Sabtu, 25 Januari 2014

Persamaan Umat Islam dengan Golongan Ahlikitab Mengena iSoal "Ruh" & Makna Lain "Pencabutan Ruh"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  134

    Persamaan Umat Islam  dengan Golongan  Ahlikitab    Mengenai Soal “Ruh”  & Makna Lain "Pencabutan Ruh"

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai makna dīn dalam ayat    وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ  -- “dan itulah agama yang lurus”,    berarti: ketaatan; penguasaan; perintah; rencana; ketakwaan; kebiasaan atau adat; perilaku atau tindak-tanduk (Lexicon Lane), firman-Nya:
وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ  اِلَّا مِنۡۢ  بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Dan  orang-orang yang diberi Kitab  tidak berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata.  Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan  kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah [98]:5-6).

Dua Kali Pengutusan  Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebagai “Bayyinah” (Bukti yang Nyata)

   Tugas suci yang sangat  berat  tersebut hanya mungkin dilaksanakan oleh Bayyinah (Rasul Allah)   yaitu  Nabi Besar Muhammad saw. -- termasuk di Akhir Zaman ini  --  melalui pengutusan beliau saw. yang kedua kali (QS.62:3-5)  di kalangan    ākharīna minhum   (kaum lain di antara mereka) yaitu dalam wujud Rasul Akhir Zaman,    guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10), setelah umat Islam   mengalami masa kemunduran dan keterpecah-belahan selama 1000 tahun -- sejak  mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad -- firman-Nya:  
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.  (As-Sajdah [32]:6). 
     Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam   -- tepatnya menimpa umat Islam -- dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.  Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
       Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah , telah diisyaratkan dengan kata-kata:   ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ    -- “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
    Mengenai  kejayaan umat Islam yang pertama selama 3 abad tersebut,    Allah Swt.  berfirman  sehubungan dengan pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yang pertama di kalangan bangsa Arab jahiliyah:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾    
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata   (Al-Jumu’ah [62]:3).
        Dalam  ayat  selanjutnya  yang diawali dengan wau athaf  yang mengisyaratkan pengulangan --   وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ  --    Allah Swt. mengisyaratkan mengenai  kejayaan Islam yang kedua kali melalui pengutusan kedua kali “Bayyinnah” (bukti yang nyata) yakni Nabi Besar Muhammad saw.  secara ruhani melalui Rasul Akhir Zaman, setelah umat Islam mengalami masa kemunduran selama  1000 tahun (QS.32:6), firman-Nya:
وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan juga Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.(Al-Jumu’ah [62]:4).

Merupakan Karunia Allah Swt. kepada Umat Islam  &
Pertanyaan Masalah “Ruh”

      Menurut Allah Swt. pengutusan Rasul Akhir Zaman ­­ -- yang pada hakikatnya  merupakan pengutusan kedua kali  secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. ­­--  semata-mata merupakan karunia besar   Allah Swt. kepada umat Islam, firman-Nya:
ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:5).
       Mengisyaratkan kepada karunia besar Allah Swt. kepada umat Islam – berupa pengutusan Rasul Akhir Zaman -- itu pulalah Allah Swt. dalam ayat QS.17:88 telah menyebutnya sebagai    rahmat  dari-Nya:   اِلَّا رَحۡمَۃً  مِّنۡ رَّبِّکَ --  “kecuali rahmat dari Rabb (Tuhan) engkau”  sehubungan dengan pertanyaan kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai masalah ruh,  firman-Nya:  
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Rabb-ku (Tuhan-ku), dan kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.” (Bani Israil [17]:86).
      Dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik (occult),   seperti halnya banyak ahli kebatinan modern, para pengikut gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu   di masa ini  -- termasuk juga di kalangan umumnya  umat Islam  di Akhir Zaman ini, yang menganut thariqah-thariqah para sufi tertentu.
       Di masa Nabi Besar Muhammad saw. pun  beberapa orang Yahudi di Medinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Mekkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam Nabi Besar Muhammad saw.,   mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Mekkah itu menanyakan kepada  beliau saw.   hakikat ruh manusia.
      Dalam ayat yang sedang dibahas ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka melalui Nabi Besar Muhammad saw. dengan mengatakan  قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ    -- “katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Rabb-ku (Tuhan-ku)”, yaitu  bahwa ruh memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipuan dan omong-kosong belaka, itulah makna ayat selanjutnya وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا   -- “dan kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.
      Menurut riwayat lain, pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  di kota Mekkah oleh orang-orang Quraisy dan kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. ditanyakan  juga  oleh orang-orang Yahudi di Medinah, tetapi “pertanyaan” mereka itu bukan dalam rangka mencari ilmu pengetahuan yang hakiki tentang masalah ruh manusia melainkan  untuk  membungkam  dakwah Tauhid Ilahi Nabi Besar Muhammad saw..

Dua Macam Cara Allah Swt. Menciptakan

      Dalam ayat tersebut  ruh disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari  Allah Swt.:   قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ    --  “katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Rabb-ku (Tuhan-ku).   Menurut Al-Quran, semua penciptaan terdiri dari dua jenis:  
      (1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya. 
      (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
Kejadian (penciptaan) macam pertama termasuk jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah)    -- “kun fayakun”   (Jadilah, maka terjadilah -  QS.2:118), dan yang kedu disebut khalq (arti harfiahnya ialah menciptakan). Ruh manusia termasuk jenis penciptaan pertama  yaitu amr (perintah).  
      Kata ruh itu pun berarti wahyu Ilahi (Lexicon Lane). Letaknya kata ini dalam ayat  قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ    --  “katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Rabb-ku (Tuhan-ku)   mendukung arti demikian. Sehubungan dengan  arti lain ruh tersebut,  Allah Swt. mengemukakan 3   cara Dia  berkomunikasi dengan manusia, firman-Nya:

وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguh-nya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana.  (Asy-Syurā [42]:52).
  Ayat ini menyebut tiga cara Allah Swt.   berbicara kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka:
(a) Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara dengan perantaraan            وَحۡیًا                   (wahyu).   
(b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud   yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata  مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ  -- "dari belakang tabir,"
 (c) Allah menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi  یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ  --  mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki.

Wahyu Al-Quran Disebut  Ruh

   Selanjutnya Allah Swt. berfirman tentang pewahyuan Al-Quran yang diwahyukan secara bertahap dalam jangka waktu 23 tahun kepada Nabi Besar Muhammad saw.: 
وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ﴿ۙ﴾
Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini  dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus,  (Asy-Syurā [42]:53).
      Dalam ayat tersebut Allah Swt. menyebut firman-Nya atau wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw.  رُوۡحًا   (ruh), dengan demikian jelaslah bahwa kata ruh tidak hanya berarti ruh manusia saja   tetapi wahyu Ilahi pun disebut pula ruh (رُوۡحًا), sebab  sebagaimana halnya  dari segi jasmani  dengan keberadaan ruh   itulah maka manusia secara jasmani dapat hidup, demikian pula dari  segi ruhani pun manusia akan dapat hidup hanya melalui   wahyu Ilahi,  bukan dengan cara menempuh olah bathin hasil usaha dan rekayasa manusia melalui  latihan-latihan kebatinan tertentu atau  melalui ilmu sihir atau ilmu klenik (occultisme).
       Dalam ayat itu selanjutnya  Allah Swt. menjelaskan   bahwa sebelum Nabi Besar Muhammad saw. menerima wahyu Ilahi beliau saw. sama sekali  tidak mengetahui  mengenai Kitab (Kitab suci) mau pun iman karena beliau saw. adalah seorang ummiy (butahuruf):  مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ  --   “Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu.”
    Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai manfaat besar keberadaan dan langsungan  wahyu Ilahi  sebagai “ruh  yang menghidupkan ruhani manusia  وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا  -- “akan tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami.

Nabi Besar Muhammad Saw.  Pemberi  Petunjuk yang Paling Sempurna

       Akibat dari menerima wahyu Ilahi berupa wahyu-wahyu Al-Quran tersebut,   Nabi Besar Muhammad saw. yang sebelumnya adalah seorang ummiy (butahurif) kemudian menjadi seorang “pemberi petunjuk terbesar dan tersempurna  bagi umat manusia, firman-Nya:    وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ     -- “Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus.” Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Jalan  Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.  (Asy-Syurā [42]:54).
   Menurut Allah Swt. bahwa Islam atau Al-Quran adalah kehidupan, nur, dan jalan lurus yang membawa manusia yang menempuhnya kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya, yakni untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman    ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ  - “kepada Allah segala perkara kembali”, yakni  permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di tangan Allah Swt., termasuk cara menghidupkan akhlak dan ruhani umat manusia atau umat beragama jika secara ruhani telah mengalami kematian pun sepenuhnya  merupakan wewenang Allah Swt.,   firman-Nya:  
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?   Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).  
     Pendek kata, melalui diwahyukan-Nya Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. maka bangsa Arab jahiliyah  -- yang sejak dari zaman Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. tidak pernah menerima siraman hujan ruhani dari langit berupa wahyu Ilahi, sehingga mereka disebut berada dalam “kesesatan yang nyata” –  hanya dalam waktu 23 tahun saja  berubah menjadi “manusia-manusia malaikat” dan menjadi “guru-guru dunia” dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan ruhani dan duniawi, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan juga Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar.    (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
    
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   30 Desember    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar