بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 97
“Keluarga” Merupakan Pondasi Tatanan Negara (Kerajaan)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai ayat لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ
مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ -- “supaya Allah melindungi engkau dari dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang” (QS.48:3), berarti bahwa sebagai akibat kemenangan besar (Perjanjian Hudaibiyah)
itu, semua tuduhan dosa, kejahatan, dan kesalahan yang dilemparkan musuh-musuh
Nabi Besar Muhammad saw. kepada
beliau saw. -- yakni bahwa beliau saw. seorang penipu, pendusta atau
tukang mengada-ada kebohongan
terhadap Allah Swt. dan manusia, dan sebagainya -- akan terbukti
palsu semua, sebab segala macam
orang, yang mempunyai hubungan dengan
para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. -- termasuk yang sebelumnya mereka itu penentang keras beliau saw. -- akan menjumpai kebenaran mengenai beliau saw..
Atau, artinya ialah bahwa “dosa-dosa
yang diperbuat terhadap engkau oleh musuh-musuh engkau akan diampuni demi
engkau”. Dan begitulah yang telah terjadi, ketika Makkah jatuh dan
orang-orang Arab menerima agama Islam maka dosa
mereka diampuni.
Hubungan kalimatnya pun mendukung arti ini,
sebab anugerah kemenangan yang nyata
dan penggenapan nikmat Ilahi
atas Nabi Besar Muhammad saw. yang diisyaratkan
dalam ayat ini dan ayat sebelum ini agaknya tidak mempunyai perhubungan apa pun
dengan pengampunan terhadap dosa-dosa, jika dzanb dianggap
berarti dosa.
Menangkal “Fitnah-fitnah” di Masa Lalu dan di masa
Mendatang
Kata-kata “di
masa lalu dan di masa yang akan datang”, maksudnya tuduhan-tuduhan dusta (fitnah-fitnah)
yang dilemparkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. di masa
lalu oleh orang-orang Quraisy, dan tuduhan-tuduhan
yang akan dilemparkan terhadap beliau saw. di masa yang akan datang oleh musuh-musuh Islam pun akan dielakkan (dihindarkan), dan beliau
saw. akan terbukti sama sekali suci
dari noda itu. Itulah makna
firman-Nya berkenaan dengan makna perintah “memohon
ampunan” kepada Allah:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اِنَّا
فَتَحۡنَا لَکَ فَتۡحًا مُّبِیۡنًا ۙ﴿﴾ لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ
مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ وَ یُتِمَّ نِعۡمَتَہٗ عَلَیۡکَ وَ یَہۡدِیَکَ صِرَاطًا مُّسۡتَقِیۡمًا
ۙ﴿﴾ وَّ یَنۡصُرَکَ اللّٰہُ نَصۡرًا عَزِیۡزًا ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberi engkau satu kemenangan nyata, supaya Allah melindungi engkau dari
dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang, dan Dia menyempurnakan nikmat-Nya atas engkau, dan memberi petunjuk kepada engkau pada jalan yang lurus, dan Allah
akan menolong engkau dengan pertolongan
yang perkasa. (Al-Fath
[48]:1-4).
Firman-Nya lagi:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾
اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰہِ وَ
الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾ وَ رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ
فِیۡ دِیۡنِ اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾ فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan,
dan engkau melihat manusia masuk
dalam agama Allah berbondong-bondong,
maka bertasbihlah dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah
ampunan-Nya, sesungguhnya Dia
Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]:1-4).
Suri Teladan Terbaik Nabi Besar Muhammad Saw.
Jadi, kembali kepada pokok pembahasan mengenai pengamalan empat Sifat-sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah serta hubungannya dengan
pelaksanaan adil, ihsan dan iytā-i dzil-qurba (memberi seperti kepada
kerabat – QS.16:91) yang dilaksanakan oleh
Nabi Besar Muhamad saw. –
baik dalam kapasitas beliau saw. sebagai kepala
rumah tangga (suami – QS.4:35) mau pun sebagai Kepala Negara (QS.3:160) – benar-benar telah diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. secara sempurna,
sehingga tidak akan ada satu celah
atau alasan pun untuk melontarkan tuduhan atau fitnah oleh pihak-pihak yang
menentang beliau saw. dan
kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran), firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ
اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat
suri teladan yang
sebaik-baiknya bagi kamu,
yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]:22).
Dalam
kedudukan sebagai raja – yang juga panglima tertinggi pasukan -- Nabi Besar Muhammad saw. bertempur
sebagai prajurit gagah-berani dan
memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw.
menghadapi kekalahan – misalnya dalam
Perang Uhud – dan beliau saw.
memperoleh kemenangan-kemenangan.
Nabi Besar Muhammad saw. menghakimi
dan mengambil serta menjatuhkan keputusan
dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik,
dan seorang pemimpin. Sehubungan
dengan hal tersebut Boswort Smith
menulis:
“Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan
yang megah, tanpa balatentara
tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika
ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat
kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan.
Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah
tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit,
dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan
setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan
malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau
bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu
banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya.”
Pengamalan Sifat-sifat Rabbubiyyat,
Rahmāniyyat, Rahīmiyyat
dan Māliki Yaumid Dīn dan Pengamalan Adil, Ihsan dan Iytā-i dzil-Qurba
Pengepungan
kota Madinah oleh golongan persekutuan (al-Ahzab) dalam Perang Khandak
mungkin merupakan percobaan paling pahit
di dalam seluruh jenjang kehidupan Nabi
Besar Muhammad saw., tetapi beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat
itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
Sesungguhnyalah
pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar
gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses
dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji, dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan
bahwa Nabi Besar Muhammad saw. -- baik
dalam keadaan dukacita karena
dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain
menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak beliau yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah)
memperlihatkan watak Nabi Besar Muhammad saw. lainnya. Mara bahaya
tidak mengurangi semangat beliau saw.
atau mengecutkan hati beliau saw.,
begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain,
-- setelah peristiwa penaklukkan kota Mekkah -- sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati,
beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan
kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak
berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
Demikian pula
sebelumnya tatkala kota Mekkah jatuh dan
seluruh tanah Arab bertekuk lutut
maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak
Nabi Besar Muhammad saw.. Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw., yakni
memaafkan orang-orang yang telah
berbuat zalim terhadap beliau saw.
dan para sahabah beliau saw. di
Mekkah selama 13 tahun.
Kesaksian Pribadi-pribadi yang
Paling Akrab
Kesaksian lebih
besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan
watak Nabi Besar Muhammad saw. – baik sebagai seorang suami (kepala keluarga), sahabat, mertua
mau pun sebagai majikan -- selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi
yang paling akrab dengan beliau saw.
dan yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai Nabi Besar Muhammad saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya akan misi beliau saw., yakni,
istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang
hayat, Abu Bakar r.a., saudara sepupu yang juga menantu beliau saw., Ali bin
Abu Thalib r.a., dan bekas budak
beliau saw. yang telah dimerdekakan,
Zaid bin Haritsah r.a.. Nabi Besar Muhammad saw. merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan
model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi
kehidupan dan watak Nabi Besar Muhammad
saw. yang beraneka ragam, tidak ada
duanya dan merupakan contoh yang
tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru
dan diikuti. Seluruh kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. nampak dengan jelas
dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
Nabi Besar
Muhammad saw. mengawali kehidupan beliau sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit yang menentukan nasib seluruh bangsa. Sebagai
kanak-kanak Nabi Besar Muhammad saw.
penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau saw. tetap
merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran.
Pada usia setengah-baya Nabi Besar
Muhammad saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada
amanat) dan selaku seorang niagawan
beliau terbukti paling jujur dan cermat.
Sebagai suami (kepala keluarga), Nabi Besar
Muhammad saw. menikah dengan
perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi
kesaksian dengan mengangkat sumpah
mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..
Sebagai ayah,
Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat
beliau sangat setia dan murah hati. Ketika beliau diamanati tugas yang amat besar dan
berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak, beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul semua penderitaan itu dengan sikap
agung dan budi luhur, dan hanya
dalam waktu 23 tahun saja di jazirah Arabia telah muncul “langit baru dan bumi baru” yang penuh cahaya (QS.14:49-53; QS.39:70-71), menggantikan “langit lama dan bumi lama”
yang penuh kegelapan zaman jahiliyah (QS.30:42).
Ketika Ummul
Mukminin Siti ‘Aisyah r.a. ditanya seolah sahabat mengenai akhlaq Nabi Besar Muhammad saw., beliau memberikan jawaban yang sangat pendek namun sangat
tepat, yakni bahwa akhlak Nabi Besar
Muhammad saw. adalah Al-Quran.
“Keluarga” Sebagai Pondasi Tatanan Negara (kerajaan)
Karena Nabi Besar Muhammad saw. sangat memahami pentingnya
kedudukan “keluarga” (suami,
istri dan anak) sebagai “jama’ah”
terkecil yang merupakan pondasi dari
tatanan sebuah negara (kerajaan –
QS.49:14), itulah sebabnya pelaksanaan
keempat sifat utama Tasybihiyyah
Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah -- Rabbubiyyat, Rahmāniyat, Rahīmiyyat
dan Malikiyyat -- dan pelaksanaan sikap adil, ihsan dan iyta-i dzil- qurba (memberi seperti terhadap kerabat –
QS.16:91) beliau laksanakan
pertama-taama di lingkungan keluarga
atau ahli bait beliau saw..
Itulah sebabnya pula Nabi Besar
Muhammad saw. telah menanggapi permohonan dari para istri mulia beliau saw. mengenai “perbaikan ekonomi keluarga” secara serius berupa
tindakan “menjauhkan diri” sementara waktu dari semua istri
beliau saw., sebagai peringatan bahwa
permohonan mereka itu tidak
berkenan di hati beliau saw. (QS.4:35).
Allah Swt. pun
meridhai “sikap” yang dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad
saw. tersebut, sebagaimana telah diuraikan dalam beberapa Bab sebelum ini
mengenai firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ
اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾
وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾ یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ
مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ مُّبَیِّنَۃٍ
یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ یَسِیۡرًا ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ
لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ اَعۡتَدۡنَا
لَہَا رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ
مِّنَ النِّسَآءِ اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ
فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ
الَّذِیۡ فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ
وَّ قُلۡنَ قَوۡلًا
مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾ وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ
الۡجَاہِلِیَّۃِ الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ
الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ
وَ اَطِعۡنَ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ
لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾
وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی
فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu me-nginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika
kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya
Allah te-lah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang
berbuat ihsan.” Wahai istri-istri
Nabi, barangsiapa di antara kamu
berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah
bagi Allah. Tetapi barangsiapa di
antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan
memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyedia-kan baginya rezeki yang mulia. Wahai istri-istri
Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak
sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena
itu janganlah
kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah per-kataan yang baik. Dan tinggallah
di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu me-mamerkan kecantikan kamu seperti
cara pamer kecantikan zaman Jahiliah da-hulu, dirikanlah shalat, bayarlah zakat,
serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. Dan ingatlah
akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:29-35).
Hassan bin
Ali bin Abi Thalib r.a. dan Sebutir Kurma
Salah satu contoh dari pelaksanaan Sifat Malikiyyat dan tindakan adil yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. di
lingkungan ahli bait, adalah ketika cucu beliau saw. -- Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. -- yang masih kecil merangkak lalu mengambil
sebutir kurma sedekah lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Melihat hal
tersebut dengan cepat Nabi Besar
Muhammad saw. menghampiri cucu beliau
saw. tersebut sambil berusaha mengeluarkan kurma
yang ada di mulut Hasan r.a., dan dari mulut beliau saw. keluar suara “Hekh hekh” [agar Hasan r.a.
mengeluarkan kurma tersebut]. Kemudian beliau saw. bersabda, “Apakah engkau
tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah saw. dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?” ( Al-Bukhari no. 1420 dan Muslim
no. 1069).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar