بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
116
Nabi Besar Muhammad
Saw. adalah “Adam” yang Paling
Sempurna dari Seluruh “Khalifah Allah” di
Muka Bumi
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai beratnya perjalanan
ruhani berupa pengamalan hukum-hukum
syariat -- terutama syariat Islam (Al-Quran) sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. -- atau
pelaksanaan iman dan amal shaleh, merupakan suatu “perjalanan yang mendaki lagi sukar” menuju puncak kesempurnaan akhlak
dan ruhani, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡۤ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ
مِنَ الۡکِتٰبِ ہُوَ الۡحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ بِعِبَادِہٖ لَخَبِیۡرٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿﴾ ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا
مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ
مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
جَنّٰتُ
عَدۡنٍ یَّدۡخُلُوۡنَہَا یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ۚ وَ
لِبَاسُہُمۡ فِیۡہَا حَرِیۡرٌ ﴿﴾
وَ قَالُوا
الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡۤ اَذۡہَبَ
عَنَّا الۡحَزَنَ ؕ اِنَّ رَبَّنَا
لَغَفُوۡرٌ شَکُوۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡۤ اَحَلَّنَا دَارَ الۡمُقَامَۃِ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۚ لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا نَصَبٌ
وَّ لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا لُغُوۡبٌ ﴿﴾
Dan Kitab
yang Kami wahyukan kepada engkau adalah kebenaran
yang menggenapi apa yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hambanya benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat Kemudian
Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang telah Kami
pilih dari antara hamba-hamba Kami,
maka dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya, dari antara mereka ada
yang mengambil jalan tengah, dan dari antara mereka ada yang unggul dalam kebaikan dengan izin Allah, itu
adalah karunia yang sangat besar. Ganjaran
mereka Kebun-kebun abadi, mereka akan memasukinya, di dalamnya
mereka dihiasi dengan gelang-gelang emas
dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera.
Dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah, Yang telah menjauhkan kesedihan dari kami.
Sesungguhnya Rabb (Tuhan) kami
benar-benar Maha Pengampun, Maha
Menghargai, Yang menempatkan kami di rumah abadi dari karunia-Nya,
kesulitan tidak menyentuh kami di dalamnya dan tidak
pula kelelahan menyentuh kami di dalamnya.” (Al-Fāthir [35]:32-36).
Beratnya Memikul Amanat Syariat Islam
Seorang
beriman melampaui berbagai tingkat disiplin
keruhanian yang ketat. Pada tingkat pertama ia melancarkan peperangan yang
sungguh-sungguh terhadap keinginan
dan nafsu rendahnya (nafs-Ammarah) serta
mengamalkan peniadaan diri secara
mutlak. Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya hanya sebagian saja (nafs Lawwamah), dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf
akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung
cepat sekali dan merata (nafs-al-Muthmainnah).
Kebebasan sepenuhnya dari setiap corak perasaan takut dan cemas serta perasaan damai
yang sempurna dalam alam pikiran dan kepuasan hati berpadu dengan keridhaan Allah Swt. merupakan tingkat tertinggi surga, yang telah dijanjikan Al-Quran kepada orang-orang
beriman di dunia ini dan di akhirat, sebagaimana diperlihatkan oleh ayat ini
dan ayat sebelumnya. Itulah makna
ayat لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا نَصَبٌ وَّ لَا
یَمَسُّنَا فِیۡہَا لُغُوۡبٌ -- “kesulitan tidak menyentuh kami di dalamnya dan tidak
pula kelelahan menyentuh kami di dalamnya.”
Berikut ini beberapa firman Allah Swt. yang
menggambarkan beratnya memikul syariat Islam yang harus diemban
(dilaksanakan) secara sempurna oleh Nabi Besar Muhammad saw., agar beliau benar-benar menjadi “suri teladan
terbaik” dalam semua segi kehidupan
-- sebagai
pemimpin bagi diri beliau saw.
sendiri, sebagai pemimpin keluarga, sebagai pemimpin
bangsa, sebagai pemimpin umat manusia (QS.21:108), bahkan
sebagai pemimpin semua Rasul Allah (QS.4:42; QS.16:85, 90;
QS.33:41) -- firman-Nya:
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا
الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾ لِّیُعَذِّبَ اللّٰہُ
الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ وَ الۡمُشۡرِکٰتِ وَ
یَتُوۡبَ اللّٰہُ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ
الۡمُؤۡمِنٰتِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung,
tetapi semuanya enggan memikulnya
dan mereka takut terhadapnya, akan
sedangkan manusia memikulnya,
sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan abai terhadap dirinya. Supaya
Allah akan menghukum orang-orang munafik
lelaki dan orang-orang munafik
perempuan, dan orang-orang musyrik lelaki dan orang-orang
musyrik perempuan, dan
Allah senantiasa kembali dengan kasih-sayang
kepada orang-orang lelaki dan perempuan-perempuan yang beriman, dan Allah adalah Maha Pengampun, Maha
Penyayang. (Al-Ahzāb [33]:73-74).
Hamala
al-amānata berarti: ia membebankan atas dirinya atau menerima amanat; ia
mengkhianati amanat itu. Zhalum adalah bentuk kesangatan dari zhalim
yang adalah fa’il atau pelaku dari zhalama, yang berarti ia meletakkan
benda itu di tempat yang salah; zhalamahu berarti: ia membebani diri
sendiri dengan suatu beban yang melewati batas kekuatan atau kemampuan daya
pikulnya. Jahul adalah bentuk kesangatan dari kata jahil, yang
berarti lalai, dungu, dan alpa (Lexicon Lane).
Makna Adam diciptakan dari “Tanah
Liat”
Berikut adalah beberapa makna dari firman Allah Swt. tersebut,
baik dalam makna positif mau pun
dalam makna negatif:
(1) Manusia dianugerahi kemampuan-kemampuan dan kekuatan fitri
besar sekali untuk meresapkan dan menjelmakan
di dalam dirinya sifat-sifat Ilahi –
yakni Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya --
untuk menayang citra (bayangan)
Khāliq-nya (QS.2:31). Sungguh inilah amanat
agung yang hanya manusia (insan) sendiri
dari seluruh isi jagat raya ini yang ternyata sanggup melaksanakannya; sedangkan makhluk-makhluk dan benda-benda
lainnya — para malaikat, seluruh langit (planit-planit), bumi, gunung-gunung
sama sekali tidak dapat menandinginya. Mereka seakan-akan menolak
mengemban amanat itu.
Tetapi manusia (insan), karena di antara
seluruh ciptaan Allah Swt. merupakan Khalifah-Nya di muka bumi -- maka ia menerima (memikul) tanggungjawab ini sebab hanya dialah
yang dapat melaksanakannya, sebabnya adalah ia (insan) mampu bersikap zhalum (aniaya terhadap dirinya
sendiri) dan jahul (mengabaikan diri sendiri), dalam pengertian bahwa ia dapat aniaya terhadap dirinya sendiri, dalam arti bahwa ia dapat menanggung kesulitan apa pun dan menjalani pengorbanan apa pun demi Khāliq-nya, dan ia mampu mengabaikan diri atau alpa – yani bersikal jahul
terhadap dirinya sendiri -- dalam arti bahwa dalam mengkhidmati amanat-Nya yang agung lagi suci itu, ia
dapat mengabaikan kepentingan pribadinya dan hasratnya untuk memperoleh kesenangan dan kenikmatan hidup.
Dalam makna itulah Allah
Swt. telah memilih Adam sebagai Khalifah-Nya di muka bumi pada zamannya
(QS.2:31), sebab di kalangan manusia pada masa (zaman) itu
Adam
telah memposisikan diri beliau
terhadap kehendak Allah Swt. seperti
sifat atau sikap thīn (tanah-liat) terhadap si pembuat tembikar yakni patuh-taat sepenuhnya, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ خَلَقۡنٰکُمۡ ثُمَّ صَوَّرۡنٰکُمۡ ثُمَّ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ
اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ ٭ۖ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ
اِبۡلِیۡسَ ؕ لَمۡ یَکُنۡ مِّنَ
السّٰجِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah menciptakan kamu,
kemudian Kami memberi kamu bentuk, lalu
Kami berfirman kepada para malaikat: ”Sujudlah
yakni patuhlah sepenuhnya kamu kepada Adam", maka mereka
bersujud kecuali iblis, ia
tidak termasuk orang-orang yang bersujud.
(Al-A’rāf
[7]:12).
Dari ayat
وَ لَقَدۡ خَلَقۡنٰکُمۡ -- “Dan sungguh
Kami benar-benar telah menciptakan kamu” diketahui bahwa -- bertolak-belakang dengan pendapat umum –
bahwa Adam bukanlah manusia pertama yang diciptakan Allah
Swt., melainkan merupakan seorang dari
sekian banyak orang-orang yang bersifat ath-thīn
(tanah liat) yang dipilih Allah Swt.
lalu jiwanya “dibentuk”
oleh-Nya: ثُمَّ صَوَّرۡنٰکُمۡ -- “kemudian Kami
memberi kamu bentuk”, yakni manusia
yang bersifat seperti “tanah
liat” dapat menuangkan wujud
akhlaknya ke dalam berbagai bentuk,
sebagaimana tanah liat mudah diberi bentuk apa pun oleh para pembuat tembikar.
Makna “Sujudnya” Para Malaikat
kepada Adam
Ayat selanjutnya ثُمَّ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ
اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ -- “lalu Kami berfirman kepada para malaikat: ”Sujudlah yakni patuh-lah
sepenuhnya kamu kepada Adam", mengisyaratkan bahwa pada zaman itu orang yang paling sempurna dalam membentuk
pribadinya atau akhlaknya sesuai dengan kehendak Allah Swt. adalah Adam
lalu Allah Swt. telah memilih beliau
sebagai Khalifah-Nya di muka bumi dan
telah memerintahkan kepada para malaikat untuk “sujud” (patuh-taat) kepada Adam.
Karena perintah supaya sujud kepada Nabi Adam
a.s. itu ditujukan kepada malaikat-malaikat,
maka perintah itu berlaku untuk semua makhluk, sebab para malaikat adalah "tangan-tangan" atau instrument Allah Swt. yang bertugas melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ
اِبۡلِیۡسَ ؕ لَمۡ یَکُنۡ مِّنَ
السّٰجِدِیۡنَ -- “maka mereka
bersujud kecuali iblis, ia
tidak termasuk orang-orang yang bersujud.” Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa sebutan iblis
berkenaan dengan Adam yang telah dipilih Allah Swt. sebagai
“khalifah-Nya” di muka bumi (QS.2:31) Allah” ia bukan dari kalangan para malaikat itu melainkan ia
adalah makhluk manusia berasal
dari kalangan jin (QS.18:51) atau dari kalangan pembesar kaumnya (QS.6:112-114 & 131-132; QS.39:72-73;
QS.40:48-51; QS.67:7-12).
Iblis adalah gembong ruh-ruh
jahat sedangkan Jibril adalah
pemimpin malaikat-malaikat. Kejadian
yang disebutkan di sini sama sekali tidak ada hubungannya dengan nenek-moyang pertama umat manusia yang
dapat disebut Adam pertama. Kejadian itu hanya berhubungan dengan Nabi Adam (yang tinggal di bumi ini
kira-kira 6.000 tahun yang lalu dan menurunkan Nabi Nuh a.s. dan
Nabi Ibrahim a.s. serta keturunan beliau-beliau --
termasuk di dalamnya Nabi Besar Muhammad saw. QS.2:128-130 -- yang dibahas dalam kisah ini.
Kesinambungan Pengutusan Rasul
Allah dari Kalangan Bani Adam
Dengan demikian jelaslah bahwa
yang dimaksud dengan kisah monumental “Adam
– Malaikat-malaikat - Iblis”
yang dikemukakan dalam berbagai Surah Al-Quran pada hakikatnya
mengisyaratkan kepada kesinambungan
pengutusan para Rasul Allah di kalangan Bani
Adam sampai Hari Kiamat,
firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ
فَاِذَا جَآءَ اَجَلُہُمۡ
لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً وَّ
لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ
ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas waktunya,
mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula
dapat memajukannya. Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari antara kamu yang
menceritakan Ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barangsiapa
bertakwa dan memperbaiki diri, maka
tidak akan ada ketakutan menimpa mereka
dan tidak pula mereka akan bersedih hati.
Dan orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, mereka
itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf
[7]:35-37).
Dari seluruh “Adam” (khalifah Allah) yang telah mau pun akan dibangkitkan sesuai “zamannya” masing-masing (QS.62:3-5), Adam yang paling sempurna
dalam memperagakan sifatnya sebagai ath-thīn (tanah
liat) adalah Nabi Besar Muhammad saw.,
sehingga Allah Swt. telah memberi beliau saw. gelar Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41) dan telah menyebut beliau saw.
sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108), yang senantiasa memperoleh
anugerah shalawat dan salam dari Allah Swt. dan para malaikat (QS.33:
42-48 & 57), sebab beliau saw. inilah Rasul Allah yang bersedia memikul “amanat syariat” Allah Swt. yang terakhir
dan tersempurna yautu agama Islam (Al-Quran), firman-Nya:
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا
الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾ لِّیُعَذِّبَ اللّٰہُ
الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ وَ الۡمُشۡرِکٰتِ وَ
یَتُوۡبَ اللّٰہُ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ
الۡمُؤۡمِنٰتِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung,
tetapi semuanya enggan memikulnya
dan mereka takut terhadapnya, akan
sedangkan manusia memikulnya,
sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan abai terhadap dirinya. Supaya
Allah akan menghukum orang-orang munafik
lelaki dan orang-orang munafik
perempuan, dan orang-orang musyrik lelaki dan orang-orang
musyrik perempuan, dan
Allah senantiasa kembali dengan kasih-sayang
kepada orang-orang lelaki dan perempuan-perempuan yang beriman, dan Allah adalah Maha Pengampun, Maha
Penyayang. (Al-Ahzāb [33]:73-74).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 14 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar