بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
129
Para
Rasul Allah – Khususnya Nabi Besar
Muhammad saw. – adalah “Bayyinah”
(Bukti yang Nyata) Paling Sempurna
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai berbagai para pemuka firqah dan sekte agama-agama yang saling bertentangan, yaitu firman-Nya
tentang hubungan Tauhid
Ilahi yang diajarkan para Rasul Allah
dan masalah makanan yang halal
dan thayyib dengan amal shaleh, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الرُّسُلُ کُلُوۡا مِنَ الطَّیِّبٰتِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ
اِنِّیۡ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ عَلِیۡمٌ ﴿ؕ﴾ وَ اِنَّ ہٰذِہٖۤ
اُمَّتُکُمۡ اُمَّۃً وَّاحِدَۃً وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ فَاتَّقُوۡنِ﴿﴾ فَتَقَطَّعُوۡۤا
اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾ فَذَرۡہُمۡ فِیۡ
غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
"Hai rasul-rasul, makanlah dari barang-barang
yang baik dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
perbuat. Dan sesungguhnya umat kamu ini umat
yang satu, dan Aku adalah Rabb (Tuhan) kamu
maka bertakwalah kepada-Ku."
Tetapi mereka telah memecah-belah urusan mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada
pada mereka. Maka tinggalkanlah
mereka dalam kesesatannya
hingga suatu waktu. (Al-Mu’minūn [23]:52-55).
Semua
utusan (rasul) Allah menggalang persaudaraan
umat karena mereka datang dari sumber Ilahi yang sama, yaitu Allah Swt., dan dasar
ajaran-ajaran mereka sedikit banyak serupa
satu sama lain, serta tujuan dan maksud kebangkitan (pengutusan) para Rasul Allah pun itu
itu juga yaitu menegakkan ke-Esa-an Ilahi dan persatuan umat manusia di bumi.
Tetapi sesudah seorang nabi (rasul) Allah wafat,
para pengikutnya -- yakni para pemuka agama -- pada umumnya
mulai saling berselisih dan berpecah-belah menjadi mazhab-mazhab dan aliran-aliran, tiap mazhab
menganggap dirinya sebagai pengikut yang
sejati dan menganggap mazhab-mazhab
lain sebagai hampa dari segala kebenaran atau sebagai golongan yang sesat dan menyesatkan.
Kedatangan Rasul Allah
Sebagai Bayyinah (Bukti yang Nyata)
Dalam rangka tujuan mengajak umat manusia
atau umat beragama yang telah
terjerumus ke dalam berbagai bentuk “kemusyrikan”
-- akibat mereka telah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat
(QS.57:17; QS.30:42-43) -- maka untuk mengajak mereka kembali
kepada Tauhid Ilahi yang murni serta beribadah kepada Allah Swt. dengan tulus-ikhlas serta lurus,
Allah Swt. mengutus Rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan
sebagai bayyinah (bukti yang nyata),
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ لَمۡ یَکُنِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ
اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ مُنۡفَکِّیۡنَ حَتّٰی
تَاۡتِیَہُمُ الۡبَیِّنَۃُ ۙ﴿﴾ رَسُوۡلٌ مِّنَ
اللّٰہِ یَتۡلُوۡا صُحُفًا مُّطَہَّرَۃً
ۙ﴿﴾ فِیۡہَا کُتُبٌ
قَیِّمَۃٌ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Orang-orang kafir dari Ahli-kitab dan orang-orang musyrik- tidak akan berhenti dari kekafiran
hingga datang kepada mereka mereka
bukti yang nyata, yaitu seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran suci, yang di
dalamnya ada perintah-perintah abadi.
(Al-Bayyinah [98]:1-4).
Beberapa Surah yang mendahuluinya telah
membahas masalah wahyu Al-Quran yang penting serta keindahan dan keutamaannya yang tidak ada tara bandingannya itu. Surah Al-Bayyinah ini membahas perubahan yang untuk itu Al-Quran dimaksudkan mendatangkan perubahan tersebut.
Pada permulaan sekali Surah ini mengemukakan bahwa para Ahlikitab dan kaum musyrikin akan terus menerus meraba-raba
dalam kegelapan dan akan menjalani
kehidupan penuh dosa dan kejahatan, seandainya Al-Quran tidak diwahyukan Allah Swt., dan Nabi Besar Muhammad saw. itulah yang mengeluarkan mereka dari kegelapan
syak-wasangka dan kekafiran serta menuntun mereka kepada
jalan itikad-itikad benar dan peri laku yang berwarnakan ketakwaan kepada Allah Swt..
Dalam ayat
لَمۡ یَکُنِ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا مِنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ
مُنۡفَکِّیۡنَ حَتّٰی تَاۡتِیَہُمُ
الۡبَیِّنَۃُ --
“Orang-orang kafir dari Ahli-kitab
dan orang-orang musyrik-
tidak akan berhenti dari kekafiran hingga datang kepada mereka mereka bukti yang nyata” (QS.98:2), dijelaskan bahwa Al-Quran telah membagi semua orang kafir dalam dua golongan – yaitu Ahlikitab dan orang-orang musyrik (mereka yang tidak percaya kepada sesuatu Kitab
Suci).
Jika ada yang mengajukan sanggahan mengapa golongan ahlikitab
pun disebut “orang-orang musyrik”,
jawabannya adalah:
(1)
berdasarkan QS.30:31-33 mereka telah memecah-belah umat beragama sehingga terpecah-belah
menjadi berbagai firqah yang saling
bertentangan disebut orang-orang musyrik, karena kemusyrikan identik dengan keterpecah-belahan umat;
(2)
berdasarkan QS.9:30-31 mereka telah menganggap Nabi Uzair a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai “anak Allah” -- na’udzubillāhi
min dzālik -- serta telah mempertuhankan
para ulama serta para rahib mereka selain mempertuhankan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..
“Bayyinah” (Bukti yang Nyata) adalah
Nabi Besar Muhammad saw.
dan Al-Quran
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “bayyinah” (bukti yang nyata) رَسُوۡلٌ مِّنَ
اللّٰہِ یَتۡلُوۡا صُحُفًا مُّطَہَّرَۃً -- “yaitu seorang rasul dari Allah yang membacakan
lembaran-lembaran suci.” (QS.98:3).
Ada pun salah satu makna mengapa para Rasul
Allah -- khususnya Nabi Besar
Muhammad saw. -- disebut “bayyinah” (bukti yang nyata), sebab
walau pun benar seluruh tatanan alam semesta penuh dengan Tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan
sempurna Allah Swt., yang melaluinya orang-orang
yang berakal (ulil albāb) meyakini
keberadaan Allah Swt. (QS.3:191-192), tetapi Tanda-tanda Allah yang paling nyata adalah dalam bentuk pengutusan Rasul Allah (QS.7:35-37), terutama Nabi Besar Muhammad saw. yaitu "bayyinah" hakiki.
Yakni setelah
“orang-orang yang mempergunakan akal”
tersebut melihat Tanda-tanda alam dan
Tanda-tanda zaman, mereka mampu
mengenali kebenaran pendakwaan
seorang Rasul Allah sebagai “penyeru dari Allah” yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt., sebagai bukti
eksistensi (keberadaan) Allah Swt.
secara nyata lalu mereka pun beriman
kepadanya sekali pun harus
menanggung resiko mengalami kezaliman dari para penentang Rasul Allah (QS.3:193-194).
Dalam
ayat selanjutnya (QS.3:195-196) Allah Swt. mengabulkan doa-doa
yang mereka panjatkan sebagai ganjaran
atas keteguhan keimanan mereka kepada
Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.41:31-33),
setelah mereka mengalami berbagai macam kezaliman di jalan Allah dari para penentang mereka, sebagaimana
yang dijanjikan (diancamkan) Iblis kepada Adam
(Khalifah Allah) dan para pengikutnya
yang hakiki (QS.7:12-19; QS.17:62-66).
Makna ayat Surah Al-Bayyinah selanjutnya ۙ فِیۡہَا کُتُبٌ
قَیِّمَۃٌ --
“yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi” (QS.98:4), yaitu bahwa Al-Quran berisikan secara ikhtisar
segala sesuatu yang baik, kekal, dan tidak termusnahkan, yang terkandung di dalam ajaran-ajaran Kitab-kitab Suci terdahulu, dengan imbuhan banyak ajaran yang tidak terdapat pada Kitab-kitab
itu tetapi sangat diperlukan manusia
guna perkembangan akhlak dan ruhaninya (QS.2:107) sehingga Al-Quran
menjadi Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4), firman-Nya:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ
اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا
نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا
ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ
لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ
وَ مَا لَکُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ مِنۡ وَّلِیٍّ وَّ لَا نَصِیۡرٍ﴿﴾
Ayat mana pun yang Kami mansukhkan. yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? Tidak
tahukah kamu bahwa sesungguhnya Allah
milik-Nya-lah Kerajaan seluruh langit dan bumi, dan tidak ada bagi kamu pelindung dan penolong selain Allah. (Al-Baqarah [2]:107-108).
Al-Quran Mendapat Jaminan Pemeliharaan Allah Swt.
Makna ayat
dalam kalimat مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ
بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا -- “Ayat mana pun yang Kami
mansukhkan yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka
Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya” sama sekali tidak mengisyaratkan kepada pembatalan ayat-ayat Al-Quran, sebagaimana telah disalah-tafsirkan, melainkan kepada
wahyu-wahyu syariat atau Kitab-kitab
suci sebelum Al-Quran.
Jadi, kembali kepada makna ayat فِیۡہَا کُتُبٌ قَیِّمَۃٌ -- “yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi” (QS.98:4), bahwa semua cita-cita,
asas-asas luhur, peraturan-peraturan, dan perintah-perintah yang mengandung kemanfaatan abadi bagi manusia telah
dimasukkan ke dalam Al-Quran,
seolah-olah Al-Quran berperan sebagai
penjaga atas kitab-kitab lama dan bebas
dari semua cacat dan noda yang terdapat pada kitab-kitab itu. Itulah sebabnya Allah
Swt. telah memberikan jaminan pemeliharaan-Nya terhadap Al-Quran,
firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Kami-lah Yang menurunkan peringatan
ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya. (Al-Hijr
[15]:10).
Janji
mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan Allah
Swt. dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga
sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya
sudah cukup membuktikan bahwa Al-Quran
itu berasal dari Allah Swt..
Surah Al-Hijr diturunkan di Mekkah
(Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. beserta para pengikut beliau saw. sangat
morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru itu.
Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk
mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya
mereka sebab Dia sendirilah Penjaganya.
Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi
kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat
dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan -- seperti yang terjadi dalam Kitab-kitab suci sebelumnya -- serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan Allah Swt. yang sempurna.
Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan
sebelumnya, karena memang missi
KItab-kitab suci yang diwahyukan sebelum Al-Quran bukan saja bersikap kaumi (hanya untuk kaum tertentu) tetapi juga waktu berlakunya terbatas.
Sir William Muir, sarjana ahli
kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan
yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan
gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ......................
Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita
memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan
...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami
perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah
membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
Prof. Noldeke, ahli ketimuran
besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para
sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa
kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia
Britannica). Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana,
beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari
kelemahan dalam kemurnian teks
Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran
da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya
Al-Quranlah yang seluruhnya tetap kebal
dari penyisipan atau campur-tangan manusia.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar