بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
120
Allah Swt. Akan Menanyai
Para Rasul Allah dan Kaum-kaum Para Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai berbagai fitnah
yang muncul -- di masa itu dan juga di masa kemudian -- berkenaan pernikahan
Nabi Besar Muhammad saw. dengan Sitti Zainab r.a., janda Zaid bin Haritsah r.a.
(QS.33:38-39), Allah Swt. memberikan jawaban
berjenjang yang sangat telak,
firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ
مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara laki
kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah dan Khātaman
Nabiyyīn (meterai sekalian nabi), dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzāb [33]:39-40).
Dalam ayat tersebut Allah Swt. melakukan
tiga tingkatan pembelaan terhadap fitnah
yang dilontarkan para penentang di
kalangan bangsa Arab, yaitu:
(1) Bahwa Zaid bin Haritsah r.a. bukanlah anak kandung Nabi Besar Muhammad saw. melainkan sebagai
bakas “anak angkat”, oleh karena itu antara keduanya tidak ada hubungan darah, sehingga pernikahan
Nabi Besar Muhammad saw. dengan Sitti
Zainab r.a. – janda Zaid bin Haritsah r.a. --
tidak akan mengacaukan silsilah
keluarga.
(2) Nabi Besar Muhammad saw. adalah
seorang Rasul Allah, yang mendapat
tugas dari Allah Swt, untuk mengajarkan kebenaran (haq) dan menghapuskan kebatilan -- termasuk adat istiadat bangsa Arab jahiliyah yang melarang ayah angkat menikahi
janda anak-angkatnya -- sebab
menurut mereka kedudukan anak
angkat sama dengan anak kandung,
padahal tidak demikian (QS.33:5-6).
(3) Nabi Besar Muhammad saw. bukan sekedar Rasul Allah pembawa syariat, tetapi juga Rasul Allah yang
bergelar Khātaman Nabiyyīn, yang salah satu maknanya adalah “mahkota para rasul” atau “rasul
yang paling mulia”. Oleh karena itu mustahil
beliau saw. melakukan hal-hal yang dilarang
oleh Allah Swt..
Berbagai Makna Kata “Khātam” &
Orang yang Abtar (Terputus Keturunannya)
Khātam berasal dari kata khatama
yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang itu.
Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua ialah: ia mencapai ujung benda
itu; atau menutupi benda itu, atau melindungi apa yang tertera dalam tulisan
dengan memberi tanda atau mencapkan secercah tanah liat di atasnya, atau dengan
sebuah meterai jenis apa pun.
Khātam berarti juga sebentuk cincin
stempel; sebuah segel, atau meterai dan sebuah tanda; ujung atau bagian
terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda. Kata itu pun berarti hiasan
atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna. Kata-kata khatim, khatm dan
khatam hampir sama artinya (Lexicon
Lane, Al-Mufradat, Al-Fath-ul-Bari, dan Zurqani). Jadi, kata khātaman nabiyyin akan berarti:
meterai para nabi; yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi;
hiasan dan perhiasan nabi-nabi. Arti kedua ialah nabi terakhir.
Di Mekkah pada waktu semua putra Nabi Besar Muhammad saw. telah meninggal dunia semasa masih
kanak-kanak, musuh-musuh beliau saw. mengejek beliau seorang abtar (yang
tidak mempunyai anak laki-laki), yang berarti karena ketiadaan ahliwaris lelaki
itu untuk menggantikan beliau, jemaat
beliau saw. cepat atau lambat akan
menemui kesudahan (Muhith).
Sebagai jawaban terhadap ejekan
orang-orang kafir, secara tegas Allah Swt. menyatakan dalam Surah Al-Kautsar bahwa bukan Nabi Besar
Muhammad saw.melainkan
musuh-musuh beliaulah yang abtar (tidak
akan berketurunan). Sesudah Surah Al-Kautsar diturunkan, tentu saja
terdapat anggapan di kalangan kaum Muslimin di zaman permulaan bahwa Nabi Besar
Muhammad saw. akan
dianugerahi anak-anak lelaki yang
akan hidup sampai dewasa.
Ayat yang sedang dibahas ini (QS.33:41) menghilangkan
salah paham itu, sebab ayat ini menyatakan
bahwa Nabi Besar Muhammad saw. -- baik
sekarang maupun dahulu ataupun di masa yang akan datang -- bukan atau tidak pernah
akan menjadi bapak seorang orang lelaki dewasa (rijal
berarti pemuda).
Dalam pada itu ayat QS.33:41 ini
nampaknya bertentangan dengan Surah Al-Kautsar, yang di dalamnya bukan Nabi
Besar Muhammad saw., melainkan musuh-musuh beliau yang diancam dengan tidak akan
berketurunan (abtar), tetapi sebenarnya berusaha menghilangkan keragu-raguan dan prasangka-prasangka terhadap timbulnya arti yang kelihatannya bertentangan itu.
Ayat QS.33:41 mengatakan bahwa Nabi
Besar Muhammad saw. adalah rasul
Allah, yang mengandung arti bahwa beliau adalah bapak ruhani seluruh
umat manusia (QS.33:7) dan beliau saw.
juga Khātaman Nabiyyīn, yang maksudnya bahwa beliau saw. adalah bapak
ruhani seluruh nabi juga. Maka
bila Nabi Besar Muhammad saw.
merupakan bapak ruhani semua orang
beriman dan semua nabi Allah,
betapa beliau saw. dapat disebut abtar
atau tak berketurunan.
Berbagai Makna Gelar “Khātaman
Nabiyyīn”
Apabila ungkapan ini diambil
dalam arti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. itu nabi yang terakhir, dan bahwa tidak
ada nabi akan datang sesudah beliau saw., maka ayat ini akan nampak sumbang bunyinya dan tidak mempunyai
pertautan dengan konteks ayat, dan
daripada menyanggah ejekan
orang-orang kafir bahwa Nabi Besar
Muhammad saw. tidak berketurunan )abtar), malahan mendukung
dan menguatkannya.
Pendek kata, menurut arti yang
tersimpul dalam kata khātam seperti dikatakan di atas, maka ungkapan Khātaman
Nabiyyīn dapat mempunyai kemungkinan empat macam arti:
(1) Nabi Besar Muhammad saw. adalah meterai
para nabi, yakni, tidak ada nabi dapat dianggap benar kalau kenabiannya tidak bermeteraikan (distempel)
Nabi Besar Muhammad saw.. Kenabian
semua nabi yang sudah lampau harus dikuatkan
dan disahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan
juga tidak ada seorang pun yang dapat mencapai tingkat kenabian sesudah beliau saw., kecuali dengan menjadi pengikut beliau (QS.3:32; QS.4:70-71;
QS.33:22.
(2) Nabi Besar Muhammad saw. adalah
Rasul Allah yang terbaik,
termulia, dan paling sempurna dari antara semua nabi dan juga beliau saw. adalah sumber hiasan bagi mereka (Zurqani,
Syarah Muwahib al-Laduniyyah).
(3) Nabi Besar Muhammad saw. adalah
yang terakhir di antara para nabi pembawa syari'at. Penafsiran ini telah
diterima oleh para ulama terkemuka, orang-orang suci dan waliullah seperti Ibn
‘Arabi, Syah Waliullah, Imam ‘Ali Qari, Mujaddid Alf Tsani, dan lain-lain.
Menurut ulama-ulama besar dan para
waliullah itu, tidak ada nabi dapat
datang sesudah Nabi Besar Muhammad saw. yang
dapat memansukhkan (membatalkan) millah
beliau atau yang akan datang dari luar umat beliau (Futuhat-al-Makiyyah, Tafhimat,
Maktubat, dan Yawaqit wa’l Jawahir).
Sitti Aisyah r.a. istri Nabi Besar Muhammad saw., yang amat berbakat
menurut riwayat pernah mengatakan: “Katakanlah
bahwa beliau (Rasulullah saw.) adalah Khātaman
Nabiyyīn, tetapi janganlah mengatakan tidak
akan ada nabi lagi sesudah beliau” (Mantsur).
(4) Nabi Besar Muhammad saw. . adalah nabi yang terakhir (Akhirul Anbiya) hanya dalam arti kata bahwa
semua nilai dan sifat kenabian terjelma dengan sesempurna-sempurnanya
dan selengkap-lengkapnya dalam diri
beliau saw.: khatam dalam arti sebutan terakhir untuk menggambarkan kebagusan dan kesempurnaan, adalah sudah lazim dipakai.
Lebih-lebih Al-Quran dengan jelas mengatakan
tentang bakal diutusnya nabi-nabi sesudah Nabi Besar Muhammad saw. wafat
(QS.7:35-36; QS.62:3-4; QQ.61:10). Nabi
Besar Muhammad saw. sendiri
jelas mempunyai tanggapan mengenai berlanjutnya
kenabian sesudah beliau saw.. Menurut riwayat, beliau saw.pernah bersabda:
“Seandainya Ibrahim (putra beliau) masih
hidup, niscaya ia akan menjadi nabi” (Majah,
Kitab al-Jana’iz) dan: “Abu Bakar adalah
sebaik-baik orang sesudahku, kecuali bila ada seorang nabi muncul” (Kanz-ul-Umal).
Jadi, kembali kepada kepedulian
dan keprihatinan Nabi Besar Muhammad saw. yang luarbiasa dalam firman-Nya:
لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ اِنۡ نَّشَاۡ
نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ
اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ
لَہَا خٰضِعِیۡنَ ﴿﴾
Boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri karena mereka
tidak mau beriman. Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari
langit sehingga leher-leher mereka akan tertunduk kepadanya. (Asy-Syu’arā
[26]:4-5).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kesedihan
dan kepihatinan
Nabi Besar Muhammad saw. tidak
akan sia-sia. Jika kaumnya tidak berhenti menentang
beliau saw., mereka akan didatangi oleh Tanda
hukuman, yang akan merendahkan
dan menghinakan para pemimpin
mereka. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya bahwa makna
lain ‘anaq (leher) sama dengan wujh (wajah) yang berarti pemimpin-pemimpin (Lexicon
Lane).
Itulah beberapa contoh “pujian khusus” Allah Swt. kepada Nabi
Besar Muhammad saw., yang oleh orang-orang jahil dianggap sebagai teguran atau celaan atau peringatan Allah Swt. kepada beliau
saw. padahal bukan.
Kenapa Nabi Besar Muhammad saw. melakukan semua hal
itu? Sebab beliau saw. mengetahui bahwa Allah Swt. akan menanyakan --- yakni meminta pertanggungjawaban
-- baik kepada para Rasul Allah mau pun kepada kaum-kaum
yang kepada mereka para Rasul Allah
telah diutus (QS.7:35-37), firman-Nya:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا
ذَاۤ
اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ لَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah
mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah jawaban yang
diberikan kaum kamu kepada
kamu?” Mereka akan berkata: “Tidak ada pengetahuan pada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110). Lihat QS.7:7;
QS.28:66.
Jawaban
dari rasul-rasul mengandung arti
bahwa maksud pertanyaan Allah Swt. tersebut bukan untuk memperoleh keterangan dari mereka atau menambah pengetahuan-Nya, akan tetapi
maksudnya ialah mereka harus memberikan kesaksian
terhadap orang-orang kafir, seperti
juga jelas dari firman-Nya berikut ini:
فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا
بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾ یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ
اللّٰہَ حَدِیۡثًا﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka apabila
Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami mendatangkan engkau sebagai
saksi terhadap mereka ini semuanya? Pada hari itu orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul,
mereka menginginkan seandainya
bumi disamaratakan dengan mereka,
dan mereka tidak akan dapat
menyembunyikan sesuatu apa pun dari Allah. (An-Nisa [4]:42-43).
Tiap-tiap nabi
(rasul) Allah akan menjadi saksi pada Hari Pembalasan mengenai tanggapan kaum yang terhadap mereka beliau diutus sebagai rasul.
Kata mereka ini mencakup orang-orang beriman dan orang-orang
kafir hanya saja sifat kesaksian
itu akan berbeda dalam
perkara-perkara yang berlainan.
Reaksi Nabi Besar Muhammad
Saw. Ketika Mendengar
Surah An-Nisa ayat 42
yang Ditilawatkan Seorang Sahabah
Berkenaan dengan firman Allah
Swt. tersebut, dalam hadits Bukhari diterangkan bagaimana reaksi Nabi Besar Muhammad saw. ketika beliau saw.
mendengar ayat An-Nisa ayat 42 ditilawatkan oleh salah seorang sahabat beliau
saw.. Ada pun terjemahan hadits tersebut adalah:
Telah menceritakan kepada kami
Shadaqah, telah mengabarkan kepada kami Yahya dari Sufyan dari Sulaiman dari
Ibrahim dari 'Abidah dari 'Abdullah berkata; Yahya -- sebagian Hadits -- dari
'Amru bin Murrah dia berkata: Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam bersabda
kepadaku: "Bacakanlah Al-Quran
kepadaku.” Aku berkata: Bagaimana aku membacakan kepada engkau, padahal Al-Quran
diturunkan kepada engkau? Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari orang lain." Lalu
aku membacakan kepada beliau surat An
Nisa hingga tatkala sampai ayat:
فَکَیۡفَ اِذَا
جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا
بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ شَہِیۡدًا
“Maka
bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap
umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu” (An
Nisa; 42), Beliau berkata: 'Cukup.' Dan ternyata beliau
mencucurkan air mata (menangis)” (Hadits Bhukhari No.4216).
Jadi, betapa besarnya tanggungjawab
para Rasul Allah – terutama Nabi
Besar Muhammad saw., itulah sebabnya
dalam mengemban (memikul) “amanat”
(syariat Islam) tersebut beliau saw. dalam
melaksanakannya benar-benar telah
berlaku zalum (sangat aniaya) dan jahil
(sangat abai) terhadap diri beliau saw. sendiri (QS.33:73), firman-Nya:
لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ اِنۡ نَّشَاۡ
نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ
اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ
لَہَا خٰضِعِیۡنَ ﴿﴾
Boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri karena mereka
tidak mau beriman. Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari
langit sehingga leher-leher mereka akan tertunduk kepadanya. (Asy-Syu’arā
[26]:4-5).
Hasil dari perjuangan suci yang Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat luar-biasa
tersebut adalah Allah Swt.
menyatakan Nabi Besar Muhammad saw.
sebagai “suri teladan terbaik”
(QS.33:22), firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ
اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat suri teladan yang sebaik-baiknya
bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22).
Peringatan
Keras Allah Swt. Terhadap Ajaran
Paulus
Demikian juga Allah Swt. pun akan
bertanya -- yakni meminta pertanggungjawaban -- kepada para rasul
Allah lainnya, termasuk Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s., sehubungan dengan
munculnya ajaran Paulus mengenai Trinitas dan Penebusan Dosa, firman-Nya:
وَ قَالُوا اتَّخَذَ الرَّحۡمٰنُ
وَلَدًا ﴿ؕ﴾ لَقَدۡ جِئۡتُمۡ
شَیۡئًا اِدًّا ﴿ۙ﴾ تَکَادُ السَّمٰوٰتُ
یَتَفَطَّرۡنَ مِنۡہُ وَ تَنۡشَقُّ الۡاَرۡضُ وَ تَخِرُّ الۡجِبَالُ ہَدًّا ﴿ۙ﴾ اَنۡ دَعَوۡا لِلرَّحۡمٰنِ
وَلَدًا ﴿ۚ﴾ وَ مَا یَنۡۢبَغِیۡ
لِلرَّحۡمٰنِ اَنۡ یَّتَّخِذَ وَلَدًا ﴿ؕ﴾ اِنۡ کُلُّ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ اِلَّاۤ اٰتِی
الرَّحۡمٰنِ عَبۡدًا ﴿ؕ﴾ لَقَدۡ اَحۡصٰہُمۡ
وَ عَدَّہُمۡ عَدًّا ﴿ؕ﴾ وَ کُلُّہُمۡ
اٰتِیۡہِ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فَرۡدًا ﴿﴾
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak laki-laki."
Sungguh
kamu benar-benar telah
mengucapkan sesuatu yang sa-ngat mengerikan. Hampir-hampir seluruh langit pecah
karenanya, bumi terbelah, dan
gunung-gunung runtuh berkeping-keping,
karena mereka menyatakan Tuhan
Yang Maha Pemurah punya anak laki-laki. Padahal sekali-kali tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah, mengambil seorang anak
laki-laki. Tidak ada seorang
pun di seluruh langit dan bumi
melainkan ia akan datang kepada Tuhan
Yang Maha Pemurah sebagai hamba. Sungguh Dia
benar-benar mengetahui jumlah mereka dan menghitung mereka dengan
menyeluruh. Dan setiap
mereka akan datang kepada-Nya pada Hari Kiamat sendiri-sendiri. (Maryam
[18]:89-96).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar