Rabu, 22 Januari 2014

Para Rasul Allah -- Khususnya Nabi Besar Muhammad saw. -- adalah "Bayyinah" (Bukti yang Nyata) Paling Sempurna



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  129

Para Rasul Allah – Khususnya Nabi Besar Muhammad saw. – adalah “Bayyinah” (Bukti yang Nyata)   Paling Sempurna

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai berbagai  para pemuka firqah dan sekte agama-agama  yang saling bertentangan, yaitu  firman-Nya tentang  hubungan  Tauhid Ilahi yang diajarkan para Rasul Allah dan masalah    makanan  yang halal dan thayyib dengan amal shaleh, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الرُّسُلُ کُلُوۡا مِنَ الطَّیِّبٰتِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ اِنِّیۡ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ عَلِیۡمٌ ﴿ؕ﴾  وَ  اِنَّ ہٰذِہٖۤ  اُمَّتُکُمۡ  اُمَّۃً وَّاحِدَۃً  وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ  فَاتَّقُوۡنِ﴿﴾  فَتَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا  لَدَیۡہِمۡ  فَرِحُوۡنَ ﴿﴾  فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾
"Hai rasul-rasul, makan­lah dari barang-barang yang baik  dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui  apa  yang kamu perbuat. Dan sesungguhnya umat kamu  ini umat yang satu, dan Aku adalah  Rabb (Tuhan)  kamu maka ber­takwalah kepada-Ku." Tetapi mereka  telah memecah-belah urusan mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka.   Maka  tinggalkanlah mere­ka dalam kesesatannya hingga suatu waktu. (Al-Mu’minūn [23]:52-55).
  Semua utusan (rasul) Allah menggalang persaudaraan umat  karena mereka datang dari sumber Ilahi yang sama, yaitu Allah Swt.,  dan dasar ajaran-ajaran mereka sedikit banyak serupa satu sama lain, serta tujuan dan maksud kebangkitan (pengutusan) para Rasul Allah pun   itu itu juga yaitu menegakkan ke-Esa-an Ilahi dan persatuan umat manusia di bumi.
       Tetapi sesudah seorang nabi (rasul) Allah wafat, para pengikutnya    -- yakni para pemuka agama  -- pada umumnya mulai  saling berselisih  dan berpecah-belah menjadi mazhab-mazhab dan aliran-aliran, tiap mazhab menganggap dirinya sebagai pengikut yang sejati dan menganggap mazhab-mazhab lain sebagai hampa dari segala kebenaran atau sebagai golongan yang sesat dan menyesatkan.

Kedatangan Rasul Allah Sebagai Bayyinah (Bukti yang Nyata)

   Dalam rangka tujuan mengajak umat manusia atau umat beragama yang telah terjerumus ke dalam berbagai bentuk “kemusyrikan” --  akibat mereka telah jauh dari masa kenabian yang penuh berkat (QS.57:17; QS.30:42-43) --  maka  untuk mengajak mereka  kembali kepada Tauhid Ilahi yang murni serta beribadah kepada Allah Swt. dengan tulus-ikhlas serta lurus,  Allah Swt. mengutus  Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan sebagai bayyinah (bukti yang nyata), firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ لَمۡ  یَکُنِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  مِنۡ  اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ مُنۡفَکِّیۡنَ حَتّٰی تَاۡتِیَہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ۙ﴿﴾  رَسُوۡلٌ مِّنَ اللّٰہِ یَتۡلُوۡا صُحُفًا مُّطَہَّرَۃً  ۙ﴿﴾  فِیۡہَا کُتُبٌ قَیِّمَۃٌ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Orang-orang kafir dari Ahli-kitab dan orang-orang musyrik- tidak akan berhenti dari kekafiran hingga datang kepada mereka   mereka bukti yang nyata,  yaitu  seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran suci,  yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi.  (Al-Bayyinah [98]:1-4).
  Beberapa Surah yang mendahuluinya telah membahas masalah wahyu Al-Quran yang penting serta keindahan dan keutamaannya yang tidak ada tara bandingannya itu. Surah Al-Bayyinah ini membahas perubahan yang untuk itu Al-Quran dimaksudkan mendatangkan perubahan tersebut.   
 Pada permulaan sekali Surah ini mengemukakan bahwa para Ahlikitab dan kaum musyrikin akan terus menerus meraba-raba dalam kegelapan dan akan menjalani kehidupan penuh dosa dan kejahatan, seandainya Al-Quran tidak diwahyukan Allah Swt., dan  Nabi Besar Muhammad saw.   itulah yang mengeluarkan mereka dari kegelapan syak-wasangka dan kekafiran serta menuntun mereka kepada jalan itikad-itikad benar dan peri laku yang berwarnakan ketakwaan kepada Allah Swt..
   Dalam ayat  لَمۡ  یَکُنِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  مِنۡ  اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ مُنۡفَکِّیۡنَ حَتّٰی تَاۡتِیَہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ  -- “Orang-orang   kafir dari Ahli-kitab dan orang-orang musyrik- tidak akan berhenti dari kekafiran hingga datang kepada mereka   mereka bukti yang nyata” (QS.98:2),  dijelaskan bahwa Al-Quran telah membagi semua orang kafir dalam dua golongan – yaitu Ahlikitab dan orang-orang musyrik (mereka yang tidak percaya kepada sesuatu Kitab Suci).
 Jika ada yang mengajukan sanggahan  mengapa  golongan ahlikitab pun disebut “orang-orang musyrik”, jawabannya adalah:
  (1) berdasarkan QS.30:31-33 mereka telah memecah-belah umat beragama sehingga  terpecah-belah menjadi berbagai firqah yang saling bertentangan disebut orang-orang musyrik, karena kemusyrikan identik dengan keterpecah-belahan umat;
  (2) berdasarkan QS.9:30-31 mereka telah menganggap Nabi Uzair a.s. dan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai “anak Allah”  -- na’udzubillāhi min dzālik -- serta telah mempertuhankan para ulama serta para rahib mereka  selain  mempertuhankan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..

Bayyinah” (Bukti yang Nyata) adalah  Nabi Besar Muhammad saw.
 dan Al-Quran

   Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  bayyinah   (bukti yang nyata) رَسُوۡلٌ مِّنَ اللّٰہِ یَتۡلُوۡا صُحُفًا مُّطَہَّرَۃً  -- “yaitu seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran suci.” (QS.98:3).
 Ada pun salah satu makna mengapa  para Rasul Allah   -- khususnya Nabi Besar Muhammad saw. --  disebut “bayyinah” (bukti yang nyata), sebab walau pun benar seluruh tatanan alam semesta penuh dengan Tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan sempurna Allah Swt., yang melaluinya orang-orang yang berakal (ulil albāb) meyakini keberadaan Allah Swt. (QS.3:191-192), tetapi Tanda-tanda Allah yang paling nyata adalah dalam bentuk pengutusan Rasul Allah (QS.7:35-37), terutama Nabi Besar Muhammad saw. yaitu "bayyinah" hakiki.
Yakni setelah “orang-orang yang mempergunakan akal” tersebut melihat Tanda-tanda alam dan Tanda-tanda zaman,   mereka mampu mengenali  kebenaran pendakwaan seorang Rasul Allah sebagai “penyeru dari Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt.,  sebagai bukti eksistensi (keberadaan) Allah Swt. secara nyata lalu mereka  pun beriman kepadanya  sekali pun harus menanggung  resiko  mengalami kezaliman dari para penentang Rasul Allah (QS.3:193-194).
  Dalam ayat selanjutnya (QS.3:195-196) Allah Swt. mengabulkan doa-doa yang mereka panjatkan sebagai ganjaran atas keteguhan keimanan mereka kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.41:31-33), setelah mereka mengalami berbagai macam kezaliman di  jalan Allah dari para penentang mereka,  sebagaimana  yang dijanjikan (diancamkan) Iblis  kepada Adam (Khalifah Allah) dan para pengikutnya yang hakiki (QS.7:12-19; QS.17:62-66).
 Makna ayat Surah Al-Bayyinah  selanjutnya ۙ  فِیۡہَا کُتُبٌ قَیِّمَۃٌ   -- “yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi” (QS.98:4),  yaitu bahwa Al-Quran berisikan secara ikhtisar segala sesuatu yang baik, kekal, dan tidak termusnahkan, yang terkandung di dalam ajaran-ajaran Kitab-kitab Suci terdahulu, dengan imbuhan banyak ajaran yang tidak terdapat pada Kitab-kitab itu tetapi sangat diperlukan manusia guna perkembangan akhlak dan ruhaninya (QS.2:107) sehingga Al-Quran menjadi Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4), firman-Nya:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ  اَوۡ مِثۡلِہَا ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ لَہٗ  مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ مَا لَکُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ مِنۡ وَّلِیٍّ وَّ لَا نَصِیۡرٍ﴿﴾
Ayat  mana pun yang Kami mansukhkan. yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Apakah kamu tidak  mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?   Tidak  tahukah kamu bahwa sesungguhnya Allah milik-Nya-lah Kerajaan seluruh langit dan bumi, dan tidak ada  bagi kamu pelindung dan penolong   selain Allah.   (Al-Baqarah [2]:107-108).

Al-Quran Mendapat Jaminan Pemeliharaan Allah Swt.  

   Makna ayat dalam kalimat  مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ  اَوۡ مِثۡلِہَا  --  “Ayat mana pun yang Kami mansukhkan yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya”  sama sekali tidak mengisyaratkan kepada pembatalan  ayat-ayat Al-Quransebagaimana telah disalah-tafsirkan, melainkan kepada  wahyu-wahyu syariat  atau Kitab-kitab suci  sebelum Al-Quran.      
 Jadi, kembali kepada makna ayat   فِیۡہَا کُتُبٌ قَیِّمَۃٌ   -- “yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi” (QS.98:4), bahwa semua cita-cita, asas-asas luhur, peraturan-peraturan, dan perintah-perintah yang mengandung kemanfaatan abadi bagi manusia telah dimasukkan ke dalam Al-Quran, seolah-olah Al-Quran berperan sebagai penjaga atas kitab-kitab lama dan bebas dari semua cacat dan noda yang terdapat pada kitab-kitab itu. Itulah sebabnya Allah Swt. telah memberikan jaminan pemeliharaan-Nya terhadap Al-Quran, firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.  (Al-Hijr [15]:10).
      Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan Allah Swt. dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan  bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt..
     Surah Al-Hijr  diturunkan di Mekkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.   beserta para pengikut beliau saw. sangat morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru itu.
      Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya mereka sebab Dia sendirilah Penjaganya. Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan   -- seperti yang terjadi dalam Kitab-kitab suci sebelumnya --  serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan Allah Swt. yang sempurna.
       Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan sebelumnya, karena memang missi  KItab-kitab suci yang diwahyukan sebelum Al-Quran  bukan saja bersikap kaumi (hanya untuk kaum tertentu) tetapi juga waktu  berlakunya  terbatas.
      Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ...................... Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan ...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
      Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britannica). Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya Al-Quranlah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.  

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   27 Desember    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar