Minggu, 24 Agustus 2014

Perbedaan "Sahabat-sahabat" Nabi Besar Muhammad Saw. dengan "Saudara-saudara" Beliau saw. di Akhir Zaman




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   300

   Perbedaan  Sahabat-sahabat” Nabi Besar Muhammad Saw. dengan “Saudara-saudara” Beliau Saw.  di Akhir Zaman
    
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna ayat  وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃ  -- “dan bagi mereka di dalamnya ada   jodoh-jodoh yang suci,” (Al-Baqarah [2]:26).  Al-Quran mengajarkan bahwa  tiap-tiap makhluk memerlukan pasangan (jodoh) untuk perkembangannya yang sempurna, firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ  مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pa-sangan,   baik dari apa yang ditum-buhkan oleh bumi dan  dari diri mere-ka sendiri, mau pun  dari apa yang  tidak mereka ketahui.  (Yā Sīn [36]:37).  Lihat pula   QS.13:4;  QS.51:50. 
       Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan (jodoh-jodoh) terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam nabati (tumbuh-tumbuhan)  dan malahan dalam zat anorganik -- bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan sendirinya. Unsur-unsur itu pun bergantung pada zat-zat lain untuk dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah ini berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi turun, manusia tidak dapat memperoleh ilmu sejati yang lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak manusia.
      Demikian pula di dalam surga pun orang-orang bertakwa laki-laki dan perempuan akan mendapat jodoh suci untuk menyempurnakan perkembangan ruhani dan melengkapkan kebahagiaan mereka. Macam apakah jodoh itu hanya dapat diketahui kelak di akhirat.
        Orang-orang beriman juga akan  mempunyai jodoh-jodoh suci di surga.  Salah satu dari sekian banyak “jodoh” (pasangan) dalam surga tersebut adalah istri atau  suami  mereka ketika di dunia,  yang merupan calon-calon penghuni surga.  Di  dunia ini,  istri yang baik adalah  sumber kegembiraan dan kesenangan (QS.25:75; QS.30:22).
       Orang-orang beriman  berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat. Meskipun demikian kesenangan di surga tidak bersifat kebendaan. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat surga, lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
        Jawaban Nabi Besar Muhammad saw. atas pertanyaan istri beliau saw., Ummu Salamah r.a., mengenai seorang perempuan yang pernah menikah   dua atau tiga kali menikah dengan suami-suami yang berbeda: “Menjadi istri  dari suami yang manakah  ia nanti di surga nanti?” Demikian pertanyaannya. Nabi Besar Muhammad saw. menjawab, “Ia akan menjadi istri dari suaminya yang paling bertakwa dari ketiganya.”

Kesia-siaan Para Pencari “Bidadari Surgawi

         Oleh karena itu orang-orang yang mencari “bidadari-bidadari surgawi  di akhirat, tetapi mereka melalaikan kewajibannya terhadap keluarga mereka (istri dan anak-anak mereka)  yang menjadi tanggungjawab mereka (QS.4:35),  dapat dipastikan bahwa mereka itu tidak akan pernah mendapatkan “bidadari surgawi” tersebut, sebagaimana yang diiming-imingi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab berkenaan dengan “para pengantin” pelaku “bom bunuh diri  atau pun mereka yang secara sadar  telah menelantarkan keluarga mereka dengan alasan melakukan “tabligh Islam”,  yang marak di Akhir Zaman ini.
         Mengapa demikian? Sebab Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda mengenai “orang-orang yang terbaik  di kalangan umat Islam dalam pandangan Allah Swt.: Khairukum, khairukum li ahlihi  -- “yang terbaik di antara kalian  adalah yang terbaik terhadap  keluarganya”,  wa ana khairukum li-ahli   -- “dan aku adalah yang terbaik dari antara kalian berkenaan dengan keluargaku”.
      Beliau saw. bersabda lagi:  Wa rajulu rā’in fii buyutihi  wa huwa mas-ūlun man ra’iyyatihii  -- “laki-laki (suami) itu menjadi penggembala di rumahnya  dan ia akan diminta pertanggungjawaban  tentang penggembalaannya.”
Mereka itulah para suami Muslim  hakiki yang digambarkan dalam firman  Allah Swt.  berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
      Mereka itulah para suami atau kepala keluarga  yang benar-benar  beruntung,  karena  mereka   akan kembali berkumpul di alam akhirat dengan penuh kegembiraan dengan “keluarga besar” mereka dalam surga, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ  رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ  شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً  وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ  لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ  عَذَابَ  الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾  رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾  وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ  فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud  yang memikul ‘Arasy dan yang di sekitarnya, mereka bertasbih dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka, mereka beriman kepada-Nya dan mereka memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan) kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau, dan lindungilah mereka dari azab Jahannam.   رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --   Hai Rabb (Tuhan) kami karena itu masukkanlah mereka ke dalam surga-surga abadi yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan begitu pun  orang-orang yang beramal saleh  dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka  dan keturunan-keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana. وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ  فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ  --  “Dan lindungilah mereka dari segala keburukan.  Dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-ke-burukan pada hari itu  maka sungguh  Engkau telah mengasihinya, dan yang demikian itu  kemenangan yang besar.”  (Al-Mu’min [40]:8-19). Lihat pula QS.13:19-25; QS.52:18-22.
       Kembali kepada QS.2:26-27, mengenai  makna kata-kata  وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- “dan mereka akan kekal di dalamnya, ”   berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan atau kemunduran (QS.66:9). Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi  karena makanan surgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran dengan sendirinya akan lenyap.

“Lemah Bagaikan Nyamuk”

       Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. mengemukakan bahwa bagaimana pun sangat menariknya atau sangat mengerikannya mengenai ganjaran dalam surga mau pun siksaan neraka di akhirat  yang digambarkan dalam Al-Quran, tetapi semua itu hanya sekedar gambaran perumpamaan (misal), bukan hakikat yang sebenarnya, firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یَنۡقُضُوۡنَ عَہۡدَ  اللّٰہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مِیۡثَاقِہٖ ۪ وَ یَقۡطَعُوۡنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰہُ بِہٖۤ  اَنۡ یُّوۡصَلَ وَ یُفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ﴿﴾
Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu,   ada pun orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu  kebenaran  dari Rabb (Tuhan) mereka, sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa  yang dikehendaki Allah dengan  perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا  --   dengannya   Dia menyesatkan banyak orang, وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا --   dan dengannya pula    Dia memberi petunjuk banyak orang,  وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ -- dan sekali-kali   tidak ada yang Dia sesatkan dengannya ke-cuali orang-orang  fasik.    --  Yaitu orang-orang yang  melanggar perjanjian dengan Allah sesudah meneguhkannya dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya, dan mereka berbuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yang rugi.  (Al-Baqarah [2]:27).
         Dharaba al-matsala dalam ayat  اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا  -- berarti: ia memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane;  Taj-al-‘Urus, dan QS.14:46).
      Allah Swt. telah menggambarkan surga dan neraka dalam Al-Quran, dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan. Perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan melukiskan mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan baik.
         Kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan surga, mungkin tidak cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya demikian  Itulah makna  اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا    -- “Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu.
         Orang-orang Arab berkata: Adh-‘afu min ba’udhatin, artinya  "ia lebih lemah dari nyamuk". Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan  gambaran nikmat-nikmat surga itu. Orang-orang  beriman mengetahui bahwa kata-kata itu hanya perumpamaan dan mereka berusaha menyelami kedalaman artinya, tetapi orang-orang kafir mulai mencela perumpamaan-perumpamaan itu dan makin bertambah dalam kesalahan dan kesesatan.

Makna “Kaum Lain” yang “Belum Pernah  Bergabung

         Jadi,  kembali kepada firman-Nya mengenai  hidupnya” para syuhada di akhirat, firman-Nya: 
وَ لَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ ﴿﴾ۙ  فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ  اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۙ وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ ۙ اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ۘ
Dan janganlah kamu menyangka mengenai orang-orang yang terbunuh  di jalan Allah bahwa mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ -- tidak, bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb (Tuhan) mereka,  mereka diberi rezeki.   فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ  اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ    --  mereka bergirang hati  dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ  -- dan mereka bergembira terhadap orang-orang  di belakangnya yang  belum pernah bergabung dengan mereka, اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ  --  bahwa tidak ada ketakutan  atas mereka, dan tidak pula mereka  bersedih. (Ali ‘Imran [3]:170-171).
       Kemudian mengenai ayat  وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ  -- dan mereka bergembira terhadap orang-orang  di belakangnya yang  belum pernah bergabung dengan mereka, (Ali ‘Imran [3]:171), para syuhada (orang-orang mati syahīd) merasa gembira bahwa saudara-saudara mereka yang ditinggalkan di dunia ini dan akan mengikuti jejak mereka kemudian akan segera menang atas musuh-musuh mereka.
        Maksudnya adalah ,bahwa sesudah mati segala hijab (tabir gaib) diangkat dan para syuhada diberi makrifat  mengenai kemenangan-kemenangan yang tersedia bagi kaum Muslimin. Mereka mendapat kabar gembira  mengenai saudara-saudaranya,  yaitu para malaikat Allah terus-menerus memberitahukan mereka  mengenai  sukses dan kemenangan-kemenangan yang dicapai Islam sepeninggal mereka.
         Ayat  وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِم   -- “dan mereka bergembira terhadap orang-orang  di belakangnya yang  belum pernah bergabung dengan mereka” pun memiliki hubungan dengan firman Allah Swt. tentang dua kali  pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di masa awal dan di Akhir Zaman ini, firman-Nya: 
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, dan  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --  dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ    --   Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Perbedaan “Sahabat-sahabat” Nabi Besar Muhammad Saw. dengan “Saudara-saudara” Beliau Saw.
       Jadi, yang dimaksud dengan   ayat  وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِم   -- “dan mereka bergembira terhadap orang-orang  di belakangnya yang  belum pernah bergabung dengan mereka” (QS.3:171)    adalah  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --  dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS.62:3), sesuai dengan firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَنۡ یَّرۡتَدَّ مِنۡکُمۡ عَنۡ دِیۡنِہٖ فَسَوۡفَ یَاۡتِی اللّٰہُ بِقَوۡمٍ یُّحِبُّہُمۡ وَ یُحِبُّوۡنَہٗۤ ۙ اَذِلَّۃٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَعِزَّۃٍ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ۫ یُجَاہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا  یَخَافُوۡنَ لَوۡمَۃَ لَآئِمٍ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ  یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu  murtad dari agamanya maka Allah segera akan mendatangkan suatu kaum, Dia akan mencintai mereka dan mereka pun akan mencintai-Nya,  mereka akan bersikap lemah-lembut terhadap  orang-orang beriman  dan keras terhadap orang-orang kafir. Mereka akan berjuang di jalan Allah dan tidak takut akan celaan seorang pencela. Itulah karunia Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Māidah [5]:55).
     Mereka itulah yang  keadaan perkembangannya  digambarkan  secara perumpamaaan dalam Injil, firman-Nya: 
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰۦ وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ  لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ  شَہِیۡدًا ﴿ؕ۲۸﴾ مُحَمَّدٌ  رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
 Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk serta sujud   mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,  وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ   -- dan perumpaman mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkit-kan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu.  وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا  -- Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:30).
     Sehubungan dengan hal tersebut berikut adalah penjelasan Nabi Besar Muhammad saw. mengenai perbedaan “sahabat-sahabat” beliau saw. dengan “saudara-saudara” beliau saw. yang “belum bertemu” dengan beliau saw., dan juga dengan para sahabah r.a.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ فَقَالُوا كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendatangi pekuburan lalu bersabda: "Semoga keselamatan terlimpahkah atas kalian penghuni kuburan kaum mukminin, dan sesungguhnya insya Allah kami akan bertemu kalian. Sungguh aku sangat gembira seandainya kita dapat melihat saudara-saudara kita.” Para sahabat bertanya, “Tidakkah kami semua saudara-saudara engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kamu semua adaah sahabatku, sedangkan  saudara-saudara kita ialah mereka yang belum berwujud.” Sahabat bertanya lagi, “Bagaimana engkau dapat mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan umat engkau wahai Rasulullah?”  Beliau menjawab dengan bersabda: "Apa pendapat kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di dahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu?” Para Sahabat menjawab, “Sudah tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda lagi: “Maka mereka datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat. Aku memanggil mereka, 'Kemarilah kamu semua'. Maka dikatakan, “'Sesungguhnya mereka telah menukar ajaran engkau selepas engkau wafat'. Maka aku bersabda: "Pergilah jauh-jauh dari sini." (HR. Muslim No. 367).
         Dalam hadis riwayat Ahmad dari Abu Umamah, diterangkan bahwa orang yang hidup sepeninggal Nabi Besar Muhammad saw.,  yang tidak pernah berjumpa dengan beliau saw. tetapi beriman kepada beliau, maka kepada orang-orang seperti itu beliau saw. katakan dengan kalimat "Beruntunglah!,” kalimat ini diucapkan beliau hingga tujuh kali. Selengkapnya dapat dibaca dalam hadis berikut ini: 
 عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُوبَى لِمَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي وَطُوبَى لِمَنْ آمَنَ بِي وَلَمْ يَرَنِي سَبْعَ مِرَارٍ                      
Dari Abu Umamah, Rasulullah saw. bersabda: Beruntunglah/Berbahagialah orang yang pernah melihatku kemudian beriman kepadaku, dan beruntunglah orang yang beriman kepadaku, padahal ia tidak pernah melihatku, hal ini diucapkan hingga tujuh kali (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Al-Albani).
       Memang benar orang-orang Muslim dari kalanngan Jemaat Ahmadiyah tidak pernah melihat dan tidak bertemu dengan Nabi Besar Muhammad saw., tetapi mereka telah “bertemu” dengan pengutusan keduakali secara ruhani beliau saw. di Akhir Zaman ini dalam  wujud Al-Masih Mau’ud a.s., yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh seluruh umat beragama dengan nama yang berbeda-beda (QS,11:18; QS.62:3-5; QS,7:35-37; QS.61:10; QS.77:12).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  2 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar