disebut suatu kebajikan sekali pun tanpa disengaja.
         Mereka telah menjadi lebih buruk daripada batu, sebab batu  pun ada kalanya keluar air yang orang dapat   meraih faedah darinya:    وَ  اِنَّ مِنَ الۡحِجَارَۃِ لَمَا یَتَفَجَّرُ  مِنۡہُ الۡاَنۡہٰرُ --  dan sesungguhnya di antara batu-batu  pun benar-benar ada yang darinya memancar sungai-sungai,  وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَشَّقَّقُ فَیَخۡرُجُ مِنۡہُ الۡمَآءُ   -- dan sesungguhnya di antaranya benar-benar ada yang terbelah lalu keluar air darinya.”

Tidak Semua  Orang Yahudi Buruk  & Kemurkaan Allah Swt. Kepada Mereka yang Sengaja Membunuh Sesama Muslim

          Tetapi  pernyataan itu tidak mengena kepada seluruh bangsa Yahudi, sebab tidak syak lagi ada beberapa orang Yahudi yang hatinya dicekam oleh rasa takut kepada Allah Swt..  Mengenai orang-orang itu Al-Quran mengatakan:   وَ اِنَّ مِنۡہَا لَمَا یَہۡبِطُ مِنۡ خَشۡیَۃِ اللّٰہِ     -- di antaranya (yaitu di antara hati) ada yang  jatuh menyungkur  karena takut kepada Allah,” kata ganti ha di sini pengganti qulub (hati) dan bukan sebagai ganti hajar (batu). Al-Quran mengandung beberapa contoh dari apa yang disebut intisyar al-dama’ir, yaitu kata-kata ganti serupa yang terdapat dalam ayat itu menggantikan berbagai kata benda (QS.48:10).
    Dengan demikian jelaslah, bahwa mereka atau pihak-pihak  yang terlibat peperangan sengit  di berbagai wilayah Timur Tengah saat ini    -- siapa pun mereka itu – pada umumnya dilandasi oleh   hati mereka yang telah  menjadi  keras membatu atau keras membesi, sehingga sebagaimana jika batu atau besi berbenturan dengan benda-benda yang sama kerasnya akan menimbulkan percikan api, demikian pula yang saat ini terjadi di berbagai wilayah konflik di dunia ini, baik antara mereka yang berbeda agama dan keyakinan mau pun antara mereka yang menganut agama yang sama hanya berbeda firqah dan pemahaman saja, senantiasa menimbulkan berbagai bentuk “kobaran api” penderitaan
         Ada pun yang  sangat memprihatinkan adalah konflik kepentingan yang terjadi di kalangan sesama Muslim di berbagai wilayah   -- termasuk tawuran antara kampung dan antara desa  --  bahwa  yang menjadi korban adalah sesama Muslim, baik sebagai pelaku konflik mau pun mereka yang hanya  kena imbas langsung dari konflik kepentingan tersebut, sehingga  di antaranya mereka   terpaksa harus pergi meninggalkan negeri  mereka untuk mencari suaka  di berbagai negeri lainnya yang mereka anggap aman, dan ironisnya adalah negeri-negeri yang menjadi tujuan mereka adalah negeri-negeri non-Muslim.
        Berikut firman Allah Swt. yang patut mendapat perhatian mereka yang terlibat dalam  konflik kepentingan  dan mengaku sebagai Muslim  serta apa yang lakukan – termasuk melakukan pembunuhan terhadap sesama Muslim – dengan  mengatasnamakan agama, firman-Nya:
وَ مَا کَانَ لِمُؤۡمِنٍ اَنۡ یَّقۡتُلَ مُؤۡمِنًا اِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَ مَنۡ قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَـًٔا فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ وَّ دِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ اِلٰۤی اَہۡلِہٖۤ  اِلَّاۤ اَنۡ یَّصَّدَّقُوۡا ؕ فَاِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍ عَدُوٍّ لَّکُمۡ وَ ہُوَ مُؤۡمِنٌ فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍۭ بَیۡنَکُمۡ وَ بَیۡنَہُمۡ مِّیۡثَاقٌ فَدِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ اِلٰۤی اَہۡلِہٖ وَ تَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ۚ فَمَنۡ لَّمۡ  یَجِدۡ فَصِیَامُ شَہۡرَیۡنِ مُتَتَابِعَیۡنِ ۫ تَوۡبَۃً مِّنَ  اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ  عَلِیۡمًا حَکِیۡمًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ  لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak patut bagi seorang yang beriman  membunuh seorang yang beriman lainnya kecuali tidak sengaja.  Dan barangsiapa membunuh seorang beriman    dengan tidak sengaja maka hendaklah ia  memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar tebusan untuk diserahkan kepada ahli waris di terbunuh, kecuali jika  mereka merelakan sebagai sedekah. Tetapi jika ia yang terbunuh itu dari kaum yang bermusuhan dengan kamu dan ia seorang yang beriman maka cukuplah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. Dan jika ia dari kaum yang antara kamu dan mereka ada suatu perjanjian persekutuan, maka bayarlah tebusan untuk diserahkan kepada ahli warisnya dan memerdekakan pula seorang budak yang beriman.  Tetapi barangsiapa tidak memperoleh budak yang beriman maka  ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, keringanan ini suatu kasih-sayang dari Allah, dan Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.  وَ مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ  لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا  -- Dan  barangsiapa membunuh seorang yang beriman  dengan sengaja maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya,   melaknatnya, dan  menyediakan baginya azab yang besar.  (An-Nisā[4]:94-95).
        Pernyataan keras Allah Swt. dalam akhir ayat tersebut sangat tepat, sebab mereka yang melakukan perbuatan yang sangat dimurkai Allah Swt. benar-benar telah menghancurkan  tujuan utama Allah Swt. mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh Allah” (QS.21:108) dan  sebagai  suri teladan terbaik  (QS.33:22) dalam rangka terciptanya “umat terbaik” yang dibangkitkan untuk kepentingan seluruh manusia (QS.2:144; QS.3:111).

Alasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Melepaskan Lawannya yang meludahi Beliau dari Kematian

      Sungguh menjadi suatu hal yang “sia-sia” belaka Allah Swt.   menurun  agama Islam (Al-Quran) sebagai agama (Kitab suci) terakhir dan tersempurna (QS.5:4) dan mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai  suri teladan terbaik  bagi orang-orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah Swt. di dunia ini juga dan di alam akhirat, dan sebagai suri teladan terbaik bagi orang-orang yang  banyak mengingat Allah (QS.33:22), jika kemudian – bertentangan dengan  Sunnah Nabi Besar Muhammad saw. -- ditetapkan bahwa semua itu cukup hanya dengan membunuh atau  terbunuh di jalan Allah Swt.  pasti  mereka akan menjadi para penghuni surga, sekali pun yang dibunuh itu adalah sesama Muslim juga.
        Dalam rangka menghindarkan orang-orang Islam dari melakukan perbuatan yang dimurkai Allah Swt. -- berupa membunuh sesama Muslim dengan sengaja --  tersebut,    Allah Swt. selanjutnya memberikan peringatan kepada mereka, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَتَبَیَّنُوۡا وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ اَلۡقٰۤی اِلَیۡکُمُ السَّلٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنًا ۚ تَبۡتَغُوۡنَ عَرَضَ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۫ فَعِنۡدَ اللّٰہِ مَغَانِمُ کَثِیۡرَۃٌ ؕ کَذٰلِکَ کُنۡتُمۡ مِّنۡ قَبۡلُ فَمَنَّ اللّٰہُ عَلَیۡکُمۡ فَتَبَیَّنُوۡا ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi berjihad di jalan Allah  maka selidikilah dengan jelas dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang memberi salam kepada kamu: “Engkau bukan orang yang beriman!” Jika berlaku demikian berarti kamu hendak mencari harta kehidupan di dunia, padahal di sisi Allah banyak harta kekayaan. Seperti itulah keadaan kamu dahulu lalu Allah memberi karunia  kepada kamu, karena itu selidikilah dengan jelas, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui mengenai apa pun yang kamu kerjakan. (An-Nisā[4]:95).
       Perbuatan nyata yang dilakukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.  ketika beliau  tidak jadi membunuh lawannya yang sudah dijatuhkannya dalam suatu pergulatan,  hanya karena  alasan bahwa beliau saw. menjadi marah akibat  lawannya telah meludahi beliau, hal itu membuktikan bahwa betapa luhurnya  tujuan berperang di jalan Allah yang disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.. Berikut adalah  peristiwa yang sangat menggugah hati dan perasaan tersebut:
Pada suatu pertempuran, Ali bin Abi Thalib r.a. menjatuhkan lawannya. Kemudian ia meletakkan kakinya di atas dada lawannya lalu menempelkan pedangnya ke leher lawan tersebut. Tetapi ia tidak segera membunuh orang itu. Orang itu berteriak dengan marah,  Mengapa engkau tidak segera membunuhku? Aku adalah musuh engkau. Mengapa engkau hanya berdiri saja?Lalu ia meludahi muka Ali bin Abi Thalib r.a..
Mulanya Ali  bin Abi Thalib r.a. menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik kembali pedangnya, Ali menjawab,  Aku bukan musuh engkau, musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuh engkau dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuh engkau”.
         Diceritakan bahwa  setelah mendengar jawaban Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. tersebut kemudian  orang kafir tersebut menyatakan beriman kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw., dan peristiwa tersebut merupakan pengamalan nyata dari firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مَنۡ اَحۡسَنُ  قَوۡلًا  مِّمَّنۡ دَعَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  وَ عَمِلَ  صَالِحًا وَّ قَالَ  اِنَّنِیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَا تَسۡتَوِی الۡحَسَنَۃُ  وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ اِدۡفَعۡ  بِالَّتِیۡ  ہِیَ  اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ  عَدَاوَۃٌ کَاَنَّہٗ  وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ ﴿﴾  وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا  ذُوۡحَظٍّ  عَظِیۡمٍ ﴿﴾  وَ اِمَّا یَنۡزَغَنَّکَ مِنَ الشَّیۡطٰنِ نَزۡغٌ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih baik pembicaraannya daripada orang yang mengajak manusia kepada Allah dan beramal saleh serta berkata: ”Sesungguhnya aku pun termasuk orang-orang yang berserah diri.”        Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.  Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baik-nya maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan  akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia.  Dan sekali-kali tidak dianugerahi itu kecuali orang-orang yang sabar, dan sekali-kali tidak dianugerahi   itu kecuali orang yang memiliki  bagian besar dalam kebaikan.   Dan jika godaan dari syaitan menggoda engkau maka mohonlah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia  Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Fushshilat [41]:34-36).

Tidak Diperlukan Paksaan dan Kekerasan Dalam Melaksanakan Da’wah Islam & Tanda-tanda “Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah”

         Nabi Besar Muhammad saw. bersabda mengenai tujuan diutusnya beliau oleh Allah Swt. dengan mengemban amanat Islam (Al-Quran): innama bu itstu li utammima makarimal akhlaq -- sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlaq manusia.”
       Jadi, tujuan utama da’wah Islam adalah memperlihatkan akhlak yang tinggi,  firman-Nya:  وَ لَا تَسۡتَوِی الۡحَسَنَۃُ  وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ اِدۡفَعۡ  بِالَّتِیۡ  ہِیَ  اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ  عَدَاوَۃٌ کَاَنَّہٗ  وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ  --    dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.  Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baik-nya maka tiba-tiba ia  yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan  akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia.”
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang Islam yang mampu melakukan  tindakan yang sangat terpuji  -- seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. – tersebut:   وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا  ذُوۡحَظٍّ  عَظِیۡمٍ -- “dan sekali-kali tidak dianugerahi itu kecuali orang-orang yang sabar, dan sekali-kali tidak dianugerahi   itu kecuali orang yang memiliki  bagian besar dalam kebaikan.”
        Dalam ayat selanjutnya  Allah Swt. memberikan petunjuk cara menghindarkan  diri dari “godaan syaitan   -- dalam hal ini adalah kemarahan  yang ditimbulkan oleh ucapan dan tindakan buruk dari orang-orang kafir --  firman-Nya:    وَ اِمَّا یَنۡزَغَنَّکَ مِنَ الشَّیۡطٰنِ نَزۡغٌ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ   -- “Dan jika godaan dari syaitan menggoda engkau maka mohonlah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia  Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
            Tindakan yang dilakukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. tersebut merupakan pengamalan nyata dari sabda Nabi Besar Muhammad saw. seusai meraih kemenangan dalam Perang Badar,  yang dalam segala seginya sangat tidak seimbang antara 1000 orang pasukan kafir Quraisy Mekkah pimpinan Abu jahal dengan 313 orang Islam. Beliau saw. bersabda bahwa, “Kita baru saja selesai melakukan jihad kecil  dan akan menghadapi jihad besar.  Ketika ditanyakan apa yang dimaksud dengan jihad besar  tersebut  beliau saw. menjawab, “Jihadun-nafs” (jihad melawan hawa nafsu).
       Allah Swt. menyebut orang-orang beriman  hakiki yang seperti itu ‘ibādur- rahmān  (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah), firman-Nya:   
وَ عِبَادُ  الرَّحۡمٰنِ الَّذِیۡنَ  یَمۡشُوۡنَ عَلَی الۡاَرۡضِ ہَوۡنًا وَّ اِذَا خَاطَبَہُمُ الۡجٰہِلُوۡنَ  قَالُوۡ  ا سَلٰمًا﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ یَبِیۡتُوۡنَ لِرَبِّہِمۡ سُجَّدًا وَّ قِیَامًا ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا اصۡرِفۡ عَنَّا عَذَابَ جَہَنَّمَ ٭ۖ اِنَّ عَذَابَہَا کَانَ غَرَامًا ﴿٭ۖ﴾ اِنَّہَا سَآءَتۡ مُسۡتَقَرًّا وَّ  مُقَامًا ﴿﴾
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah ialah  orang-orang  yang berjalan di muka bumi dengan merendahkan diri, dan apabila  orang-orang jahil menegurnya mereka mengucapkan: ا سَلٰمًا  --  Selamat sejahtera.”   Dan orang-orang yang melewatkan malam untuk Rabb (Tuhan) mereka dengan bersujud dan  berdiri.  Dan orang-orang yang berkata:   رَبَّنَا اصۡرِفۡ عَنَّا عَذَابَ جَہَنَّمَ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, jauhkanlah dari kami azab Jahannam,  اِنَّ عَذَابَہَا کَانَ غَرَامًا  -- sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang besar.   اِنَّہَا سَآءَتۡ مُسۡتَقَرًّا وَّ  مُقَامًا  Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruknya tempat menetap  dan tempat kediaman.” (Al-Furqān [25]:64-67).

Revolusi Besar Akhlak dan Ruhani & Tiga Dosa Besar yang Utama
 
         Dengan ayat ini dimulailah suatu gambaran singkat mengenai revolusi akhlak besar yang didatangkan oleh matahari alam ruhani — yakni Nabi Besar Muhammad saw.  --    di tengah-tengah umat beliau saw. (QS.33:46-49).   Dari anak-anak kegelapan  mereka menjadi hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
      Macam-macam  sifat hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah, yang disinggung dalam ayat ini dan dalam ayat-ayat berikutnya, adalah kebalikan dari keburukan-keburukan yang diderita kaum Nabi Besar Muhammad saw. pada khususnya, yakni bangsa Arab jahiliyah. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keadaaan mereka:
وَ الَّذِیۡنَ  اِذَاۤ  اَنۡفَقُوۡا لَمۡ  یُسۡرِفُوۡا وَ لَمۡ یَقۡتُرُوۡا وَ کَانَ  بَیۡنَ  ذٰلِکَ  قَوَامًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ لَا یَدۡعُوۡنَ مَعَ اللّٰہِ  اِلٰـہًا اٰخَرَ  وَ لَا یَقۡتُلُوۡنَ النَّفۡسَ الَّتِیۡ حَرَّمَ اللّٰہُ  اِلَّا بِالۡحَقِّ وَ لَا یَزۡنُوۡنَ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  یَلۡقَ  اَثَامًا ﴿ۙ﴾  یُّضٰعَفۡ لَہُ  الۡعَذَابُ یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ وَ یَخۡلُدۡ   فِیۡہٖ   مُہَانًا ﴿٭ۖ﴾
Dan mereka  yang apabila menginfakkan harta  tidak  boros dan tidak pula kikir, melainkan mengambil jalan-tengah di antara kedua keadaan itu.   Dan orang-orang yang tidak menyeru  tuhan lain beserta  Allah,  وَ لَا یَقۡتُلُوۡنَ النَّفۡسَ الَّتِیۡ حَرَّمَ اللّٰہُ  اِلَّا بِالۡحَقِّ  -- dan tidak membunuh jiwa yang telah dilarang oleh Allah, kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak pula berzina,  dan barangsiapa berbuat demikian ia akan menemui hukuman dosa.    Akan dilipatgandakan baginya azab pada Hari Kiamat, dan ia akan tinggal kekal di dalamnya terhina, (Al-Furqān [25]:68-70).
        Kemusyrikan, pembunuhan, dan perzinaan adalah tiga macam dosa yang pokok, dan merupakan sumber utama keburukan akhlak perorangan serta kejahatan sosial dan susila. Al-Quran telah berulang kali membahas ketiga dosa ini. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِلَّا مَنۡ تَابَ وَ اٰمَنَ وَ عَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰٓئِکَ یُبَدِّلُ اللّٰہُ سَیِّاٰتِہِمۡ  حَسَنٰتٍ ؕ وَ کَانَ  اللّٰہُ  غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  وَ مَنۡ تَابَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَاِنَّہٗ یَتُوۡبُ اِلَی  اللّٰہِ  مَتَابًا ﴿﴾
Kecuali mereka yang bertaubat,     beriman, dan berbuat amal shalih  maka mereka itulah yang Allah akan mengubah keburukan-keburukannya menjadi kebaikan-kebaikan, dan adalah  Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.    Dan barangsiapa yang bertaubat dan beramal shalih maka sesungguhnya ia bertaubat kepada Allāh dengan taubat yang benar. (Al-Furqān [25]:71-72).

Doa Hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah
 
        Taubah (tobat) berarti penyesalan dengan tulus-ikhlas, benar-benar, dan sejujur-jujurnya atas segala kealpaan dalam akhlak di waktu yang sudah-sudah dengan satu tekad kuat untuk sepenuhnya menjauhi segala keburukan dan untuk melakukan amal-amal baik, dan membalas segala kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya terhadap orang-orang lain. Taubah adalah perbuatan mengadakan perubahan yang sempurna dalam kehidupan seseorang, berpaling sepenuhnya dan seluruhnya dari kehidupannya pada masa yang lampau.
       Tanda-tanda hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah tersebut lebih lanjut diterangkan, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ لَا یَشۡہَدُوۡنَ الزُّوۡرَ ۙ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِاللَّغۡوِ  مَرُّوۡا کِرَامًا ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ  اِذَا ذُکِّرُوۡا بِاٰیٰتِ رَبِّہِمۡ لَمۡ یَخِرُّوۡا عَلَیۡہَا صُمًّا وَّ عُمۡیَانًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَ  بَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu,  dan  apabila mereka melalui sesuatu hal yang sia-sia, mereka berlalu dengan sikap yang mulia.   Dan orang-orang yang  apabila diperingatkan mengenai  Tanda-tanda Rabb-nya (Tuhannya) mereka tidak  jatuh sebagai orang-orang tuli dan buta.  Dan orang-orang yang mengatakan: اَعۡیُنٍ رَ بَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami,  وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا  -- dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:73-75).
     Zūr berarti dusta; saksi palsu; penyekutuan tuhan-tuhan palsu dengan Allah; tempat kebohongan-kebohongan dibicarakan orang-orang, dan orang-orang menghibur diri dengan hiburan yang hampa atau murah; majelis-majelis orang musyrik, dan lain-lain (Lexicon Lane).
       Mereka mendengarkan kepada Tanda-tanda Allah dengan saksama dan dengan mata terbuka. Iman mereka berdasarkan keyakinan dan kepastian, dan bukan hanya sekedar menuruti omongan-omongan orang. Dan doa yang mereka panjatkan adalah: اَعۡیُنٍ رَ بَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami,  وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا  -- dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” Mengenai  hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah itu selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اُولٰٓئِکَ یُجۡزَوۡنَ الۡغُرۡفَۃَ  بِمَا صَبَرُوۡا وَ یُلَقَّوۡنَ فِیۡہَا تَحِیَّۃً  وَّ  سَلٰمًا ﴿ۙ﴾ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ حَسُنَتۡ مُسۡتَقَرًّا وَّ مُقَامًا ﴿﴾  قُلۡ  مَا یَعۡبَؤُا بِکُمۡ  رَبِّیۡ  لَوۡ لَا دُعَآؤُکُمۡ ۚ فَقَدۡ کَذَّبۡتُمۡ  فَسَوۡفَ  یَکُوۡنُ  لِزَامًا﴿٪﴾
Mereka itulah yang akan dianugerahi  kamar-kamar tinggi di surga karena mereka bersabar, dan me-reka akan disambut di dalamnya dengan penghormatan dan doa selamat.   Mereka akan  kekal di da-amnya, itulah sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.   قُلۡ  مَا یَعۡبَؤُا بِکُمۡ  رَبِّیۡ  لَوۡ لَا دُعَآؤُکُمۡ ۚ فَقَدۡ کَذَّبۡتُمۡ  فَسَوۡفَ  یَکُوۡنُ  لِزَامًا  --  Katakanlah: Rabb-ku (Tuhan-ku) tidak akan mempedulikan kamu jika tidak karena doa kamu,  maka sungguh kamu telah mendustakan maka segera   azab  menimpa  kamu.” (Al-Furqān [25]:76-78).
          Mā  ‘aba ‘ubihi berarti, “aku tidak peduli, pikirkan, hiraukan atau pandangan baik akan dia”, atau “aku tidak menganggap dia berarti atau berharga apa pun”; atau “aku tidak menghargainya” (Lexicon Lane & Al-Mufradat).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran

Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  15 Juli     2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar