Rabu, 15 Januari 2014

Sejak Awal "Agama-agama Tauhid" adalah "Islam" dan Para Penganutnya Disebut "Muslim"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  121

     Sejak Awal Agama-agama Tauhid adalah “Islam” dan Penganutnya Disebut “Muslim”

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai tanggungjawab para Rasul Allah – terutama Nabi Besar Muhammad saw.  --  itulah sebabnya dalam mengemban (memikul) “amanat” (syariat Islam)  tersebut beliau saw. dalam melaksanakannya benar-benar telah berlaku zalum (sangat aniaya)  dan jahil (sangat abai) terhadap diri beliau saw. sendiri (QS.33:73),  firman-Nya:
لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  اِنۡ نَّشَاۡ نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ  اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ  لَہَا خٰضِعِیۡنَ ﴿﴾  
Boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri  karena mereka tidak mau beriman.  Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari langit  sehingga leher-leher mereka akan tertunduk kepadanya. (Asy-Syu’arā [26]:4-5). 
       Hasil dari perjuangan suci atau pengorbanan yang Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat luar-biasa tersebut  adalah Allah Swt. menyatakan  Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “suri teladan terbaik” (QS.33:22), firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat  suri teladan yang sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22).

Berbagai Makna Kata  Ma’a (Bersama)

     Bukan hanya itu saja, bahwa ajaran Islam (Al-Quran) yang disunnahkan Nabi Besar Muhammad saw. menjadi satu-satunya jalan untuk memperoleh kecintaan Allah Swt. dan untuk meraih  nikmat-nikmat  ruhani  yang telah ditetapkan bagi para pecinta hakiki Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.  – dari agama  dan kepercayaan  apa pun mereka sebelumnya berasal -- firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Menge-tahui.   (An-Nisa [4]:70-71).
   Kata depan ma’a pada ayat فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ   - “maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka” menunjukkan adanya dua orang atau lebih, bersama pada suatu tempat atau pada satu saat, kedudukan, pangkat atau keadaan,  yaitu derajat-derajat ruhani sebagaimana dijelaskan selanjutnya  مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- “nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih.
   Kata ma’a itu pun  mengandung arti pula bantuan (Al-Mufradat),  seperti tercantum dalam QS.9:40  ketika Nabi Besar Muhammad saw. bersabda kepada Abu Bakar Shiddiq r.a. ketika keduanya bersembunyi di gua Tsaur  لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا  -- “Janganlah engkau sedih sesungguhnya Allah bersama  kita   --   firman-Nya:
   اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ فَقَدۡ  نَصَرَہُ  اللّٰہُ  اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ  بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ  اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ اللّٰہُ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ﴿﴾
Jika kamu tidak menolongnya maka  sungguh Allah  telah menolongnya ketika ia (Rasulullah) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya berada dalam gua, lalu ia berkata kepada temannya: “Janganlah engkau sedih sesungguhnya Allah bersama kita”, lalu  Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya dan menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya,  dan Dia menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allah itulah yang tertinggi, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  (At-Taubah ][9]:40).

Makna “Bersama Allah

     Kata pengganti nama  (nya) dalam anak kalimat “lalu Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya” dapat mengisyaratkan kepada   Abubakar Shiddiq r.a. ,   karena selama itu Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri senantiasa dalam keadaan setenang-tenangnya. Sedangkan kata pengganti “nya” dalam anak kalimat “menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya” bagaimanapun juga mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.. Dipergunakannya kata-kata pengganti nama dengan cara berpencaran ini, dikenal sebagai Intisyar al-Dhama’ir dan sudah lazim dalam bahasa Arab. Lihat QS.48:10.
      Yang dimaksud oleh ayat ini ialah hijrah  Nabi Besar Muhammad saw.  dari Mekkah ke Medinah, ketika beliau saw. ditemani oleh   Abubakar Shiddiq r..a berlindung di sebuah gua yang disebut Tsaur dari kejaran para pemuka kaum kafir Mekkah,   yang akan menangkap beliau saw. hidup atau mati (QS.8:31).
      Ayat ini menjelaskan martabat ruhani amat tinggi  Abubakar Shiddiq r.a. yang telah disebut sebagai “salah satu di antara dua orang” dengan disertai Allah Swt.  dan   Allah Swt.   Sendiri meredakan rasa takutnya. Telah tercatat dalam sejarah bahwa ketika berada dalam gua  Tsaur Abubakar Shiddiq r.a.    mulai menangis, dan ketika ditanya oleh Nabi Besar Muhammad saw.  mengapa beliau menangis, beliau menjawab: “Saya tidak menangis untuk hidupku, ya Rasulullah, sebab jika saya mati, ini hanya menyangkut satu jiwa saja, tetapi jika Anda mati, ini akan merupakan kematian Islam dan kematian seluruh umat Islam.” (Zurqani).
      Jadi, dalam  makna  mendapat pertolongan Allah Swt.”  itu pula kalimat ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ  - “sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar itu pulalah  kata ma’a dalam firman-Nya berikut ini, dan  bukan berarti “sesungguhnya Allah menjadi orang-orang yang sabar” sebagaimana argumentasi  keliru yang dikemukakan orang-orang yang menolak kata ma’a (bersama) dalam QS.4:70-71 dalam makna “menjadi”, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
“Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar (Al-Baqarah  [2]:154).
Kata ma’a itu dipergunakan pada beberapa tempat dalam Al-Quran dengan artian fi artinya “di antara  (QS.3:194; QS.4:147), yakni dalam makna “termasuk golongan” tersebut , bukan sekedar bersama-sama secara fisik dalam suatu ruangan ataun satu tempat.
      Ayat QS.4:70-71 ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — para nabi, para shiddiq,   syuhada (saksi-saksi) dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti  Nabi Besar Muhammad saw.        Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi  Nabi Besar Muhammad saw.   semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau saw.  dalam perolehan nikmat ini bagi para pengikut hakiki beliau saw.. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan:
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka” (QS.57: 20).
       Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut  Nabi Besar Muhammad saw. dapat naik ke martabat nabi juga.
      Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.

Semua Agama Tauhid Sejak Awal Adalah “Islam
dan Pemeluknya Disebut “Muslim

      Menurut Allah Swt., semua agama yang benar --  lebih atau kurang --  dalam bentuknya yang asli di sisi Allah Swt.   adalah agama Islam  (QS.3:20, 86), sedang para pengikut agama-agama itu adalah Muslim dalam arti kata secara harfiah, tetapi  sesuai dengan Sifat Rabbubiyyat Allah Swt.,   nama Al-Islam tidak diberikan sebelum tiba saat bila semua agama Tauhid tersebut menjadi lengkap dalam segala ragam seginya, karena nama itu dicadangkan untuk syariat yang terakhir dan mencapai kesempurnaan dalam Al-Quran, firman-Nya:
ؕ اَلۡیَوۡمَ  یَئِسَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا مِنۡ دِیۡنِکُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡہُمۡ وَ اخۡشَوۡنِ ؕ اَلۡیَوۡمَ اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ وَ اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِیۡ وَ رَضِیۡتُ لَکُمُ الۡاِسۡلَامَ دِیۡنًا ؕ
“…..Pada hari ini orang-orang yang kafir  telah  putus asa untuk merusak agama kamu, maka  janganlah takut kepada mereka  dan takutlah kepada-Ku. Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kamu bagi kamu, telah Kulengkapkan  nikmat-Ku atas kamu, dan  telah Kusukai  Islam sebagai agama bagi kamu….’’   (Al-Māidah [5]:4).
      Ikmāl (menyempurnakan) dan itmām (melengkapkan) merupakan akar-akar kata (masdar), yang pertama اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ -- “Ku-sempurnakan agama kamu bagi kamu” berhubungan dengan kaifiat (kualitas),  dan yang kedua  اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِی  -- “Kulengkapkan  nikmat-Ku atas kamu” berhubungan dengan kammiat (kuantitas).
      Kata   Ikmāl (menyempurnakan) menunjukkan bahwa ajaran-ajaran serta perintah-perintah mengenai pencapaian kemajuan jasmani, ruhani, dan akhlak manusia telah terkandung dalam Al-Quran dalam bentuk yang paripurna; sedang  itmām (melengkapkan)  menunjukkan bahwa tidak ada suatu keperluan manusia yang lepas dari perhatian (diabaikan). 
      Kata yang pertama اَکۡمَلۡتُ لَکُمۡ دِیۡنَکُمۡ -- “Ku-sempurnakan agama kamu bagi kamu” berhubungan dengan perintah-perintah yang bertalian dengan segi fisik atau keadaan lahiriah manusia, sedang yang kedua اَتۡمَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ نِعۡمَتِی  -- “Kulengkapkan nikmat-Ku atas kamu” berhubungan dengan segi ruhaniah dan batiniahnya.
       Penyempurnaan dan pelengkapan agama dan nikmat Allah Swt. tersebut  disebut berdampingan dengan hukum yang berlaku bertalian dengan makanan-makanan, untuk menjelaskan bahwa penggunaan makanan yang halal dan thayyib merupakan salah satu dasar yang amat penting untuk terwujudnya  nilai akhlak yang baik dan pada gilirannya memberi dasar tempat-berpijak guna mencapai kemajuan ruhani, sebab   tubuh jasmani dan ruh manusia  memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi.
      Secara sepintas baiklah kita ketahui bahwa ayat ini merupakan ayat yang diwahyukan terakhir, dan Nabi Besar Muhammad saw.   wafat hanya 82 hari sesudah ayat ini turun.   Mengisyaratkan kepada  makna Muslim dan Islam   itulah firman Allah Swt.  berikut ini:
    یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا ارۡکَعُوۡا  وَ اسۡجُدُوۡا وَ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمۡ وَ افۡعَلُوا الۡخَیۡرَ  لَعَلَّکُمۡ  تُفۡلِحُوۡنَ ﴿ۚٛ﴾   وَ جَاہِدُوۡا فِی اللّٰہِ حَقَّ جِہَادِہٖ ؕ ہُوَ اجۡتَبٰىکُمۡ وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ ؕ مِلَّۃَ  اَبِیۡکُمۡ اِبۡرٰہِیۡمَ ؕ ہُوَ سَمّٰىکُمُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ۬ۙ مِنۡ قَبۡلُ وَ فِیۡ ہٰذَا  لِیَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ شَہِیۡدًا عَلَیۡکُمۡ وَ تَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ ۚۖ فَاَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِاللّٰہِ ؕ ہُوَ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ فَنِعۡمَ الۡمَوۡلٰی وَ نِعۡمَ النَّصِیۡرُ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman,   rukuklah kamu, sujudlah, sembahlah Rabb (Tuhan) kamu, dan berbuatlah kebaikan supaya kamu memperoleh kebahagiaan.     Dan berjihadlah kamu di jalan Allah  dengan jihad  yang sebenar-benarnya, Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran atas kamu dalam urusan agama,  Ikutilah agama bapak kamu, Ibrahim, Dia telah memberi kamu nama Muslimin dahulu dan dalam Kitab ini,  supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu dan supaya kamu menjadi saksi atas umat manusia. Maka dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia Pelindung kamu  maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung  dan sebaik-baik Penolong. (Al-Hajj [22]:79).
       Kata-kata “Dia telah memberi kamu nama Muslimin  dahulu” menunjuk kepada nubuatan Nabi Yesaya a.s. : “maka engkau akan disebut dengan nama yang baharu, yang akan ditentukan oleh firman Tuhan .....” (Yesaya 62:2 dan 65:15)
        Isyarat dalam kata-kata  “dan dalam Kitab ini” dalam ayat ditujukan kepada doa  Nabi Ibrahim a.s.    yang dikutip dalam Al-Quran, yaitu:
رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ
“Ya Rabb (Tuhan) kami, jadikanlah kami berdua ini hamba yang menyerahkan diri kepada Engkau, dan juga dari anak-cucu kami jadikanlah satu umat yang tunduk kepada Engkau.” (QS.2:129).
        Atas dasar kenyataan itu pulalah Allah Swt. telah memperingatkan orang-orang yang mencari agama selain agama Islam yang disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya: 
وَ مَنۡ یَّبۡتَغِ غَیۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِیۡنًا فَلَنۡ یُّقۡبَلَ مِنۡہُ ۚ وَ ہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan   barangsiapa mencari agama yang bukan agama Islam, maka  agama itu tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi. (Ali ‘Imran [3]:86).
     Kenapa demikian? Sebab agama-agama yang diturunkan sebelum agama Islam tersebut telah tidak lagi memenuhi kriteria sebagai agama Tauhid yang diwasiyatkan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ya'qub a.s. kepada anak keturunan beliau saw. – yakni Islam dan Muslim --   firman-Nya:
وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ  اِبۡرٰہٖمَ  اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ  لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَ لَہٗ رَبُّہٗۤ  اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ  بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ  اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ﴿﴾ؕ اَمۡ کُنۡتُمۡ  شُہَدَآءَ  اِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوۡبَ الۡمَوۡتُ ۙ اِذۡ  قَالَ لِبَنِیۡہِ مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ؕ قَالُوۡا نَعۡبُدُ اِلٰہَکَ وَ اِلٰـہَ اٰبَآئِکَ اِبۡرٰہٖمَ  وَ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ  اِسۡحٰقَ  اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اُمَّۃٌ قَدۡ خَلَتۡ ۚ لَہَا مَا کَسَبَتۡ وَ لَکُمۡ مَّا کَسَبۡتُمۡ ۚ وَ لَا تُسۡـَٔلُوۡنَ عَمَّا  کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang berpaling dari  agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri?  Dan  sungguh  Kami  benar-benar telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya di akhirat pun dia termasuk orang-orang yang saleh.   Ingatlah ketika Rabb-nya (Tuhan-nya) berfirman kepadanya:  ٗۤ  اَسۡلِم --  “Berserah dirilah”, ia berkata:   اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡ – “Aku telah berserah diri kepada Rabb (Tuhan) seluruh  alam.”   Dan Ibrahim mewasiatkan yang demikian kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya’qub  seraya  berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu, فَلَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ  --  maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri.”    Ataukah  kamu hadir  saat kematian menjelang Ya’qub ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apakah yang akan kamu sembah se-peninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Rabb (Tuhan) eng-kau dan  Rabb (Tuhan) bapak-bapak engkau:  Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Esa,    وَّ نَحۡنُ لَہٗ مُسۡلِمُوۡنَ   -- dan hanya  kepada-Nya kami berserah  diri.” Itulah umat yang telah berlalu, bagi mereka apa yang mereka usahakan dan bagi kamu apa yang kamu usahakan, وَ لَا تُسۡـَٔلُوۡنَ عَمَّا  کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ   -- dan kamu tidak akan ditanyai (dimintai tanggungjawab) mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:131-135).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   18 Desember    2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar