Selasa, 21 Januari 2014

Hubungan "Tauhid Ilahi" serta Pengaruh Makanan dan Minuman yang Halal Terhadap Amal Shaleh



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  128

Hubungan Tauhid Ilahi dan Pengaruh Makanan dan Minuman yang Halal Terhadap Amal Shaleh

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai Tauhid Ilahi  yang identik  dengan kesatuan dan persatuan umat  sedangkan  kemusyrikan identik dengan perpecahan umat, firman-Nya:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus,  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik,    yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).
     Dalam Surah Al-Quran  lainnya Allah Swt. berfirman kepada para Rasul Allah mengenai  Ke-Esa-an Tuhan  dan ke-satu-an umat, firman-Nya:  
اِنَّ ہٰذِہٖۤ  اُمَّتُکُمۡ اُمَّۃً  وَّاحِدَۃً ۫ۖ وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ  فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾ وَ تَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾
 Sesungguhnya umat kamu ini merupakan satu umat, dan Aku adalah Rabb (Tuhan) kamu   maka sembahlah AkuTetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara mereka, padahal semuanya akan kembali kepada Kami. (Al-Anbiya [21]:93-94). 

Orang-orang Musyrik Menisbahkan Kesesatan Mereka
Kepada Kehendak    Allah Swt.

     Dalam beberapa ayat yang mendahuluinya (QS.21:52-92 beberapa nabi Allah dan beberapa orang muttaqi disebutkan bersama-sama. Ini bukan secara kebetulan saja. Nabi-nabi itu disebut bersama-sama, mempunyai suatu tujuan tertentu. Semuanya mempunyai satu hal yang sama.
    Mereka semua mengalami penderitaan-penderitaan dan kemalangan-kemalangan besar dalam satu bentuk atau lain dan memperlihatkan kesabaran dan ketabahan yang sangat tinggi dan sangat mulia di bawah himpitan cobaan-cobaan yang paling hebat. Para Rasul Allah tersebut  mengajarkan pula asas pokok semua agama  ialah tauhid Ilahi dan melarang menyembah thāghūt, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا عَبَدۡنَا مِنۡ دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ نَّحۡنُ وَ لَاۤ اٰبَآؤُنَا وَ لَا حَرَّمۡنَا مِنۡ دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ  کَذٰلِکَ  فَعَلَ  الَّذِیۡنَ  مِنۡ  قَبۡلِہِمۡ ۚ فَہَلۡ عَلَی الرُّسُلِ  اِلَّا الۡبَلٰغُ  الۡمُبِیۡنُ﴿﴾ وَ لَقَدۡ بَعَثۡنَا فِیۡ کُلِّ اُمَّۃٍ  رَّسُوۡلًا اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ  وَ اجۡتَنِبُوا الطَّاغُوۡتَ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ ہَدَی اللّٰہُ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَیۡہِ  الضَّلٰلَۃُ ؕ فَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang musyrik berkata: “Seandainya Allah menghendaki,  kami sama sekali tidak akan menyembah apa pun selain-Nya, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula akan kami mengharamkan sesuatu tanpa perintah dari-Nya.” Demikianlah yang telah dikerjakan oleh orang-orang yang memusuhi kebenaran sebelum mereka, maka  tidaklah ada kewajiban atas rasul-rasul itu  kecuali menyampaikan dengan jelas? Dan sungguh Kami benar-benar telah membangkitkan dalam setiap umat seorang rasul dengan seruan:Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” Maka sebagian dari mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan sebagian dari mereka ada yang telah pasti kesesatan atasnya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi, lalu lihatlah betapa buruk akibat  orang-orang yang telah mendustakan rasul-rasul. (An-Nahl [16]:36-37).            
      Jadi, orang-orang musyrik tersebut tanpa  adanya rasa-malu  telah menisbahkan kemusyrikan  dan pengharaman barang-barang yang halal  yang mereka lakukan dan   yang dilakukan  juga oleh  para pendahulu mereka sebagai kehendak Allah Swt..

Adanya Persamaan Sikap  di Kalangan Para Pemuka Sekte-sekte Agama

     Mereka itulah  yang dimaksud oleh ayat  وَ تَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ  -- “Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara mereka, padahal semuanya akan kembali kepada Kami” (Al-Anbiya [21]:94),    yaitu mereka yang menolak nabi-nabi Allah  dan mereka menanggung akibat buruknya.
     Mereka pun menjadi korban perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran di antara mereka sendiri dan mereka berpegang pada kepercayaan-kepercayaan dan itikad-itikad yang saling berlawanan,  padahal mereka itu membaca Al-Kitab yang sama, firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ  لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan:  Orang-orang Nasrani sekali-kali  tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak berdiri di atas  sesuatu kebenaran.” Padahal mereka membaca Alkitab yang sama. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata  seperti ucapan mereka itu, maka pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. (Al-Baqarah [2]:114).
      Ayat  کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ -- “Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata  seperti ucapan mereka itu” mengisyaratkan kepada adanya persamaan   dalam sikap para pemuka agama  yang saling bertentangan sehingga mereka terpecah-belah menjadi berbagai firqah atau sekte-sekte  agama.
       Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyebut mereka sebagai “orang-orang musyrik”, karena kemusyrikan identik dengan pertentangan dan perpecahan umat, sedangkan Tauhid Ilahi yang dijaarkan para Rasul Allah  identik dengan kesatuan dan persatuan umat, sebagaimana firman-Nya sebelum ini:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus,  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat,  dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik,    yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).

Hubungan  Tauhid Ilahi” serta Makanan yang Halal dan Thayyib
 dengan Amal Shaleh

        Dalam Surah Al-Quran berikut ini Allah Swt. berfirman kepada para Rasul Allah mengenai  masalah makanan:
یٰۤاَیُّہَا الرُّسُلُ کُلُوۡا مِنَ الطَّیِّبٰتِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ اِنِّیۡ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ عَلِیۡمٌ ﴿ؕ﴾  وَ  اِنَّ ہٰذِہٖۤ  اُمَّتُکُمۡ  اُمَّۃً وَّاحِدَۃً  وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ  فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾  فَتَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا  لَدَیۡہِمۡ  فَرِحُوۡنَ ﴿﴾  فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
"Hai rasul-rasul, makan­lah dari barang-barang yang baik  dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui  apa  yang kamu perbuat. Dan sesungguhnya umat kamu  ini umat yang satu, dan Aku adalah  Rabb (Tuhan)  kamu maka ber­takwalah kepada-Ku."   Tetapi mereka  telah memecah-belah urusan mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka. Maka  tinggalkanlah mere­ka dalam kesesatannya hingga suatu waktu. (Al-Mu’minūn [23]:52-55). 
   Kenyataan bahwa terdapat suatu hubungan yang dalam dan halus   antara makanan yang orang  memakannya dengan perbuatannya — yang baik atau yang buruk — kini telah mulai diakui secara luas oleh ilmu kedokteran, tetapi agama Islam jauh sejak 1400 tahun yang  lampau,  memberikan petunjuk-petunjuk mengenai makanan yang  mempunyai arti moral yang besar (QS.2:174; QS.5:4; QS.6:146).
 Dasar pokok yang diletakkan oleh Allah Swt. dalam agama Islam (Al-Quran) dalam hubungan ini,  ialah karena manusia harus mengem­bangkan semua naluri dan kemampuannya yang diberikan oleh alam  (Allah Swt.) maka ia harus mempergunakan segala macam makanan, kecuali yang mungkin akan mendatangkan kerugian kepadanya — baik kerugian jasmani, akhlak, atau ruhani. Penggunaan makanan yang halal dan thayyib (sehat)  menimbulkan keadaan mental yang sehat. demikian pula mental yang sehat menumbuhkan amal-perbuatan yang baik dan shalih.
 Itulah sebabnya Allah Swt. mengajarkan  dalam Al-Quran bahwa makanan dan minuman nyang disantap manusia itu bukan saja harus halal dan thayyib (sehat) menurut syariat   (QS.2:169; QS.5:89), tetapi juga jangan berlebih-lebihan,  sebab akan menimbulkan hal-hal yang merugikan kesehatan jasmani dan ruhani, misalnya hanya  memakan daging saja atau hanya memakan sayuran dan kacang-kacangan (vegetarian) saja, firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ خُذُوۡا زِیۡنَتَکُمۡ عِنۡدَ کُلِّ مَسۡجِدٍ  وَّ کُلُوۡا وَ اشۡرَبُوۡا وَ لَا  تُسۡرِفُوۡا ۚ اِنَّہٗ لَا  یُحِبُّ الۡمُسۡرِفِیۡنَ ﴿٪﴾
Wahai Bani Adam, pakailah perhiasan kamu  di setiap tempat sujud,   makanlah, dan minumlah tetapi  jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A’rāf [7]:32). 

Penghalalan   Daging Babi dalam “Perjanjian Baru(Imamat 11:7)&
Penjelasan  Al-Masih Mau’ud a.s. Mengenai Diharamkan-Nya Daging Babi

Namun dalam kenyataannya sehubungan masalah pemahaman mengenai makanan dan minuman pun dapat menjadi bahan perbedaan pendapat dan perpecahan umat di kalangan para pemuka agama,  contohnya     menurut hukum Taurat   semua jenis daging babi     --  baik babi hutan mau pun babi ternak – haram (Imamat 11:7).
Namun dengan mengatasnamakan “Perjanjian Baru”, status  daging babi yang diharamkan dalam Taurat  atau “Perjanjian Lama” – dan juga diharamkan dalam ajaran Islam  (QS.2:174; QS.6:146; QS.16:116) bersama beberapa macam  makanan dan minuman lainnya yang diharamkan (QS.5:4) – kemudian daging babi tersebut menjadi halal  bagi para pengikut  Perjanjian baru” ajaran Paulus (Ibrani 8:6-10).
      Berikut adalah penjelasan  Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s. – dalam buku  beliau  yang sangat terkenal  Islami Ushul Ki Fisalafi  (Falsafah Ajaran Islam) mengenai alasan Allah Swt. mengharamkan daging babi:
    “Satu hal  yang patut diingat di sini ialah babi yang telah diharamkan. Tuhan semenjak awal telah mengisyaratkan  keharaman  itu di dalam  namanya sendiri. Sebab kata khinzir (babi) adalah paduan kata dari kata-kata khinz dan ar, yang berarti, "Aku lihat dia sangat rusak dan buruk".  Kata khinz berarti "sangat rusak" dan ar berarti "Aku lihat."
     Pendeknya, nama binatang ini yang diperolehnya dari Tuhan semenjak awal, itu pun menunjukkan keburukannya. Suatu kebetulan yang menakjubkan bahwa dalam bahasa Hindi binatang ini dinamakan suar. Kata itu merupakan paduan kata dari su dan ar, yang artinya "Aku lihat dia sangat buruk."
     Jangan merasa heran mengapa kata su itu berasal dari bahasa Arab, sebab di dalam buku saya, "Minan-ur-Rahmaan", saya telah membuktikan bahwa ibu (induk) segala bahasa adalah bahasa Arab,  dan perkataan bahasa Arab tidak hanya sebuah dua buah terdapat dalam tiap-tiap bahasa melainkan ribuan. Jadi, suar adalah kata bahasa Arab. Oleh karena itu terjemahan kata suar dalam bahasa Hindi adalah buruk.
     Ringkasnya,  binatang itu disebut buruk. Dalam hal ini tidak ada satu keraguan pun bahwa pada zaman ketika bahasa seluruh dunia adalah bahasa Arab, di negeri ini (Hindustan) binatang itu dikenal dengan nama yang searti dengan kata khinzir dalam bahasa Arab, dan kemudian masih berlaku sampai sekarang sebagai peninggalan.
      Ya, mungkin saja dalam bahasa Sansekerta terdapat perkataan yang mirip dengan itu  telah mengalami perubahan kemudian bentuknya menjadi lain. Akan tetapi inilah kata yang benar, sebab dia  mengandung makna demikian, dan kata khinzir merupakan saksi  yang berbicara sendiri atas hal itu. Ada pun arti kata tersebut – yakni sangat rusak --  tidak menghendaki penjelasan lebih dalam. Siapa yang tidak tahu bahwa binatang ini paling hebat dalam hal makan kotoran dan tidak punya malu serta dayus.[1]
      Sekarang, nyatalah penyebab mengapa ia diharamkan, yaitu menurut hukum alam daging binatang yang kotor dan buruk itu juga berpengaruh buruk pada badan dan ruh. Sebab telah kami buktikan bahwa makanan pasti berpengaruh pada ruh manusia.
     Jadi, tidak diragukan lagi bahwa makanan yang buruk itu juga memberikan  pengaruh buruk. Tabib-tabib Yunani di masa sebelum Islam  pun menyatakan pendapat bahwa  daging binatang ini mengurangi khususnya rasa malu dan memperbesar sifat dayus. Itulah sebabnya di dalam syariat Islam memakan bangkai juga dilarang, karena bangkai pun menarik pemakannya ke dalam sifat bangkai, dan  menimbulkan mudarat pula pada kesehatan jasmani.
      Binatang-binatang yang mati dengan darah yang masih tetap di dalam badannya – misalnya dicekik atau dipukul mati dengan tongkat – sebenarnya semua bintang ini termasuk kategori bangkai. Apakah darah bangkai yang tetap berada dalam badannya masih tetap berada dalam keadaan semula? Tidak! Justru  karena mengandung kelembaban maka darah akan segera membusuk, dan kebusukannya akan merusak seluruh daging. Dan bakteri-bakteri di dalam darah juga telah terbukti melalui penelitian-penelitian mutakhir akan mati, lalu menyebarkan suatu kebusukan yang beracun ke dalam tubuh. “

Hubungan Erat Jasmani Manusia dengan Ruhnya

       Selanjutnya mengenai adanya hubungan erat antara tubuh jasmani manusia serta makanan  dan minuman yang disantap manusia dengan ruh manusia, selanjutnya  Al-Masih Mau’ud a.s. menulis dalam buku yang sama:
      “Jika ada pertanyaan; Apakah pengaruh Quran Syarif terhadap keadaan-keadaan thabi'i (alami) manusia, dan bimbingan apakah yang diberikannya dalam hal itu, serta secara amal sampai batas manakah yang diperkenankannya?
    Hendaklah diketahui bahwa menurut Quran Syarif keadaan-keadaan thabi'i (alami) manusia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan keadaan-keadaan akhlaki dan ruhaninya. Bahkan cara manusia makan-minum pun mempengaruhi keadaan-keadaan akhlak dan ruhani manusia.
      Apabila keadaan-keadaan thabi'i (alami) dipergunakan sesuai dengan bimbingan syariat maka sebagaimana benda apa pun yang jatuh ke dalam tambang garam akan berubah menjadi garam juga, seperti itu pula semua keadaan tersebut berubah menjadi nilai-nilai akhlak dan memberi pengaruh yang mendalam sekali pada keruhanian. Oleh karena itu Quran Syarif sangat memperhatikan kebersihan jasmani, tata-tertib jasmani dan keseimbangan jasmani dalam berusaha untuk mencapai tujuan segala ibadah, kesucian batin, kekusyukan, dan kerendahan hati.
     Apabila kita renungkan dengan dalam maka benar sekali kandungan falsafah yang mengatakan bahwa tingkah-laku jasmani amat besar pengaruhnya  pada ruh. Sebagaimana kita saksikan perbuatan-perbuatan thabi’i (alami) walaupun pada lahirnya bersifat jasmani, namun tidak ayal berpengaruh pada keadaan ruhani kita. Misalnya, apabila kita mulai menangis --  kendati pun hanya pura-pura serta dibuat-buat – air mata menggugah suatu perasaan dalam hati  dan hati pun ikut merasa sedih.
      Demikian pula, apabila kita mulai tertawa secara pura-pura dan dibuat-buat, di dalam hati pun akan timbul rasa gembira. Kita saksikan juga bahwa gerakan sujud secara jasmani pun menimbulkan suatu perasaan khusyuk dan kerendahan hati dalam ruh (jiwa). Sebaliknya kita saksikan pula bahwa apabila kita berjalan dengan menegakkan kepala seraya membusungkan dada, hal ini segera menimbulkan semacam rasa takabbur  dan tinggi hati.
      Dari contoh-contoh di atas, nampaklah sejelas-jelasnya bahwa gerak-gerik jasmani tidak diragukan lagi mempengaruhi keadaan ruhani. Begitu pula pengalaman menyatakan kepada kita bahwa makanan yang beraneka-ragam juga mempengaruhi kemampuan  otak dan hati.
      Misalnya, silakan mengamati dengan seksama keadaan orang-orang yang tidak pernah makan daging. Potensi keberanian mereka lambat-laun semakin berkurang, sehingga akhirnya hati mereka menjadi lemah dan mereka kehilangan satu kekuatan yang terpuji anugerah Tuhan.
     Kesaksian hukum kudrat  berkenaan dengan itu pun membuktikan bahwa di antara binatang-binatang berkaki empat pemakan rumput tak seekor pun memiliki keberanian yang sebanding dengan keberanian yang dimiliki inatang pemakan daging. Hal ini dapat kita saksikan pula pada burung-burung.
     Ringkasnya, tidak dapat diragukan lagi bahwa makanan berpengaruh pada akhlak. Benar, orang-orang yang siang-malam mengutamakan makan daging dan sangat kurang sekali makan  sayur-mayur kurang memiliki sifat santun dan rendah hati. Sedangkan orang-orang yang mengambil jalan tengah mewarisi kedua sifat  tersebut. Mengingat akan hikmah itu Allah Ta'ala berfirman dalam Quran Syarif:
 كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا
Yakni, makan jugalah daging dan makanlah jugalah makanan yang lain, akan tetapi tiap sesuatu jangan melampaui batas agar jangan timbul pengaruh buruk pada keadaan akhlak, dan agar cara berlebihan itu tidak pula merugikan kesehatan (Al-A'raaf, 32).
     Sebagaimana perbuatan dan tingkah-laku jasmani berpengaruh pada ruh, begitu pula ruh pun berpengaruh pada tubuh. Orang yang sedang mengalami kesedihan matanya tentu tergenang air mata, orang yang sedang bergembira tentu akan tertawa. Makan, minum, tidur, bangun, bergerak, istirahat, mandi, dan lain-lain merupakan perbuatan jasmani (thabi'i/alami), segala perbuatan itu pasti mempengaruhi keadaan ruhani kita. Struktur jasmani kita sangat erat hubungannya dengan perangai kemanusiaan kita.
     Luka yang terjadi pada satu tempat di otak segera menghilangkan daya-ingat, dan luka pada tempat lainnya menyebabkan  hilangnya kesadaran. Udara wabah yang beracun menjalar dengan cepat ke seluruh tubuh, kemudian memberi bekas pada hati, dan dalam segera mengacaukan jaringan batiniah yang dengannya terkait segenap sistem akhlak. Akhirnya dalam beberapa menit kemudian orang itu pun mati setelah mengalami keadaan seperti orang gila.
     Ringkasnya, penderitaan jasmani juga memperlihatkan pemandangan menakjubkan, yang dengan itu terbukti bahwa antara ruh dan tubuh terdapat suatu pertalian (hubungan) demikian rupa, di luar kemampuan manusia untuk menyingkapkan rahasianya.
    Selanjutnya dalil mengenai adanya pertalian (hubungan) itu  ialah apabila kita renungkan dengan seksama, kita akan mengetahui bahwa induk  ruh  justru tubuh itu juga. Sesungguhnya ruh tidak jatuh dari atas dan masuk ke dalam kandungan perempuan hamil, melainkan ruh adalah suatu nur (cahaya) yang justru terkandung dalam nutfah (sperma/mani) secara tersembunyi dan semakin bercahaya seiring perkembangan tubuh (embrio).
     Kalam Suci Allah Ta'ala menjelaskan kepada kita bahwa ruh berasal dari struktur yang memang sudah terbentuk dari nutfah di dalam rahim. Sebagaimana Dia berfirman   dalam  Quran Syarif:
ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Yakni, kemudian Kami jadikan tubuh yang berwujud dalam rahim ibu dalam bentuk lain serta menzahirkan lagi satu ciptaan lain yang dinamai ruh. Dan Maha Beberkat-lah Tuhan dan tidak ada pencipta lain yang menyamai-Nya (Al-Mukminuun, 15). Di dalam firman-Nya bahwa: "Kami menzahirkan  lagi satu ciptaan lain di dalam tubuh itu juga", di situ terkandung rahasia yang sangat dalam tentang hakikat ruh, dan juga mengisyaratkan adanya pertalian (hubungan) yang sangat erat antara ruh dan tubuh manusia.”

Berbagai Firqah dan Sekte Agama-agama    yang Saling Bertentangan

 Jadi, kembali lagi kepada firman-Nya mengenai hubungan  misi suci para Rasul Allah  yaitu  mengajarkan Tauhid Ilahi dan masalah hubungan  makanan  yang halal dan thayyib dengan amal shaleh:
یٰۤاَیُّہَا الرُّسُلُ کُلُوۡا مِنَ الطَّیِّبٰتِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ اِنِّیۡ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ عَلِیۡمٌ ﴿ؕ﴾  وَ  اِنَّ ہٰذِہٖۤ  اُمَّتُکُمۡ  اُمَّۃً وَّاحِدَۃً  وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ  فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾  فَتَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا  لَدَیۡہِمۡ  فَرِحُوۡنَ ﴿﴾  فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
"Hai rasul-rasul, makan­lah dari barang-barang yang baik  dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui  apa  yang kamu perbuat. Dan sesungguhnya umat kamu  ini umat yang satu, dan Aku adalah  Rabb (Tuhan)  kamu maka ber­takwalah kepada-Ku." Tetapi mereka  telah memecah-belah urusan   mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka. Maka  tinggalkanlah mere­ka dalam kesesatannya hingga suatu waktu. (Al-Mu’minūn [23]:52-55).
  Semua utusan (rasul) Allah menggalang persaudaraan umat  karena mereka datang dari sumber Ilahi yang sama, yaitu Allah Swt.,  dan dasar ajaran-ajaran mereka sedikit banyak serupa satu sama lain, serta tujuan dan maksud kebangkitan (pengutusan) para Rasul Allah pun   itu itu juga yaitu menegakkan ke-Esa-an Ilahi dan persatuan umat manusia di bumi.
 Tetapi sesudah seorang nabi (rasul) Allah wafat para pengikutnya    -- yakni para pemuka agama  -- pada umumnya mulai  saling berselisih  dan berpecah-belah menjadi mazhab-mazhab dan aliran-aliran, tiap mazhab menganggap dirinya sebagai pengikut yang sejati dan menganggap mazhab-mazhab lain sebagai hampa dari segala kebenaran atau sebagai golongan yang sesat dan menyesatkan.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   26 Desember    2013





[1] Dayyus adalah ungkapan bagi suami yang istrinya tidak setia dan dia tidak peduli serta tidak punya rasa malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar