بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
121
Sejak Awal Agama-agama
Tauhid adalah “Islam” dan Penganutnya
Disebut “Muslim”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai tanggungjawab para Rasul Allah – terutama Nabi Besar Muhammad saw. --
itulah sebabnya dalam mengemban (memikul) “amanat” (syariat Islam) tersebut beliau saw. dalam melaksanakannya benar-benar telah
berlaku zalum (sangat aniaya) dan jahil
(sangat abai) terhadap diri beliau saw. sendiri (QS.33:73), firman-Nya:
لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ اِنۡ نَّشَاۡ
نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ
اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ
لَہَا خٰضِعِیۡنَ ﴿﴾
Boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri karena mereka
tidak mau beriman. Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari
langit sehingga leher-leher mereka akan tertunduk kepadanya. (Asy-Syu’arā
[26]:4-5).
Hasil dari perjuangan suci atau pengorbanan
yang Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat luar-biasa tersebut adalah Allah Swt. menyatakan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “suri teladan terbaik” (QS.33:22),
firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ
اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat suri teladan yang sebaik-baiknya
bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22).
Berbagai Makna Kata Ma’a
(Bersama)
Bukan hanya itu saja, bahwa ajaran Islam (Al-Quran) yang disunnahkan Nabi Besar Muhammad saw.
menjadi satu-satunya jalan untuk
memperoleh kecintaan Allah Swt. dan
untuk meraih nikmat-nikmat ruhani yang telah ditetapkan bagi para pecinta hakiki Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. – dari agama dan kepercayaan apa pun mereka sebelumnya berasal -- firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ
اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ
الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ
مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid,
dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah
Allah Yang Maha Menge-tahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Kata depan ma’a pada ayat فَاُولٰٓئِکَ مَعَ
الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ - “maka
mereka akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka”
menunjukkan adanya dua orang atau lebih, bersama
pada suatu tempat atau pada satu saat, kedudukan, pangkat atau keadaan,
yaitu derajat-derajat ruhani sebagaimana
dijelaskan selanjutnya مِّنَ النَّبِیّٖنَ
وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- “nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syahid-syahid,
dan orang-orang shalih.”
Kata ma’a itu pun mengandung arti
pula bantuan (Al-Mufradat), seperti
tercantum dalam QS.9:40 ketika Nabi
Besar Muhammad saw. bersabda kepada Abu Bakar Shiddiq r.a. ketika keduanya
bersembunyi di gua Tsaur لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا -- “Janganlah
engkau sedih sesungguhnya Allah bersama kita”
-- firman-Nya:
اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ
فَقَدۡ نَصَرَہُ اللّٰہُ اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی
الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ
لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ
اِنَّ اللّٰہَ
مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ
اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ
اللّٰہُ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ﴿﴾
Jika kamu
tidak menolongnya maka sungguh Allah telah menolongnya ketika ia (Rasulullah) diusir oleh orang-orang kafir,
sedangkan ia kedua dari yang dua
ketika keduanya berada dalam gua,
lalu ia berkata kepada temannya: “Janganlah
engkau sedih sesungguhnya Allah bersama
kita”, lalu Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya
dan menolongnya dengan
lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya,
dan Dia menjadikan perkataan
orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allah itulah yang tertinggi, dan Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (At-Taubah
][9]:40).
Makna “Bersama Allah”
Kata pengganti nama hī (nya) dalam anak kalimat “lalu Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya” dapat mengisyaratkan kepada Abubakar Shiddiq r.a. , karena selama itu Nabi Besar Muhammad saw. sendiri senantiasa dalam keadaan setenang-tenangnya. Sedangkan kata
pengganti “nya” dalam anak kalimat “menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya” bagaimanapun
juga mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.. Dipergunakannya kata-kata
pengganti nama dengan cara berpencaran ini, dikenal sebagai Intisyar
al-Dhama’ir dan sudah lazim dalam bahasa Arab. Lihat QS.48:10.
Yang
dimaksud oleh ayat ini ialah hijrah Nabi Besar Muhammad saw. dari Mekkah ke Medinah, ketika beliau saw. ditemani
oleh Abubakar Shiddiq r..a berlindung
di sebuah gua yang disebut Tsaur dari kejaran para pemuka kaum kafir Mekkah, yang
akan menangkap beliau saw. hidup atau mati (QS.8:31).
Ayat ini menjelaskan martabat ruhani amat tinggi Abubakar Shiddiq r.a. yang telah
disebut sebagai “salah satu di antara dua
orang” dengan disertai Allah Swt. dan
Allah Swt. Sendiri
meredakan rasa takutnya. Telah tercatat dalam sejarah bahwa ketika berada dalam gua
Tsaur Abubakar Shiddiq r.a. mulai menangis, dan ketika ditanya oleh Nabi
Besar Muhammad saw. mengapa
beliau menangis, beliau menjawab: “Saya
tidak menangis untuk hidupku, ya Rasulullah, sebab jika saya mati, ini hanya
menyangkut satu jiwa saja, tetapi jika Anda mati, ini akan merupakan kematian
Islam dan kematian seluruh umat Islam.” (Zurqani).
Jadi, dalam makna
“mendapat pertolongan Allah Swt.”
itu pula kalimat ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ - “sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar” itu pulalah kata ma’a
dalam firman-Nya berikut ini, dan bukan
berarti “sesungguhnya Allah menjadi
orang-orang yang sabar” sebagaimana argumentasi keliru
yang dikemukakan orang-orang yang menolak
kata ma’a (bersama) dalam QS.4:70-71
dalam makna “menjadi”, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ
الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan
dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar (Al-Baqarah [2]:154).
Kata ma’a itu dipergunakan pada beberapa tempat dalam Al-Quran dengan
artian fi artinya “di antara” (QS.3:194; QS.4:147), yakni dalam makna “termasuk golongan” tersebut , bukan
sekedar bersama-sama secara fisik
dalam suatu ruangan ataun satu tempat.
Ayat QS.4:70-71
ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian
— para nabi, para shiddiq, syuhada (saksi-saksi) dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya
dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw. semata.
Tidak ada nabi lain menyamai beliau
saw. dalam perolehan nikmat ini bagi para pengikut hakiki beliau saw.. Kesimpulan
itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum
dan mengatakan:
“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah
dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi
Tuhan mereka” (QS.57: 20).
Apabila kedua ayat ini dibaca
bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan
tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw. dapat
naik ke martabat nabi juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit”
(jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman
dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka
empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia
telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat
tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian
itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang
membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum
masih tetap dapat dicapai.”
Semua Agama Tauhid Sejak
Awal Adalah “Islam”
dan Pemeluknya Disebut “Muslim”
Menurut Allah Swt., semua agama yang benar -- lebih atau kurang
-- dalam bentuknya yang asli di sisi Allah Swt. adalah agama Islam (QS.3:20, 86), sedang para pengikut agama-agama itu adalah Muslim dalam arti kata secara
harfiah, tetapi sesuai dengan Sifat Rabbubiyyat Allah Swt., nama Al-Islam tidak diberikan sebelum
tiba saat bila semua agama Tauhid tersebut menjadi lengkap dalam segala ragam seginya,
karena nama itu dicadangkan untuk syariat yang terakhir dan mencapai kesempurnaan dalam Al-Quran, firman-Nya:
ؕ اَلۡیَوۡمَ یَئِسَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ دِیۡنِکُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡہُمۡ
وَ اخۡشَوۡنِ ؕ اَلۡیَوۡمَ اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ وَ اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ
نِعۡمَتِیۡ وَ رَضِیۡتُ لَکُمُ الۡاِسۡلَامَ دِیۡنًا ؕ
“…..Pada hari ini orang-orang yang kafir telah
putus asa untuk merusak agama kamu, maka janganlah
takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kamu
bagi kamu, telah Kulengkapkan nikmat-Ku atas kamu, dan telah Kusukai Islam sebagai agama bagi kamu….’’ (Al-Māidah
[5]:4).
Ikmāl (menyempurnakan) dan itmām
(melengkapkan) merupakan akar-akar kata (masdar), yang pertama اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ
دِیۡنَکُمۡ -- “Ku-sempurnakan agama kamu bagi kamu”
berhubungan dengan kaifiat (kualitas), dan yang kedua اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِی -- “Kulengkapkan nikmat-Ku atas kamu” berhubungan
dengan kammiat (kuantitas).
Kata Ikmāl
(menyempurnakan) menunjukkan bahwa ajaran-ajaran
serta perintah-perintah mengenai
pencapaian kemajuan jasmani, ruhani, dan akhlak
manusia telah terkandung dalam Al-Quran dalam bentuk yang paripurna; sedang itmām
(melengkapkan) menunjukkan bahwa tidak
ada suatu keperluan manusia yang
lepas dari perhatian (diabaikan).
Kata yang pertama اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ
دِیۡنَکُمۡ -- “Ku-sempurnakan agama kamu bagi kamu”
berhubungan dengan perintah-perintah
yang bertalian dengan segi fisik atau
keadaan lahiriah manusia, sedang yang
kedua اَتۡمَمۡتُ
عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِی -- “Kulengkapkan nikmat-Ku atas kamu”
berhubungan dengan segi ruhaniah dan batiniahnya.
Penyempurnaan dan pelengkapan agama dan nikmat Allah Swt. tersebut disebut berdampingan dengan hukum yang berlaku bertalian dengan makanan-makanan, untuk menjelaskan bahwa
penggunaan makanan yang halal dan thayyib merupakan salah satu dasar yang amat penting untuk
terwujudnya nilai akhlak yang baik dan pada gilirannya memberi dasar tempat-berpijak guna mencapai kemajuan ruhani, sebab tubuh
jasmani dan ruh manusia memiliki hubungan
yang sangat erat dan saling mempengaruhi.
Secara sepintas baiklah kita
ketahui bahwa ayat ini merupakan ayat yang diwahyukan terakhir, dan Nabi Besar
Muhammad saw. wafat hanya 82 hari sesudah ayat ini
turun. Mengisyaratkan kepada makna Muslim
dan Islam itulah
firman Allah Swt. berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا وَ اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا
الۡخَیۡرَ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ ﴿ۚٛ﴾ وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ
عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ
اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ
وَ فِیۡ ہٰذَا لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ
ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai
orang-orang yang beriman, rukuklah
kamu, sujudlah, sembahlah Rabb (Tuhan) kamu, dan berbuatlah kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan. Dan
berjihadlah kamu di jalan Allah
dengan jihad yang sebenar-benarnya,
Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran atas kamu
dalam urusan agama, Ikutilah agama bapak kamu, Ibrahim, Dia telah memberi kamu nama Muslimin dahulu dan
dalam Kitab ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu dan supaya kamu menjadi saksi
atas umat manusia. Maka dirikanlah shalat,
bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia Pelindung kamu maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj [22]:79).
Kata-kata “Dia telah memberi kamu nama
Muslimin dahulu” menunjuk kepada
nubuatan Nabi Yesaya a.s. : “maka engkau
akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan oleh firman Tuhan
.....” (Yesaya 62:2 dan
65:15)
Isyarat
dalam kata-kata “dan dalam Kitab ini”
dalam ayat ditujukan kepada doa Nabi Ibrahim a.s. yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu:
رَبَّنَا
وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً لَّکَ
“Ya Rabb (Tuhan) kami, jadikanlah kami
berdua ini hamba yang menyerahkan diri
kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami jadikanlah satu umat yang tunduk
kepada Engkau.” (QS.2:129).
Atas dasar kenyataan
itu pulalah Allah Swt. telah memperingatkan orang-orang yang
mencari agama selain agama
Islam yang disunnahkan oleh
Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّبۡتَغِ
غَیۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِیۡنًا فَلَنۡ یُّقۡبَلَ مِنۡہُ ۚ وَ ہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ
مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan barangsiapa
mencari agama yang bukan agama
Islam, maka agama itu tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang
yang rugi. (Ali ‘Imran [3]:86).
Kenapa demikian? Sebab agama-agama yang diturunkan sebelum agama Islam tersebut telah tidak lagi memenuhi kriteria sebagai agama Tauhid
yang diwasiyatkan Nabi Ibrahim a.s.
dan Nabi Ya'qub a.s. kepada anak keturunan beliau saw. –
yakni Islam dan Muslim -- firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ اِبۡرٰہٖمَ اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ
اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی
الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ
لَہٗ رَبُّہٗۤ اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ اَمۡ کُنۡتُمۡ شُہَدَآءَ اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ
الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا
تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ
اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اُمَّۃٌ قَدۡ
خَلَتۡ ۚ لَہَا مَا
کَسَبَتۡ وَ لَکُمۡ مَّا
کَسَبۡتُمۡ ۚ وَ لَا
تُسۡـَٔلُوۡنَ
عَمَّا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang berpaling dari agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri?
Dan sungguh Kami
benar-benar telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang
yang saleh. Ingatlah ketika Rabb-nya (Tuhan-nya) berfirman kepadanya: ٗۤ اَسۡلِم -- “Berserah dirilah”,
ia berkata: اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡ – “Aku
telah berserah diri kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam.” Dan Ibrahim mewasiatkan yang demikian
kepada anak-anaknya dan demikian
pula Ya’qub seraya
berkata: “Hai anak-anakku,
sesungguhnya Allah telah memilih agama
ini bagi kamu, فَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ -- maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri.” Ataukah
kamu hadir saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia
berkata kepada anak-anaknya: “Apakah
yang akan kamu sembah se-peninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Rabb (Tuhan) eng-kau dan
Rabb
(Tuhan) bapak-bapak engkau: Ibrahim,
Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa, وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ -- dan hanya
kepada-Nya kami berserah diri.” Itulah umat yang telah berlalu, bagi mereka apa yang mereka usahakan dan bagi kamu apa
yang kamu usahakan, وَ لَا تُسۡـَٔلُوۡنَ عَمَّا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- dan kamu tidak akan ditanyai (dimintai tanggungjawab) mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah
[2]:131-135).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar