بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
118
Penikahan Nabi Besar
Muhammad Saw. dengan Sitti Zainab r.a. -- Janda Zaid bin Haritsah r.a. -- yang Rawan Fitnah.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai kepada kepedulian dan keprihatinan
luar biasa Nabi Besar Muhammad saw. yang dimaksud dengan kata zalim (aniaya) dan jahul (abai) mengenai insan -- yaitu insan
kamil (manusia sempurna), yang demi keselamatan
dan kesuksesan seluruh umat
manusia dalam melaksanakan peribadahan kepada Allah Swt.
(QS.51:57), beliau saw. bersedia memikul amanat
syariat yang terakhir dan tersempurna (agama Islam), firman-Nya:
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا
الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung,
tetapi semuanya enggan memikulnya
dan mereka takut terhadapnya, akan
sedangkan manusia memikulnya,
sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan abai terhadap dirinya. (Al-Ahzāb
[33]:73-74).
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman lagi mengenai kepedulian serta rasa kasih-sayang luarbiasa Nabi Besar
Muhammad saw.:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا
عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُلۡ
حَسۡبِیَ اللّٰہُ ۫٭ۖ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ عَلَیۡہِ تَوَکَّلۡتُ وَ ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾٪
Sungguh
benar-benar telah datang kepada kamu seorang Rasul dari
antara kamu sendiri, berat terasa
olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagi kamu dan terhadap orang-orang beriman ia
sangat berbelas kasih lagi penyayang. Tetapi jika mereka berpaling maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan kecuali Dia, kepada-Nya-lah aku bertawakkal, dan Dia-lah Pemilik 'Arasy yang agung. (At-Taubah [9]:128-129).
Ayat
128 boleh dikenakan kepada orang-orang beriman maupun kepada orang-orang kafir, tetapi terutama kepada orang-orang beriman, bagian permulaannya mengenai orang-orang kafir dan bagian terakhir
mengenai orang-orang beriman.
Peringatan Bagi Mereka yang Mengatakan “Tuhan Memiliki Anak Laki-laki”
Kepada orang-orang kafir nampaknya ayat ini mengatakan: “Rasulullah saw. merasa sedih
melihat kamu mendapat kesusahan, yaitu sekalipun kamu mendatangkan kepadanya
segala macam keaniayaan dan kesusahan, namun hatinya begitu sarat dengan rasa
kasih-sayang kepada umat manusia, sehingga tidak ada tindakan zalim yang datang
dari pihak kamu dapat membuatnya menjadi keras hati terhadap kamu dan membuat ia
menginginkan keburukan bagi kamu. Ia begitu penuh kasih-sayang dan belas
kasihan terhadap kamu, sehingga ia tidak tega hati melihat kamu menyimpang dari
jalan kebenaran hingga mendatangkan kesusahan kepada kamu.”
Kepada orang-orang beriman ayat ini berkata: “Rasulullah saw. penuh
dengan kecintaan, kasih-sayang, dan rahmat bagi kamu, yaitu ia dengan riang dan
gembira ikut dengan kamu dalam menanggung kesedihan dan kesengsaraan kamu. Lagi
pula, seperti seorang ayah yang penuh dengan kecintaan ia memperlakukan kamu,
dengan sangat murah hati dan kasih-sayang.”
Sehubungan dengan kedua
makna -- baik terhadap orang-orang kafir mau pun kepada orang-orang beriman – tersebut, berikut
adalah keprihatinan Nabi Besar
Muhammad saw. berkenaan orang-orang kafir -- khususnya mereka
yang mengatakan bahwa “Tuhan memilik seorang
anak laki-laki”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ عَلٰی عَبۡدِہِ الۡکِتٰبَ وَ لَمۡ
یَجۡعَلۡ لَّہٗ عِوَجًا ؕ﴿ٜ﴾ قَیِّمًا لِّیُنۡذِرَ بَاۡسًا شَدِیۡدًا مِّنۡ لَّدُنۡہُ وَ یُبَشِّرَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ اَجۡرًا حَسَنًا ۙ﴿﴾ مَّاکِثِیۡنَ فِیۡہِ اَبَدًا ۙ﴿﴾ وَّ یُنۡذِرَ
الَّذِیۡنَ قَالُوا
اتَّخَذَ اللّٰہُ وَلَدًا ٭﴿﴾ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ
عِلۡمٍ وَّ لَا لِاٰبَآئِہِمۡ ؕ کَبُرَتۡ
کَلِمَۃً تَخۡرُجُ مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ ؕ اِنۡ یَّقُوۡلُوۡنَ اِلَّا کَذِبًا ﴿﴾ فَلَعَلَّکَ بَاخِعٌ
نَّفۡسَکَ عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ اِنۡ لَّمۡ
یُؤۡمِنُوۡا بِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَسَفًا ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah Yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Kitab
Al-Quran ini dan Dia tidak menjadikan padanya kebengkokan. Sebagai penjaga untuk memberi peringatan mengenai siksaan yang dahsyat dari hadirat-Nya,
dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang beriman
yang beramal saleh bahwa
sesungguhnya bagi mereka ada ganjaran
yang baik, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan
supaya memperingatkan orang-orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak laki-laki.”
Mereka sekali-kali tidak memiliki pengetahuan mengenainya,
dan tidak pula bapak-bapak mereka memilikinya.
Sangat besar keburukan perkataan yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak
mengucapkan kecuali kedustaan. Maka
sangat mungkin engkau akan membinasakan diri engkau karena sangat
sedih sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan
ini. (Al-Kahf [18]:1-7).
Ketidak-bersyukuran Para Penentang
Rasul Allah
Makna ayat
فَلَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ عَلٰۤی اٰثَارِہِمۡ اِنۡ لَّمۡ یُؤۡمِنُوۡا بِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَسَفًا -- “Maka
sangat mungkin engkau akan membinasakan diri engkau karena sangat sedih sekiranya mereka tidak beriman kepada
keterangan ini,” karena bakhi' itu ism fail dari bakha'a yang
berarti: ia berbuat sesuatu dengan cara setepat-tepatnya, ayat ini dengan padat
dan lugas melukiskan betapa besarnya perhatian
dan kekhawatiran serta kecemasan Nabi Besar Muhammad saw. mengenai kesejahteraan ruhani kaum beliau
saw. dan umat manusia.
Kesedihan Nabi Besar Muhammad saw. atas
penolakan dan perlawanan mereka terhadap amanat
Ilahi hampir membuat beliau saw. wafat.
Memang begitulah keadaan para utusan (rasul)
dan nabi Allah -- terutama sekali Nabi Besar Muhammad saw.
-- hati
mereka senantiasa penuh dengan kasih-sayang terhadap sesama manusia.
Mereka berseru (kepada Allah), menangis
dan berdukacita demi
kepentingan umat manusia, tetapi manusia tidak tahu berterimakasih,
sehingga orang-orang itu sendiri yang bagi mereka para nabi (rasul) Allah mempunyai perasaan
yang begitu mendalam, justru merekalah yang menindas
para nabi Allah dan berusaha untuk membunuh mereka (QS.2:88-92; QS.51:53-54).
Mengenai kepedulian dan keprihatinan Nabi Besar
Muhammad saw. yang luarbiasa tersebut dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman:
لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ اِنۡ نَّشَاۡ
نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ
اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ
لَہَا خٰضِعِیۡنَ ﴿﴾
Boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri karena mereka
tidak mau beriman. Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari
langit sehingga leher-leher mereka akan tertunduk kepadanya. (Asy-Syu’arā
[26]:4-5).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kesedihan
dan kepihatinan
Nabi Besar Muhammad saw. tidak
akan sia-sia. Jika kaumnya tidak berhenti menentang beliau saw., mereka akan
didatangi oleh Tanda hukuman, yang
akan merendahkan dan menghinakan para pemimpin
mereka. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya bahwa makna
lain ‘anaq (leher) sama dengan wujh (wajah) yang berarti pemimpin-pemimpin (Lexicon
Lane).
Itulah beberapa contoh “pujian khusus” Allah Swt. kepada Nabi
Besar Muhammad saw., yang oleh orang-orang jahil dianggap sebagai teguran atau celaan atau peringatan Allah Swt. kepada beliau
saw. padahal bukan.
Allah Swt. Akan Meminta Pertanggungjawaban
kepada Rasul Allah Mau
pun kepada Kaumnya
Ada pun salah satu alasan kenapa Nabi Besar Muhammad saw. melakukan
hal-hal yang membuat Allah Swt. Sendiri
merasa “prihatin” terhadap kepedulian
luar biasa beliau saw. tersebut, karena
beliau saw. ingin melaksanakan seluruh amanat
atau
syariat Islam yang telah Allah
Swt. “pikulkan” (amanatkan) kepada
beliau saw. secara sempurna dalam
segala seginya, sehingga siapa pun
tidak akan memiliki alasan atau dalih untuk mengajukan protes terhadap misi
kerasulan beliau saw., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الرَّسُوۡلُ بَلِّغۡ
مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ مِنۡ
رَّبِّکَ ؕ وَ اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا
بَلَّغۡتَ رِسَالَتَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai Rasul, sampaikanlah
apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhan engkau, dan jika engkau tidak melakukan hal itu
maka engkau sekali-kali tidak
menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah
akan melindungi engkau dari manusia, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk
kepada kaum kafir. (Al-Māidah
[5]:68).
Kata-kata وَ
اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَہٗ --
“dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak
menyampaikan amanat-Nya” tidak
menunjukkan suatu kelalaian dari
pihak Nabi Besar Muhammad saw. dalam menyampaikan amanat Ilahi. Kata-kata itu hanya menyatakan satu kaidah umum bahwa seseorang yang tidak menyampaikan sebagian amanat yang dipercayakan kepadanya sebenarnya ia tidak menyampaikannya sama sekali.
Ungkapan وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ
مِنَ النَّاسِ -- “Dan Allah akan melindungi engkau dari manusia” berarti bahwa Allah Swt. tidak akan membiarkan orang-orang kafir mengambil nyawa atau membunuh Nabi Besar Muhammad saw. atau melumpuhkan beliau saw. untuk selama-lamanya, sehingga beliau saw. tidak mampu lagi melakukan tugas beliau saw..
Bahkan, dalam rangka menghapuskan kekeliruan adat-istiadat jahiliyah bangsa Arab
mengenai larangan menikahi janda
(bekas istri) anak angkat
(QS.33:5-6), Nabi Besar Muhammad saw.
dengan patuh melaksanakan perintah Allah Swt. mengenai peraturan pernikahan dalam Islam (Al-Quran), yang sangat rawan menimbulkan fitnah
tersebut (QS. 33:38), firman-Nya:
مَا کَانَ عَلَی النَّبِیِّ مِنۡ حَرَجٍ فِیۡمَا فَرَضَ اللّٰہُ لَہٗ ؕ سُنَّۃَ اللّٰہِ فِی الَّذِیۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ
کَانَ اَمۡرُ اللّٰہِ
قَدَرًا مَّقۡدُوۡرَۨا ﴿۫ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُبَلِّغُوۡنَ رِسٰلٰتِ اللّٰہِ وَ یَخۡشَوۡنَہٗ وَ لَا یَخۡشَوۡنَ اَحَدًا
اِلَّا اللّٰہَ ؕ وَ کَفٰی
بِاللّٰہِ حَسِیۡبًا ﴿﴾
Sekali-kali tidak ada keberatan atas Nabi
mengenai apa yang telah diwajibkan Allah kepadanya. Inilah sunnah Allah yang Dia tetapkan
terhadap orang-orang yang telah
berlalu sebelumnya, dan perintah Allah
ada-lah suatu keputusan yang telah ditetapkan. Orang-orang yang menyampaikan amanat Allah dan takut
kepada-Nya, dan tidak ada mereka
takuti siapa pun selain Allah, dan cukuplah
Allah sebagai Penghisab. (Al-Ahzāb [33]:39-40).
Yang diisyaratkan dalam kata-kata مَا کَانَ عَلَی النَّبِیِّ مِنۡ حَرَجٍ
فِیۡمَا فَرَضَ اللّٰہُ لَہ -- “Sekali-kali tidak ada keberatan atas Nabi
mengenai apa yang telah diwajibkan Allāh
kepadanya” tu ialah pernikahan
Nabi Besar Muhammad saw. dengan Sitti Zainab r.a., janda (bakas istri) Zaid bin Haritsah
r.a., anak-angkat beliau saw., yang
atas keinginan
beliau saw. agar menikah dengan Sitti
Zainab r.a., saudara misan beliau saw. sendiri.
Jadi. kata-kata مَا کَانَ عَلَی النَّبِیِّ مِنۡ حَرَجٍ
فِیۡمَا فَرَضَ اللّٰہُ لَہ -- “Sekali-kali tidak ada keberatan atas Nabi
mengenai apa yang telah diwajibkan Allāh
kepadanya” menunjukkan bahwa pernikahan
Nabi Besar Muhammad saw. dengan janda
(bakas istri) “anak angkat” beliau saw. tersebut terjadi dalam menaati suatu peraturan Ilahi yang khusus sifatnya.
Makna Hakiki Gelar Khātaman
Nabiyyīn Nabi Besar Muhammad Saw.
Ketika muncul berbagai fitnah
dari kalangan penentang terhadap “pernikahan khusus” tersebut,
Allah Swt. memberikan jawabannya
yang sangat telak, firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ
مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara laki kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah dan Khātaman Nabiyyīn (meterai sekalian nabi), dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzāb
[33]:39-40).
Dalam ayat tersebut Allah Swt. melakukan
tiga tingkatan pembelaan terhadap fitnah
yang dilontarkan para penentang di
kalangan bangsa Arab, yaitu:
(1) Bahwa Zaid bin Haritsah r.a. bukanlah anak kandung Nabi Besar Muhammad saw. melainkan sebagai
bakas “anak angkat”, oleh karena itu antara keduanya tidak ada hubungan darah, sehingga pernikahan
Nabi Besar Muhammad saw. dengan Sitti
Zainab r.a. – janda Zaid bin Haritsah r.a. --
tidak akan mengacaukan silsilah
keluarga.
(2) Nabi Besar Muhammad saw. adalah
seorang Rasul Allah, yang mendapat
tugas dari Allah Swt, untuk mengajarkan kebenaran (haq) dan menghapuskan kebatilan -- termasuk adat istiadat bangsa Arab jahiliyah
yang melarang ayah angkat menikahi janda anak-angkatnya -- sebab
menurut mereka kedudukan anak
angkat sama dengan anak kandung,
padahal tidak demikian (QS.33:5-6).
(3) Nabi Besar Muhammad saw. bukan sekedar Rasul Allah pembawa syariat, tetapi juga Rasul Allah yang
bergelar Khātaman Nabiyyīn, yang salah satu maknanya adalah “mahkota
para rasul” atau “rasul yang paling
mulia”. Oleh karena itu mustahil
beliau saw. melakukan hal-hal yang dilarang
oleh Allah Swt..
Khātam berasal dari kata khatama
yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang itu.
Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua ialah: ia mencapai ujung benda
itu; atau menutupi benda itu, atau melindungi apa yang tertera dalam tulisan
dengan memberi tanda atau mencapkan secercah tanah liat di atasnya, atau dengan
sebuah meterai jenis apa pun.
Khātam berarti juga sebentuk cincin
stempel; sebuah segel, atau meterai dan sebuah tanda; ujung atau bagian
terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda. Kata itu pun berarti hiasan
atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna. Kata-kata khatim, khatm dan
khatam hampir sama artinya (Lexicon
Lane, Al-Mufradat, Al-Fath-ul-Bari, dan Zurqani). Jadi, kata khātaman nabiyyin akan berarti:
meterai para nabi; yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi;
hiasan dan perhiasan nabi-nabi. Arti kedua ialah nabi terakhir.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 15 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar