Sabtu, 02 Agustus 2014

Peringatan dan Nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. Dalam Khutbah Haji Wada' & Doa dan Nubuatan Nabi Ibrahim a.s. a.s. tentang Munculnya Kembali Kemusyrikan di Timur Tengah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   280

Peringatan dan Nubuatan Nabi Besar Muhammad Saw. Dalam Khutbah   Hajji Wada’  & Doa dan Nubuatan Nabi Ibrahim a.s. Tentang Munculnya Kembali Kemusyrikan di  Timur Tengah


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai keadaan orang-orang yang melepaskan pegangan mereka kepada “tali Allah   -- yakni Al-Quran dan Rasul Allah --  karena mereka  lebih suka mentaati para “thāghūt” sembahan mereka,  yang mengeluarkan mereka dari “cahaya” (keamanan dan ketentraman hidup) kepada berbagai bentuk  kegelapan” (pertentangan dan peperangan),  dan mereka tidak bisa keluar lagi dari berbagai  kegelapan” tersebut,  firman-Nya:
 یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ  ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  وَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ  اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ  الۡاُمُوۡرُ  ﴿﴾٪
Pada hari  ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya   menjadi hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka:  اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ  --  “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman?  فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ  -- maka rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu."  وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ   --  dan  ada pun orang-orang yang wajahnya putih, فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ   -- maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal  di dalamnya.   تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ  -- itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq,   وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ  ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ   -- dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman  atas seluruh alam.   وَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ  اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ  الۡاُمُوۡرُ     -- dan  milik Allah-lah apa pun  yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan. (Ali ‘Imran [3]:107-110).
      Makna ayat dikatakan kepada mereka:  اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ  --  “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman?  فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ  -- maka rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu" dapat mengisyaratkan pendustaan dan penentangan terhadap Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka dan mereka sedang menunggu-nunggu kedatangannya di Akhir Zaman ini (QS.7:35-37; QS.61:10; QS.62:3-5).


        Al-Quran telah menerangkan warna-warna “putih” dan “hitam” sebagai lambang, masing-masing untuk “kebahagiaan” dan “kesedihan” (QS.3:107, 108; QS.75:23-25; QS.80:39-41). Bila seseorang melakukan perbuatan yang karenanya ia mendapat pujian, orang Arab mengatakan mengenai dia: ibyadhdhaha wajhuhu, yakni “wajah orang itu menjadi putih”. Dan bila ia melakukan suatu pekerjaan yang patut disesali, maka dikatakan  mengenai dia iswadda wajhuhu, yakni  wajahnya telah menjadi hitam.”  
       Dengan demikian benarlah pernyataan Allah Swt. berikut ini mengenai kesia-siaan melakukan pemaksaan kehendak  melalui tindakan  kekerasan, firman-Nya:
لَاۤ اِکۡرَاہَ فِی الدِّیۡنِ ۟ۙ قَدۡ تَّبَیَّنَ الرُّشۡدُ مِنَ الۡغَیِّ ۚ فَمَنۡ یَّکۡفُرۡ بِالطَّاغُوۡتِ وَ یُؤۡمِنۡۢ بِاللّٰہِ فَقَدِ اسۡتَمۡسَکَ بِالۡعُرۡوَۃِ الۡوُثۡقٰی ٭ لَا انۡفِصَامَ  لَہَا ؕ وَ اللّٰہُ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ اَللّٰہُ وَلِیُّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۙ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَوۡلِیٰٓـُٔہُمُ الطَّاغُوۡتُ ۙ یُخۡرِجُوۡنَہُمۡ مِّنَ النُّوۡرِ اِلَی الظُّلُمٰتِ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ﴿﴾٪
Tidak ada paksaan  dalam agama. Sungguh  jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan,  فَمَنۡ یَّکۡفُرۡ بِالطَّاغُوۡتِ وَ یُؤۡمِنۡۢ بِاللّٰہِ فَقَدِ اسۡتَمۡسَکَ بِالۡعُرۡوَۃِ الۡوُثۡقٰی  -- karena itu barangsiapa kafir kepada thāghūt   dan beriman kepada Allah, maka sungguh  ia  telah berpegang kepada suatu pegangan yang sangat kuat  لَا انۡفِصَامَ  لَہَا ؕ وَ اللّٰہُ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ  --  lagi tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. اَللّٰہُ وَلِیُّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۙ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ  --   Allah adalah Pelindung orang-orang beriman,  Dia mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya, وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَوۡلِیٰٓـُٔہُمُ الطَّاغُوۡتُ ۙ یُخۡرِجُوۡنَہُمۡ مِّنَ النُّوۡرِ اِلَی الظُّلُمٰتِ -- “dan orang-orang kafir  pelindung mereka adalah thāghūt,  yang   mengeluarkan mereka dari cahaya kepada berbagai kegelapan,  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- “mereka itu  penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:257-258).
       Thāghūt adalah: orang-orang yang bertindak melampaui batas-batas kewajaran; iblis; orang-orang yang menyesatkan orang lain dari jalan lurus dan benar; segala bentuk berhala. Kata itu dipakai dalam arti mufrad dan jamak (QS.2:258 dan QS.4:61).
      
Azab Ilahi Akibat Pelanggaran Terhadap Perintah-perintah Allah Swt.

      Jadi, kembali kepada peringatan Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini kepada mereka yang mendapat  giliran  sebagai “pemelihara” Haramain (dua kota suci Makkah dan Madinah):     
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَوۡفُوۡا بِالۡعُقُوۡدِ ۬ؕ اُحِلَّتۡ لَکُمۡ بَہِیۡمَۃُ الۡاَنۡعَامِ  اِلَّا مَا یُتۡلٰی عَلَیۡکُمۡ غَیۡرَ مُحِلِّی الصَّیۡدِ وَ اَنۡتُمۡ حُرُمٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  یَحۡکُمُ مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُحِلُّوۡا شَعَآئِرَ اللّٰہِ وَ لَا الشَّہۡرَ الۡحَرَامَ وَ لَا الۡہَدۡیَ وَ لَا الۡقَلَآئِدَ وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا ؕ وَ اِذَا حَلَلۡتُمۡ فَاصۡطَادُوۡا ؕ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا ۘ وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ ۪ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Hai orang-orang yang beriman, penuhilah  perjanjian-perjanjian kamu. Dihalalkan bagi kamu binatang binatang  berkaki empat, kecuali  apa yang akan diberitahukan kepada kamu,  dengan tidak menghalalkan binatang buruan  selama kamu dalam keadaan ihram, sesungguhnya Allah menetapkan hukum mengenai apa yang Dia kehendaki.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah mencemari Syiar-syiar Allah,  jangan mencemari Bulan  Haram,  jangan  mencemari binatang-binatang kurban, jangan mencemari binatang-binatang kurban yang ditandai kalung,   وَ لَاۤ  آٰمِّیۡنَ الۡبَیۡتَ الۡحَرَامَ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رِضۡوَانًا   -- dan jangan  mencemari yakni menghalangi orang-orang yang   menziarahi Baitul Haram untuk  mencari karunia dan keridhaan dari  Rabb (Tuhan) mereka. Tetapi apabila kamu telah melepas pakaian ihram maka kamu boleh berburu.  وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ اَنۡ صَدُّوۡکُمۡ عَنِ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اَنۡ تَعۡتَدُوۡا   -- dan  janganlah kebencian sesuatu kaum kepada kamu  karena mereka telah  menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram mendorongmu melampaui batas. وَ تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡبِرِّ وَ التَّقۡوٰی   -- Dan tolong-menolonglah kamu dalam birr (kebajikan) dan takwa,   ۪ وَ لَا تَعَاوَنُوۡا عَلَی الۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ  -- janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan,  وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ  --  dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Maidah [5]:1-3).
       Di Akhir Zaman ini   -- khususnya di Timur Tengah – peringatan Allah Swt. pada akhir ayat tersebut sedang menjadi kenyataan, sebagai bukti bahwa Al-Quran bukanlah kitab berisi “kisah-kisah kaum purbakala” sekedar dongeng  belaka (QS.6:26; QS.8:32; QS.16:25, QS.23”84; QS.25:6; QS.27:69; QS.46:18;  QS.68:16; QS.83:14) melainkan penuh dengan nubuatan (kabar gaib) yang pasti akan  kembali terjadi dengan cerita  dan peran yang sama tetapi para pemerannya berbeda, sebagaimana yang dijanjikan iblis kepada Allah Swt. untuk menghadang hamba-hamba Allah  yang beriman kepada Adam (Khalifah Allah) di jalan lurus  dengan segala cara (QS.7:12-19; QS.17:62-66).

Nubuatan dalam Khutbah Hajji Wada’ (Haji Terakhir) Nabi Besar Muhammad Saw.

      Memang benar di Akhir Zaman ini di Ka’bah (Baitullah) tidak ada lagi wujud-wujud “berhala” atau “thaghut” yang  nyata, tetapi bebagai bentuk “berhala” dan thaghut” yang tidak nyata telah kembali mengepung Baitullah yang merupakan lambang Tauhid Ilahi  yang ditegakkan kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. (QS.2:128-130) dan dibersihkan  lagi dari kerumunan 360 berhala sembahan bangsa Arab jahiliyah oleh  Nabi Besar Muhammad saw. (QS.17:82; QS.21:19; QS.34:50), sebagai  pengabulan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s.,  khusus berkenaan dengan “kemusyrikan”  yang akan kembali melanda wilayah Timur Tengah, yang menyebabkan terjadinya perpecahan umat Islam dan peperangan di antara mereka,  akibat ulah para “thaghut” yang masing-masing mengatasnamakan “agama Islam  atau   mengatasnamakan  Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw.” sesuai dengan  peringatan dan nubuatan  Nabi Besar Muhammad saw. pada khutbah Hajji Wada.
       Hari itu Hari Tarwiyah 10 H. Saat itu Rasulullah Saw. pergi ke Mina dan melaksanakan shalat zuhur, asar, magrib, isya, dan subuh di sana. Seusai menanti beberapa seat hingga matahari terbit, beliau lantas melanjutkan perjalanan hing­ga tiba di Arafah. Tenda-tenda waktu itu telah didirikan di sana. Beliau pun masuk tenda yang disiapkan bagi beliau.
      Setelah matahari tergelincir, Nabi Besar Muhammad saw.  meminta agar Al-Qashwa', unta beliau, didatangkan. Beliau kemudian menungganginya hingga tiba di tengah Padang Arafah. Di sana telah berkumpul sekitar 124.000 atau 144.000 kaum Muslim. Beliau  saw. kemudian berdiri di hadapan mereka me­nyampaikan khutbah haji terakhir beliau  saw. yang lebih dikenal dengan sebutan haji wada':
       Wahai manusia! Dengarkanlah nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi bertemu muka dengan kamu semua di tempat ini. Tahukah kamu semua, hari apakah ini? (Beliau menjawab sendiri) Inilah Hari Nahr, hari kurban yang suci.Tahukah kamu bulan apakah ini? Inilah bulan suci. Tahukah kalian tempat apakah ini? Inilah kota yang suci. Karena itu, aku permaklumkan kepada kalian semua bahwa darah dan nyawa kalian, harta benda kalian dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kalian sampai kalian bertemu dengan Tuhan kalian kelak. Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian!

Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

       Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang siapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah ia bayarkan kepada yang empunya. Dan, sesungguhnya riba jahiliah adalah batil. Dan awal riba yang pertama sekali kuberantas adalah riba yang dilakukan pamanku sendiri, Al-'Abbas bin'Abdul-Muththalib.
       Hari ini haruslah dihapuskan semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan jahiliah, dan penuntutan darah cara jahiliah. Yang pertama kali kuhapuskan adalah tuntutan darah 'Amir bin Al-Harits.
         Wahai manusia! Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumi kalian yang suci ini. Tetapi, ia bangga jika kamu dapat menaatinya walau dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Karena itu, waspadalah kalian atasnya! Wahai manusia! Sesungguhnya zaman itu beredar sejak Allah menjadikan langit dan bumi.
       Wahai manusia! Sesungguhnya bagi kaum wanita (istri kalian) itu ada hak-hak yang harus kalian penuhi, dan bagi kalian juga ada hak-hak yang harus dipenuhi istri itu. Yaitu, mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kalian sendiri, dan mereka tak boleh membawa orang lain yang tidak kalian sukai ke rumah kalian, kecuali setelah mendapat izin dari kalian terlebih dahulu.
      Karena itu, sekiranya kaum wanita itu melanggar ketentuan-ketentuan demikian, sesungguhnya Allah telah mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka, dan kalian boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu.Tetapi, jika mereka berhenti dan tunduk kepada kalian, menjadi kewajiban kalianlah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya.
       Ingatlah, kaum hawa adalah makhluk yang lemah di samping kalian. Mereka tidak berkuasa. Kalian telah membawa mereka dengan suatu amanah dari Tuhan dan kalian telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah tentang urusan wanita dan terimalah wasiat ini untuk bergaul baik dengan mereka.

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

       Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu, yang jika kalian memeganginya erat­-erat, niscaya kalian tidak akan sesat selamanya. Yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Wahai manusia! Dengarkanlah baik-baik apa yang kuucapkan kepada kalian, niscaya kalian bahagia untuk selamanya dalam hidup kalian!
      Wahai manusia! Kalian hendaklah mengerti bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, bagi tiap­-tiap pribadi di antara kalian terlarang keras mengambil harta saudaranya, kecuali dengan izin hati yang ikhlas.

Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah saksikanlah!

        Janganlah kalian, setelah aku meninggal nanti, kembali kepada kekafiran, yang sebagian kalian mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Sebab, bukankah telah kutinggalkan untuk kalian pedoman yang benar, yang jika kalian mengambilnya sebagai pegangan dan lentera kehidupan kalian, tentu kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (AI­Quran)?

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

        Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling bertakwa. Tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

       Karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir!”

Doa  dan Nubuatan Nabi Ibrahim a.s.  Tentang  Munculnya  Lagi Kemusyrikan

      Nasihat Nabi Besar Muhammad saw, -- berupa peringatan dan nubuatan – yang beliau saw. kemukakan dalam khutbah hajji wada’ tersebut sejalan dengan doa dan nubuatan Nabi Ibrahim a.s. beberapa ribu tahun sebelumnya di lembah Bakkah (Makkah), firman-Nya:
وَ اِذۡ  قَالَ اِبۡرٰہِیۡمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا الۡبَلَدَ  اٰمِنًا وَّ اجۡنُبۡنِیۡ وَ بَنِیَّ  اَنۡ نَّعۡبُدَ  الۡاَصۡنَامَ ﴿ؕ﴾  رَبِّ اِنَّہُنَّ اَضۡلَلۡنَ  کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ ۚ فَمَنۡ تَبِعَنِیۡ فَاِنَّہٗ  مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ عَصَانِیۡ فَاِنَّکَ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah kota ini tempat yang aman, dan  lindungilah aku dan anak-anakku dari menyembah berhala-berhala.   Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),   sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari antara manusia, lalu barangsiapa mengikutiku maka sesungguhnya ia dariku, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ibrahim [14]:36-37).
        Doa Nabi Ibrahim a.s yang disinggung dalam ayat ini menunjukkan, bahwa beliau mengetahui  bahwa kemusyrikan pada suatu hari akan merajalela di Mekkah dan di negeri sekitarnya. Jadi doa itu merupakan cetusan hasrat beliau untuk memelihara keturunan beliau dari kemusyrikan, dan doa itu dipanjatkan  ribuan  tahun yang silam. Lebih lanjut Nabi Ibrahim a.s. berdoa: 
رَبَّنَاۤ  اِنِّیۡۤ  اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ غَیۡرِ  ذِیۡ  زَرۡعٍ عِنۡدَ  بَیۡتِکَ  الۡمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِیُـقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ فَاجۡعَلۡ اَفۡئِدَۃً مِّنَ النَّاسِ تَہۡوِیۡۤ اِلَیۡہِمۡ وَارۡ زُقۡہُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ ﴿﴾  رَبَّنَاۤ  اِنَّکَ تَعۡلَمُ مَا نُخۡفِیۡ وَ مَا نُعۡلِنُ ؕ وَ مَا یَخۡفٰی عَلَی اللّٰہِ مِنۡ شَیۡءٍ  فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا  فِی  السَّمَآءِ﴿﴾
”Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian  keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah Engkau yang suci.  Ya  Rabb (Tuhan) kami, supaya mereka  mendirikan shalat,   maka jadikanlah hati manusia cenderung  kepada mereka dan berilah  mereka  rezeki berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.  Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami nyatakan, dan tidak ada  sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah sesuatu pun di bumi dan tidak pula di langit, (Ibrahim [14]:38-39).
       Yang diisyaratkan dalam ayat  رَبَّنَاۤ  اِنِّیۡۤ  اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ غَیۡرِ  ذِیۡ  زَرۡعٍ عِنۡدَ  بَیۡتِکَ  الۡمُحَرَّمِ  --  ”Ya Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian  keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah Engkau yang suci ialah penempatan putra  Nabi  Ibrahim  a.s.  yakni Isma’il a.s. dan istri Nabi Ibrahim a.s., yaitu Siti Hajar, di belantara Arabia. Nabi Ismail a.s.  masih kecil pada waktu Nabi Ibrahim a.s.  — yang oleh karena patuhnya kepada perintah Ilahi dan untuk memenuhi rencana Ilahi — membawa beliau dan ibunda beliau, Siti Hajar, ke daerah yang kering dan gersang, tempat sekarang terletak kota Mekkah.
        Pada masa itu tiada satu pun tanda adanya kehidupan dan tidak ada syarat untuk dapat hidup di tempat itu (Bukhari). Tetapi Allah Swt.  telah merencanakan sedemikian rupa sehingga tempat itu menjadi medan kegiatan bagi amanat terakhir dari Allah  Swt.  untuk seluruh umat manusia.
         Nabi Isma’il  a.s.  telah terpilih sebagai alat untuk melaksanakan rencana Ilahi itu.   Doa Nabi Ibrahim a.s.  tersebut  telah memperoleh perwujudan yang sempurna dalam diri Nabi Besar Muhammad saw.   (QS.2:128-130), sebab sebelum beliau saw hanya orang-orang Arab sajalah yang berkunjung ke Mekkah untuk mempersembahkan kurban-kurban mereka, tetapi sesudah kedatangan beliau saw., bangsa-bangsa dari seluruh dunia mulai berkunjung ke kota itu.

Makna Istighfar Para Nabi Allah

         Doa Nabi Ibrahim a.s. tersebut iucapkan pada saat, ketika tidak ada sehelai pun rumput nampak tumbuh dalam jarak bermil-mil di sekitar Mekkah. Namun nubuatan itu telah menjadi sempurna dengan cara yang menakjubkan, sebab buah-buahan yang paling terpilih didatangkan orang berlimpah-limpah ke Mekkah pada setiap musim (QS.2:126-127). Lebih lanjut Nabi Ibrahim a.s. berdoa:
اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ وَہَبَ لِیۡ عَلَی الۡکِبَرِ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ ؕ اِنَّ  رَبِّیۡ لَسَمِیۡعُ  الدُّعَآءِ ﴿﴾ رَبِّ اجۡعَلۡنِیۡ مُقِیۡمَ الصَّلٰوۃِ  وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ٭ۖ رَبَّنَا وَ تَقَبَّلۡ دُعَآءِ ﴿﴾ رَبَّنَا اغۡفِرۡ لِیۡ  وَ لِوَالِدَیَّ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ  یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الۡحِسَابُ ﴿٪﴾
Segala puji bagi Allah Yang telah menganugerahkan kepadaku Isma’il dan Ishaq walaupun usiaku telah lanjut, sesungguhnya  Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Mendengar doa. Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah aku orang yang senantiasa mendirikan shalat, dan juga keturunanku. Ya Rabb kami (Tuhan kami),  dan kabulkanlah doaku. Ya Rabb kami (Tuhan kami), ampunilah  aku dan kedua orangtuaku dan orang-orang yang beriman pada Hari  penghisaban.” (Ibrahim [14]:40-42). 
        Yang menjadi sebab mengapa para nabi Allah biasa membaca istighfar, padahal beliau-beliau pada hakikatnya dijamin untuk mendapat perlindungan terhadap syaitan, ialah kesadaran mereka tentang kesucian dan keagungan Allah Swt. satu pihak, dan mengenai kelemahan diri mereka sendiri di pihak lain.
        Kesadaran akan kelemahan insani itulah yang mendorong mereka untuk mendoa dengan merendahkan diri kepada Allah Swt.,  supaya Dia “menutupi” mereka dengan sifat Rahmān dan Rahīm-Nya, supaya wujud mereka sendiri hilang dan tenggelam sepenuhnya dalam Wujud-Nya. Itulah makna ayat رَبَّنَا اغۡفِرۡ لِیۡ  وَ لِوَالِدَیَّ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ  یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الۡحِسَابُ -- “Ya Rabb kami (Tuhan kami), ampunilah  aku dan kedua orangtuaku dan orang-orang yang beriman pada Hari  penghisaban.”

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  7 Juli     2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar