Minggu, 01 Desember 2013

"Bidadari-bidadari Surgawi" adalah "Wanita-wanita Bertakwa"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  89

 “Bidadari-bidadari Surgawi” adalah “Wanita-wanita Bertakwa”

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  riwayat kontroversial masalah “minuman madu” yang umumnya dipercayai sebagai penyebab Nabi Besar Muhammad saw. melakukan tindakan “pisah sementara” dengan semua istri mulia beliau saw..
      Namun berdasarkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas r.a.,   bahwa menurut beliau dan  ’Umar bin Khaththab r.a.  Surah  At-Tahrīm  ayat 2 menyebutkan perceraian sementara   Nabi Besar Muhammad saw.  dari istri-istri beliau saw., dan peristiwa tersebut  tidak ada kaitannya dengan  masalah minuman yang dicampur madu  tersebut.
  Adanya Surah sebelumnya (Surah Ath-Thalaq) menyebut masalah talak, yang berarti perceraian untuk selama-lamanya, telah menguatkan kesimpulan bahwa ayat-ayat  Surah At Tahrīm tu, bertalian dengan perceraian Nabi Besar Muhammad saw.     dari istri-istri beliau saw. meskipun sifatnya hanya untuk sementara dengan alasan (latar belakang) yang  jauh lebih terhormat dan jauh jangkauan pengaruhnya  sehubungan dengan upaya Nabi Besar Muhammad saw. menciptakan  tatanan “bumi baru dan langit baru” yang didasari   upaya pembangunan “bumi baru dan langit baru” di lingkungan keluarga (rumahtangga). 

Memilih Tetap Hidup Sederhana Bersama Nabi Besar Muhammad Saw.

 Tambahan pula, seperti diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a.  dalam riwayat tersebut di atas, segera sesudah masa perceraian sementara itu berakhir, lalu ayat QS.33:29 diwahyukan dan istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.   disilahkan memilih antara hidup dalam kemiskinan dan kefakiran bersama Nabi Besar Muhammad saw.  di satu pihak, atau memilih  berpisah (bercerai) dari beliau saw. dengan kehidupan serba senang dan memuaskan serta segala macam karunia duniawi di pihak lain, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.  Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
       Pilihan itu ditawarkan kepada semua istri Nabi Besar Muhammad saw. dan ayat yang sedang dibahas menyebut semua istri beliau, seperti juga ayat ke-4. Hal itu menunjukkan bahwa peristiwa yang disinggung dalam ayat-ayat ini meliputi semua istri beliau, yang di antaranya dua orang memegang peran utama, yaitu Siti ‘Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq r.a. dan Siti Hafshah r.a. binti ‘Umar bin Khaththab r.a.
 Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, ada tercatat di dalam riwayat bahwa  peristiwa itu terjadi ketika istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.  yang dipimpin oleh Siti ‘Aisyah r.a.  dan Siti Hafshah r.a.  memohon kepada beliau saw. – yang karena keadaan keuangan kaum Muslimin telah kian membaik – supaya mereka pun seperti perempuan-perempuan Muslim lainnya, diizinkan menikmati kehidupan duniawi dan kehidupan yang menyenangkan (Fatah al-Qadir).
Jadi, kembali kepada firman-Nya sebelum ini mengenai  tindakan “pisah sementara” yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. terhadap semua istri mulia beliau saw.:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  لِمَ  تُحَرِّمُ مَاۤ  اَحَلَّ اللّٰہُ  لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Hai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?  Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (At-Tahrīm [66]:1-2). 
Nampaknya kata-kata  تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ  -- “karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?”  berarti  kurang lebih sebagai berikut:
 “Karena engkau senantiasa ingin menyenangkan hati istri-istri engkau dan mengabulkan kehendak mereka, hingga mereka telah menjadi lancang oleh sikap kasih-sayang engkau itu, dan mereka melupakan kedudukan engkau yang tinggi lagi luhur sebagai seorang Nabi Allah besar serta mengadakan tuntutan berlebih-lebihan kepada engkau.”

Pentingnya Memelihara “Amanat Rahasia Suami

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “amanat rahasia” yang dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad  saw. kepada  seorang istri beliau saw.:
قَدۡ  فَرَضَ اللّٰہُ  لَکُمۡ تَحِلَّۃَ  اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ  مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾  وَ اِذۡ  اَسَرَّ النَّبِیُّ  اِلٰی  بَعۡضِ  اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ  اللّٰہُ عَلَیۡہِ  عَرَّفَ بَعۡضَہٗ  وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ  قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا ؕ قَالَ  نَبَّاَنِیَ الۡعَلِیۡمُ الۡخَبِیۡرُ  
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri dari sumpah-sumpah kamu, dan Allah adalah Pelindung kamu, dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Dan ketika Nabi menceritakan  secara rahasia kepada salah seorang istri-istrinya, lalu  tatkala istrinya itu memberitahukannya kepada istri yang lain dan Allah menzahirkan hal itu  kepadanya, dia, Rasulullah,  memberitahukan sebagian darinya kepada istrinya itu dan menyembunyikan sebagiannya. Maka tatkala  dia memberitahukan hal itu kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan  kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata: “ Tuhan Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Tahu segala kabar telah memberitahukannya kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:3-4).
   Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  sangat bersedih hati oleh permintaan akan kesenangan hidup duniawi, dan untuk memperlihatkan ketidaksenangan yang sangat beliau saw.  bersumpah akan memisahkan diri dari mereka selama satu bulan.
  Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata karena telah bersumpah tidak menggunakannya. Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw. hanya diminta supaya menebus sumpah beliau saw. yang terlanggar itu.
Walau pun  yang bersumpah dalam peristiwa “pisah sementara” tersebut adalah Nabi Besar Muhammad saw. tetapi dalam  bunyi kalimatnya adalah قَدۡ  فَرَضَ اللّٰہُ  لَکُمۡ تَحِلَّۃَ  اَیۡمَانِکُمۡ   --  “Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri dari sumpah-sumpah kamu”, dengan demikian perintah terhadap Nabi Besar Muhammad saw. tersebut berlaku juga untuk umumnya orang-orang beriman.
  Sukar untuk mengatakan kepada peristiwa apa ayat ini sebenarnya  mengisya-ratkan. Isyarat yang agaknya didukung oleh konteksnya mungkinkah peristiwa yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a.   sendiri, yaitu ketika ayat QS.33:29 diwahyukan, memberikan  pilihan kepada istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.  --  yaitu apakah tetap  hidup bersama beliau  saw. ataukah memilih  berpisah dari beliau  saw. --  sebagai jawaban atas tuntutan mereka sendiri akan kehidupan yang senang dan serba mudah. Dan jawaban  Nabi Besar Muhammad saw.  atas tuntutan para istri beliau saw.  mula-mula membicarakan hal itu kepada Siti ‘Aisyah r.a.    (Bukhari, Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb).
Nabi Besar Muhammad saw. nampaknya memang telah menempuh jalan itu karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah  yang memelopori tuntutan itu bersama Siti Hafshah r.a., karena itu  tidak mustahil  kalau Siti ‘Aisyah r.a.  telah menceriterakan pembicaraan rahasia  Nabi Besar Muhammad saw.   itu kepada Siti Hafshah r.a..
  Apa pun yang sebenarnya telah terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban seseorang yang dipercayai memegang suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu (QS.4:35); istimewa pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri, dan rahasia itu bertalian dengan urusan rumah tangga pribadi, lebih-lebih lagi bila pihak-pihak bersangkutan itu seorang rasul Allah dan salah seorang dari para pengikutnya.

Peran-serta Allah Swt. dalam Rumahtangga (Keluarga)  Nabi Besar Muhammad Saw. & Pentingnya Menyelamatkan Diri dan Keluarga dari Api Neraka.

      Selanjutnya Allah  Swt. berfirman mengenai peran-serta-Nya dalam membantu (mendukung) Nabi Besar Muhammad saw.:
  اِنۡ تَتُوۡبَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ  تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ مَوۡلٰىہُ  وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  بَعۡدَ  ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾ عَسٰی رَبُّہٗۤ  اِنۡ  طَلَّقَکُنَّ  اَنۡ  یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا  خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ  مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ  اَبۡکَارًا ﴿﴾
Jika kamu berdua  bertaubat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya, tetapi jika kamu berdua saling mendukung terhadapnya maka sesungguhnya Allah adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril, orang-orang  beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat-malaikat  adalah pendukungnya.   Boleh jadi Rabb-nya (Tuhan-nya)  jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya istri-istri  yang lebih baik daripada kamu, yang berserah  diri,  yang beriman, yang bertaubat,  yang  beribadah, yang berpua-sa,  yang janda  dan yang perawan.” (At-Tahrīm [66]:5-6).
   Kata-kata “kamu berdua“  nampaknya mengisyaratkan kepada Siti ’Aisyah r.a.  dan Siti Hafshah r.a., yang telah memelopori tuntutan akan kesenangan duniawi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  lainnya pun telah ikut serta dalam tuntutan itu, meskipun peran utama dipegang oleh kedua perempuan itu oleh karena mungkin mereka itu masing-masing putri Abu Bakar Shiddiq r.a.  dan ‘Umar bin Khaththab r.a.,  dua tokoh paling terhormat di antara para sahabat  Nabi Besar Muhammad saw..  
  Susunan ayat itu menunjukkan bahwa perkara (peristiwa) yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya sangat penting, sedang riwayat dusta mengenai “minuman madu” dari rumah salah seorang istri Nabi Besar Muhammad saw., jelas tidak  begitu penting artinya daripada hal yang telah menjuruskan kepada perceraian sementara beliau saw.  dengan dan semua istri beliau saw. selama kira-kira sebulan.
 Demikian juga  tidak adanya  teguran terhadap istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw. tersimpul dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril dan orang-orang saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
   Mengenai pentingnya peran keluarga (rumahtangga) dalam upaya membangun suatu tatanan masyarakat yang lebih luas lagi berupa  suatu negara  yang “baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafūrun  -- “negeri yang indah dan Rabb (Tuhan) Yang Maha Pengampun  (QS.34:16)  --  selanjutnya Allah Swt. menasihati seluruh kepala keluarga  orang-orang beriman:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا قُوۡۤا  اَنۡفُسَکُمۡ  وَ اَہۡلِیۡکُمۡ  نَارًا وَّ قُوۡدُہَا  النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ  عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ  غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ مَاۤ  اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا  یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾  
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari  Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa pun yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa pun yang diperintahkan.   Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan  mengemukakan dalih, sesungguhnya kamu dibalas menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrīm [66]:7-8).

Hakikat “Jodoh-jodoh yang Suci” di Surga

       Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda “Baitiy jannatiy  -- rumahku adalah surgaku”,   itulah ungkapan yang sering kita dengar, yang menggambarkan keinginan setiap insan akan kebaikan dan kebahagiaan dalam kehidupan anggota keluarganya. Karena cinta kepada istri dan anak-anak merupakan fitrah yang Allah Swt. tetapkan pada jiwa setiap manusia. Allah Ta’ala berfirman:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi   manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).  (Āli ‘Imrān [3]:15).
       Namun bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan anak ini sekaligus juga merupakan ujian (fitnah) yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan. Allah Swt. mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
   یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا  لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ  وَ  اِنۡ  تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا  فَاِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri kamu dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh bagi kamu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (At Taghābun [64]: 15).
      Dalam ayat selanjutnya kata  azwājikum (istri-istri kamu) digantikan dengan kata amwālukum (harta-harta kamu), hal ini sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa sebaik-baik  harta bagi suami adalah istri yang shaleh, sabda beliau saw. tersebut sesuai dengan lanjutnya Surah Ali ‘Imran sebelumnya, firman-Nya:
   قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ  بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu  yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya,   jodoh-jodoh yang suci dan  keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.  (Āli ‘Imrān [3]:15).
       Pada hakikatnya yang yang dimaksud dengan kalimat  وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ -- “jodoh-jodoh yang suci” adalah istri-istri para suami yang ahli surga itu sendiri   --  karena  mereka termasuk golongan  ‘ibādurrahmān (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah – QS.25:64-77) -- yang ketika di dunia mereka senantiasa  mendoakan istri-istri mereka dan anak keturunan mereka agar menjadi penyejuk mata bagi mereka  di dunia mau pun di akhirat, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”   (Al-Furqān [25]:75).

“Bidadari-bidadari Surgawi” adalah “Wanita-wanita Bertakwa”

      Oleh karena itu para suami yang   menginginkan bidadari-bidadari surgawi di akhirat tetapi mereka  menyia-nyiakan istri-istri mereka sendiri di dunia,  dipastikan mereka  itu tidak akan memperoleh bidadari-bidadari surgawi   tersebut,  karena pada hakikatnya mereka itu adalah istri-itri mereka sendiri yang juga berdoa seperti itu bagi suami-suami mereka dan anak-keturunan mereka, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ  رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ  شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً  وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ  لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ  عَذَابَ  الۡجَحِیۡمِ ﴿  رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾  وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ  فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud  yang memikul ‘Arasy  dan yang di sekitarnya, mereka bertasbih dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka, mereka beriman kepada-Nya dan mereka memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan) kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau, dan lindungilah mereka dari azab Jahannam.  Hai  Rabb (Tuhan) kami, karena itu masukkanlah mereka ke dalam surga-surga abadi yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan begitu pun  orang-orang yang beramal saleh  dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Dan lindungilah mereka dari segala keburukan, dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-keburukan pada hari itu  maka sungguh  Engkau telah mengasihinya, dan yang demikian itu  kemenangan yang be-sar.” (Al-Mu’min [40]:8-10).
     ‘Arasy berarti Sifat-sifat  Tasybihiyyah Allah Swt.   maka kata-kata “para pemikul ‘Arasy” akan berarti makhluk-makhluk atau orang-orang yang dengan perantaraan mereka Sifat-sifat itu diwujudkan berupa peragaan Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya. Karena hukum alam bekerja dengan perantaraan malaikat-malaikat, dan para nabi Allah  merupakan wahana yang dengan perantaraan mereka Kalamullāh (firman Allah) disampaikan kepada umat manusia, maka kata-kata “para pemikul ‘Arasy” dapat berarti pula para malaikat dan para utusan (rasul)  Allah, dan kata-kata “mereka yang ada di sekitarnya” dapat berarti para malaikat yang dibawahi dan membantu para malaikat yang utama dalam menyelenggarakan urusan-urusan dunia,  atau mengisyaratkan kepada para pengikut sejati rasul-rasul yang menyampaikan dan menyebarkan ajaran nabi-nabi itu.  
  Ayat   وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ   --   dan begitu pun  orang-orang yang beramal saleh  dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka   meletakkan suatu asas yang agung. Tidak ada pekerjaan dilaksanakan dan tidak ada kemenangan dapat dicapai oleh seseorang di dunia ini tanpa bantuan orang lain. Orang-orang lain masing-masing dengan sadar atau tidak sadar telah memberikan sumbangan kepada keberhasilan pekerjaan itu.
  Sekutu-sekutu dan pembantu-pembantu yang sadar atau tidak sadar itu -- terutama ayah bunda, istri, dan anak-anaknya -- maka anggota keluarga yang terdekat itu pun akan diizinkan ikut serta menikmati karunia-karunia yang akan dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman  atas amal-amal shalihnya.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   20 November    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar