بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
131
Hubungan
“Orang-orang yang Berwajah Hitam”
dengan Syarrul Bariyyah
(Seburuk-buruk Makhluk) & Perjanjian Allah Swt. dengan Umat Manusia Mengenai Kedatangan Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai peringatan Allah Swt. kepada Umat
Islam sehubungan dengan makna Dīn
dalam ayat وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ -- “dan itulah agama yang lurus”, yang berarti: ketaatan; penguasaan; perintah;
rencana; ketakwaan; kebiasaan atau adat; perilaku atau tindak-tanduk (Lexicon Lane).
Mengisyaratkan kepada missi kedatangan “Bayyinah” (bukti yang nyata)
yakni Rasul Allah itu pulalah peringatan Allah Swt. kepada umat
Islam -- terutama di Akhir Zaman ini -- dalam firman-Nya
berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا
تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ
اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ
لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ
تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati kecuali kamu
dalam keadaan berserah diri. Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah, janganlah
kamu berpecah-belah, dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu
ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan,
lalu Dia menyatukan hati kamu dengan kecintaan
antara satu sama lain
maka dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan (padahal) kamu
dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia
menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada
kamu supaya kamu mendapat
petunjuk. (Ali ‘Imran [3]:103-104).
Saling Menjelaskan
Ayat یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا
اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ --
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati kecuali kamu
dalam keadaan berserah diri” (Ali
‘Imran [3]:103-104), saling menjelaskan dengan firman-Nya dalam Surah Al-Bayyinah ayat 6 وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ
-- “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.”
Karena
kedatangan saat kematian tidak
diketahui, orang-orang beriman dapat berkeyakinan
akan mati dalam keadaan berserah
diri kepada Allah (muslimūn) hanya bila diri mereka senantiasa tetap
dalam keadaan menyerahkan diri kepada-Nya,
yakni اتَّقُوا
اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ -- “bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya.”
Jadi firman Allah Swt. dalam QS.3:103 itu
mengandung arti bahwa orang-orang beriman
-- terutama sekali umat Islam sebagai “umat
yang terbaik yang dijadikan untuk
kepentingan seluruh umat manusia” (QS.2:144; QS.3:111) – mereka harus
senantiasa bertakwa
kepada Allah Swt. dengan ketakwaan
yang hakiki kepada-Nya.
Sikap sebagai Muslim hakiki seperti itu (muslimūn) hanya mungkin mereka laksanakan jika mereka menerima “Bayyinah” (bukti yang nyata) yakni
beriman kepada Rasul Allah yang diutus di Akhir Zaman ini, yang dibangkitkan
di kalangan umat Islam untuk
mewujudkan kembali kejayaan Islam
yang kedua kali (QS.6:10; QS.62:3-4), firman-Nya:
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ
بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ
الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang diberi Kitab tidak
berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang
nyata. Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.
(Al-Bayyinah
[98]:5-6).
Pentingnya Umat Islam Berpegang Teguh kepada “Tali Allah”
Yakni Rasul Allah dan Al-Quran
Firman Allah Swt. sebelumnya yaitu وَ مَا تَفَرَّقَ
الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا
مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنَۃُ --
“Dan orang-orang yang diberi Kitab tidak berpecah-belah kecuali setelah
datang kepada mereka bukti yang nyata” (Al-Bayyinah [98]:5-6), saling menjelaskan dengan ayat وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ -- “Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah,
janganlah kamu berpecah-belah, dan ingatlah
akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu
dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan antara satu sama lain maka dengan
nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan (padahal) kamu
dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia
menyelamatkan kamu darinya” (Ali ‘Imran [3]:104).
Ada pun makna perintah Allah Swt. kepada umat
Islam dalam dari ayat selanjutnya:
وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی
الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ﴿﴾
Dan
hendaklah ada segolongan di antara kamu yang senantiasa menyeru manusia kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang makruf, melarang
dari berbuat munkar, dan mereka itulah orang-orang yang berhasil. (Ali
‘Imran [3]:105), pernyataan Allah Swt. tersebut mengisyaratkan kepada orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah
atau “Bayyinnah” (bukti nyata) yang
kedatangannya dijanjikan kepada mereka, sebagaimana dikemukakan
firman-Nya selanjutnya:
وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang berpecah belah dan berselisih
sesudah bayyinah
(bukti-bukti yang jelas) datang kepada
mereka, dan mereka itulah orang-orang
yang baginya ada azab yang besar.
(Ali
‘Imran [3]:106).
Syarrul Bariyyah (Seburuk-buruk
Makhluk)
Mengisyaratkan kepada orang-orang yang bernasib malang yang mendustakan
dan menentang keras Bayyinah (Rasul Allah) itulah yang dimaksud dengan “syarrul-bariyyah” (seburuk-buruk
makhluk) dalam firman Allah Swt.
selanjutnya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ
اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ فِیۡ
نَارِ جَہَنَّمَ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ شَرُّ الۡبَرِیَّۃِ
ؕ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang kafir dari antara Ahlikitab dan orang-orang
musyrik akan berada dalam Api Jahannam,
mereka kekal di dalamnya. Mereka
itulah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah
[98]:7).
Pernyataan keras Allah Swt. mengenai
orang-orang yang mendustakan dan menentang pendakwaan Rasul
Allah -- yang merupakan Bayyinah
(bukti yang nyata) yang datang dari Allah Swt. tersebut -- dijelaskan oleh firman Allah Swt.
selanjutnya dalam Surah Ali ‘Imran
yang sedang dibahas sebagai orang-orang yang “berwajah hitam”:
یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ
اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ
بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ
فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾
Pada hari ketika wajah-wajah
menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi
hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam,
dikatakan kepada mereka: “Apakah
kamu kafir sesudah beriman?
Karena itu rasakanlah azab ini
disebabkan kekafiran kamu." (Ali ‘Imran [3]:107).
Al-Quran telah menerangkan warna-warna “putih” dan “hitam” sebagai lambang,
masing-masing untuk “kebahagiaan” dan
“kesedihan” (QS.3:107, 108;
QS.75:23-25; QS.80:39-41). Bila seseorang melakukan perbuatan yang karenanya ia mendapat pujian, orang Arab mengatakan mengenai dia: ibyadhdhaha wajhuhu,
yakni “wajah orang itu menjadi putih”.
Dan bila ia melakukan suatu pekerjaan
yang patut disesali, maka
dikatakan mengenai dia iswadda
wajhuhu, yakni, “wajahnya telah
menjadi hitam”. Lihat pula QS.10:27-31; QS.39:61-64.
Menurut Allah Swt. penyebab kenapa orang-orang itu “wajahnya menjadi hitam” adalah
karena اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ -- “Apakah kamu
kafir sesudah beriman? Karena itu rasakanlah
azab ini disebabkan kekafiran kamu."
Yakni tidak ada seorang Rasul Allah pun yang mengenai kedatangannya tidak dijanjikan oleh
Allah Swt. -- baik secara langsung atau pun melalui Rasul Allah yang datang sebelumnya
(QS.7:35-37) – itulah makna firman Allah
Swt. اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ -- “Apakah kamu
kafir sesudah beriman?”
Nubuatan Mengenai Kedatangan
Para Rasul Allah
Mengisyaratkan kepada adanya nubuatan atau kabar gaib mengenai kedatangan para Rasul Allah yang dijanjikan
itulah firman-Nya berikut ini:
وَ اِذۡ اَخَذَ اللّٰہُ مِیۡثَاقَ النَّبِیّٖنَ لَمَاۤ اٰتَیۡتُکُمۡ مِّنۡ
کِتٰبٍ وَّ حِکۡمَۃٍ ثُمَّ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَکُمۡ
لَتُؤۡمِنُنَّ بِہٖ وَ لَتَنۡصُرُنَّہٗ ؕ قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ
عَلٰی ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا
مَعَکُمۡ مِّنَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah mengambil perjanjian dari manusia melalui nabi-nabi: “Apa saja yang
Aku berikan kepada kamu berupa Kitab dan Hikmah, kemudian datang kepada
kamu seorang rasul yang menggenapi
apa yang ada pada kamu, kamu benar-benar harus beriman kepadanya dan
kamu benar-benar harus membantunya.” Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku
bebankan kepada kamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah dan Aku
pun beserta kamu termasuk orang-orang yang menjadi saksi.” (Ali
‘Imran [3]:82).
Ungkapan mītsaq an-nabiyyīn dapat
berarti “perjanjian nabi-nabi dengan Allah
Swt.” atau “perjanjian yang diambil Allah Swt. dari orang-orang dengan perantaraan nabi-nabi
mereka”. Ungkapan ini telah dipakai di sini dalam artian yang kedua, sebab
qira'ah (pembacaan) lain seperti yang didukung oleh Ubayy bin Ka’b dan
‘Abdullah bin Mas’ud yaitu mītsaq
alladzīna ūtul Kitāb, yang artinya “perjanjian
orang-orang yang diberi Kitab” (Al-Bahrul-Muhith).
Penafsiran ini didukung pula oleh
kata-kata berikut, yaitu: ثُمَّ جَآءَکُمۡ
رَسُوۡلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَکُمۡ -- kemudian datang kepada kamu seorang rasul
yang menggenapi apa yang ada padamu, sebab kepada orang-oranglah rasul-rasul Allah datang dan bukan
kepada nabi-nabi mereka.
Kata mushaddiq
(menggenapi) telah dipakai di sini untuk menyatakan tolok ukur yang dengan tolok ukur itu pendakwa yang benar dapat dibedakan
dari seorang pendakwa yang palsu.
Secara tepat kata itu telah diterjemahkan di sini sebagai “menggenapi”, sebab hanya dengan “menggenapi” dalam dirinya maka nubuatan-nubuatan
yang terkandung dalam Kitab-kitab wahyu
terdahulu maka seorang pendakwa dapat
dibuktikan kebenarannya.
Nubuatan Kedatangan Nabi Besar Muhammad Saw.
Makna firman Allah Swt. selanjutnya قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ عَلٰی
ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا
مَعَکُمۡ مِّنَ الشّٰہِدِیۡنَ -- “Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku
bebankan kepada kamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah dan Aku
pun beserta kamu termasuk orang-orang yang menjadi saksi” (Ali
‘Imran [3]:82).
Ayat ini dianggap pula berlaku
kepada para nabi Allah pada umumnya,
dan secara khusus kepada Nabi Besar
Muhammad saw.. Kedua
pemakaian itu tepat. Ayat tersebut menetapkan suatu peraturan umum. Yakni kedatangan
setiap nabi Allah terjadi sebagai penggenapan nubuatan-nubuatan tertentu
yang dikemukakan oleh seorang nabi (rasul)
Allah yang diutus sebelumnya, ketika
beliau menyuruh pengikutnya supaya
menerima nabi Allah yang berikutnya kapan pun nabi
Allah itu datang (QS.7:35-37).
Jika nabi (rasul) Allah itu datang memenuhi nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab
dari satu kaum saja -- seperti halnya
dengan kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. dan para nabi Bani Israil lainnya -- maka hanya kaum itu saja yang wajib menerima dan membantu rasul
Allah tersebut (QS.2:88-89; QS.61:7).
Tetapi jikala Kitab-kitab semua agama di dunia sepakat menubuatkan
kedatangan seorang nabi Allah -- seperti halnya nubuatan mengenai pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. -- maka semua bangsa atau semua umat
beragama harus (wajib) menerima
beliau saw., sebab Nabi Besar Muhammad
saw. datang sebagai penyempurnaan (penggenapan) semua nubuatan, bukan hanya nubuatan
dari para nabi Bani Israil saja (Yesaya 21:13-15; Ulangan 18:18; 33:2; Yahya
14:25, 26; 16:7-13), tetapi juga sebagai penyempurnaan
(penggenapan) nubuatan-nubuatan dari ahli-ahli kasyaf bangsa Aria dan ruhaniawan-ruhaniawan agama Budha dan Zoroaster (Syafrang
Dasatir hlm. 188, Siraji Press, Delhi Yamaspi, diterbitkan oleh Nizham
Al-Masyaich, Delhi, 1330 Hijrah).
Namun dalam kenyataannya, sesuai dengan Sunnatullah, sekali pun mereka itu mengetahui nubuatan-nubuatan
mengenai kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. – bagaikan mereka mengenal anak-anak mereka sendiri
(QS.2:147-148; QS.4:167; QS.6:21; QS.13:44; QS.29:53) --
tetapi ketika beliau saw. benar-benar datang menggenapi semua nubuatan
tersebut mereka mendustakan dan menentang pendakwaan
Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ
اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ اَنَّہُمۡ
اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ اِنۡ
کُلٌّ لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا
مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu,
sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang
rasul melainkan mereka senantiasa
mencemoohkannya. Apakah mereka tidak melihat berapa banyak
generasi yang telah Kami
binasakan sebelum mereka, bahwasanya mereka
itu tidak kembali lagi kepada mereka? Dan setiap mereka semua niscaya akan
dihadirkan kepada Kami. (Yā Sīn [36]:31-33).
Kata-kata dalam ayat 31 penuh dengan
kerawanan. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri agaknya seolah-olah sangat masygul atas penolakan dan ejekan
manusia terhadap para nabi-Nya.
Sementara para nabi Allah menanggung kesedihan dan derita untuk kaumnya, tetapi sebaliknya kaumnya
itu membalas kesedihan mereka itu
dengan penghinaan dan ejekan serta berbagai bentuk kezaliman
terhadap para nabi Allah itu.
Mereka yang “Mengingkari
Perjanjian” dengan Allah Swt.
Mengisyarat kepada orang-orang
yang mengingkari “perjanjian” mereka
dengan Allah Swt. melalui para Rasul
Allah itulah firman
Allah Swt. sebelum ini mengenai “orang-orang
yang wajahnya hitam”:
یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ
اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ
بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ
فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾
Pada hari ketika wajah-wajah
menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi
hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam,
dikatakan kepada mereka: “Apakah
kamu kafir sesudah beriman?
Karena itu rasakanlah azab ini
disebabkan kekafiran kamu." (Ali ‘Imran [3]:107).
Mengisyaratkan kepada orang-orang yang bernasib malang yang mendustakan
dan menentang keras Bayyinah (Rasul Allah) -- yang “wajah-wajahnya berwarna hitam” --
itulah yang dimaksud dengan “syarrul-bariyyah”
(seburuk-buruk makhluk) dalam firman
Allah Swt. sebelum ini:
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ
اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ فِیۡ
نَارِ جَہَنَّمَ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ شَرُّ الۡبَرِیَّۃِ
ؕ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang kafir dari antara Ahlikitab dan orang-orang
musyrik akan berada dalam Api Jahannam,
mereka kekal di dalamnya. Mereka
itulah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah
[98]:7).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar