بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 300
Perbedaan
“Sahabat-sahabat”
Nabi Besar Muhammad Saw. dengan “Saudara-saudara”
Beliau Saw. di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna
ayat وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃ
-- “dan bagi mereka di dalamnya
ada jodoh-jodoh yang suci,” (Al-Baqarah
[2]:26). Al-Quran mengajarkan bahwa tiap-tiap makhluk
memerlukan pasangan (jodoh) untuk perkembangannya yang sempurna,
firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ
کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu
berpasang-pa-sangan, baik dari apa
yang ditum-buhkan oleh bumi dan dari diri mere-ka sendiri, mau pun dari apa
yang tidak mereka ketahui. (Yā Sīn [36]:37). Lihat pula QS.13:4; QS.51:50.
Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan (jodoh-jodoh) terdapat
dalam segala sesuatu — dalam alam nabati
(tumbuh-tumbuhan) dan malahan dalam zat anorganik -- bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan
sendirinya. Unsur-unsur itu pun
bergantung pada zat-zat lain untuk
dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah ini berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi turun, manusia tidak
dapat memperoleh ilmu sejati yang
lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak manusia.
Demikian
pula di dalam surga pun orang-orang bertakwa laki-laki dan perempuan akan
mendapat jodoh suci untuk
menyempurnakan perkembangan ruhani
dan melengkapkan kebahagiaan mereka.
Macam apakah jodoh itu hanya dapat
diketahui kelak di akhirat.
Orang-orang
beriman juga akan mempunyai jodoh-jodoh suci di surga. Salah satu dari sekian
banyak “jodoh” (pasangan) dalam surga tersebut adalah istri atau suami mereka ketika di dunia, yang merupan calon-calon penghuni surga. Di dunia ini,
istri yang baik adalah sumber
kegembiraan dan kesenangan
(QS.25:75; QS.30:22).
Orang-orang beriman berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat. Meskipun demikian kesenangan di surga tidak bersifat kebendaan. Untuk penjelasan lebih lanjut
tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat
surga, lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
Jawaban Nabi Besar Muhammad saw. atas
pertanyaan istri beliau saw., Ummu Salamah r.a., mengenai seorang perempuan
yang pernah menikah dua atau tiga kali menikah dengan suami-suami
yang berbeda: “Menjadi istri dari suami yang manakah ia nanti di surga nanti?” Demikian
pertanyaannya. Nabi Besar Muhammad saw. menjawab, “Ia akan menjadi istri dari suaminya yang paling bertakwa dari
ketiganya.”
Kesia-siaan Para Pencari “Bidadari Surgawi”
Oleh karena itu orang-orang yang mencari “bidadari-bidadari surgawi” di akhirat,
tetapi mereka melalaikan kewajibannya
terhadap keluarga mereka (istri dan
anak-anak mereka) yang menjadi tanggungjawab mereka (QS.4:35), dapat dipastikan
bahwa mereka itu tidak akan pernah
mendapatkan “bidadari surgawi”
tersebut, sebagaimana yang diiming-imingi
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab berkenaan dengan
“para pengantin” pelaku “bom bunuh diri” atau pun mereka
yang secara sadar telah menelantarkan keluarga mereka dengan alasan
melakukan “tabligh Islam”, yang marak di Akhir Zaman ini.
Mengapa
demikian? Sebab Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda mengenai “orang-orang yang terbaik” di kalangan umat Islam dalam pandangan Allah Swt.: Khairukum, khairukum li ahlihi -- “yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya”,
wa ana khairukum li-ahli
-- “dan aku adalah yang terbaik dari antara kalian berkenaan dengan
keluargaku”.
Beliau
saw. bersabda lagi: Wa rajulu rā’in fii buyutihi wa huwa mas-ūlun man ra’iyyatihii -- “laki-laki (suami) itu menjadi penggembala di rumahnya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang penggembalaannya.”
Mereka
itulah para suami Muslim hakiki yang digambarkan dalam firman Allah Swt.
berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ
ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami
menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān
[25]:75).
Mereka itulah para suami atau kepala keluarga yang benar-benar beruntung,
karena mereka akan kembali berkumpul di alam akhirat
dengan penuh kegembiraan dengan “keluarga besar” mereka dalam surga, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ
یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ
رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ شَیۡءٍ
رَّحۡمَۃً وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا
سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ عَذَابَ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾ رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ
وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾ وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ
یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ
ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud yang memikul ‘Arasy dan
yang di sekitarnya, mereka bertasbih dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka, mereka
beriman kepada-Nya dan mereka
memohon ampunan bagi orang-orang
yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan)
kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan
mengikuti jalan Engkau, dan lindungilah
mereka dari azab Jahannam. رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ
الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ
وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Hai Rabb (Tuhan) kami karena itu
masukkanlah mereka ke dalam surga-surga
abadi yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan begitu pun orang-orang
yang beramal saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan
mereka. Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
وَ قِہِمُ
السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ -- “Dan lindungilah
mereka dari segala keburukan. Dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-ke-burukan pada hari itu maka sungguh
Engkau telah mengasihinya,
dan yang demikian itu kemenangan yang besar.” (Al-Mu’min
[40]:8-19). Lihat pula QS.13:19-25; QS.52:18-22.
Kembali kepada QS.2:26-27, mengenai makna kata-kata وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- “dan mereka akan
kekal di dalamnya, ” berarti bahwa orang-orang beriman di surga
tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan
atau kemunduran (QS.66:9). Orang akan
mati hanya jika ia tidak dapat
menyerap zat makanan atau bila orang
lain membunuhnya. Tetapi karena makanan
surgawi akan benar-benar cocok
untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran
dengan sendirinya akan lenyap.
“Lemah
Bagaikan Nyamuk”
Dalam ayat
selanjutnya Allah Swt. mengemukakan bahwa bagaimana pun sangat menariknya atau sangat mengerikannya
mengenai ganjaran dalam surga mau pun siksaan neraka di akhirat
yang digambarkan dalam
Al-Quran, tetapi semua itu hanya sekedar gambaran perumpamaan (misal), bukan hakikat
yang sebenarnya, firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا
مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ
اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ اَرَادَ اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ
یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ
﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یَنۡقُضُوۡنَ عَہۡدَ اللّٰہِ مِنۡۢ
بَعۡدِ مِیۡثَاقِہٖ ۪ وَ یَقۡطَعُوۡنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰہُ بِہٖۤ اَنۡ یُّوۡصَلَ وَ یُفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡخٰسِرُوۡنَ﴿﴾
Sesungguhnya Allah tidak malu mengemukakan
suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan
yang lebih kecil dari itu,
ada pun orang-orang
yang beriman maka mereka mengetahui
bahwa sesungguhnya perumpamaan
itu kebenaran dari Rabb (Tuhan) mereka, sedangkan orang-orang
kafir maka mereka mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ
یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا -- dengannya
Dia menyesatkan banyak orang, وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا -- dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ -- dan sekali-kali
tidak ada yang Dia sesatkan dengannya ke-cuali orang-orang fasik. -- Yaitu
orang-orang yang melanggar perjanjian dengan Allah sesudah meneguhkannya dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
untuk menghubungkannya, dan mereka
berbuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Baqarah [2]:27).
Dharaba
al-matsala dalam ayat اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ
اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا -- berarti: ia memberi gambaran atau
pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane; Taj-al-‘Urus,
dan QS.14:46).
Allah
Swt. telah menggambarkan surga
dan neraka dalam Al-Quran, dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan.
Perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan melukiskan mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan
jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian
perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan baik.
Kata-kata
yang dipakai untuk menggambarkan surga,
mungkin tidak cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk yang dianggap oleh
orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya
demikian Itulah makna اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا
مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا -- “Sesungguhnya Allah
tidak malu mengemukakan
suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan
yang lebih kecil dari itu.”
Orang-orang Arab berkata: Adh-‘afu min
ba’udhatin, artinya "ia lebih lemah dari nyamuk".
Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan itu membantu
untuk memunculkan dalam angan-angan gambaran nikmat-nikmat surga itu.
Orang-orang beriman mengetahui bahwa
kata-kata itu hanya perumpamaan dan
mereka berusaha menyelami kedalaman
artinya, tetapi orang-orang kafir mulai mencela
perumpamaan-perumpamaan itu dan makin bertambah dalam kesalahan dan kesesatan.
Makna “Kaum Lain” yang “Belum Pernah Bergabung”
Jadi, kembali kepada firman-Nya mengenai “hidupnya”
para syuhada di akhirat, firman-Nya:
وَ لَا
تَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ
اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ ﴿﴾ۙ فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ
اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۙ وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ ۙ اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ
یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ۘ
Dan janganlah kamu menyangka mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka itu mati, بَلۡ
اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ -- tidak,
bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb (Tuhan) mereka, mereka diberi
rezeki. فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ اٰتٰہُمُ اللّٰہُ
مِنۡ فَضۡلِہٖ -- mereka bergirang
hati dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari
karunia-Nya, وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ
لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ -- dan mereka
bergembira terhadap orang-orang di belakangnya yang belum pernah bergabung dengan mereka, اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- bahwa tidak
ada ketakutan atas
mereka, dan tidak pula mereka bersedih. (Ali ‘Imran [3]:170-171).
Kemudian mengenai ayat وَ
یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ -- dan mereka bergembira terhadap orang-orang
di belakangnya yang belum pernah
bergabung dengan mereka, (Ali
‘Imran [3]:171), para syuhada (orang-orang mati syahīd) merasa
gembira bahwa saudara-saudara mereka
yang ditinggalkan di dunia ini dan akan mengikuti
jejak mereka kemudian akan segera menang
atas musuh-musuh mereka.
Maksudnya adalah ,bahwa sesudah mati segala hijab (tabir gaib)
diangkat dan para syuhada diberi makrifat
mengenai kemenangan-kemenangan
yang tersedia bagi kaum Muslimin.
Mereka mendapat kabar gembira mengenai saudara-saudaranya,
yaitu para malaikat Allah terus-menerus memberitahukan
mereka mengenai sukses
dan kemenangan-kemenangan yang
dicapai Islam sepeninggal mereka.
Ayat وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِم -- “dan mereka bergembira terhadap orang-orang
di belakangnya yang belum pernah bergabung dengan mereka” pun memiliki hubungan dengan
firman Allah Swt. tentang dua kali
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di masa awal dan di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, dan mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Perbedaan “Sahabat-sahabat”
Nabi Besar Muhammad Saw. dengan “Saudara-saudara”
Beliau Saw.
Jadi, yang dimaksud dengan ayat وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ
بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِم
-- “dan mereka bergembira
terhadap orang-orang di belakangnya yang belum
pernah bergabung dengan mereka”
(QS.3:171) adalah وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain dari
antara mereka, yang belum bertemu
dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS.62:3), sesuai
dengan firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَنۡ یَّرۡتَدَّ مِنۡکُمۡ عَنۡ دِیۡنِہٖ فَسَوۡفَ یَاۡتِی
اللّٰہُ بِقَوۡمٍ یُّحِبُّہُمۡ وَ یُحِبُّوۡنَہٗۤ ۙ اَذِلَّۃٍ عَلَی
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَعِزَّۃٍ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ۫ یُجَاہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ وَ لَا یَخَافُوۡنَ لَوۡمَۃَ
لَآئِمٍ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ
عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di
antara kamu murtad dari
agamanya maka Allah segera akan
mendatangkan suatu kaum, Dia akan mencintai mereka dan mereka pun akan
mencintai-Nya, mereka akan bersikap lemah-lembut
terhadap orang-orang beriman dan keras
terhadap orang-orang kafir. Mereka
akan berjuang di jalan Allah dan tidak takut akan celaan seorang pencela.
Itulah karunia Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia
kehendaki dan Allah Maha Luas karunia-Nya,
Maha Mengetahui. (Al-Māidah
[5]:55).
Mereka itulah yang keadaan perkembangannya digambarkan
secara perumpamaaan dalam Injil, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰۦ وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ
کُلِّہٖ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ شَہِیۡدًا ﴿ؕ۲۸﴾ مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا
سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ
اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫
سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu
adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas
sujud. Demikianlah perumpamaan
mereka dalam Taurat, وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ
شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ
یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ
بِہِمُ الۡکُفَّارَ
-- dan perumpaman mereka dalam Injil
adalah laksana tanaman yang
mengeluarkan tunasnya, kemudian
menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan
penanam-penanamnya supaya Dia
membangkit-kan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً
وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:30).
Sehubungan dengan hal tersebut berikut
adalah penjelasan Nabi Besar Muhammad saw. mengenai perbedaan “sahabat-sahabat” beliau saw. dengan “saudara-saudara” beliau saw. yang “belum bertemu” dengan beliau saw., dan
juga dengan para sahabah r.a.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ فَقَالَ السَّلَامُ
عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ
لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا
إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا
الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ فَقَالُوا كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ
بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا
لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا
يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ
غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا
لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ
أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ
فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mendatangi pekuburan lalu bersabda: "Semoga
keselamatan terlimpahkah atas kalian penghuni kuburan kaum mukminin, dan sesungguhnya insya Allah kami akan bertemu kalian. Sungguh aku sangat gembira seandainya kita dapat
melihat saudara-saudara kita.” Para sahabat bertanya, “Tidakkah kami semua saudara-saudara engkau
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kamu
semua adaah sahabatku, sedangkan
saudara-saudara kita ialah mereka yang belum berwujud.” Sahabat
bertanya lagi, “Bagaimana engkau dapat
mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan umat engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab dengan bersabda: "Apa pendapat kalian, seandainya seorang
lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di dahi serta di kakinya, dan
kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia
akan mengenali kudanya itu?” Para Sahabat menjawab, “Sudah tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda lagi: “Maka mereka datang dalam keadaan muka dan
kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. Aku mendahului mereka ke
telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku
sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat. Aku memanggil mereka, 'Kemarilah kamu
semua'. Maka dikatakan, “'Sesungguhnya
mereka telah menukar ajaran engkau selepas engkau wafat'. Maka aku bersabda:
"Pergilah jauh-jauh dari sini."
(HR. Muslim No. 367).
Dalam
hadis riwayat Ahmad dari Abu Umamah, diterangkan bahwa orang yang hidup
sepeninggal Nabi Besar Muhammad saw., yang tidak
pernah berjumpa dengan beliau saw. tetapi beriman kepada beliau, maka kepada orang-orang seperti itu beliau saw.
katakan dengan kalimat "Beruntunglah!,”
kalimat ini diucapkan beliau hingga tujuh kali. Selengkapnya dapat
dibaca dalam hadis berikut ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُوبَى لِمَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي
وَطُوبَى لِمَنْ آمَنَ بِي وَلَمْ يَرَنِي سَبْعَ مِرَارٍ
Dari Abu Umamah, Rasulullah saw.
bersabda: Beruntunglah/Berbahagialah
orang yang pernah melihatku kemudian
beriman kepadaku, dan beruntunglah orang yang beriman kepadaku, padahal ia tidak pernah melihatku,” hal
ini diucapkan hingga tujuh kali (HR. Ahmad dan disahihkan oleh
Al-Albani).
Memang
benar orang-orang Muslim dari kalanngan Jemaat Ahmadiyah tidak
pernah melihat dan tidak bertemu
dengan Nabi Besar Muhammad saw.,
tetapi mereka telah “bertemu” dengan pengutusan
keduakali secara ruhani beliau saw. di Akhir
Zaman ini dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s., yang kedatangannya ditunggu-tunggu
oleh seluruh umat beragama dengan
nama yang berbeda-beda (QS,11:18; QS.62:3-5;
QS,7:35-37; QS.61:10; QS.77:12).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Agustus
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar