بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
128
Hubungan
Tauhid Ilahi dan Pengaruh Makanan dan Minuman yang Halal Terhadap Amal Shaleh
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai Tauhid Ilahi yang identik dengan kesatuan
dan persatuan umat sedangkan
kemusyrikan identik dengan perpecahan umat, firman-Nya:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ
حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ الَّتِیۡ
فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا
تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ
اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu Dia
menciptakan manusia, tidak ada perubahan
dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada
pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).
Dalam Surah Al-Quran lainnya Allah Swt. berfirman kepada para Rasul Allah mengenai Ke-Esa-an
Tuhan dan ke-satu-an umat, firman-Nya:
اِنَّ ہٰذِہٖۤ اُمَّتُکُمۡ
اُمَّۃً وَّاحِدَۃً ۫ۖ وَّ اَنَا
رَبُّکُمۡ فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾ وَ
تَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ
کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya umat kamu ini merupakan satu
umat, dan Aku adalah Rabb (Tuhan) kamu maka sembahlah Aku. Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara mereka,
padahal semuanya akan
kembali kepada Kami. (Al-Anbiya [21]:93-94).
Orang-orang Musyrik Menisbahkan Kesesatan Mereka
Kepada Kehendak Allah
Swt.
Dalam
beberapa ayat yang mendahuluinya (QS.21:52-92 beberapa nabi Allah dan beberapa orang
muttaqi disebutkan bersama-sama. Ini bukan secara kebetulan saja. Nabi-nabi itu disebut bersama-sama,
mempunyai suatu tujuan tertentu. Semuanya mempunyai satu hal yang sama.
Mereka semua mengalami penderitaan-penderitaan dan kemalangan-kemalangan besar dalam satu
bentuk atau lain dan memperlihatkan kesabaran
dan ketabahan yang sangat tinggi dan
sangat mulia di bawah himpitan cobaan-cobaan
yang paling hebat. Para Rasul Allah
tersebut mengajarkan pula asas pokok semua agama ialah tauhid Ilahi dan melarang menyembah thāghūt, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا عَبَدۡنَا مِنۡ
دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ نَّحۡنُ وَ لَاۤ اٰبَآؤُنَا وَ لَا حَرَّمۡنَا مِنۡ
دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ کَذٰلِکَ فَعَلَ
الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۚ فَہَلۡ عَلَی الرُّسُلِ اِلَّا الۡبَلٰغُ الۡمُبِیۡنُ﴿﴾ وَ لَقَدۡ بَعَثۡنَا فِیۡ کُلِّ
اُمَّۃٍ رَّسُوۡلًا اَنِ اعۡبُدُوا
اللّٰہَ وَ اجۡتَنِبُوا الطَّاغُوۡتَ ۚ
فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ ہَدَی اللّٰہُ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَیۡہِ الضَّلٰلَۃُ ؕ فَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ
فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ
الۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang musyrik berkata: “Seandainya
Allah menghendaki, kami sama sekali tidak akan menyembah apa pun selain-Nya, baik kami maupun bapak-bapak kami,
dan tidak pula akan kami mengharamkan
sesuatu tanpa perintah dari-Nya.” Demikianlah yang telah dikerjakan oleh orang-orang yang memusuhi kebenaran
sebelum mereka, maka tidaklah ada kewajiban atas rasul-rasul
itu kecuali menyampaikan dengan jelas? Dan sungguh Kami benar-benar telah membangkitkan dalam setiap umat seorang rasul dengan
seruan: “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” Maka sebagian dari
mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah
dan sebagian dari mereka ada yang telah
pasti kesesatan atasnya. Maka berjalanlah
kamu di muka bumi, lalu lihatlah
betapa buruk akibat orang-orang yang telah mendustakan rasul-rasul.
(An-Nahl
[16]:36-37).
Jadi, orang-orang
musyrik tersebut tanpa adanya rasa-malu telah menisbahkan kemusyrikan dan pengharaman barang-barang yang halal yang mereka lakukan dan yang dilakukan juga oleh
para pendahulu mereka sebagai kehendak Allah Swt..
Adanya Persamaan Sikap
di Kalangan Para Pemuka Sekte-sekte
Agama
Mereka itulah yang dimaksud oleh ayat وَ تَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ کُلٌّ اِلَیۡنَا
رٰجِعُوۡنَ -- “Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama
mereka di antara mereka, padahal semuanya akan kembali kepada Kami” (Al-Anbiya [21]:94),
yaitu mereka yang menolak nabi-nabi Allah dan mereka menanggung akibat buruknya.
Mereka pun menjadi korban perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran di antara
mereka sendiri dan mereka berpegang pada kepercayaan-kepercayaan
dan itikad-itikad yang saling
berlawanan, padahal mereka itu membaca Al-Kitab yang sama, firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی
عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ
ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ
قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا
فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang
Yahudi mengatakan: ”Orang-orang Nasrani sekali-kali tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran.” Padahal mereka membaca Alkitab yang sama.
Demikian pula orang-orang yang tidak
mengetahui berkata seperti ucapan mereka itu, maka pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara
mereka tentang apa yang mereka
perselisihkan. (Al-Baqarah [2]:114).
Ayat کَذٰلِکَ قَالَ
الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ -- “Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata seperti
ucapan mereka itu” mengisyaratkan kepada adanya persamaan dalam sikap para pemuka agama yang saling bertentangan sehingga mereka
terpecah-belah menjadi berbagai firqah
atau sekte-sekte agama.
Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyebut
mereka sebagai “orang-orang musyrik”,
karena kemusyrikan identik dengan pertentangan dan perpecahan umat, sedangkan Tauhid
Ilahi yang dijaarkan para Rasul Allah identik dengan kesatuan dan persatuan umat, sebagaimana
firman-Nya sebelum ini:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ
حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ الَّتِیۡ
فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا
تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ
اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu Dia
menciptakan manusia, tidak ada perubahan
dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada
pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).
Hubungan “Tauhid
Ilahi” serta Makanan yang Halal dan Thayyib
dengan Amal
Shaleh
Dalam Surah Al-Quran berikut ini Allah
Swt. berfirman kepada para Rasul Allah
mengenai masalah makanan:
یٰۤاَیُّہَا الرُّسُلُ کُلُوۡا مِنَ الطَّیِّبٰتِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ
اِنِّیۡ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ عَلِیۡمٌ ﴿ؕ﴾ وَ اِنَّ ہٰذِہٖۤ
اُمَّتُکُمۡ اُمَّۃً
وَّاحِدَۃً وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾ فَتَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾ فَذَرۡہُمۡ فِیۡ
غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
"Hai rasul-rasul, makanlah dari barang-barang
yang baik dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
perbuat. Dan sesungguhnya umat kamu ini umat
yang satu, dan Aku adalah Rabb (Tuhan) kamu
maka bertakwalah kepada-Ku." Tetapi mereka
telah memecah-belah urusan mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka. Maka tinggalkanlah
mereka dalam kesesatannya
hingga suatu waktu. (Al-Mu’minūn [23]:52-55).
Kenyataan
bahwa terdapat suatu hubungan yang dalam dan halus antara makanan yang orang memakannya dengan perbuatannya — yang baik atau yang buruk — kini telah mulai diakui
secara luas oleh ilmu kedokteran, tetapi
agama Islam jauh sejak 1400 tahun
yang lampau, memberikan petunjuk-petunjuk
mengenai makanan yang mempunyai arti moral yang besar (QS.2:174; QS.5:4; QS.6:146).
Dasar pokok yang diletakkan oleh Allah Swt.
dalam agama Islam (Al-Quran) dalam hubungan ini, ialah karena manusia harus mengembangkan semua naluri dan kemampuannya yang diberikan oleh alam (Allah Swt.) maka ia
harus mempergunakan segala macam makanan,
kecuali yang mungkin akan mendatangkan kerugian
kepadanya — baik kerugian jasmani, akhlak, atau ruhani. Penggunaan makanan
yang halal dan thayyib (sehat) menimbulkan
keadaan mental yang sehat. demikian pula mental yang sehat menumbuhkan amal-perbuatan
yang baik dan shalih.
Itulah sebabnya Allah Swt. mengajarkan dalam Al-Quran bahwa makanan dan minuman nyang
disantap manusia itu bukan saja harus halal
dan thayyib (sehat) menurut syariat (QS.2:169; QS.5:89), tetapi juga jangan berlebih-lebihan, sebab akan menimbulkan hal-hal yang merugikan kesehatan jasmani dan ruhani, misalnya hanya memakan daging
saja atau hanya memakan sayuran dan kacang-kacangan (vegetarian) saja, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ خُذُوۡا
زِیۡنَتَکُمۡ عِنۡدَ کُلِّ مَسۡجِدٍ وَّ
کُلُوۡا وَ اشۡرَبُوۡا وَ لَا تُسۡرِفُوۡا
ۚ اِنَّہٗ لَا یُحِبُّ الۡمُسۡرِفِیۡنَ
﴿٪﴾
Wahai Bani Adam, pakailah perhiasan kamu di setiap tempat
sujud, makanlah, dan minumlah
tetapi jangan berlebih-lebihan,
sesungguhnya Dia tidak mencintai
orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A’rāf [7]:32).
Penghalalan Daging Babi dalam “Perjanjian Baru” (Imamat 11:7)&
Penjelasan Al-Masih Mau’ud a.s. Mengenai Diharamkan-Nya Daging Babi
Namun dalam
kenyataannya sehubungan masalah pemahaman
mengenai makanan dan minuman pun
dapat menjadi bahan perbedaan pendapat
dan perpecahan umat di kalangan para pemuka agama, contohnya menurut hukum Taurat semua jenis daging babi --
baik babi hutan mau pun babi ternak – haram (Imamat
11:7).
Namun dengan
mengatasnamakan “Perjanjian Baru”,
status daging babi yang diharamkan
dalam Taurat atau “Perjanjian
Lama” – dan juga diharamkan dalam
ajaran Islam (QS.2:174; QS.6:146; QS.16:116) bersama
beberapa macam makanan dan minuman
lainnya yang diharamkan (QS.5:4) – kemudian
daging babi tersebut menjadi halal bagi para pengikut “Perjanjian
baru” ajaran Paulus (Ibrani
8:6-10).
Berikut adalah penjelasan Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s. – dalam buku beliau
yang sangat terkenal Islami
Ushul Ki Fisalafi (Falsafah
Ajaran Islam) mengenai alasan Allah
Swt. mengharamkan daging babi:
“Satu hal yang patut diingat di sini ialah babi
yang telah diharamkan. Tuhan semenjak awal telah mengisyaratkan keharaman itu di dalam
namanya sendiri. Sebab kata khinzir (babi) adalah paduan
kata dari kata-kata khinz dan ar, yang berarti, "Aku lihat dia sangat rusak dan buruk". Kata khinz berarti "sangat rusak" dan ar berarti
"Aku lihat."
Pendeknya, nama
binatang ini yang diperolehnya dari Tuhan semenjak awal, itu pun menunjukkan keburukannya.
Suatu kebetulan yang menakjubkan bahwa dalam bahasa Hindi binatang ini
dinamakan suar. Kata itu merupakan paduan kata dari su dan ar,
yang artinya "Aku lihat dia sangat
buruk."
Jangan merasa heran mengapa kata su itu
berasal dari bahasa Arab, sebab di dalam buku saya, "Minan-ur-Rahmaan",
saya telah membuktikan bahwa ibu (induk) segala bahasa adalah bahasa
Arab, dan perkataan bahasa
Arab tidak hanya sebuah dua buah terdapat dalam tiap-tiap bahasa melainkan
ribuan. Jadi, suar adalah kata bahasa Arab. Oleh karena itu
terjemahan kata suar dalam bahasa Hindi adalah buruk.
Ringkasnya, binatang itu disebut buruk.
Dalam hal ini tidak ada satu keraguan pun bahwa pada zaman ketika bahasa
seluruh dunia adalah bahasa Arab, di negeri ini (Hindustan) binatang itu
dikenal dengan nama yang searti dengan kata khinzir dalam bahasa Arab,
dan kemudian masih berlaku sampai sekarang sebagai peninggalan.
Ya, mungkin
saja dalam bahasa Sansekerta terdapat perkataan yang mirip dengan itu telah mengalami perubahan kemudian bentuknya
menjadi lain. Akan tetapi inilah kata yang benar, sebab dia mengandung makna demikian, dan kata khinzir
merupakan saksi yang berbicara
sendiri atas hal itu. Ada pun arti kata tersebut – yakni sangat rusak
-- tidak menghendaki penjelasan lebih
dalam. Siapa yang tidak tahu bahwa binatang
ini paling hebat dalam hal makan kotoran
dan tidak punya malu serta dayus.[1]
Sekarang,
nyatalah penyebab mengapa ia diharamkan, yaitu menurut hukum alam
daging binatang yang kotor dan buruk itu juga berpengaruh buruk
pada badan dan ruh. Sebab telah kami buktikan bahwa makanan
pasti berpengaruh pada ruh manusia.
Jadi, tidak
diragukan lagi bahwa makanan yang buruk
itu juga memberikan pengaruh buruk. Tabib-tabib Yunani di masa
sebelum Islam pun menyatakan pendapat
bahwa daging binatang ini mengurangi khususnya rasa malu dan memperbesar
sifat dayus. Itulah sebabnya di dalam syariat Islam memakan bangkai
juga dilarang, karena bangkai pun menarik pemakannya ke dalam sifat
bangkai, dan menimbulkan mudarat pula pada kesehatan jasmani.
Binatang-binatang yang mati dengan darah
yang masih tetap di dalam badannya – misalnya dicekik atau dipukul mati dengan
tongkat – sebenarnya semua bintang ini termasuk kategori bangkai. Apakah
darah bangkai yang tetap berada dalam badannya masih tetap berada dalam
keadaan semula? Tidak! Justru karena
mengandung kelembaban maka darah
akan segera membusuk, dan kebusukannya akan merusak seluruh daging. Dan bakteri-bakteri
di dalam darah juga telah terbukti melalui penelitian-penelitian
mutakhir akan mati, lalu menyebarkan suatu kebusukan yang beracun ke
dalam tubuh. “
Hubungan Erat Jasmani Manusia dengan Ruhnya
Selanjutnya
mengenai adanya hubungan erat antara tubuh jasmani manusia serta makanan dan minuman
yang disantap manusia dengan ruh
manusia, selanjutnya Al-Masih Mau’ud a.s. menulis dalam buku
yang sama:
“Jika ada
pertanyaan; Apakah pengaruh Quran Syarif terhadap keadaan-keadaan
thabi'i (alami) manusia, dan bimbingan apakah yang
diberikannya dalam hal itu, serta secara amal sampai batas manakah
yang diperkenankannya?
Hendaklah
diketahui bahwa menurut Quran Syarif keadaan-keadaan thabi'i
(alami) manusia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan keadaan-keadaan
akhlaki dan ruhaninya.
Bahkan cara manusia makan-minum pun mempengaruhi keadaan-keadaan akhlak dan ruhani manusia.
Apabila keadaan-keadaan thabi'i (alami) dipergunakan
sesuai dengan bimbingan syariat maka sebagaimana benda apa
pun yang jatuh ke dalam tambang garam akan berubah menjadi garam
juga, seperti itu pula semua keadaan tersebut berubah menjadi nilai-nilai
akhlak dan memberi pengaruh yang mendalam sekali pada keruhanian.
Oleh karena itu Quran Syarif sangat
memperhatikan kebersihan jasmani, tata-tertib jasmani dan keseimbangan jasmani dalam berusaha
untuk mencapai tujuan segala ibadah,
kesucian batin, kekusyukan, dan kerendahan
hati.
Apabila kita
renungkan dengan dalam maka benar sekali kandungan falsafah yang mengatakan bahwa tingkah-laku jasmani amat
besar pengaruhnya pada ruh.
Sebagaimana kita saksikan perbuatan-perbuatan thabi’i (alami) walaupun pada lahirnya bersifat jasmani,
namun tidak ayal berpengaruh pada keadaan ruhani kita. Misalnya, apabila
kita mulai menangis -- kendati pun hanya
pura-pura serta dibuat-buat – air mata menggugah suatu perasaan dalam
hati dan hati pun ikut merasa
sedih.
Demikian
pula, apabila kita mulai tertawa secara pura-pura dan dibuat-buat, di
dalam hati pun akan timbul rasa gembira. Kita saksikan juga bahwa
gerakan sujud secara jasmani pun menimbulkan suatu perasaan khusyuk
dan kerendahan hati dalam ruh (jiwa). Sebaliknya kita saksikan
pula bahwa apabila kita berjalan dengan menegakkan kepala seraya membusungkan
dada, hal ini segera menimbulkan semacam rasa takabbur dan tinggi hati.
Dari
contoh-contoh di atas, nampaklah sejelas-jelasnya bahwa gerak-gerik jasmani
tidak diragukan lagi mempengaruhi keadaan ruhani. Begitu pula pengalaman menyatakan kepada kita
bahwa makanan yang beraneka-ragam
juga mempengaruhi kemampuan otak
dan hati.
Misalnya,
silakan mengamati dengan seksama keadaan orang-orang yang tidak pernah makan daging.
Potensi keberanian mereka lambat-laun semakin berkurang, sehingga
akhirnya hati mereka menjadi lemah dan mereka kehilangan satu
kekuatan yang terpuji anugerah Tuhan.
Kesaksian hukum
kudrat berkenaan dengan itu pun
membuktikan bahwa di antara binatang-binatang berkaki empat pemakan rumput
tak seekor pun memiliki keberanian yang sebanding dengan keberanian
yang dimiliki inatang pemakan daging. Hal ini dapat kita
saksikan pula pada burung-burung.
Ringkasnya, tidak dapat diragukan lagi bahwa makanan
berpengaruh pada akhlak. Benar, orang-orang yang siang-malam
mengutamakan makan daging dan sangat kurang sekali makan sayur-mayur kurang memiliki sifat santun
dan rendah hati. Sedangkan orang-orang yang mengambil jalan
tengah mewarisi kedua sifat tersebut. Mengingat akan hikmah itu Allah
Ta'ala berfirman dalam Quran Syarif:
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا
Yakni, makan jugalah daging dan makanlah jugalah makanan
yang lain, akan tetapi tiap sesuatu jangan melampaui batas agar jangan timbul
pengaruh buruk pada keadaan akhlak, dan agar cara berlebihan itu
tidak pula merugikan kesehatan (Al-A'raaf, 32).
Sebagaimana perbuatan
dan tingkah-laku jasmani berpengaruh pada ruh, begitu pula ruh
pun berpengaruh pada tubuh. Orang yang sedang mengalami kesedihan
matanya tentu tergenang air mata, orang yang sedang bergembira tentu
akan tertawa. Makan, minum, tidur, bangun, bergerak, istirahat, mandi, dan
lain-lain merupakan perbuatan jasmani (thabi'i/alami), segala
perbuatan itu pasti mempengaruhi keadaan ruhani kita. Struktur
jasmani kita sangat erat hubungannya dengan perangai kemanusiaan kita.
Luka yang
terjadi pada satu tempat di otak segera menghilangkan daya-ingat, dan
luka pada tempat lainnya menyebabkan hilangnya
kesadaran. Udara wabah yang beracun menjalar dengan cepat ke seluruh
tubuh, kemudian memberi bekas pada hati, dan dalam segera mengacaukan
jaringan batiniah yang dengannya terkait segenap sistem akhlak.
Akhirnya dalam beberapa menit kemudian orang itu pun mati setelah mengalami
keadaan seperti orang gila.
Ringkasnya, penderitaan
jasmani juga memperlihatkan pemandangan menakjubkan, yang dengan itu
terbukti bahwa antara ruh dan tubuh terdapat suatu pertalian
(hubungan) demikian rupa, di luar kemampuan manusia untuk menyingkapkan
rahasianya.
Selanjutnya
dalil mengenai adanya pertalian (hubungan) itu ialah apabila kita renungkan dengan seksama,
kita akan mengetahui bahwa induk ruh justru tubuh itu juga. Sesungguhnya ruh
tidak jatuh dari atas dan masuk ke dalam kandungan perempuan hamil, melainkan ruh
adalah suatu nur (cahaya) yang justru terkandung dalam nutfah
(sperma/mani) secara tersembunyi dan semakin bercahaya seiring perkembangan
tubuh (embrio).
Kalam Suci
Allah Ta'ala menjelaskan kepada kita bahwa ruh berasal dari struktur
yang memang sudah terbentuk dari nutfah di dalam rahim. Sebagaimana Dia
berfirman dalam Quran Syarif:
ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ
خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Yakni, kemudian Kami jadikan tubuh yang berwujud dalam
rahim ibu dalam bentuk lain serta menzahirkan lagi satu ciptaan lain
yang dinamai ruh. Dan Maha Beberkat-lah Tuhan dan tidak ada pencipta
lain yang menyamai-Nya (Al-Mukminuun, 15). Di dalam
firman-Nya bahwa: "Kami menzahirkan
lagi satu ciptaan lain di dalam tubuh itu juga", di situ
terkandung rahasia yang sangat dalam tentang hakikat ruh, dan
juga mengisyaratkan adanya pertalian (hubungan) yang sangat erat antara ruh
dan tubuh manusia.”
Berbagai Firqah dan Sekte Agama-agama yang Saling Bertentangan
Jadi, kembali lagi kepada firman-Nya mengenai
hubungan misi suci para Rasul Allah yaitu mengajarkan Tauhid Ilahi dan masalah hubungan
makanan yang halal
dan thayyib dengan amal shaleh:
یٰۤاَیُّہَا الرُّسُلُ کُلُوۡا مِنَ الطَّیِّبٰتِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ
اِنِّیۡ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ عَلِیۡمٌ ﴿ؕ﴾ وَ اِنَّ ہٰذِہٖۤ
اُمَّتُکُمۡ اُمَّۃً
وَّاحِدَۃً وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾ فَتَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾ فَذَرۡہُمۡ فِیۡ
غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
"Hai rasul-rasul, makanlah dari barang-barang
yang baik dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
perbuat. Dan sesungguhnya umat kamu ini umat
yang satu, dan Aku adalah Rabb (Tuhan) kamu
maka bertakwalah kepada-Ku."
Tetapi mereka telah memecah-belah urusan mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada
pada mereka. Maka tinggalkanlah mereka dalam kesesatannya hingga suatu waktu.
(Al-Mu’minūn
[23]:52-55).
Semua
utusan (rasul) Allah menggalang persaudaraan
umat karena mereka datang dari sumber Ilahi yang sama, yaitu Allah Swt., dan dasar
ajaran-ajaran mereka sedikit banyak serupa
satu sama lain, serta tujuan dan maksud kebangkitan (pengutusan) para Rasul Allah pun itu
itu juga yaitu menegakkan ke-Esa-an Ilahi dan persatuan umat manusia di bumi.
Tetapi sesudah seorang nabi (rasul) Allah wafat para pengikutnya -- yakni para
pemuka agama -- pada umumnya mulai saling
berselisih dan berpecah-belah menjadi mazhab-mazhab
dan aliran-aliran, tiap mazhab menganggap dirinya sebagai pengikut yang sejati dan menganggap mazhab-mazhab lain sebagai hampa dari segala kebenaran atau sebagai golongan yang sesat dan menyesatkan.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 Desember
2013
[1] Dayyus adalah
ungkapan bagi suami yang istrinya tidak setia dan dia tidak peduli serta tidak
punya rasa malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar