Selasa, 26 Agustus 2014

Dua "Martabat Ruhani" yang lebih Tinggi Daripada "Syuhada" (Saksi-saksi) di "Jalan Allah" & Tanda-tanda "Orang-orang yang Berakal"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   302

Dua “Martabat Ruhani” yang Lebih Tinggi Daripada “Syuhada” (Saksi-saksi) di “Jalan Allah” &  Tanda-tanda “Orang-orang yang Berakal”
                                                      

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab sebelumnya, sehubungan dengan firman Allah Swt. mengenai terbukanya  4 macam martabat ruhani bagi orang-orang  mentaati Allah Sswt. Dan Nabi Besar Muhammad saw. yaitu: nabi, shiddiq, syahid, dan shalih, firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat yang sejati.     Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allāh Yang Maha Mengetahui.   (An-Nisā [4]:70-71).
        Dalam  Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
Dengan demikian jelaslah bahwa  pengutipan firman Allah Swt.  tersebut (QS.4:70) oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani dalam buku Sirrul Asrār  mengandung makna yang sangat dalam:
        “….Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu yang dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Khaidhir. Kemudian manusia dengan kesadaran yang diperolehnya sampai kepada peringkat makrifat di mana dia mengenali Tuhan-nya dan menyembah-Nya yang dia kenal.
        Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian ruh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhammad saw.. Ia bisa berbicara dengan baginda saw. mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhirnya, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya kabar gembira tentang janji penyatuan dengan Yang dikasihi.  Allah menggambarkan suasana ini:
"Karena Barangsiapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka beserta orang-orang yang diberi nikmat  yaitu nabi-nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin dan alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat karib". (Surah Nisā'  ayat 70).    
         Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang bisa diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu dhohir ialah surga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan Sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya.
        Tidak terkira bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang bisa dilihat dan dipercaya, tetapi  ia tidak dapat membantu seseorang untuk masuk kepada suasana kesucian dan mulia, yaitu kehampiran (kedekatan) dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat (maqam) tersebut, dan untuk terbang perlu   dua sayap.
       Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan dhohir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa sahaja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
"Hai Hamba-Ku, jika engkau  ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini atau pun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu bisa menerima Sifat-sifat-Ku yang suci".

Dua Martabat Ruhani yang Lebih Tinggi Daripada Syuhada

   Jadi,  menurut Allah Swt. dalam Al-Quran bahwa  bagi para pencinta hakiki Nabi  Besar Muhammad saw.  di atas martabat syuhada (saksi-saksi) ada dua martabat ruhani yang lebih tinggi yakni nabiyyīn (nabi-nabi) dan shiddiqīn, yang untuk memperolehnya  tidak harus “membunuh” atau “terbunuh” di jalan Allah, sebagaimana  yang  secara  keliru difahami oleh para penganut faham “garis keras”, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, dan  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --  dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ    --   Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5). Lihat pula   QS,11:18;  QS,7:35-37; QS.61:10; QS.77:12.

Berbagai Macam Ujian Keimanan di Jalan Allah

          Ada pun hubungan  dengan  kegembiraan syuhada  mengenai وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --  dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,”   yang dikemukakan Allah Swt. dalam  firman-Nya:
وَ لَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ ﴿﴾ۙ  فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ  اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۙ وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ ۙ اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ۘ
Dan janganlah kamu menyangka mengenai orang-orang yang terbunuh  di jalan Allah bahwa mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ -- tidak, bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb (Tuhan) mereka,  mereka diberi rezeki.   فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ  اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ    --  mereka bergirang hati  dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ  -- dan mereka bergembira terhadap orang-orang  di belakangnya yang  belum pernah bergabung dengan mereka, اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ  --  bahwa tidak ada ketakutan  atas mereka, dan tidak pula mereka  bersedih. (Ali ‘Imran [3]:170-171).
   Makna ayat وَ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ  سَبِیۡلِ اللّٰہِ  فَلَنۡ یُّضِلَّ  اَعۡمَالَہُمۡ   -- “Dan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah Dia  tidak akan pernah menyia-nyiakan amal-amal mereka” (QS.2:155), bahwa pengorbanan kaum Muslimin yang mati syahid di medan bakti tidak akan sia-sia. Pada hakikatnya, pengorbanan mereka itulah yang justru telah meletakkan dasar Islam yang kokoh di tanah Arab, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ   الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ   اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  mohonlah pertolongan dengan sabar  dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ  -- dan   janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa  mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ  --  dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan, وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah kabar gembira kepada  orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  --  yaitu orang-orang yang  apabila  suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- mereka berkata:  Sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali.  اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ  -- mereka itulah  orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah  yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:154-158).

Akibat Kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul Allah

        Kesengasaraan yang menimpa umat Islam di negara-negara Muslim yang terlibat dalam “pertikaian  politik   --  baik antara sesama Muslim maupun dengan pihak Non-Muslim, seperti yang terjadi di Akhir Zaman  ini –  tidak termasuk dalam ayat  وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ  --  dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan”, melainkan termasuk bagian dari azab Ilahi  akibat kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul Allah, firman-Nya:
قُلۡ ہُوَ  الۡقَادِرُ عَلٰۤی  اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ 
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab kepada kamu dari atasmu atau dari bawah kakimu  اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- atau mencampur-baurkan kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat seba-gian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.” Lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengerti.    Dan  kaum engkau telah mendustakannya,  padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah:  Aku sekali-kali bukan  penanggungjawab atas kamu.”  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ  --  bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu, dan kamu segera akan mengetahui (Al-An’ām [6]:66-68)..
 Azab dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penindasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat, penderitaan mental, dan sebagainya, dan “siksaan dari bawah” berarti: penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan orang-orang bawahan, dan sebagainya. Kemudian ada hukuman Ilahi berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan yang kadang-kadang berakhir dalam perang saudara. Hal demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata    اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- atau mencampur-baurkan kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
  Di sini kata ganti “nya” dalam kalimat “mendustakannya” menunjuk kepada (1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti yang terakhir, maka kata-kata “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab Ilahi  yang dijanjikan pasti akan tiba, dan bahkan sedang terjadi di mana-mana.

Rasul Allah Sebagai Basyīran (Pembawa Kabar Gembira) dan Nadzīran (Pemberi Peringatan)

 Jadi, Sunnatullah وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ  --  dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan, وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah kabar gembira kepada  orang-orang yang sabar,” adalah “ujian keimanan” terhadap orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada mereka (QS.7:35-37; QS.62:3-4) , termasuk di Akhir Zaman ini  (QS. 61:10).
 Menurut Allah Swt.,  hanya “orang-orang berakal” sajalah yang mampu membaca Ayat-ayat (Tanda-tanda) Allah Swt.  membaca Tanda-tanda alam   dan  Tanda-tanda zaman --  sebagaimana yang diisyaratkan  Allah Swt. dalam Al-Quran, firman-Nya:
اِنَّ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ  الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾           
Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta   pertukaran malam dan siang لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ  -- benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,    yaitu الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ     --   orang-orang yang  mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil  berbaring atas rusuk mereka, dan mereka memikirkan mengenai penciptaan seluruh langit dan bumi  seraya berkata:  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ     -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini  sia-sia, سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ      --  Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia   maka peliharalah kami dari azab Api.” (Ali ‘Imran [3]:191-192).
  Pelajaran yang terkandung dalam penciptaan seluruh  langit dan bumi dan dalam pergantian malam dan siang ialah: manusia diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani dan jasmani. Bila ia berbuat amal saleh maka masa kegelapannya dan masa kesedihannya pasti akan diikuti oleh masa terang benderang dan kebahagiaan.
   Tatanan agung yang dibayangkan pada ayat-ayat sebelumnya tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan tertentu, dan karena seluruh alam ini telah dijadikan untuk menghidmati manusia, tentu saja kejadian manusia sendiri mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula, yakni untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57)
Bila orang merenungkan tentang kandungan arti keruhanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu, ia akan begitu terkesan dengan mendalam oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya (Maha Pencipta-nya) lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan:  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  -- “Ya  Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api.”
 Jadi, jika pelanggaran terhadap hukum alam  pasti  pelakunya akan menanggung akibat buruk perbuatan yang dilakukannya, demikian juga halnya pelanggaran terhadap hukum-hukum syariat pun  para pelanggarnya tidak akan dibiarkan Allah Swt.  tanpa hukuman dari-Nya. Kesadaran ruhani tersebut digambarkan dalam firman selanjutnya:
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.”

Beriman Kepada Rasul Allah yang Dijanjikan

       Kesadaran ruhani atau bashirah (penglihatan ruhani) mereka sampai kesapada suatu kesimpulan yang benar sesuai dengan Sunnatullah mengenai eratnya hubungan terjadinya  azab Ilahi dengan pendustaan dan penentangan terhadap Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.6:132-133; QS.11:117-118; QS.17:16-19; QS.20:134-136;  QS.26:209-210; QS.28:60), firman-Nya:
رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
 “Wahai Rabb (Tuhan) kami,  اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ  -- sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata: اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ     -- "Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu,"  فَاٰمَنَّا -- maka kami telah beriman.  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  -- Wahai Rabb (Tuhan) kami,   ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,   hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang ber-buat kebajikan.” (Ali ‘Imran [3]:193-194).
 Makna  dzunub dalam ayat  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا – “Wahai Rabb (Tuhan) kami,   ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,  yang umumnya menunjuk kepada kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahan dan kealpaan-kealpaan yang biasa melekat pada diri manusia, dapat melukiskan relung-relung gelap dalam hati, yang ke tempat itu Nur Ilahi tidak dapat sampai dengan sebaik-baiknya, sedangkan sayyi’at  dalam ayat  وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا  --   hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kamiyang secara relatif  merupakan kata yang bobotnya lebih keras, dapat berarti gumpalan-gumpalan awan debu yang menyembunyikan cahaya matahari ruhani dari pemandangan kita. Lihat pula ayat-ayat QS.2:82 dan QS.3:17.
   Bahwa pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, bukan saja erat kaitannya dengan terjadinya berbagai bentuk azab Ilahi  jika manusia melakukan pendustaan dan penentangan secara zalim terhadapnya, tetapi juga beliau datang membawa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadanya. Itulah sebabnya Allah Swt. menyebut para  rasul Allah – terutama Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagai basyīran (pembawa kabar gembira)  mengenai ampunan serta rahmat Ilahi dan sebagai nadzīran (pemberi peringatan) tentang azab Ilahi (QS.2:120; QS.33:46; QS.34:29; QS.35:25; QS.41:5).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  6 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar