Kamis, 23 Januari 2014

Hubungan "Orang-orang yang Berwajah Hitam" dengan "Syarrul- Bariyyah" (Seburuk-buruk Makhluk) & Perjanjian Allah Swt. dengan Umat Manusia Mengenai Kedatangan Rasul Allah



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  131

Hubungan “Orang-orang yang Berwajah Hitam” dengan Syarrul Bariyyah (Seburuk-buruk Makhluk)  & Perjanjian Allah Swt. dengan Umat Manusia    Mengenai Kedatangan Rasul Allah     

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam sehubungan dengan makna Dīn    dalam ayat    وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ  -- “dan itulah agama yang lurus”,  yang berarti: ketaatan; penguasaan; perintah; rencana; ketakwaan; kebiasaan atau adat; perilaku atau tindak-tanduk (Lexicon Lane).
Mengisyaratkan kepada missi kedatangan “Bayyinah” (bukti yang nyata)   yakni Rasul Allah  itu pulalah peringatan Allah Swt. kepada umat Islam  -- terutama di Akhir Zaman ini -- dalam firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri.  Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali  Allah, janganlah kamu berpecah-belah,  dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia menyatukan hati kamu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan (padahal)  kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada  kamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imran [3]:103-104).

Saling Menjelaskan

 Ayat   یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ      --  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri” (Ali ‘Imran [3]:103-104), saling menjelaskan dengan firman-Nya dalam Surah Al-Bayyinah ayat 6  وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ  --  “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan  kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus.”
      Karena kedatangan saat kematian tidak diketahui,  orang-orang beriman dapat berkeyakinan akan mati dalam keadaan berserah  diri kepada Allah (muslimūn) hanya bila diri mereka senantiasa tetap dalam keadaan menyerahkan diri kepada-Nya, yakni اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ    -- “bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya.
      Jadi  firman Allah Swt. dalam QS.3:103   itu mengandung arti bahwa orang-orang beriman  -- terutama sekali umat Islam sebagai “umat yang  terbaik yang dijadikan untuk kepentingan seluruh umat manusia” (QS.2:144; QS.3:111) – mereka harus senantiasa    bertakwa kepada Allah Swt. dengan ketakwaan yang hakiki kepada-Nya.
     Sikap sebagai Muslim hakiki seperti itu  (muslimūn)  hanya mungkin mereka laksanakan  jika mereka menerima “Bayyinah” (bukti yang nyata) yakni  beriman kepada Rasul Allah  yang diutus di Akhir Zaman ini, yang dibangkitkan  di kalangan umat Islam untuk mewujudkan kembali kejayaan Islam yang kedua kali (QS.6:10; QS.62:3-4), firman-Nya: 
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ  اِلَّا مِنۡۢ  بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan  orang-orang yang diberi Kitab  tidak berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata.  Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan  kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah [98]:5-6).

Pentingnya Umat Islam Berpegang Teguh kepada “Tali Allah
Yakni Rasul Allah dan Al-Quran

Firman Allah Swt.   sebelumnya yaitu وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ  اِلَّا مِنۡۢ  بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ  -- “Dan  orang-orang yang diberi Kitab  tidak berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata” (Al-Bayyinah [98]:5-6),  saling menjelaskan dengan ayat  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ   -- “Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali  Allah, janganlah kamu berpecah-belah,  dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu   Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan (padahal)  kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkan kamu darinya” (Ali ‘Imran [3]:104).
Ada pun makna  perintah Allah Swt.  kepada umat Islam dalam dari ayat selanjutnya:
وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ﴿﴾
Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu   yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan,  menyuruh kepada yang makruf,  melarang dari berbuat munkar, dan mereka itulah orang-orang yang berhasil. (Ali ‘Imran [3]:105),   pernyataan Allah Swt.  tersebut mengisyaratkan kepada orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah atau  Bayyinnah” (bukti nyata) yang  kedatangannya dijanjikan  kepada mereka, sebagaimana dikemukakan firman-Nya  selanjutnya:
وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih   sesudah  bayyinah (bukti-bukti yang jelas) datang kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang  yang baginya  ada azab yang besar. (Ali ‘Imran [3]:106).

Syarrul Bariyyah (Seburuk-buruk Makhluk)  

       Mengisyaratkan kepada orang-orang yang bernasib malang  yang mendustakan dan menentang keras Bayyinah (Rasul Allah)  itulah yang dimaksud dengan “syarrul-bariyyah” (seburuk-buruk makhluk) dalam firman  Allah Swt. selanjutnya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ فِیۡ  نَارِ جَہَنَّمَ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ شَرُّ الۡبَرِیَّۃِ ؕ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang  kafir dari antara Ahlikitab dan orang-orang musyrik akan berada dalam Api Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah [98]:7).
     Pernyataan keras Allah Swt. mengenai orang-orang yang mendustakan dan menentang pendakwaan  Rasul Allah  -- yang merupakan  Bayyinah (bukti yang nyata) yang datang dari Allah Swt. tersebut  -- dijelaskan oleh firman Allah Swt. selanjutnya dalam Surah Ali ‘Imran yang sedang dibahas sebagai orang-orang yang “berwajah hitam”:
 یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾
Pada hari  ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya   menjadi hitam.  Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu." (Ali ‘Imran [3]:107). 
      Al-Quran telah menerangkan warna-warna “putih” dan “hitam” sebagai lambang, masing-masing untuk “kebahagiaan” dan “kesedihan” (QS.3:107, 108; QS.75:23-25; QS.80:39-41). Bila seseorang melakukan perbuatan yang karenanya ia mendapat pujian, orang Arab mengatakan mengenai dia: ibyadhdhaha wajhuhu, yakni “wajah orang itu menjadi putih”. Dan bila ia melakukan suatu pekerjaan yang patut disesali, maka dikatakan  mengenai dia iswadda wajhuhu, yakni, “wajahnya telah menjadi hitam”.  Lihat  pula QS.10:27-31; QS.39:61-64.
      Menurut Allah Swt. penyebab kenapa orang-orang  itu  wajahnya menjadi hitam” adalah karena  اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ     -- “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu."  
Yakni tidak ada seorang Rasul Allah pun yang  mengenai kedatangannya tidak dijanjikan oleh Allah Swt. --  baik secara langsung atau pun melalui Rasul Allah yang datang sebelumnya (QS.7:35-37) – itulah makna  firman Allah Swt.    اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ       -- “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman?”  

Nubuatan Mengenai Kedatangan Para  Rasul Allah

       Mengisyaratkan kepada adanya nubuatan atau kabar gaib mengenai kedatangan para Rasul Allah yang dijanjikan itulah firman-Nya berikut ini:
وَ اِذۡ اَخَذَ اللّٰہُ مِیۡثَاقَ النَّبِیّٖنَ لَمَاۤ اٰتَیۡتُکُمۡ مِّنۡ کِتٰبٍ وَّ حِکۡمَۃٍ ثُمَّ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَکُمۡ لَتُؤۡمِنُنَّ بِہٖ وَ لَتَنۡصُرُنَّہٗ ؕ قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ عَلٰی ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا مَعَکُمۡ مِّنَ  الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika Allah mengambil perjanjian  dari manusia melalui nabi-nabi: “Apa saja yang Aku berikan kepada kamu berupa Kitab dan Hikmah, kemudian datang kepada kamu seorang rasul yang menggenapi   apa yang ada pada kamu, kamu benar-benar harus beriman kepadanya dan  kamu  benar-benar harus membantunya.” Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku bebankan kepada  kamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah  dan Aku pun beserta kamu termasuk  orang-orang yang menjadi saksi.” (Ali ‘Imran [3]:82).
     Ungkapan mītsaq an-nabiyyīn dapat berarti “perjanjian nabi-nabi dengan Allah Swt.” atau “perjanjian yang diambil  Allah Swt.  dari orang-orang dengan perantaraan nabi-nabi mereka”. Ungkapan ini telah dipakai di sini dalam artian yang kedua, sebab qira'ah (pembacaan) lain seperti yang didukung oleh Ubayy bin Ka’b dan ‘Abdullah bin Mas’ud yaitu  mītsaq alladzīna ūtul Kitāb, yang artinya “perjanjian orang-orang  yang diberi Kitab” (Al-Bahrul-Muhith).
Penafsiran ini didukung pula oleh kata-kata berikut, yaitu:  ثُمَّ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَکُمۡ  --  kemudian datang kepada kamu seorang rasul yang menggenapi apa yang ada padamu, sebab kepada orang-oranglah rasul-rasul Allah datang dan bukan kepada nabi-nabi mereka.
      Kata mushaddiq (menggenapi) telah dipakai di sini untuk menyatakan tolok ukur yang dengan tolok ukur itu pendakwa yang benar dapat dibedakan dari seorang pendakwa yang palsu. Secara tepat kata itu telah diterjemahkan di sini sebagai “menggenapi”, sebab hanya dengan “menggenapi” dalam dirinya maka nubuatan-nubuatan yang terkandung dalam Kitab-kitab wahyu terdahulu maka   seorang pendakwa dapat dibuktikan kebenarannya.

Nubuatan Kedatangan Nabi Besar Muhammad Saw.

       Makna  firman Allah Swt. selanjutnya  قَالَ ءَاَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَخَذۡتُمۡ عَلٰی ذٰلِکُمۡ اِصۡرِیۡ ؕ قَالُوۡۤا اَقۡرَرۡنَا ؕ قَالَ فَاشۡہَدُوۡا وَ اَنَا مَعَکُمۡ مِّنَ  الشّٰہِدِیۡنَ     -- “Dia berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima tanggung-jawab yang Aku bebankan kepada  kamu mengenai itu?” Mereka berkata: “Kami mengakui.” Dia berfirman: “Maka bersaksilah  dan Aku pun beserta kamu termasuk  orang-orang yang menjadi saksi” (Ali ‘Imran [3]:82).
      Ayat ini dianggap pula berlaku kepada para nabi Allah pada umumnya, dan secara khusus kepada Nabi Besar Muhammad saw..  Kedua pemakaian itu tepat. Ayat tersebut menetapkan suatu peraturan umum. Yakni kedatangan setiap nabi Allah terjadi sebagai penggenapan nubuatan-nubuatan tertentu yang dikemukakan oleh seorang nabi (rasul) Allah yang diutus sebelumnya,  ketika beliau menyuruh pengikutnya  supaya menerima nabi Allah yang berikutnya kapan pun nabi  Allah itu datang (QS.7:35-37).
      Jika nabi (rasul) Allah itu datang memenuhi nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab dari satu kaum saja -- seperti halnya dengan kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   dan para nabi Bani Israil lainnya -- maka hanya kaum itu saja yang wajib menerima dan membantu  rasul Allah tersebut (QS.2:88-89; QS.61:7).
       Tetapi jikala Kitab-kitab semua agama di dunia sepakat menubuatkan kedatangan seorang nabi Allah --  seperti halnya nubuatan mengenai pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. --    maka semua bangsa atau semua umat beragama harus (wajib) menerima beliau saw., sebab  Nabi Besar Muhammad saw.      datang sebagai penyempurnaan (penggenapan) semua nubuatan, bukan hanya nubuatan dari para nabi Bani Israil saja (Yesaya 21:13-15; Ulangan 18:18;  33:2; Yahya 14:25, 26; 16:7-13), tetapi juga sebagai penyempurnaan (penggenapan) nubuatan-nubuatan dari ahli-ahli kasyaf bangsa Aria dan ruhaniawan-ruhaniawan agama Budha dan Zoroaster (Syafrang Dasatir hlm. 188, Siraji Press, Delhi Yamaspi, diterbitkan oleh Nizham Al-Masyaich, Delhi, 1330 Hijrah).
      Namun dalam kenyataannya,  sesuai dengan Sunnatullah, sekali pun mereka itu mengetahui  nubuatan-nubuatan mengenai kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. – bagaikan mereka mengenal anak-anak mereka sendiri (QS.2:147-148; QS.4:167; QS.6:21; QS.13:44; QS.29:53)   --  tetapi ketika beliau saw. benar-benar datang menggenapi semua nubuatan tersebut mereka mendustakan dan menentang    pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  کَانُوۡا بِہٖ  یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ  اَنَّہُمۡ  اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ اِنۡ کُلٌّ  لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu,  sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang rasul melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya.  Apakah mereka tidak melihat berapa banyak  generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwasanya  mereka itu tidak kembali lagi kepada mereka?   Dan setiap mereka semua niscaya akan dihadirkan kepada Kami. (Yā Sīn [36]:31-33).
       Kata-kata dalam ayat 31 penuh dengan kerawanan. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri agaknya seolah-olah sangat masygul atas penolakan dan ejekan manusia terhadap para nabi-Nya. Sementara para nabi Allah menanggung kesedihan dan derita untuk kaumnya, tetapi sebaliknya  kaumnya itu membalas kesedihan mereka itu dengan penghinaan dan ejekan serta berbagai  bentuk kezaliman terhadap para nabi Allah itu.

Mereka yang  Mengingkari  Perjanjian” dengan Allah Swt.

      Mengisyarat kepada orang-orang yang mengingkari “perjanjian” mereka dengan Allah Swt. melalui para Rasul Allah itulah    firman Allah Swt. sebelum ini mengenai “orang-orang yang wajahnya hitam”: 
 یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾
Pada hari  ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya   menjadi hitam.  Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu." (Ali ‘Imran [3]:107). 
       Mengisyaratkan kepada orang-orang yang bernasib malang  yang mendustakan dan menentang keras Bayyinah (Rasul Allah)    -- yang “wajah-wajahnya berwarna hitam” --  itulah yang dimaksud dengan “syarrul-bariyyah” (seburuk-buruk makhluk) dalam firman  Allah Swt.  sebelum ini:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ فِیۡ  نَارِ جَہَنَّمَ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ شَرُّ الۡبَرِیَّۃِ ؕ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang  kafir dari antara Ahlikitab dan orang-orang musyrik akan berada dalam Api Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk. (Al-Bayyinah [98]:7).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   28  Desember    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar