Selasa, 10 Desember 2013

"Keluarga" Merupakan Pondasi Tatanan Negara (Kerajaan)


 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  97

“Keluarga” Merupakan Pondasi Tatanan Negara (Kerajaan)  

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  ayat    لِّیَغۡفِرَ  لَکَ اللّٰہُ  مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ  -- “supaya Allah melindungi engkau dari dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang”   (QS.48:3), berarti bahwa sebagai akibat kemenangan besar (Perjanjian Hudaibiyah) itu, semua tuduhan dosa, kejahatan, dan kesalahan yang dilemparkan musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw.  kepada beliau saw. -- yakni bahwa beliau saw. seorang penipu, pendusta atau tukang mengada-ada kebohongan terhadap Allah Swt. dan manusia, dan sebagainya --  akan terbukti palsu semua,  sebab segala macam orang, yang mempunyai hubungan dengan para pengikut  Nabi Besar Muhammad saw.   -- termasuk yang sebelumnya  mereka itu penentang keras beliau saw. -- akan menjumpai kebenaran mengenai beliau saw..
  Atau, artinya ialah bahwa “dosa-dosa yang diperbuat terhadap engkau oleh musuh-musuh engkau akan diampuni demi engkau”. Dan begitulah yang telah terjadi, ketika Makkah jatuh dan orang-orang Arab menerima agama Islam  maka dosa mereka diampuni.
 Hubungan kalimatnya pun mendukung arti ini, sebab anugerah kemenangan yang nyata dan penggenapan nikmat Ilahi atas  Nabi Besar Muhammad saw. yang diisyaratkan dalam ayat ini dan ayat sebelum ini agaknya tidak mempunyai perhubungan apa pun dengan pengampunan terhadap dosa-dosa, jika dzanb dianggap berarti dosa.

Menangkal “Fitnah-fitnah” di Masa Lalu dan di masa Mendatang

Kata-kata  di masa lalu dan di masa yang akan datang”, maksudnya tuduhan-tuduhan dusta  (fitnah-fitnah) yang dilemparkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  di masa lalu oleh orang-orang Quraisy, dan tuduhan-tuduhan yang akan dilemparkan terhadap beliau saw. di masa yang akan datang oleh musuh-musuh Islam  pun akan dielakkan (dihindarkan),  dan beliau  saw. akan terbukti sama sekali suci dari noda itu. Itulah makna firman-Nya berkenaan dengan  makna  perintah “memohon ampunan” kepada Allah: 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اِنَّا فَتَحۡنَا لَکَ فَتۡحًا مُّبِیۡنًا ۙ﴿﴾  لِّیَغۡفِرَ  لَکَ اللّٰہُ  مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ وَ یُتِمَّ نِعۡمَتَہٗ  عَلَیۡکَ وَ یَہۡدِیَکَ صِرَاطًا مُّسۡتَقِیۡمًا ۙ﴿﴾  وَّ  یَنۡصُرَکَ اللّٰہُ  نَصۡرًا عَزِیۡزًا ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Sesungguhnya Kami telah memberi engkau satu kemenangan nyata, supaya Allah melindungi engkau dari dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang,  dan Dia menyempurnakan nikmat-Nya atas engkau, dan memberi petunjuk kepada engkau pada jalan yang lurus,   dan Allah akan menolong engkau dengan pertolongan yang perkasa.   (Al-Fath [48]:1-4).
Firman-Nya lagi:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾  اِذَا  جَآءَ  نَصۡرُ اللّٰہِ  وَ  الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾  وَ  رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ فِیۡ  دِیۡنِ اللّٰہِ  اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾  فَسَبِّحۡ  بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ  ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ  تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan,  dan engkau melihat manusia  masuk dalam agama Allah berbondong-bondong,  maka  bertasbihlah dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah ampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]:1-4).

Suri Teladan Terbaik Nabi Besar Muhammad Saw.

       Jadi, kembali kepada  pokok pembahasan mengenai pengamalan empat Sifat-sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah serta hubungannya dengan pelaksanaan  adil, ihsan dan iytā-i dzil-qurba (memberi seperti kepada kerabat – QS.16:91) yang dilaksanakan oleh  Nabi Besar Muhamad saw.  – baik  dalam kapasitas beliau saw. sebagai kepala rumah tangga (suami – QS.4:35) mau pun sebagai Kepala Negara (QS.3:160) – benar-benar telah diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  secara sempurna, sehingga tidak akan ada satu celah atau alasan pun untuk melontarkan tuduhan atau fitnah  oleh pihak-pihak yang menentang beliau saw. dan kesempurnaan  ajaran Islam (Al-Quran), firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat  suri teladan yang sebaik-baiknya  bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]:22). 
     Dalam kedudukan sebagai raja – yang juga panglima tertinggi pasukan  -- Nabi Besar Muhammad saw.  bertempur sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan.  Beliau saw. menghadapi kekalahan – misalnya dalam Perang Uhud – dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Nabi Besar Muhammad saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin. Sehubungan dengan hal tersebut  Boswort  Smith  menulis:
      Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah, tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan.
       Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya.”

Pengamalan Sifat-sifat  Rabbubiyyat, Rahmāniyyat, Rahīmiyyat
dan Māliki Yaumid Dīn  dan  Pengamalan Adil, Ihsan dan Iytā-i dzil-Qurba

    Pengepungan kota Madinah  oleh golongan  persekutuan (al-Ahzab) dalam Perang  Khandak mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw., tetapi beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
    Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji, dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw. -- baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
   Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak beliau yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak  Nabi Besar Muhammad saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw., begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
   Ketika  Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, -- setelah peristiwa  penaklukkan  kota Mekkah -- sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
   Demikian pula sebelumnya  tatkala kota Mekkah jatuh dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak  Nabi Besar Muhammad saw.. Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw., yakni memaafkan   orang-orang yang telah berbuat zalim terhadap beliau saw. dan para sahabah beliau saw. di Mekkah selama 13 tahun.

Kesaksian Pribadi-pribadi yang Paling Akrab

  Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak  Nabi Besar Muhammad saw.   – baik sebagai seorang suami (kepala keluarga), sahabat,  mertua mau pun sebagai majikan -- selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang paling akrab dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai Nabi Besar Muhammad saw.  dan merupakan yang pertama-tama percaya akan misi beliau saw., yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a., saudara sepupu yang juga menantu beliau saw., Ali bin Abu Thalib r.a., dan bekas budak beliau  saw. yang telah dimerdekakan, Zaid bin Haritsah r.a..   Nabi Besar Muhammad saw. merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
  Dalam segala segi kehidupan dan watak  Nabi Besar Muhammad saw. yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
  Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan beliau sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit yang menentukan nasib seluruh bangsa. Sebagai kanak-kanak  Nabi Besar Muhammad saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya  Nabi Besar Muhammad saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau terbukti paling jujur dan cermat.
   Sebagai suami (kepala keluarga), Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..
  Sebagai ayah,  Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau sangat setia dan murah hati. Ketika beliau diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak, beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur, dan hanya dalam waktu 23 tahun saja di jazirah Arabia telah muncul “langit baru dan bumi baru  yang penuh cahaya (QS.14:49-53; QS.39:70-71),  menggantikan “langit lama dan bumi lama” yang penuh kegelapan zaman jahiliyah (QS.30:42).
   Ketika Ummul Mukminin Siti ‘Aisyah r.a. ditanya seolah sahabat mengenai akhlaq Nabi Besar Muhammad saw., beliau memberikan jawaban yang sangat pendek namun sangat tepat, yakni bahwa akhlak Nabi Besar Muhammad saw. adalah Al-Quran.

“Keluarga” Sebagai Pondasi Tatanan  Negara (kerajaan)

        Karena Nabi Besar Muhammad  saw. sangat memahami pentingnya  kedudukan “keluarga” (suami, istri dan anak)  sebagai   jama’ah” terkecil yang merupakan pondasi dari tatanan sebuah negara (kerajaan – QS.49:14), itulah sebabnya pelaksanaan  keempat sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah  -- Rabbubiyyat, Rahmāniyat, Rahīmiyyat dan Malikiyyat --    dan pelaksanaan sikap adil, ihsan dan iyta-i dzil- qurba  (memberi seperti terhadap kerabat – QS.16:91)  beliau laksanakan pertama-taama di lingkungan  keluarga  atau ahli bait beliau saw..
     Itulah sebabnya pula Nabi Besar Muhammad  saw. telah menanggapi permohonan dari para istri mulia  beliau saw. mengenai “perbaikan ekonomi keluarga” secara serius berupa     tindakan “menjauhkan  diri” sementara waktu dari semua  istri beliau saw., sebagai peringatan bahwa permohonan mereka itu   tidak berkenan di hati beliau saw. (QS.4:35).
       Allah Swt.  pun  meridhai “sikap” yang dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, sebagaimana telah diuraikan dalam beberapa Bab sebelum ini mengenai firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾  یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ  یَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ  اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ  اَعۡتَدۡنَا  لَہَا  رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾ یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ  اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ  الَّذِیۡ  فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ  قُلۡنَ  قَوۡلًا  مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾  وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ  الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ  وَ  اَطِعۡنَ اللّٰہَ  وَ  رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ  لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ  تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾  وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ  بُیُوۡتِکُنَّ  مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ  وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu me-nginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah te-lah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan  dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah. Tetapi barangsiapa di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyedia-kan baginya rezeki yang mulia.  Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu  janganlah kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah per-kataan yang baik.  Dan tinggallah  di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu me-mamerkan kecantikan kamu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah da-hulu,  dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan  kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya.   Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:29-35).

Hassan bin Ali bin Abi Thalib r.a. dan Sebutir Kurma

     Salah satu contoh dari pelaksanaan Sifat Malikiyyat dan tindakan adil  yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. di lingkungan ahli bait,  adalah ketika cucu beliau saw. -- Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. --   yang masih kecil merangkak lalu mengambil sebutir kurma sedekah lalu  memasukkannya ke dalam mulutnya. Melihat hal tersebut  dengan cepat Nabi Besar Muhammad saw. menghampiri cucu beliau saw. tersebut sambil  berusaha mengeluarkan  kurma yang ada di mulut Hasan r.a., dan dari mulut beliau saw. keluar suara “Hekh hekh” [agar Hasan r.a. mengeluarkan kurma tersebut]. Kemudian beliau saw. bersabda, “Apakah engkau tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah saw. dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?” ( Al-Bukhari no. 1420 dan Muslim no. 1069).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   27 November    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar