بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
132
Orang-orang yang “Berwajah Putih” atau Khayrul
Bariyyah (Sebaik-baik Makhluk)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan “perjanjian” Allah Swt.
dengan umat manusia atau Bani
Adam melalui para Rasul Allah
tentang kedatangan Rasul Allah yang dijanjikan (QS.7:35-37 & 173), firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذَ اللّٰہُ مِیۡثَاقَ النَّبِیّٖنَ لَمَاۤ اٰتَیۡتُکُمۡ مِّنۡ
کِتٰبٍ وَّ حِکۡمَۃٍ ثُمَّ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَکُمۡ
لَتُؤۡمِنُنَّ بِہٖ وَ لَتَنۡصُرُنَّہٗ ؕ قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ
عَلٰی ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا
مَعَکُمۡ مِّنَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah mengambil perjanjian dari manusia melalui nabi-nabi: “Apa saja yang
Aku berikan kepada kamu berupa Kitab dan Hikmah, kemudian datang kepada
kamu seorang rasul yang menggenapi
apa yang ada pada kamu, kamu benar-benar harus beriman kepadanya dan
kamu benar-benar harus membantunya.” Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku
bebankan kepada kamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah dan Aku
pun beserta kamu termasuk orang-orang yang menjadi saksi.” (Ali
‘Imran [3]:82).
Ungkapan mītsaq an-nabiyyīn dapat
berarti “perjanjian nabi-nabi dengan
Allah Swt.” atau “perjanjian yang
diambil Allah Swt. dari orang-orang dengan perantaraan nabi-nabi
mereka”. Ungkapan ini telah dipakai di sini dalam artian yang kedua, sebab
qira'ah (pembacaan) lain seperti yang didukung oleh Ubayy bin Ka’b dan
‘Abdullah bin Mas’ud yaitu mītsaq
alladzīna ūtul Kitāb, yang artinya “perjanjian
orang-orang yang diberi Kitab” (Al-Bahrul-Muhith).
Makna ayat قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ عَلٰی
ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا
مَعَکُمۡ مِّنَ الشّٰہِدِیۡنَ -- “Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku
bebankan kepada kamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah dan Aku
pun beserta kamu termasuk orang-orang yang menjadi saksi.” (Ali
‘Imran [3]:82), ayat ini dianggap pula berlaku kepada para nabi pada umumnya dan secara khusus kepada Nabi Besar Muhammad
saw.. Kedua pemakaian itu
tepat.
Ayat tersebut menetapkan suatu peraturan
umum. Yakni kedatangan setiap nabi Allah
terjadi sebagai penggenapan
nubuatan-nubuatan tertentu yang dikemukakan oleh seorang nabi (rasul) Allah yang mendahuluinya,
ketika beliau menyuruh pengikutnya supaya menerima nabi Allah yang
berikutnya kapan pun nabi Allah itu datang (QS.7:35-37).
Nubuatan Kedatangan Nabi Besar Muhammad Saw. &
Mereka yang “Mengingkari
Perjanjian” dengan Allah Swt.
Jika nabi (rasul) Allah itu datang memenuhi nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab
dari satu kaum saja, seperti halnya
dengan kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. dan para nabi Bani Israil lainnya maka hanya kaum itu saja yang wajib menerima dan membantu rasul
Allah tersebut (QS.2:88-89; QS.61:7).
Tetapi kalau Kitab-kitab
semua agama di dunia sepakat menubuatkan kedatangan seorang nabi Allah -- seperti halnya nubuatan mengenai pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. -- maka semua bangsa atau semua umat
beragama harus (wajib) menerima beliau saw., sebab Nabi Besar Muhammad saw., datang
sebagai penyempurnaan (penggenapan) nubuatan-nubuatan, bukan hanya dari para
nabi Bani Israil saja (Yesaya 21:13-15; Ulangan 18:18; 33:2; Yahya
14:25, 26; 16:7-13), tetapi juga sebagai penyempurnaan
(penggenapan) nubuatan-nubuatan dari ahli-ahli kasyaf bangsa Aria dan ruhaniawan-ruhaniawan agama Budha dan Zoroaster (Syafrang
Dasatir hlm. 188, Siraji Press, Delhi Yamaspi, diterbitkan oleh Nizham
Al-Masyaich, Delhi, 1330 Hijrah).
Namun dalam kenyataannya, sesuai dengan Sunnatullah, sekali pun mereka itu mengetahui nubuatan-nubuatan
mengenai kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. – bagaikan mereka mengenal anak-anak mereka sendiri (QS.2:147-148;
QS.4:167; QS.6:21; QS.13:44; QS.29:53)
-- tetapi ketika beliau saw.
benar-benar datang menggenapi semua nubuatan tersebut mereka mendustakan dan menentang pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw.,
firman-Nya:
یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا
یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ
یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ اَہۡلَکۡنَا
قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ
اَنَّہُمۡ اِلَیۡہِمۡ لَا
یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ اِنۡ کُلٌّ لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu,
sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang
rasul melainkan mereka senantiasa
mencemoohkannya. Apakah mereka tidak melihat berapa banyak
generasi yang telah Kami
binasakan sebelum mereka, bahwasanya mereka
itu tidak kembali lagi kepada mereka? Dan setiap mereka semua niscaya akan
dihadirkan kepada Kami. (Yā Sīn [36]:31-33).
Mengisyarat kepada orang-orang
yang mengingkari “perjanjian” mereka
dengan Allah Swt. melalui para Rasul
Allah itulah firman Allah Swt.
sebelum ini mengenai “orang-orang yang
wajahnya hitam”:
یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ
اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ
بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ
فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾
Pada hari ketika wajah-wajah
menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi
hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam,
dikatakan kepada mereka: “Apakah
kamu kafir sesudah beriman?
Karena itu rasakanlah azab ini
disebabkan kekafiran kamu." (Ali ‘Imran [3]:107).
Mengisyaratkan kepada orang-orang yang bernasib malang yang mendustakan
dan menentang keras Bayyinah (Rasul Allah) -- yang “wajah-wajahnya berwarna hitam” --
itulah yang dimaksud dengan “syarrul-bariyyah”
(seburuk-buruk makhluk) dalam firman
Allah Swt. sebelum ini:
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ
اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ فِیۡ
نَارِ جَہَنَّمَ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ شَرُّ الۡبَرِیَّۃِ
ؕ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang kafir dari antara Ahlikitab dan orang-orang
musyrik akan berada dalam Api
Jahannam, mereka kekal di dalamnya.
Mereka itulah seburuk-buruk makhluk.
(Al-Bayyinah
[98]:7).
Khayrul Bariyyah
(Sebaik-baik Makhluk)
Ada pun mengenai mereka yang “wajah-wajahnya putih” karena mereka telah beriman dan membantu
perjuangan suci Rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan Allah Swt.
kepada mereka melalui para Rasul Allah yang telah
diutus sebelumnya (QS.3:82; QS.7:35-37),
selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal
di dalamnya. (Ali ‘Imran [3]:108).
Allah Swt. menyebut orang-orang yang mendapat karunia petunjuk
dari Allah Swt. – yang “wajahnya putih” --
tersebut sebagai “khayrul-
bariyyah” (sebaik-baik makhluk), firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ ۙ
اُولٰٓئِکَ ہُمۡ خَیۡرُ الۡبَرِیَّۃِ ؕ﴿﴾ جَزَآؤُہُمۡ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتُ عَدۡنٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَاۤ
اَبَدًا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ
وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ ذٰلِکَ لِمَنۡ خَشِیَ رَبَّہٗ ٪﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka itu sebaik-baik makhluk. Ganjaran mereka ada di sisi Rabb (Tuhan
mereka), kebun-kebun abadi, yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, mereka kekal
di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah
ridha ke pada mereka dan mereka pun
ridha kepada-Nya. Itulah
balasan bagi orang yang takut kepada
Rabb-nya (Tuhan-nya). (Al-Bayyinah
[98]:7).
Ayat رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ ذٰلِکَ لِمَنۡ
خَشِیَ رَبَّہٗ -- “Allah ridha ke pada mereka dan mereka
pun ridha kepada-Nya. Itulah balasan bagi orang yang takut kepada Rabb-nya (Tuhan-nya)” mengisyaratkan
kepada tercapainya tingkat tertinggi perkembangan ruhani, ketika kehendak
manusia menjadi sepenuhnya sesuai
dengan iradah (kehendak) Allah Swt. (QS.89:27-31), dan itu hanya akan
terjadi jika beriman kepada Bayyinah
(Rasul Allah) yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka, sebab hanya Rasul
Allah itulah mengajarkan وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ -- “dan itulah agama yang lurus”, firman-Nya:
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ
بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ
الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang diberi Kitab tidak
berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang
nyata. Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.
(Al-Bayyinah
[98]:5-6).
Allah Swt. Tidak Pernah Berbuat Zalim
Melainkan Manusia yang Menzalimi Dirinya
Setelah ayat mengenai mereka yang wajahnya
putih dan wajahnya hitam,
selanjutnya Allah Swt. berfirman:
تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ
ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾وَ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ تُرۡجَعُ
الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾٪
Itulah Ayat-ayat
(Tanda-tanda) Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan
haq, dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman atas seluruh alam. Dan milik
Allah-lah apa pun yang ada di seluruh
langit dan apa pun yang ada di bumi,
dan kepada Allah-lah segala urusan
dikembalikan. (Ali ‘Imran [3]:109-110).
Haqqa
berarti: sesuatu itu dahulunya adalah adil
atau menjadi adil, layak, betul, benar, asli, sejati, maujud atau nyata; atau
sesuatu itu dahulunya adalah atau menjadi satu kenyataan yang pasti atau
terbukti kebenarannya; sesuatu itu dahulunya adalah atau menjadi mengikat,
keharusan atau kewajiban (Lexicon
Lane).
Ungkapan bil-haqq -- secara
harfiah berarti “dengan kebenaran”
dan diter-jemahkan “mengandung
kebenaran” -- berkenaan dengan wahyu
Al-Quran berarti:
(1)
bahwa Al-Quran meliputi ajaran-ajaran yang berdasar pada kebenaran-kebenaran yang kekal abadi dan tidak mungkin dapat
berhasil dirusak;
(2) bahwa mereka yang pertama-tama
menerima merupakan kaum yang paling pantas menerimanya;
(3) bahwa Al-Quran datang pada waktu yang
telah matang untuk itu dan memenuhi segala keperluan yang sejati umat manusia;
(4) bahwa Al-Quran telah datang untuk
tetap lestari dan tiada usaha dari
pihak penentangnya dapat membinasakannya
atau melemahkannya.
Sedangkan makna ungkapan bil-haqq
berkenaan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Allah
berarti:
(1) bahwa Tanda-tanda
atau Ayat-ayat Allah Swt. itu penuh dengan kebenaran; (2) Tanda-tanda
telah datang secara haq, yakni “kamu
mempunyai hak untuk menerima”;
(3) itulah saat yang paling tepat Ayat-ayat
itu diwahyukan.
Umat Islam Adalah “Umat yang
Terbaik”
Dalam kalimat selanjutnya Allah Swt.
memberikan alasan diwahyukan-Nya Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. serta dikemukaan-Nya
Ayat-ayat (Tanda-tanda) yang mendukung kebenarannya: وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ -- “dan Allah
sekali-kali tidak menghendaki suatu
kezaliman atas seluruh alam.”
Oleh karena itu pada “Hari Penghakiman” -- baik dalam kehidupan di dunia mau pun di akhirat – juga ada
orang-orang yang “berwajah hitam”
dan ada orang-orang yang “berwajah putih” (QS.3:107-108) bukan karena Allah Swt. telah berlaku zalim kepada orang-orang
yang “wajahnya hitam”, melainkan karena mereka telah menzalimi dirinya sendiri akibat mendustakan dan menentang Rasul Allah atau “bayyinah”
(bukti yang nyata) yang kedatangannya
telah dijanjikan Allah Swt. kepada
mereka (QS.3:82; QS.7:35-37).
Firman Allah Swt. selanjutnya mengemukakan mengenai orang-orang
yang “wajahnya putih” karena mereka
telah beriman dan menolong
perjuangan suci Rasul Allah atau “bayyinah” (bukti yang nyata),
yang kedatangannya telah dijanjikan
Allah Swt. kepada mereka yaitu Nabi Besar
Muhammad saw.:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ
لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ وَ
تُؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ
اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia, kamu menyuruh berbuat makruf, melarang
dari berbuat munkar, dan beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya
akan lebih baik bagi mereka. Di
antara mereka ada yang beriman
tetapi kebanyakan mereka orang-orang
fasik. (Ali ‘Imran [3]:111).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 29 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar