بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
130
Makna
Dīnul-Qayyimah (Agama yang Lurus) & Peringatan Allah Swt. Kepada Umat Islam di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai makna ayat Surah Al-Bayyinah
فِیۡہَا کُتُبٌ
قَیِّمَۃٌ --
“yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi” (QS.98:4),
bahwa semua cita-cita, asas-asas luhur, peraturan-peraturan, dan
perintah-perintah yang mengandung kemanfaatan
abadi bagi manusia telah dimasukkan ke dalam Al-Quran, seolah-olah Al-Quran
berperan sebagai penjaga atas kitab-kitab lama dan bebas dari semua cacat dan noda yang
terdapat pada kitab-kitab itu. Itulah
sebabnya Allah Swt. telah memberikan jaminan
pemeliharaan-Nya terhadap Al-Quran,
firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Kami-lah Yang menurunkan
peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya. (Al-Hijr
[15]:10).
Janji
mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan Allah
Swt. dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga
sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya
sudah cukup membuktikan bahwa Al-Quran
itu berasal dari Allah Swt..
Surah Al-Hijr diturunkan di Mekkah
(Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. beserta para pengikut beliau saw. sangat
morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru itu.
Kegagalan Upaya Para
Penentang Al-Quran
dari Kalangan Ahli Kitab
Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk
mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya
mereka sebab Dia sendirilah Penjaganya.
Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi
kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat
dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan -- seperti yang terjadi dalam Kitab-kitab suci sebelumnya -- serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan Allah Swt. yang sempurna.
Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan
sebelumnya, karena memang missi
KItab-kitab suci yang diwahyukan sebelum Al-Quran bukan saja bersikap kaumi (hanya untuk kaum tertentu) tetapi juga waktu berlakunya terbatas
Sir William Muir, sarjana ahli
kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan
yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan
gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ......................
Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita
memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan
...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami
perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah
membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
Prof. Noldeke, ahli ketimuran
besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para
sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa
kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia
Britannica). Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana,
beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari
kelemahan dalam kemurnian teks
Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran
da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya
Al-Quranlah yang seluruhnya tetap kebal
dari penyisipan atau campur-tangan manusia.
Sanggahan Terhadap Misi Rasul
Allah sebagai “Bukti yang Nyata”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
dalam Surah Al-Bayyinah ayat 5
mengenai tanggapan kalangan Ahlikitab terhadap kedatangan “Bayyinah” (Rasul Allah) --
dalam hal ini Nabi Besar Muhammad saw.
-- firman-Nya:
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ
بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ
الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang diberi Kitab tidak
berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang
nyata. Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.
(Al-Bayyinah
[98]:5-6).
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. diutus sebagai misal Nabi Musa a.s. (Ulangan
18-15-19; QS.46:11) pada umumnya golongan Ahlikitab masih mempercayai Allah Swt. sebagai Tuhan sembahan mereka dan
tetap melaksanakan sembahyang
(shalat) dan ritual-ritual keagamaan
sebagaimana yang diperintahkan Taurat, sehingga
mereka -- dan orang-orang yang seperti
mereka – dapat mengajukan sanggahan
bahwa buat apa datang lagi Rasul Allah
kepada mereka?
Firman Allah Swt. dalam Surah Al-Bayyinah
ayat 5-6 menjawab sanggahan mereka,
yaitu:
(1) Walau pun merekz adalah
orang-orang yang mempercayai Nabi Musa a.s. dan Taurat yang diwahyukan
kepada beliau a.s. yang mengajarkan Tauhid
Ilahi, tetapi dalam kenyataannya mereka pun telah pula “mempertuhankan” wajud-wujud selain Allah
Swt., sehingga mereka itu telah terjerumus ke dalam kemusyrikan (QS.9:30-31).
(2) Bukti kemusyrikan
mereka itu diperkuat dengan terpecah-belahnya
mereka menjadi berbagai firqah (sekte) yang saling bertentangan, sebab sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa kemusyrikan identik
dengan keterpecah-belahan umat
beragama.
(3) Untuk tujuan membawa mereka kembali kepada Tauhid Ilahi yang murni -- yang
dibuktikan dengan kembalinya mereka menjadi “satu
umat” yang hanya menyembah “Tuhan Yang Maha Esa” secara
tulus-ikhlas dan lurus
serta mendirikan shalat dan
membayar zakat itulah -- maka Allah
Swt. telah mengutus “Bayyinnah”
(Bukti yang nyata), yaitu Nabi Besar
Muhammad saw., sebab وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ -- “dan itulah agama yang lurus”, firman-Nya:
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ
بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ
الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang diberi Kitab tidak
berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang
nyata. Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.
(Al-Bayyinah
[98]:5-6).
Makna “Agama yang Lurus” &
Peringatan kepada Umat Islam
Makna Dīn dalam ayat وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ -- “dan itulah agama yang lurus”, berarti:
ketaatan; penguasaan; perintah; rencana; ketakwaan; kebiasaan atau adat;
perilaku atau tindak-tanduk (Lexicon
Lane).
Mengisyaratkan kepada missi kedatangan “Bayyinah” (bukti yang nyata) yakni Rasul Allah itu pulalah peringatan Allah Swt. kepada umat
Islam -- terutama di Akhir Zaman ini -- dalam firman-Nya
berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ
اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا
تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ
اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ
لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ
تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati kecuali kamu
dalam keadaan berserah diri. Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah, janganlah
kamu berpecah-belah, dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu
ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan,
lalu Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan
antara satu sama lain
maka dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan (padahal) kamu
dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia
menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada
kamu supaya kamu mendapat petunjuk.
(Ali
‘Imran [3]:103-104).
Ayat یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا
اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ -- “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang
sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kamu mati
kecuali kamu dalam keadaan berserah diri” (Ali ‘Imran [3]:103-104), saling
menjelaskan dengan firman-Nya dalam Surah Al-Bayyinah
ayat 6 وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ -- “Padahal
mereka tidak diperintahkan melainkan
supaya beribadah kepada Allah dengan
tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.”
Karena
kedatangan saat kematian tidak
diketahui, orang-orang beriman dapat berkeyakinan
akan mati dalam keadaan berserah
diri kepada Allah (muslimūn) hanya bila diri mereka senantiasa tetap
dalam keadaan menyerahkan diri kepada-Nya,
yakni اتَّقُوا
اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ -- “bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang
sebenar-benarnya.”
Jadi firman Allah Swt. dalam QS.3:103 itu
mengandung arti bahwa orang-orang beriman
-- terutama sekali umat Islam sebagai “umat
yang terbaik yang dijadikan untuk
kepentingan seluruh umat manusia” (QS.2:144; QS.3:111) – mereka harus
senantiasa tetap patuh kepada Allah
Swt..
Sikap sebagai Muslim hakiki seperti itu (muslimūn) hanya mungkin mereka laksanakan jika mereka menerima “bayyinah” (bukti yang nyata) yakni
beriman kepada Rasul Allah yang diutus di Akhir Zaman ini yang dibangkitkan Allah Swt. di kalangan umat Islam untuk mewujudkan kembali kejayaan Islam yang kedua kali (QS.6:10;
QS.62:3-4), firman-Nya:
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ
بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ
الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ
حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ
یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang diberi Kitab tidak
berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang
nyata. Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar
zakat, dan itulah agama yang lurus.
(Al-Bayyinah
[98]:5-6).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar