بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 298
Hubungan Kesuksesan Umat Islam di Masa
Awal dengan Sabar dan Shalat
(Doa) dalam Melakukan “Jihad
di Jalan Allah” yang Hakiki
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna ayat وَ لَوۡ یَشَآءُ
اللّٰہُ لَانۡتَصَرَ مِنۡہُمۡ وَ لٰکِنۡ لِّیَبۡلُوَا۠ بَعۡضَکُمۡ بِبَعۡضٍ -- “Demikianlah, dan seandainya Allah menghendaki niscaya Dia menuntut balasan dari mereka, tetapi hal
demikian itu supaya Dia menguji
sebagian dari kamu dengan sebagian yang lain” (Muhammad
[47]:5). Allah Swt. menghendaki
agar orang-orang beriman melibatkan
diri dalam peperangan melawan orang-orang kafir, agar di satu pihak sifat dan watak baik mereka akan mendapat peluang
memainkan peranan, dan di pihak lain
agar sifat-sifat buruk orang-orang kafir
akan terbuka kedoknya.
Barangkali tidak ada di dalam segi kehidupan lain, yang di dalamnya keunggulan akhlak para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. begitu jelas nampak, seperti di dalam perlakuan mereka terhadap musuh-musuh mereka yang telah
dikalahkan. Dengan demikian jelaslah bahwa menurut Allah Swt. dalam Al-Quran,
bahwa dalam perang
pun – jika terpaksa harus
dilakukan -- pada hakikatnya merupakan salah satu medan dan sekian banyak medan kehidupan untuk memperagakan ketakwaan kepada Allah Swt.
dan ketaatan kepada Rasul-Nya, bukan sarana untuk melampiaskan kemarahan dan rasa benci terhadap pihak lawan.
Pentingnya Memperagakan Ketakwaan
Dalam Perang
Itulah sebabnya dalam ajaran
Islam telah ditetapkan berbagai macam adab
perang, yang bahkan jika pelanggaran terhadap adab perang tersebut dilanggar oleh umat Islam maka si pelaku
akan dikenai hukuman yang telah ditetapkan
oleh Allah Swt. dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw., salah
satu contohnya adalah mengenai hukum qishash,
firman-Nya:
وَ مَا
کَانَ لِمُؤۡمِنٍ اَنۡ یَّقۡتُلَ مُؤۡمِنًا اِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَ مَنۡ قَتَلَ
مُؤۡمِنًا خَطَـًٔا فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ وَّ دِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ
اِلٰۤی اَہۡلِہٖۤ اِلَّاۤ اَنۡ
یَّصَّدَّقُوۡا ؕ فَاِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍ عَدُوٍّ لَّکُمۡ وَ ہُوَ مُؤۡمِنٌ
فَتَحۡرِیۡرُ رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مِنۡ قَوۡمٍۭ بَیۡنَکُمۡ وَ
بَیۡنَہُمۡ مِّیۡثَاقٌ فَدِیَۃٌ مُّسَلَّمَۃٌ اِلٰۤی اَہۡلِہٖ وَ تَحۡرِیۡرُ
رَقَبَۃٍ مُّؤۡمِنَۃٍ ۚ فَمَنۡ لَّمۡ
یَجِدۡ فَصِیَامُ شَہۡرَیۡنِ مُتَتَابِعَیۡنِ ۫ تَوۡبَۃً مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَلِیۡمًا حَکِیۡمًا ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا
فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ
وَ اَعَدَّ لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak patut bagi seorang yang
beriman membunuh seorang yang beriman
lainnya kecuali tidak sengaja.
Dan barangsiapa membunuh seorang beriman dengan tidak
sengaja maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar tebusan untuk diserahkan kepada
ahli waris di terbunuh, kecuali jika
mereka merelakan sebagai sedekah.
Tetapi jika ia yang terbunuh itu dari kaum yang bermusuhan dengan kamu dan ia seorang yang beriman maka cukuplah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. Dan jika ia dari
kaum yang antara kamu dan mereka ada
suatu perjanjian persekutuan, maka bayarlah tebusan untuk diserahkan kepada ahli warisnya dan memerdekakan pula seorang budak yang
beriman. Tetapi
barangsiapa tidak memperoleh budak yang beriman maka ia
wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, keringanan ini suatu
kasih-sayang dari Allah, dan Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. وَ مَنۡ
یَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُہٗ جَہَنَّمُ خٰلِدًا فِیۡہَا وَ
غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِ وَ لَعَنَہٗ وَ اَعَدَّ
لَہٗ عَذَابًا عَظِیۡمًا -- Dan barangsiapa membunuh seorang yang
beriman dengan sengaja maka balasannya
adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang besar. (An-Nisā[4]:94-95).
Pernyataan keras Allah Swt. dalam akhir ayat tersebut sangat tepat, sebab
mereka yang melakukan perbuatan yang
sangat dimurkai Allah Swt. benar-benar telah menghancurkan tujuan
utama Allah Swt. mengutus Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh Allah” (QS.21:108)
dan sebagai suri
teladan terbaik (QS.33:22) dalam
rangka terciptanya “umat terbaik”
yang dibangkitkan untuk kepentingan seluruh
manusia (QS.2:144; QS.3:111).
Makna ayat وَ
الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ فَلَنۡ یُّضِلَّ اَعۡمَالَہُمۡ -- “Dan orang-orang
yang terbunuh di jalan Allah Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan amal-amal
mereka” (QS.2:155), bahwa pengorbanan kaum
Muslimin yang mati syahid di medan bakti tidak akan sia-sia. Pada
hakikatnya, pengorbanan mereka itulah
yang justru telah meletakkan dasar Islam yang kokoh di tanah Arab,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ
لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡنَ اِذَاۤ
اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ
قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, mohonlah
pertolongan dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. وَ لَا
تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ
وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- dan janganlah kamu mengatakan mengenai
orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka
itu mati, بَلۡ
اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu
tidak menyadari. وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ
مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ
الثَّمَرٰتِ --
dan Kami niscaya akan
menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan
dalam harta, jiwa dan buah-buahan,
وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ -- yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ
وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ -- mereka berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah
dan sesungguhnya kepada-Nya-lah
kami kembali.” اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ -- mereka
itulah orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan)
mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah
[2]:154-158).
Makna Mendahulukan “Sabar” daripada “Shalat”
(Doa)
Ayat 154 mengandung satu asas yang hebat
sekali untuk mencapai keberhasilan.
Pertama, seorang Muslim harus sabar
yakni tekun dalam usahanya dan sedikit pun tidak boleh berputus asa. Di samping itu ia harus menjauhi apa-apa yang berbahaya dan berpegang teguh kepada segala hal
yang baik. Itulah makna “sabar”. Kedua, ia hendaknya mendoa kepada Allah Swt. untuk keberhasilan, sebab hanya Allah Swt. sajalah Sumber segala kebaikan.
Kata shabr (sabar)
mendahului kata shalat dalam ayat ini dengan maksud untuk menekankan
pentingnya melaksanakan hukum Ilahi
yang terkadang diremehkan karena
tidak mengetahui. Lazimnya doa akan terkabul hanya bila didampingi oleh penggunaan segala sarana yang
dijadikan Allah Swt. untuk mencapai sesuatu tujuan.
Kata ahya
dalam ayat وَ لَا
تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ
وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- dan janganlah kamu mengatakan mengenai
orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka
itu mati, بَلۡ
اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu
tidak menyadari,” kata ahya itu jamak dari hayy yang antara lain
berarti: (1) seseorang dengan amal
yang diperbuat selama hidupnya tidak menjadi sia-sia; (2) orang yang
kematiannya dituntut balas.
Amwat itu jamak dari mayyit,
yang selain berarti orang mati,
mengandung makna: (1) orang yang darahnya belum terbalas; (2) orang yang tidak
meninggalkan penerus-penerus; (3) orang yang menderita sedih dan duka nestapa.
Ayat ini mengandung suatu kebenaran agung dari segi ilmu jiwa, yang diperkirakan memberikan pengaruh hebat kepada kehidupan dan kemajuan suatu kaum. Suatu kaum yang tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang telah syahid secara sepatutnya dan tidak
mengambil langkah-langkah untuk melenyapkan rasa takut mati dari hati mereka, sebenarnya telah menutup masa depan mereka sendiri.
Ayat وَ
لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ
الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ
-- dan Kami
niscaya akan menguji kamu dengan sesuatu berupa
ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, jiwa
dan buah-buahan,” merupakan kelanjutan yang tepat dari ayat yang
mendahuluinya. Kaum Muslimin harus siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa mereka untuk kepentingan Islam tetapi mereka harus
juga bersedia menderita segala macam
kesedihan yang akan menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian.
Hikmah dari
ayat الَّذِیۡنَ
اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ -- yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ
وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ -- mereka berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah
dan sesungguhnya kepada-Nya-lah
kami kembali.” Allah Swt. adalah Pemilik segala yang kita miliki, termasuk diri kita sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tidak ada
batasnya, menganggap tepat untuk
mengambil sesuatu dari kita, kita tidak punya alasan untuk berkeluh-kesah
atau menggerutu.
Bersama “Kesukaran” ada
“Kemudahan” dan “Kesuksesan”
Oleh karena itu tiap-tiap kemalangan yang menimpa kita, daripada membuat kita putus asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk
mencapai hasil yang lebih baik dalam hidup kita. Jadi rumusan
yang ada dalam ayat ini bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan
yang tepat pada waktunya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Allah Swt. berfirman kepada Nabi
Besar Muhammad saw., yang harus “memikul
amanat syariat” yang sangat berat (QS.33:73-74) guna menjadi suri
teladan terbaik bagi umat manusia (QS.33:22):
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
اَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَکَ صَدۡرَکَ ۙ﴿﴾ وَ وَضَعۡنَا عَنۡکَ وِزۡرَکَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡۤ اَنۡقَضَ ظَہۡرَکَ ۙ﴿﴾ وَ رَفَعۡنَا لَکَ ذِکۡرَکَ ؕ﴿﴾ فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا ۙ﴿﴾ اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ
یُسۡرًا ؕ﴿﴾ فَاِذَا فَرَغۡتَ
فَانۡصَبۡ ۙ﴿﴾ وَ اِلٰی
رَبِّکَ فَارۡغَبۡ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Tidaklah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau, dan Kami menghilangkan dari engkau beban engkau,
yang
nyaris mematahkan punggung engkau?
Dan Kami meninggikan untuk engkau
sebutan engkau. فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا – maka sesungguhnya bersama
kesukaran ada kemudahan, اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- sesungguhnya
bersama kesukaran ada kemudahan. فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ -- maka apabila
engkau telah selesai tugas lalu kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang
lain, ۙ وَ اِلٰی
رَبِّکَ فَارۡغَبۡ -- dan
kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya
engkau memohon dengan sungguh-sungguh. (Al-Insyirah
[94]:1-8).
Jadi,
betapa benarnya resep keberhasilan
yang dikemukakan Allah Swt. sebelumnya, yakni mengepa kata sabar mendahului kata shalat, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ
ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang
yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. [2]:154).
Kemudian mengenai pengaruh
besar dari para syuhada (yang mati syahid) di jalan Allah Swt., dalam
Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ لَا
تَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ
اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ ﴿﴾ۙ فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ
اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۙ وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ ۙ اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ
یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ۘ
Dan janganlah kamu menyangka mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka itu mati, بَلۡ
اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ -- tidak,
bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb (Tuhan) mereka, mereka diberi
rezeki. فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ اٰتٰہُمُ اللّٰہُ
مِنۡ فَضۡلِہٖ -- mereka bergirang
hati dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari
karunia-Nya, وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ
لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ -- dan mereka
bergembira terhadap orang-orang di belakangnya yang belum pernah bergabung dengan mereka, اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- bahwa tidak
ada ketakutan atas
mereka, dan tidak pula mereka bersedih. (Ali ‘Imran [3]:170-171).
Kehormatan Para Syuhada Dalam Surga
Sehubungan dengan ayat بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ -- tidak,
bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb (Tuhan) mereka, mereka diberi
rezeki”, berikut beberapa sabda Nabi Besar Muhammad saw. sehubungan dengan
para syuhada tersebut:
1. Para
syuhada di lembah (tepi) sungai dekat pintu surga dalam bangunan berkubah
berwarna hijau. Rezeki mereka datang dari surga setiap pagi dan petang. (HR. Al Hakim dan Ahmad).
2. Seorang yang mati syahid diberi enam perkara pada saat tetesan darah pertama mengalir dari tubuhnya: semua dosanya diampuni (tertebus), diperlihatkan tempatnya di surga, dinikahkan dengan bidadari, diamankan dari kesusahan kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), diselamatkan dari siksa kubur dan dihiasi dengan pakaian keimanan. (HR. Bukhari).
2. Seorang yang mati syahid diberi enam perkara pada saat tetesan darah pertama mengalir dari tubuhnya: semua dosanya diampuni (tertebus), diperlihatkan tempatnya di surga, dinikahkan dengan bidadari, diamankan dari kesusahan kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), diselamatkan dari siksa kubur dan dihiasi dengan pakaian keimanan. (HR. Bukhari).
3. Barangsiapa
tewas membela Ad- Dīn-Nya (agama-Nya) maka matinya syahid. (HR. Asy-Syihāb)
4. Orang yang tewas melindungi keselamatan hartanya mati syahid dan yang membela (kehormatan) keluarganya mati syahid dan membela dirinya (kehormatan dan jiwanya) juga mati syahid. (HR. Ahmad).
4. Orang yang tewas melindungi keselamatan hartanya mati syahid dan yang membela (kehormatan) keluarganya mati syahid dan membela dirinya (kehormatan dan jiwanya) juga mati syahid. (HR. Ahmad).
5. Bagi
Allah ada hamba-hamba yang dipelihara dari pembunuhan. Umur mereka diperpanjang
dengan amalan kebaikan-kebaikari. Rezeki mereka ditingkatkan dan hidup mereka
serba selamat. Nyawa mereka direnggut dengan selamat di atas tempat tidurnya
dan mereka diberi kedudukan sebagai syuhada.
(HR. Ath-Thabrani).
6.
Barangsiapa mencari mati syahid
dengan sungguh-sungguh maka akan Aku berikan kepadanya meskipun dia mati di
atas tempat tidurnya. (HR. Muslim).
7.
Seorang yang mati syahid dapat
memberi syafaat bagi tujuh puluh anggota keluarganya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
8. Apa yang dirasakan seorang syahid yang terbunuh
adalah seperti yang dirasakan seorang dari cubitan (gigitan serangga). (Tirmidzi dan Ibnu Majah).
9.
Pahlawan syuhada adalah Hamzah bin
Abdul Mutthalib dan orang yang menghadap penguasa yang zalim dan kejam untuk
menyuruhnya berlaku baik dan mencegahnya berbuat kejahatan lalu dia dibunuh
oleh penguasa. (HR. Al Hakim).
Kemudian mengenai keadaan arwah (ruh-ruh) para syuhada
di alam akhirat Nabi Besar Muhammad saw.
menjelaskan:
"Sesungguhnya
ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok
burung hijau. Baginya ada lentera-lentera
yang tergantung di 'Arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak
mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera
itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan Diri-Nya kepada mereka
dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah
kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan
sekehendak kami?” Rabb mereka
bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka
berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin
ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di
jalan Engkau sekali lagi.“ Maka
tatkala Dia melihat bahwasanya mereka
tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim).
Imam al
Darimi dalam sunannya meriwayatkan dari Masyruq, dia berkata: "Kami telah
bertanya kepada Abdullah tentang arwah
para syuhada'. Kalau bukan Abdullah,
maka tak seorangpun yang menyampaikannya kepada kami. Dia (Abdullah) berkata,
"Arwah para syuhada' di sisi Allah pada hari kiamat
berada di perut burung hijau. Dia
memiliki lentera-lentera yang
tergantung di 'Arsy. Dia terbang di
dalam surga ke mana saja yang
dikehendakinya. Kemudian dia kembali ke lentera-lentera
tadi, lalu Rabb mereka memuliakan
mereka dengan berkata: "Apakah
kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab: "Tidak, kecuali kami
dikembalikan lagi ke dunia sehingga kami terbunuh (mati syahid di jalan
Allah ) untuk kesekian kali."
Imam an Nawawi
dalam Syarh Shahih Muslim
menyebutkan, ". . . ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh
mereka dikembalikan ke jasad-jasad
mereka untuk berjihad lagi atau
untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah
Ta'ala dan merasakan nikmatnya
(gugur) di jalan Allah."
Tidak Ada yang Mengetahui Kenyataan Sebenarnya Mengenai “Nikmat-nikmat Surgawi” di Akhirat
Tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikat
sebenarnya mengenai apa yang digambarkan
mengenai keadaan syuhada tersebut di alam akhirat, sebab
Allah Swt. telah berfirman:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ
اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa
mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan
terhadap apa yang telah mere-ka kerjakan. (As-Sajdah [32]:18).
Waktu Nabi
Besar Muhammad saw. menggambarkan
bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau saw. diriwayatkan
pernah bersabda: “Tiada mata pernah
melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak
pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat
kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan.
Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian
perbuatan dan tingkah-laku baik yang
telah dikerjakan orang-orang bertakwa
di alam dunia ini.
Kata-kata yang dipergunakan untuk
menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam
Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan.
Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia
dan nikmat Ilahi yang akan
dilimpahkan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh
lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan
atau dibayangkan (QS.87:15-20;
QS.93:5).
Nikmat-nikmat surgawi itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia, dan gambaran yang dikemukakan Allah Swt.
dalam Al-Quran mengenai nikmat-nikmat
surgawi tersebut hanyalah sebagai perumpamaan (QS.2:26-27) yang mengandung khazanah hikmah yang sangat dalam, karena merupakan bagian dari "petunjuk" Al-Quran, terutama yang berhubungan dengan masalah keruhanian.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 30 Juli
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar