Jumat, 29 Agustus 2014

"Mi'raj Akal" Orang-orang "Berakal" yang Mempergunakan "Akalnya" (Indera-indera Ruhaninya) dengan Baik & Penyesalan Besar Penghuni Neraka Jahannam




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   303

   Mi’raj Akal  Orang-orang “Berakal” yang  Mempergunakan “Akalnya (Indera-indera Ruhaninya) dengan Baik & Penyesalan Besar Penghuni Neraka Jahannam
    

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan  mengenai kandungan arti keruhanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu (QS.3:191), ia akan begitu terkesan dengan mendalam oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya (Maha Pencipta-nya) lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan:  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  -- “Ya  Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api.” (Ali ‘Imran [3]:192).
          Jadi, jika pelanggaran terhadap hukum alam  pasti  pelakunya akan menanggung akibat buruk perbuatan yang dilakukannya, demikian juga halnya pelanggaran terhadap hukum-hukum syariat pun  para pelanggarnya tidak akan dibiarkan Allah Swt.  tanpa hukuman dari-Nya. Kesadaran ruhani tersebut digambarkan dalam firman selanjutnya:
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.” (Ali ‘Imran [3]:193).

Beriman Kepada Rasul Allah yang Dijanjikan

       Kesadaran ruhani atau bashirah (penglihatan ruhani) mereka sampai kepada suatu kesimpulan yang benar sesuai dengan Sunnatullah mengenai eratnya hubungan terjadinya  azab Ilahi dengan pendustaan dan penentangan terhadap Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.6:132-133; QS.11:117-118; QS.17:16-19;  QS.26:209-210; QS.28:60), sebab jika azab Ilahi ditimpakan kepada manusia sebelum kepada mereka diutus seorang Rasul Allah sebagai basyīran (pemberi kabar gembira) dan nazhīran (pemberi peringatan) maka manusia akan punya dalih (alasan) untuk menyalahkan Allah Swt. bahwa mengapa Allah Swt. tidak memberitahukan kepada mereka mengenai kesesatan apa saja yang mereka lakukan, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِ  الۡاُوۡلٰی ﴿﴾  وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan mereka berkata: "Mengapakah ia (rasul) tidak mendatang­kan kepada kami suatu Tanda dari Rabb-nya (Tuhannya)?" اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِ  الۡاُوۡلٰی   -- bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu?    Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebe-lum ini  niscaya mereka akan berkata: رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی    -- "Ya  Rabb (Tuhan) kami, me­ngapakah   Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?"    Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun  tunggulah, lalu segera kamu akan me-ngetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak.. (Thā Hā [20]:134-136).
       Itulah sebabnya dengan melihat berkobarnya berbagai macam “api” azab Ilahi yang terjadi di kalangan umat manusia   maka  orang-orang yang berakal tersebut sampai kepada kesimpulan yang  benar mengenai kepastian telah datangnya Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada mereka,  firman-Nya:
رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
 “Wahai Rabb (Tuhan) kami,  اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ  -- sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata: اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ     -- "Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu,"  فَاٰمَنَّا -- maka kami telah beriman.  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  -- Wahai Rabb (Tuhan) kami,   ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,   hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang ber-buat kebajikan.” (Ali ‘Imran [3]:194).

Keburukan “Mata Ruhani yang Buta

        Jadi, penyebab utama  penolakan dan penentangan terhadap  rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan  Allah Swt. di setiap zaman (QS.7:35-37)   -- termasuk di Akhir Zaman ini --  sebenarnya bukan   pada masalah telah   atau  belum datangnya rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah tersebut melainkan kepada “ketidakberakalan” mereka itu, yang dalam Surah Al-Hajj disebut sebagai “kebutaan hati” atau “kebutaan mata ruhani”.
         Mengapa demikian? Sebab bagi orang-orang yang indera-indera ruhaninya tidak berfungsi, sekali pun rasul Allah yang dijanjikan tersebut benar-benar telah datang disertai berbagai macam  dalil dan Tanda-tanda yang jelas dari Allah Swt. (QS.6:112-114), tetapi mereka tetap saja akan mendustakan dan akan menentangnya dengan penuh kedegilan, firman-Nya:
فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ ﴿﴾    اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾
Dan berapa banyak kota yang Kami telah  membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim  lalu  dinding-dindingnya  jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi.    Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu  menjadikan hati mereka memahami dengannya   atau menjadikan telinga  mereka mendengar dengannya?  فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ  -- maka sesungguhnya bukan mata yang buta  tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada.    (Al-Hājj [22]:46-47).
         Dari ayat  47   jelas bahwa orang-orang mati, orang-orang buta, dan orang-orang tuli, yang dibicarakan di sini atau di tempat lain dalam Al-Quran ialah, orang-orang yang ditilik dari segi ruhani telah mati, buta, dan tuli.  Menurut Allah Swt.  orang-orang seperti itu itu bahkan lebih buruk daripada “binatang ternak,  firman-Nya:  
وَ لَقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ  لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  menjadikan  untuk penghuni  Jahannam1075 banyak di antara jin dan ins (manusia),  لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا  --  mereka memiliki hati tetapi mereka tidak mengerti dengannya, mereka  memiliki   mata te-tapi  mereka tidak melihat dengannya, mereka memiliki telinga  tetapi mereka tidak mendengar dengannya,  اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ  --   mereka itu  seperti binatang ternak,  بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ  -- bahkan mereka lebih sesat.  اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ  -- Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’rāf [7]:180).

Lebih Buruk Daripada “Binatang Ternak” &  Para  "Pemuja Hawa Nafsu"

      Sehubungan dengan “binatang ternak”, mengenai orang-orang yang “tidak mempergunakan akal  atau orang-orang yang “indra-indra ruhaninya lumpuh  tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمُ  اتَّبِعُوۡا مَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰہُ قَالُوۡا بَلۡ نَتَّبِعُ مَاۤ اَلۡفَیۡنَا عَلَیۡہِ اٰبَآءَنَا ؕ اَوَ لَوۡ کَانَ اٰبَآؤُہُمۡ لَا یَعۡقِلُوۡنَ شَیۡئًا وَّ لَا  یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا کَمَثَلِ الَّذِیۡ یَنۡعِقُ بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً  وَّ  نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ  فَہُمۡ  لَا  یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan  apabila dikatakan ke-ada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”, mereka berkata:  Tidak, bahkan kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati bapak-ba-pak kami biasa melakukannya  Apakah sekali pun  bapak-bapak mereka itu tidak mengerti suatu apa pun, dan tidak pula mereka mendapat petunjuk?  Dan perumpamaan  keadaan orang-orang kafir itu  نِدَآءً وَّ  کَمَثَلِ الَّذِیۡ یَنۡعِقُ بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً -- seperti  seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar kecuali hanya panggilan dan seruan belaka. یَعۡقِلُوۡنَ  لَا  فَہُمۡ    صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ -- Mereka tuli, bisu, dan buta, karena itu  mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah [2]:171-172).
          Dalam ayat 171 dijelaskan bahwa sungguh ganjil benar, namun demikian amat  disayangkan, bahwa dalam urusan agama yang begitu erat hubungannya dengan kehidupannya yang kekal, manusia seringkali puas dengan mengikuti secara membabi-buta jejak orang-orang tuanya (leluhur mereka )atau para pemuka agama mereka. Tetapi dalam urusan duniawi  -- yang hanya bertalian dengan kepentingan hidup di dunia ini   saja dan itu pun hanya sebagian --  ia berhati-hati sekali agar ia menempuh jalan yang tepat dan tidak mengikuti orang-orang lain dengan membabi buta.
     Makna perumpamaan dalam ayat selanjutnya, Nabi Besar Muhammad saw. menyampaikan Amanat Allah Swt. kepada orang-orang kafir. Beliau saw. itu penyeru dan mereka mendengar suara beliau saw., tetapi tidak berusaha menangkap maknanya. Kata-kata (seruan) beliau saw. seolah-olah sampai kepada telinga orang tuli dengan  akibat bahwa kemampuan ruhani mereka menjadi sama sekali rusak dan martabat mereka jatuh sampai ke taraf keadaan  binatang ternak  dan binatang buas (QS.7:180) yang hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya, sebagaimana  firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.: 
اَرَءَیۡتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰـہَہٗ ہَوٰىہُ ؕ اَفَاَنۡتَ تَکُوۡنُ  عَلَیۡہِ   وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾  اَمۡ  تَحۡسَبُ اَنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  یَسۡمَعُوۡنَ  اَوۡ یَعۡقِلُوۡنَ ؕ اِنۡ  ہُمۡ   اِلَّا  کَالۡاَنۡعَامِ  بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ  سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Apakah engkau melihat  orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Maka apakah engkau menjadi pengawas atasnya?   Ataukah engkau menyangka  bahwa sesungguhnya kebanyakan dari mereka mendengar atau mengerti?  Mereka tidak lain melainkan seperti hewan ternak  bahkan mereka lebih sesat dari jalannya.  (Al-Furqān [25]:44-45)
        Keinginan-keinginan, lamunan-lamunan, dan khayalan-khayalannya sendiri itulah yang pada umumnya orang puja lebih dari apa pun, dan inilah yang menjadi batu penghalang baginya untuk menerima kebenaran. Dalam intelek atau akal, manusia boleh jadi telah jauh maju, sehingga ia tidak lagi membungkukkan diri di hadapan batu-batu dan bintang-bintang, akan tetapi ia belum mengatasi pemujaannya terhadap cita-cita, prasangka-prasangka, dan khayalan-khayalannya yang palsu.
        Pemujaan berhala-berhala yang bersemayam dalam hatinya itulah yang dicela di sini. Daripada ia memanfaatkan kemampuan-kemampuannya yang dianugerahkan Allah Swt. untuk berpikir dan mendengar, dan yang seharusnya membantu manusia mengenal dan menyadari kebenaran, malah ia meraba-raba  dalam kegelapan. Pada saat itu jatuhlah ia ke taraf hidup bagaikan hewan ternak, bahkan lebih rendah daripada itu, sebab hewan ternak tidak diberi kemampuan memilih dan membedakan, sedang manusia diberi daya (kemampuan) itu (QS.76:1-5).

Penyesalan Besar Penghuni Neraka Jahannam

       Mengisyaratkan kepada pentingnya  mempergunakan akal” secara benar itu pulalah yang disesali para ahli neraka mengenai ketololan diri mereka sendiri ketika mereka menjadi penghuni neraka jahannam,  padahal  rasul Allah telah memperingatkan mereka sebelumnya, firman-Nya:
تَکَادُ  تَمَیَّزُ مِنَ  الۡغَیۡظِ ؕ کُلَّمَاۤ  اُلۡقِیَ فِیۡہَا  فَوۡجٌ سَاَلَہُمۡ خَزَنَتُہَاۤ  اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ  نَذِیۡرٌ ﴿﴾  قَالُوۡا  بَلٰی قَدۡ جَآءَنَا  نَذِیۡرٌ ۬ۙ  فَکَذَّبۡنَا وَ قُلۡنَا مَا نَزَّلَ اللّٰہُ  مِنۡ شَیۡءٍ ۚۖ اِنۡ  اَنۡتُمۡ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ کَبِیۡرٍ﴿﴾
Hampir-hampir neraka itu pecah karena marah.  Setiap kali dilempar-kan ke dalamnya sekelompok orang kafir akan bertanya kepada mereka penjaga-penjaganya: اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ  نَذِیۡرٌ  -- “apakah tidak pernah datang kepada kamu seorang Pemberi peringatan?” قَالُوۡا  بَلٰی قَدۡ جَآءَنَا  نَذِیۡرٌ -- Mereka berkata: “Benar,  sungguh  telah datang kepada kami seorang Pemberi peringatan   فَکَذَّبۡنَا وَ قُلۡنَا مَا نَزَّلَ اللّٰہُ  مِنۡ شَیۡءٍ  -- tetapi kami mendustakannya dan kami berkata: “Allah sekali-kali tidak menurunkan sesuatu pun,   اِنۡ  اَنۡتُمۡ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ کَبِیۡرٍ -- kamu tidak lain melainkan di dalam kesesatan yang besar.”  (Al-Mulk [67]:9-10).
       Perkataan mereka  فَکَذَّبۡنَا وَ قُلۡنَا مَا نَزَّلَ اللّٰہُ  مِنۡ شَیۡءٍ  -- tetapi kami mendustakannya dan kami berkata: “Allah sekali-kali tidak menurunkan sesuatu pun” pada hakikatnya  bentuk lain dari  itikad sesat  lā nabiyya ba’dahu     -- tidak akan pernah ada lagi nabi sesudahnya” (QS.41:35; QS.72:8; QS.10:75). Selanjutnya “orang-orang yang bernasib malang” tersebut menyesali ketololan diri mereka sendiri, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا  لَوۡ  کُنَّا نَسۡمَعُ  اَوۡ نَعۡقِلُ مَا کُنَّا فِیۡۤ   اَصۡحٰبِ السَّعِیۡرِ ﴿﴾ فَاعۡتَرَفُوۡا بِذَنۡۢبِہِمۡ ۚ فَسُحۡقًا  لِّاَصۡحٰبِ السَّعِیۡرِ ﴿﴾  اِنَّ  الَّذِیۡنَ یَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ بِالۡغَیۡبِ لَہُمۡ مَّغۡفِرَۃٌ  وَّ  اَجۡرٌ  کَبِیۡرٌ ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Seandainya kami mendengarkan atau mempergunakan akal,   tentu kami  tidak akan termasuk penghuni Api yang menyala-nyala.” Maka mereka mengakui dosa-dosa mereka, maka kebinasaanlah bagi para penghuni Api yang menyala-nyala.     اِنَّ  الَّذِیۡنَ یَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ بِالۡغَیۡبِ لَہُمۡ مَّغۡفِرَۃٌ  وَّ  اَجۡرٌ  کَبِیۡرٌ  -- sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Rabb (Tuhan) mereka dalam keadaan tidak nampak, bagi mereka ada ampunan dan ganjaran besar. (Al-Mulk [67]:11-13).
     Makna lain dari ayat  لَوۡ  کُنَّا نَسۡمَعُ  اَوۡ نَعۡقِلُ مَا کُنَّا فِیۡۤ   اَصۡحٰبِ السَّعِیۡرِ -- Seandainya kami mengikuti peraturan-peraturan syariat atau mengikuti kata-hati dan pertimbangan akal, tentu kami  tidak akan termasuk penghuni Api yang menyala-nyala.”
   Jadi, betapa beruntungnya “orang-orang berakal” yang “mempergunakan akalnya   dengan benar, sebab mereka bukan saja dapat membaca Tanda-tanda Ilahi yang terdapat dalam Al-Quran, tetapi juga mampu membaca dan Tanda-tanda Zaman dan Tanda-tanda alam  yang terus menerus menampakkan kemurkaaannya, firman-Nya: 
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.   “Wahai Rabb (Tuhan) kami,  sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata: اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ     -- "Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu,"  فَاٰمَنَّا -- maka kami telah beriman.  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  -- Wahai Rabb (Tuhan) kami,   ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.”  ” (Ali ‘Imran [3]:193-194).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  8 Agustus     2014
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar