بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
143
Makna Kedatangan
“Nabi-nabi” dan “Saksi-saksi” (Syuhada)
& Kewajiban Umat Islam Sebagai “Umat yang Terbaik”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai kewajiban manusia yang kedua dan yang paling penting
-- sesudah kewajibannya terhadap Allah Swt.
atau haququllāh (hak-hak Allah) dalam Surah Luqman ayat 13-15 -- yaitu kewajiban-kewajiban terhadap sesama manusia berupa memenuhi haququl- ‘ibād (hak-hak sesama hamba), yang
dimulai dengan kewajiban-kewajibannya
kepada orangtua, firman-Nya:
وَ وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ
ۚ حَمَلَتۡہُ اُمُّہٗ وَہۡنًا عَلٰی وَہۡنٍ وَّ فِصٰلُہٗ فِیۡ عَامَیۡنِ اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ ؕ
اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan Kami telah mewasiatkan kepada manusia supaya
berbuat baik terhadap kedua orang
tuanya (ibu-bapaknya), ibunya
telah mengandungnya dalam kelemahan di atas kelemahan, dan penyapihan susunya dalam dua tahun, supaya bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orangtua
engkau, kepada Aku-lah tempat
kembali. (Luqmān [31]:15).
Selanjutnya Allah Swt. memberi petunjuk, bagaimana jika
kecintaan manusia kepada kedua
orang tua bertentangan dengan kecintaan kepada Allah Swt. berkenaan dengan Tauhid
Ilahi, firman-Nya:
وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ۙ
فَلَا تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا ۫ وَّ اتَّبِعۡ
سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ
اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila keduanya memaksa engkau supaya engkau mempersekutukan dengan Aku, yang mengenai itu engkau tidak memiliki pengetahuan, maka janganlah engkau menaati keduanya, tetapi bergaullah dengan keduanya secara layak dalam urusan dunia, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembali kamu, maka Aku akan memberitahukan kepada kamu mengenai apa yang senan-tiasa kamu kerjakan. (Luqmān [31]:16).
Pemahaman Jihad Penganut “Garis
Keras” yang Keliru
Jika kewajiban manusia terhadap orangtua nampaknya berlanggaran dan bertentangan
dengan kewajiban terhadap Tuhan (Allah Swt.) , maka kesetiaannya yang pertama harus
ditujukan kepada Khāliq-nya. Akan
tetapi, dalam mengabaikan salah satu
dari keinginan-keinginan atau perintah-perintah orangtuanya yang bertentangan dengan kesetiaannya terhadap Tuhan (Allah Swt.) tersebut hendaknya ia jangan memperlihatkan sikap sombong atau lancang terhadap mereka; melainkan harus terus memperlihatkan
kesantunan, kecintaan, dan kasih sayang yang tetap kepada mereka.
Jadi, betapa jahilnya pemikiran sekelompok orang-orang
yang menganut faham garis keras di kalangan umat
Islam di Akhir Zaman ini, bahwa siapa pun – termasuk kedua orang tua -- jika
bertentangan dengan faham “jihad”
yang mereka lakukan maka hukumnya
adalah wajib dibunuh -- Na’ūdzubillāh min
dzālik -- serta menganggap semua orang yang tidak
sefaham dengan keyakinan mereka
mengenai agama Islam sebagai orang-orang
kafir yang juga wajib diperangi
atau dibunuh dan halal hukumnya merampas harta
kekayaan mereka karena merupakan “ghanimah”
(harta rampasan perang).
Ajaran Islam (Al-Quran) yang benar sebagaimana
yang disunnahkan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. -- dan juga diamalkan
oleh para Khulafa-ur Rasyidin -- bahwa apabila kecintaan kepada kedua
orangtua bertentangan dengan kecintaan
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya maka harus mendahulukan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya¸ tetapi tetap menghormati
kedua orangtuanya yang merupakan kewajiban
anak kepada kedua orangtuanya.
Makna Rahmat Bagi Seluruh Alam & Rasul Allah adalah “Nafiri” Tauhid Ilahi
Pendek kata, itulah ajaran Islam (Al-Quran) sejati yang difahami serta diamalkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. serta para Sahabah
beliau saw. di masa awal Islam, (QS.62:3), sehingga umat
Islam di zaman awal tersebut
benar-benar sangat tepat disebut sebagai “umat terbaik” yang dibangkitkan untuk “manfaat” seluruh umat manusia
(QS.2:144; QS.3:111), seperti halnya
Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rahmat
bagi seluruh alam”, firman-Nya:
وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiya [21]:108). Lihat pula QS.34:29.
Nabi Besar Muhammad saw. adalah Rasul Allah pembawa rahmat untuk seluruh umat
manusia, sebab amanat beliau saw.
– yakni agama Islam (Al-Quran) -- tidak terbatas kepada suatu negeri atau kaum tertentu. Dengan
perantaraan beliau saw. bangsa-bangsa dunia telah diberkati, seperti belum pernah mereka diberkati sebelum itu, firman-Nya:
وَ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ فَصَعِقَ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَنۡ فِی
الۡاَرۡضِ اِلَّا مَنۡ شَآءَ اللّٰہُ ؕ ثُمَّ
نُفِخَ فِیۡہِ اُخۡرٰی فَاِذَا ہُمۡ قِیَامٌ
یَّنۡظُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَشۡرَقَتِ
الۡاَرۡضُ بِنُوۡرِ رَبِّہَا وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ وَ جِایۡٓءَ
بِالنَّبِیّٖنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ وَ ہُمۡ لَا
یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ
نَفۡسٍ مَّا عَمِلَتۡ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ
بِمَا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan nafiri (terompet) akan ditiup, lalu akan pingsan siapa pun yang ada di seluruh langit dan semua yang ada di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian
nafiri itu akan ditiup kedua
kalinya maka tiba-tiba mereka
berdiri menantikan keputusan. Dan bumi akan bersinar dengan nur Rabb-nya (Tuhan-nya),
dan Kitab itu akan diletakkan terbuka di
hadapan mereka, dan akan didatangkan
nabi-nabi serta saksi-saksi,
dan diberikan keputusan di antara mereka dengan adil dan mereka tidak akan dizalimi. Dan setiap jiwa akan diberikan sepenuhnya apa yang ia kerjakan, dan Dia
mengetahui mengenai apa yang mereka
kerjakan. (Az-Zumār [39]:69-71).
Kebangkitan
Ruhani di Dunia & Hari Kebangkitan di Akhirat
Ayat 69
menggambarkan peristiwa kebangkitan
kembali di alam ukhrawi.
Tetapi ayat ini dapat juga diterapkan
kepada keadaan ruhani orang-orang
sebelum kedatangan seorang Guru Suci -- yakni Rasul
Allah -- ke dunia yang kedatangannya di sini diumpamakan sebagai tiupan nafiri (terompet),
yakni seruan kepada Tauhid Ilahi (QS.16:37) atau seruan kepada keimanan
yang hakiki (QS.3:191-195; QS.98:1-6).
Mengingat akan perumpamaan ini, maka makna “pingsan”
dalam ayat فَصَعِقَ مَنۡ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَنۡ فِی الۡاَرۡضِ -- “maka akan pingsan siapa pun yang ada di seluruh
langit dan semua yang ada di bumi”,
dapat berarti kemalasan atau kebekuan orang-orang pada saat sebelum
seorang Pembaharu Suci (Rasul Allah),
datang ke dunia.
Sedangkan kata-kata "tiba-tiba mereka
berdiri menantikan” dalam ayat ثُمَّ
نُفِخَ فِیۡہِ اُخۡرٰی فَاِذَا ہُمۡ قِیَامٌ
یَّنۡظُرُوۡنَ -- “Kemudian nafiri itu akan ditiup kedua kalinya maka tiba-tiba
mereka berdiri menantikan keputusan”, dapat mengisyaratkan
kepada kebangkitan ruhani orang-orang yang beriman kepada Sang
Pembaharu atau Penyeru kepada Tauhid Ilahi tersebut
(QS.3:191-195).
Bila
dikenakan kepada kehidupan ukhrawi,
kata-kata وَ اَشۡرَقَتِ الۡاَرۡضُ بِنُوۡرِ رَبِّہَا -- “Dan
bumi akan bersinar dengan nur Tuhan-Nya,” akan berarti bahwa tirai
yang menyelubungi rahasia-rahasia
kehidupan ini akan diangkat; dan akibat-akibat perbuatan baik maupun buruk
yang telah dilakukan dalam kehidupan ini dan yang tetap tersembunyi di sini akan menjadi nampak dengan nyata.
Tetapi dengan mengisyaratkan
kepada kedatangan seorang Guru Suci (Rasul
Allah) ke dunia -- khususnya kepada
kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.
-- kata-kata وَ اَشۡرَقَتِ الۡاَرۡضُ بِنُوۡرِ رَبِّہَا -- “Dan
bumi akan bersinar dengan nur Tuhan-Nya,” dapat berarti, bahwa dengan kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. seluruh
dunia akan bersinar dengan nur Ilahi, dan kegelapan ruhani akan lenyap sirna.
Makna Kitab & Didatangkan Nabi-nabi
dan Saksi-saksi
Ada pun yang dimaksud dengan “Kitab itu akan diletakkan” dan kata-kata
“akan
didatangkan nabi-nabi dan saksi-saksi” dalam ayat وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ وَ جِایۡٓءَ
بِالنَّبِیّٖنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ وَ ہُمۡ لَا
یُظۡلَمُوۡنَ kata “Kitab” dapat mengisyaratkan kepada Kitab
catatan amal manusia, atau kepada Kitab
suci Al-Quran yang di dalamnya mengandung seluruh kebenaran (QS.6:39; QS.10:38; QS.12:112; QS.16:90), firman-Nya:
وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ فَتَرَی
الۡمُجۡرِمِیۡنَ
مُشۡفِقِیۡنَ مِمَّا فِیۡہِ وَ یَقُوۡلُوۡنَ یٰوَیۡلَتَنَا
مَالِ ہٰذَا الۡکِتٰبِ لَا یُغَادِرُ
صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً اِلَّاۤ اَحۡصٰہَا ۚ وَ وَجَدُوۡا مَا عَمِلُوۡا حَاضِرًا ؕ وَ لَا یَظۡلِمُ رَبُّکَ
اَحَدًا ﴿٪﴾
Dan kitab amalannya akan
diletakkan di hadapan mereka, maka engkau akan melihat orang-orang yang
berdosa itu ketakutan dari apa yang ada di dalamnya itu, dan mereka akan
berkata: "Aduhai celakalah kami!
Kitab apakah ini? Ia tidak me-ninggalkan sesuatu, baik yang kecil maupun yang
besar melainkan telah mencatatnya."
Dan mereka menjumpai
apa yang telah mereka kerjakan itu berada di hadapan mereka, dan Tuhan engkau
tidak menzalimi seorang pun. (Al-Kahf [18]:50).
Pada hakikatnya makna “nabi-nabi” dalam ayat وَ جِایۡٓءَ
بِالنَّبِیّٖنَ وَ الشُّہَدَآءِ --
“dan akan didatangkan nabi-nabi
dan saksi-saksi”, mengisyaratkan kepada
Nabi Besar Muhammad saw., yang
dalam wujud beliau saw. terhimpun
pribadi
semua nabi Allah dan guru-guru suci (QS.77:12), dan hal tersebut akan terulang lagi di Akhir Zaman (QS.62:3-4).
Makna Syuhada (Saksi-saksi)
Sedangkan yang dimaksud
“saksi-saksi” menunjuk kepada para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw. atau para Sahabah r.a. yang menikmati hak istimewa yang dibanggakan,
karena mereka oleh Allah Swt. telah ditunjuk sebagai saksi-saksi atau penjaga atas semua orang, dalam kapasitas
mereka sebagai “umat yang terbaik” (QS.3:111), firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی
النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا
الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ
اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی
عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً
اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ
ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan
demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia
supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) atas manusia
dan supaya Rasul itu senantiasa
menjadi saksi (penjaga) atas kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau
berkiblat melainkan supaya Kami
mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang ber-paling di atas kedua tumitnya. Dan
sesungguhnya hal perpindahan
kiblat ini benar-benar sangat berat,
kecuali bagi orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah. Dan Allah
sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesung-guhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah
[2]:144).
Kata al-wasath
dalam ayat اُمَّۃً وَّسَطًا berarti:
menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab-al-Mawarid). Kata itu
dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin
disebut khayra ummah (kaum yang terbaik)
Makna
ayat لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ -- “supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) atas manusia”, dalam ayat ini kaum Muslimin
diperingatkan bahwa tiap-tiap keturunan (generasi) mereka harus menjaga dan mengawasi
keturunan (generasi) berikutnya.
Karena umat Islam di zaman awal adalah اُمَّۃً وَّسَطًا (kaum terbaik) maka mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang
diharapkan dari mereka, dan berusaha
agar setiap keturunan (generasi) berikutnya
pun mengikuti jalan yang ditempuh
oleh mereka (para Sahabah) yang telah menikmati pergaulan suci dengan Nabi
Besar Muhammad saw.. Jadi Nabi Besar Muhammad
saw. itu harus menjadi saksi
(penjaga) para pengikut beliau saw. yang
terdekat, yakni para Sahabah
r.a., dan para Sahabah r.a. pada gilirannya harus menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga)
generasi-generasi penerus mereka, demikian seterusnya.
Ayat وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ
یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا --
“dan demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) atas manusia
dan supaya Rasul itu senantiasa
menjadi saksi (penjaga) atas kamu” dapat pula berarti,
bahwa seperti telah ditakdirkan,
kaum Muslimin akan menjadi pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah
Swt..
Dengan
demikian kaum-kaum lain akan terpaksa
mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian
kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang
lain, seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menjadi saksi atas kebenaran Islam
bagi mereka.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8
Januari 2014