بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 89
“Bidadari-bidadari Surgawi” adalah “Wanita-wanita
Bertakwa”
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai riwayat kontroversial masalah “minuman madu”
yang umumnya dipercayai sebagai penyebab Nabi Besar Muhammad saw. melakukan
tindakan “pisah sementara” dengan semua istri mulia beliau saw..
Namun berdasarkan riwayat dari Ibnu
‘Abbas r.a., bahwa menurut beliau dan
’Umar bin Khaththab r.a. Surah At-Tahrīm ayat 2 menyebutkan perceraian sementara Nabi
Besar Muhammad saw. dari istri-istri beliau saw., dan peristiwa
tersebut tidak ada kaitannya dengan masalah minuman
yang dicampur madu tersebut.
Adanya Surah sebelumnya (Surah
Ath-Thalaq) menyebut masalah talak, yang berarti perceraian untuk selama-lamanya,
telah menguatkan kesimpulan bahwa ayat-ayat
Surah At Tahrīm tu, bertalian
dengan perceraian Nabi Besar Muhammad
saw. dari istri-istri
beliau saw. meskipun sifatnya hanya untuk sementara
dengan alasan (latar belakang)
yang jauh lebih terhormat dan jauh jangkauan
pengaruhnya sehubungan dengan upaya
Nabi Besar Muhammad saw. menciptakan
tatanan “bumi baru dan langit baru” yang didasari upaya pembangunan “bumi baru dan langit baru”
di lingkungan keluarga
(rumahtangga).
Memilih Tetap Hidup Sederhana Bersama Nabi Besar Muhammad Saw.
Tambahan pula, seperti
diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a. dalam riwayat tersebut di atas, segera
sesudah masa perceraian sementara itu
berakhir, lalu ayat QS.33:29 diwahyukan dan istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. disilahkan memilih antara hidup dalam
kemiskinan dan kefakiran bersama
Nabi Besar Muhammad saw. di
satu pihak, atau memilih berpisah (bercerai) dari beliau saw. dengan
kehidupan serba senang dan memuaskan serta segala macam karunia duniawi di pihak lain,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ
اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾
وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah
aku akan memberikannya kepada kamu dan aku
akan menceraikan kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan
ganjaran yang besar bagi siapa di
antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb [33]:29-30).
Pilihan itu ditawarkan
kepada semua istri Nabi Besar
Muhammad saw. dan ayat yang sedang dibahas menyebut semua istri beliau, seperti juga ayat ke-4. Hal itu menunjukkan
bahwa peristiwa yang disinggung dalam ayat-ayat ini meliputi semua istri
beliau, yang di antaranya dua orang
memegang peran utama, yaitu Siti ‘Aisyah
binti Abu Bakar Shiddiq r.a. dan Siti
Hafshah r.a. binti ‘Umar bin Khaththab r.a.
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, ada tercatat di dalam riwayat bahwa peristiwa itu terjadi ketika istri-istri
Nabi Besar Muhammad saw. yang dipimpin oleh Siti ‘Aisyah r.a.
dan Siti Hafshah r.a. memohon kepada beliau saw. – yang karena
keadaan keuangan kaum Muslimin telah
kian membaik – supaya mereka pun seperti perempuan-perempuan
Muslim lainnya, diizinkan menikmati kehidupan
duniawi dan kehidupan yang menyenangkan (Fatah al-Qadir).
Jadi, kembali kepada firman-Nya sebelum ini mengenai tindakan “pisah
sementara” yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. terhadap semua istri mulia beliau saw.:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ اَحَلَّ اللّٰہُ لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ مَرۡضَاتَ
اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai Nabi,
mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah
telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau? Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(At-Tahrīm
[66]:1-2).
Nampaknya kata-kata تَبۡتَغِیۡ مَرۡضَاتَ
اَزۡوَاجِکَ -- “karena
engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?” berarti
kurang lebih sebagai berikut:
“Karena engkau senantiasa ingin menyenangkan
hati istri-istri engkau dan
mengabulkan kehendak mereka, hingga
mereka telah menjadi lancang oleh
sikap kasih-sayang engkau itu, dan
mereka melupakan kedudukan engkau
yang tinggi lagi luhur sebagai seorang Nabi
Allah besar serta mengadakan tuntutan
berlebih-lebihan kepada engkau.”
Pentingnya Memelihara “Amanat Rahasia Suami”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “amanat rahasia” yang dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. kepada seorang istri beliau saw.:
قَدۡ فَرَضَ اللّٰہُ لَکُمۡ تَحِلَّۃَ اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾ وَ اِذۡ
اَسَرَّ النَّبِیُّ اِلٰی بَعۡضِ
اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ اللّٰہُ عَلَیۡہِ عَرَّفَ بَعۡضَہٗ وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَلَمَّا
نَبَّاَہَا بِہٖ قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ
ہٰذَا ؕ قَالَ نَبَّاَنِیَ الۡعَلِیۡمُ
الۡخَبِیۡرُ
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu
membebaskan diri dari sumpah-sumpah
kamu, dan Allah adalah
Pelindung kamu, dan Dia Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana. Dan
ketika Nabi menceritakan secara rahasia kepada salah seorang
istri-istrinya, lalu tatkala istrinya itu memberitahukannya kepada
istri yang lain dan Allah
menzahirkan hal itu kepadanya, dia, Rasulullah, memberitahukan
sebagian darinya kepada istrinya itu dan menyembunyikan sebagiannya. Maka tatkala dia
memberitahukan hal itu kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata:
“ Tuhan Yang Maha Mengetahui,
Yang Maha Tahu segala kabar telah memberitahukannya
kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:3-4).
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa Nabi Besar Muhammad saw. sangat
bersedih hati oleh permintaan akan kesenangan
hidup duniawi, dan untuk memperlihatkan ketidaksenangan
yang sangat beliau saw. bersumpah akan memisahkan diri dari mereka selama satu bulan.
Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata
karena telah bersumpah tidak
menggunakannya. Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw. hanya
diminta supaya menebus sumpah beliau saw.
yang terlanggar itu.
Walau pun yang bersumpah dalam peristiwa “pisah sementara” tersebut adalah Nabi
Besar Muhammad saw. tetapi dalam bunyi
kalimatnya adalah قَدۡ فَرَضَ اللّٰہُ لَکُمۡ تَحِلَّۃَ اَیۡمَانِکُمۡ -- “Sungguh
Allah telah mewajibkan kepada kamu
membebaskan diri dari sumpah-sumpah
kamu”, dengan demikian perintah
terhadap Nabi Besar Muhammad saw. tersebut berlaku
juga untuk umumnya orang-orang beriman.
Sukar
untuk mengatakan kepada peristiwa apa ayat ini sebenarnya mengisya-ratkan. Isyarat yang agaknya didukung
oleh konteksnya mungkinkah peristiwa yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a.
sendiri, yaitu ketika ayat
QS.33:29 diwahyukan, memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw. --
yaitu apakah tetap hidup bersama beliau saw. ataukah memilih berpisah
dari beliau saw. -- sebagai jawaban
atas tuntutan mereka sendiri akan kehidupan yang senang dan serba mudah. Dan jawaban Nabi Besar Muhammad
saw. atas tuntutan para istri beliau saw. mula-mula membicarakan hal itu kepada
Siti ‘Aisyah r.a. (Bukhari,
Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb).
Nabi Besar Muhammad saw. nampaknya
memang telah menempuh jalan itu
karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah yang memelopori tuntutan itu bersama Siti
Hafshah r.a., karena itu tidak mustahil kalau Siti ‘Aisyah r.a. telah menceriterakan pembicaraan rahasia Nabi Besar Muhammad saw. itu
kepada Siti Hafshah r.a..
Apa pun yang sebenarnya telah
terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban
seseorang yang dipercayai memegang
suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu (QS.4:35);
istimewa pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri, dan rahasia
itu bertalian dengan urusan rumah tangga
pribadi, lebih-lebih lagi bila pihak-pihak bersangkutan itu seorang rasul Allah dan salah seorang dari para
pengikutnya.
Peran-serta Allah Swt. dalam Rumahtangga
(Keluarga) Nabi Besar Muhammad Saw.
& Pentingnya Menyelamatkan Diri dan Keluarga dari Api Neraka.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai peran-serta-Nya dalam
membantu (mendukung) Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنۡ
تَتُوۡبَاۤ اِلَی اللّٰہِ فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ فَاِنَّ اللّٰہَ ہُوَ مَوۡلٰىہُ وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ بَعۡدَ ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾
عَسٰی
رَبُّہٗۤ اِنۡ طَلَّقَکُنَّ
اَنۡ یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ
عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ
اَبۡکَارًا ﴿﴾
Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah maka
sesungguhnya hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya, tetapi jika kamu berdua saling mendukung
terhadapnya maka sesungguhnya Allah
adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril,
orang-orang beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat-malaikat adalah pendukungnya.
Boleh jadi Rabb-nya (Tuhan-nya) jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya
istri-istri yang lebih baik daripada
kamu, yang berserah diri,
yang beriman, yang bertaubat, yang beribadah,
yang berpua-sa, yang janda dan yang perawan.”
(At-Tahrīm
[66]:5-6).
Kata-kata “kamu
berdua“ nampaknya mengisyaratkan
kepada Siti ’Aisyah r.a. dan
Siti Hafshah r.a., yang telah memelopori
tuntutan akan kesenangan duniawi
dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lainnya pun telah ikut serta dalam tuntutan
itu, meskipun peran utama dipegang
oleh kedua perempuan itu oleh karena
mungkin mereka itu masing-masing putri
Abu Bakar Shiddiq r.a. dan
‘Umar bin Khaththab r.a., dua
tokoh paling terhormat di antara para
sahabat Nabi Besar Muhammad saw..
Susunan ayat itu
menunjukkan bahwa perkara (peristiwa)
yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya sangat penting, sedang riwayat dusta
mengenai “minuman madu” dari rumah salah seorang istri Nabi Besar Muhammad saw.,
jelas tidak begitu penting artinya
daripada hal yang telah menjuruskan kepada perceraian
sementara beliau saw. dengan dan semua istri beliau saw. selama kira-kira sebulan.
Demikian juga tidak adanya teguran
terhadap istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. tersimpul
dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril dan
orang-orang saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
Mengenai pentingnya peran
keluarga (rumahtangga) dalam upaya
membangun suatu tatanan masyarakat
yang lebih luas lagi berupa suatu negara
yang “baldatun thayyibatun wa
Rabbun ghafūrun -- “negeri yang indah dan Rabb
(Tuhan) Yang Maha Pengampun” (QS.34:16) -- selanjutnya
Allah Swt. menasihati seluruh kepala
keluarga orang-orang beriman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ
وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ
قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu dan keluarga kamu dari
Api, yang bahan bakarnya
manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa pun yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa pun yang diperintahkan. Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan mengemukakan
dalih, sesungguhnya kamu dibalas
menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrīm [66]:7-8).
Hakikat “Jodoh-jodoh yang
Suci” di Surga
Nabi Besar
Muhammad saw. telah bersabda “Baitiy
jannatiy -- rumahku adalah surgaku”,
itulah
ungkapan yang sering kita dengar, yang menggambarkan keinginan setiap insan
akan kebaikan dan kebahagiaan dalam kehidupan anggota keluarganya. Karena cinta kepada istri dan anak-anak
merupakan fitrah yang Allah Swt. tetapkan
pada jiwa setiap manusia. Allah
Ta’ala berfirman:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ
الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ
الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ
حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). (Āli ‘Imrān [3]:15).
Namun bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan anak ini
sekaligus juga merupakan ujian (fitnah)
yang bisa menjerumuskan seorang hamba
dalam kebinasaan. Allah Swt. mengingatkan
hal ini dalam firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ
اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا
لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ اِنۡ
تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri kamu dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh bagi kamu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(At
Taghābun [64]: 15).
Dalam ayat selanjutnya kata azwājikum
(istri-istri kamu) digantikan dengan kata amwālukum (harta-harta kamu), hal ini sesuai dengan sabda Nabi
Besar Muhammad saw. bahwa sebaik-baik harta
bagi suami adalah istri yang shaleh, sabda beliau saw.
tersebut sesuai dengan lanjutnya Surah Ali
‘Imran sebelumnya, firman-Nya:
قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ
لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Katakanlah:
“Maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang lebih baik daripada yang
demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya, jodoh-jodoh
yang suci dan keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
(Āli
‘Imrān [3]:15).
Pada hakikatnya yang yang dimaksud
dengan kalimat وَ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ -- “jodoh-jodoh yang suci” adalah istri-istri
para suami yang ahli surga itu sendiri -- karena
mereka termasuk golongan ‘ibādurrahmān (hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pemurah – QS.25:64-77) -- yang ketika di dunia
mereka senantiasa mendoakan istri-istri mereka dan anak keturunan mereka agar menjadi penyejuk mata bagi mereka di
dunia mau pun di akhirat, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ
ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
“Bidadari-bidadari Surgawi” adalah “Wanita-wanita Bertakwa”
Oleh karena itu para suami yang menginginkan bidadari-bidadari surgawi di akhirat tetapi mereka menyia-nyiakan
istri-istri mereka sendiri di dunia, dipastikan
mereka itu tidak akan memperoleh bidadari-bidadari surgawi tersebut, karena pada hakikatnya mereka itu adalah istri-itri mereka sendiri yang juga berdoa seperti itu bagi suami-suami mereka dan anak-keturunan mereka, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ
یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ
رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ شَیۡءٍ
رَّحۡمَۃً وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا
سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ عَذَابَ الۡجَحِیۡمِ ﴿ رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ
وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾ وَ قِہِمُ
السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud yang memikul
‘Arasy dan yang
di sekitarnya, mereka bertasbih
dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka,
mereka beriman kepada-Nya dan mereka
memohon ampunan bagi orang-orang yang
beriman: “Wahai Rabb (Tuhan)
kami, Engkau meliputi segala sesuatu
dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah
kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti
jalan Engkau, dan lindungilah mereka
dari azab Jahannam. Hai Rabb (Tuhan) kami, karena itu masukkanlah mereka ke dalam surga-surga
abadi yang telah Engkau janjikan
kepada mereka, dan begitu pun orang-orang
yang beramal saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka.
Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. Dan lindungilah mereka dari segala keburukan,
dan barangsiapa Engkau pelihara dari
keburukan-keburukan pada hari itu
maka sungguh Engkau telah mengasihinya, dan yang demikian itu kemenangan
yang be-sar.” (Al-Mu’min [40]:8-10).
‘Arasy
berarti Sifat-sifat Tasybihiyyah Allah Swt. maka
kata-kata “para pemikul ‘Arasy” akan
berarti makhluk-makhluk atau orang-orang yang dengan perantaraan
mereka Sifat-sifat itu diwujudkan
berupa peragaan Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya. Karena hukum alam bekerja
dengan perantaraan malaikat-malaikat,
dan para nabi Allah merupakan wahana
yang dengan perantaraan mereka Kalamullāh
(firman Allah) disampaikan kepada umat manusia, maka kata-kata “para pemikul ‘Arasy” dapat berarti pula
para malaikat dan para utusan (rasul) Allah, dan kata-kata “mereka yang ada di sekitarnya” dapat
berarti para malaikat yang dibawahi
dan membantu para malaikat yang utama dalam
menyelenggarakan urusan-urusan dunia,
atau mengisyaratkan kepada para pengikut sejati rasul-rasul yang menyampaikan dan menyebarkan ajaran nabi-nabi
itu.
Ayat وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ
اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ -- “dan
begitu pun orang-orang yang beramal saleh
dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka” meletakkan suatu asas yang agung. Tidak ada pekerjaan
dilaksanakan dan tidak ada kemenangan
dapat dicapai oleh seseorang di dunia ini tanpa bantuan orang lain. Orang-orang lain masing-masing dengan sadar atau tidak sadar telah
memberikan sumbangan kepada keberhasilan pekerjaan itu.
Sekutu-sekutu dan pembantu-pembantu yang sadar atau tidak sadar itu -- terutama ayah bunda, istri, dan anak-anaknya
-- maka anggota keluarga yang terdekat itu pun akan diizinkan ikut serta menikmati karunia-karunia yang akan
dianugerahkan kepada orang-orang yang
beriman atas amal-amal shalihnya.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar