بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 92
Pentingnya Ketakwaan dan Ucapan yang Jujur dalam Membina "Keluarga Surgawi”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai firman Allah Swt.
yang selalu dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam khutbah (nasihat) pernikahan:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ
الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ
مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ
مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ
اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai manusia, bertakwalah
kepada Rabb
(Tuhan) kamu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya sebagai pasangan serta mengembang-biakkan
dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga
dan mengawasi kamu. (An-Nisā
[4]:1-2).
Kata-kata
خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا --
“dan darinya Dia menciptakan jodohnya”
itu tidak berarti bahwa perempuan
diciptakan dari bagian tubuh laki-laki
– sebagaimana banyak yang salah menafsirkan
-- tetapi bahwa perempuan termasuk jenis yang
sama dengan laki-laki yaitu
mempunyai pembawaan-pembawaan dan kecenderungan-kecenderungan yang serupa
(QS.7:190; QS.16:73; QS.30:22; QS.39:7).
Anggapan bahwa Siti Hawa telah diciptakan dari tulang rusuk Adam nampaknya timbul dari
sabda Nabi nBesar Muhammad saw. yakni:
“Kaum perempuan telah diciptakan dari
tulang rusuk, dan tentu saja bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk itu
bagian yang paling atas. Jika kamu memaksa meluruskannya, kamu akan membuatnya
patah” (Bukhari, Kitab-un-Nikah).
Sabda ini sebenarnya merupakan
satu dalil yang bertentangan dengan anggapan
di atas, dan bukan mendukungnya, sebab di sini sekali-kali tidak disebut nama Siti Hawa, melainkan hanya menerangkan
ihwal keadaan umum perempuan. Jelas
bagi siapa pun bahwa setiap perempuan
tidak diciptakan dari tulang rusuk.
Kata dhil’ yang digunakan dalam hadits beliau saw. di atas, menunjuk kepada pembawaan bengkok, kata itu sendiri berarti kebengkokan (Bihar & Muhith).
Sebenarnya kata itu menunjuk
kepada satu sifat khas perempuan, yaitu mempunyai kebiasaan berbuat pura-pura tidak senang dan bertingkah manja demi menarik hati orang. “Kebengkokan” itu disebut dalam hadits ini
sebagai sifat khas yang paling tinggi atau paling baik di dalam watak perempuan.
Barangsiapa menganggap marah-semu
perempuan (istri) sebagai kemarahan yang sungguh-sungguh, lalu berlaku kasar terhadapnya karena alasan
itu, sebenarnya suami seperti itu memusnahkan
segi paling menarik dan menawan hati dalam kepriba-diannya, seakan-akan ia telah mematahkan “tulang rusuknya”
sendiri, sehingga suasana rumahtangga
pun akan menjadi sepi bagaikan
kuburan.
Itulah pula sebabnya ketika Nabi Besar Muhammad saw. mendengar “tuntutan” dari para istri mulia beliau saw. yang disampaikan melalui Siti ‘Aisyah r.a.
dan Siti Hafshah r.a. mengenai “perbaikan
ekonomi keluarga”, beliau saw. tidak menyikapinya dengan keras
(kasar) -- baik melalui kata-kata mau pun melalui tindakan (memukul – QS.4:35) – melainkan
menyampaikan secara baik-baik kepada mereka bahwa beliau saw. akan memisahkan
diri sementara selama
sebulan.
Pentingnya Menjaga Hubungan Silatrurahmi
Ayat selanjutnya وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ -- “Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan nama-Nya
kamu saling meminta satu sama
lain, dan bertakwalah mengenai
hubungan kekerabatan” menempatkan perkataan “ketakwaan kepada Allah” berdampingan dengan perkataan “hubungan tali kekerabatan” (arhām), guna menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap keluarga sedarah – baik keluarga
sedarah pihak laki-laki (suami) mau pun keluarga
sedarah pihak perempuan (istri), sebagaimana firman-Nya:
وَ ہُوَ الَّذِیۡ
خَلَقَ مِنَ الۡمَآءِ بَشَرًا فَجَعَلَہٗ
نَسَبًا وَّ صِہۡرًا ؕ وَ کَانَ رَبُّکَ قَدِیۡرًا ﴿﴾
Dan Dia-lah Yang menciptakan manusia dari air,
dan menjadikannya keluarga melalui pertalian darah dan keluarga melalui pernikahan, dan Rabb (Tuhan) engkau Maha Kuasa.(Al-Furqān [25]:55).
Hal demikian telah sangat ditekankan
oleh Al-Quran, sehingga Nabi Besar
Muhammad saw. lazim membaca ayat ini pada saat
membacakan khutbah nikah, guna mengingatkan kedua belah pihak mempelai, kepada kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lain yang
dilandasi dengan ketakwaan kepada
Allah Swt.. Firman Allah Swt. lainnya yang senantiasa
dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam memberikan khutbah (nasihat)
pernikahan adalah:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا
سَدِیۡدًا ﴿ۙ ﴾
یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ
فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿ ﴾
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang jujur, Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amal kamu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosa kamu.
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan meraih kemenangan besar. (Al-Ahzāb [33]:71-72).
Qawlan
sadīdan (perkataan yang benar dan jujur) adalah ucapan yang di dalamnya tidak ada kedustaan atau pun rekayasa
-- baik secara nyata mau pun secara tersembunyi
– dan itu hanya mungkin jika seseorang
memiliki ketakwaan yang hakiki kepada Allah Swt., sebab ia
menjadikan Allah Swt. sebagai saksi mengenai apa pun yang dikatakannya atau pun yang dilakukannya.
Menurut firman-Nya tadi, jika seseorang berusaha mengamalkan
kedua hal tersebut (ketakwaan dan ucapan yang
jujur) maka یُّصۡلِحۡ لَکُمۡ
اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ -- “Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amal kamu dan akan mengampuni bagi kamu dosa-dosa kamu”,
sehingga seandainya pun pada pasangan suami
istri atau pun anak-anak mereka terdapat beberapa perbedaan sifat dan pembawaan maka insya Allah semua
hal tersebut tidak akan menjadi penyebab timbulnya api ketidak-tentraman, sebab kedua belah pihak akan diberi taufik oleh Allah Swt. untuk dapat mengendalikan egonya masing-masing serta akan berusaha memperoleh manfaat
serta pelajaran dari kelebihan mau pun kekurangan masing-masing, sebab Allah Swt. telah berfirman bahwa “karena jika kamu tidak menyukai
mereka maka boleh
jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan banyak kebaikan
di dalamnya”:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا یَحِلُّ
لَکُمۡ اَنۡ تَرِثُوا
النِّسَآءَ کَرۡہًا ؕ وَ لَا تَعۡضُلُوۡہُنَّ لِتَذۡہَبُوۡا بِبَعۡضِ
مَاۤ اٰتَیۡتُمُوۡہُنَّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّاۡتِیۡنَ
بِفَاحِشَۃٍ مُّبَیِّنَۃٍ ۚ وَ
عَاشِرُوۡہُنَّ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ ۚ فَاِنۡ کَرِہۡتُمُوۡہُنَّ فَعَسٰۤی اَنۡ تَکۡرَہُوۡا شَیۡئًا وَّ یَجۡعَلَ
اللّٰہُ فِیۡہِ خَیۡرًا کَثِیۡرًا ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal
bagi kamu mewarisi perempuan-perempuan secara
paksa, dan jangan pula kamu
menahan mereka agar kamu dapat mengambil kembali secara zalim sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali jika mereka itu melakukan
perbuatan keji yang nyata, dan bergaullah dengan mereka secara baik, karena jika kamu tidak menyukai mereka maka boleh
jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan banyak kebaikan
di dalamnya. (An-Nisā[4]:20).
Perang Melawan Hawa-nafsu (Diri Sendiri)
Ungkapan ayat ۚ فَاِنۡ کَرِہۡتُمُوۡہُنَّ فَعَسٰۤی اَنۡ تَکۡرَہُوۡا شَیۡئًا وَّ یَجۡعَلَ اللّٰہُ فِیۡہِ خَیۡرًا کَثِیۡرًا -- “maka
jika kamu tidak menyukai mereka maka boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal
Allah menjadikan banyak kebaikan di dalamnya” berkenaan
dengan pasangan hidup (suami/istri)
tersebut dikemukakan juga berkenaan dengan masalah “perang”, firman-Nya:
کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ وَ ہُوَ کُرۡہٌ لَّکُمۡ ۚ وَ عَسٰۤی اَنۡ
تَکۡرَہُوۡا شَیۡئًا وَّ ہُوَ خَیۡرٌ لَّکُمۡ ۚ وَ عَسٰۤی اَنۡ تُحِبُّوۡا شَیۡئًا
وَّ ہُوَ شَرٌّ لَّکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ
وَ اَنۡتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾٪
Ditetapkan atas kamu kewajiban berperang,
padahal berperang itu sesuatu
yang kamu tidak sukai, dan
boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu,
padahal itu buruk bagi kamu, dan Allah
mengetahui sedangkan kamu tidak
mengetahui. (Al-Baqarah [2]:217).
Pada
hakikatnya ketika laki-laki dan perempuan berikrar
menyatukan diri mereka melalui ikatan pernikahan, keduanya harus menyadari
bahwa mereka mulai memasuki “medan perang”
melawan “keakuan” (ego) atau “hawa
nafsu” masing-masing, yang menurut Nabi Besar Muhammad saw. “orang yang kuat” itu adalah bukan orang
yang mampu mengalahkan lawannya dalam
suatu pergulatan (perkelahian), melainkan yang mampu mengalahkan hawa-nafsu
dirinya.
Apabila
pasangan suami-istri sampai batas tertentu berhasil melakukan “persenyawaan sifat” yang keadaannya
lebih baik dari keadaan mereka sebelumnya
-- yakni sebagai hasil dari lita’ārafu (saling mengenali pasangan –
QS.49:14) -- maka keduanya benar-benar memasuki proses “perjodohan” yang sebenarnya, itulah sebabnya Allah Swt. dalam Al-Quran telah menggambarkan pasangan suami-istri sebagai
“menyatunya tubuh dengan pakaian” sehingga
keduanya tampil dalam keadaan yang lebih baik dari sebelumnya, firman-Nya:
اُحِلَّ لَکُمۡ لَیۡلَۃَ الصِّیَامِ الرَّفَثُ اِلٰی نِسَآئِکُمۡ ؕ ہُنَّ لِبَاسٌ لَّکُمۡ
وَ اَنۡتُمۡ لِبَاسٌ لَّہُنَّ
Dihalalkan bagi kamu pada malam puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka….(Al-Baqarah
[2]:188).
Betapa
indahnya Al-Quran telah melukiskan dengan kata-kata singkat ini hak dan kedudukan perempuan dan tujuan
serta arti pernikahan dan hubungan
suami-istri. Tujuan pokok pernikahan,
demikian ayat ini mengatakan, ialah kesentausaan,
perlindungan, dan memperhias (memperindah) kedua pihak,
sebab memang itulah tujuan mengenakan pakaian
(QS.7:27 dan QS.16:82).
Tujuh Tanda Pewaris
“Surga Firdaus”
Sudah pasti bahwa tujuan pernikahan bukan hanya semata-mata pemuasan dorongan seksual. Suami-istri harus sama-sama menjaga satu sama lain terhadap kejahatan
dan skandal, dimana hal ini merupakan
salah satu ciri (tanda) dari 7 ciri (tanda) orang-orang yang akan menjadi pewaris “surga firdaus”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ قَدۡ اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ
ہُمۡ فِیۡ صَلَاتِہِمۡ
خٰشِعُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنِ
اللَّغۡوِ مُعۡرِضُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ لِلزَّکٰوۃِ فٰعِلُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ ۙ﴿﴾ اِلَّا عَلٰۤی
اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾ فَمَنِ ابۡتَغٰی
وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ
لِاَمٰنٰتِہِمۡ وَ عَہۡدِہِمۡ رٰعُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ
یُحَافِظُوۡنَ ۘ﴿۹﴾ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡوٰرِثُوۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ
یَرِثُوۡنَ الۡفِرۡدَوۡسَ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah,
Maha Pemurah, Maha Penyayang. Sungguh
telah berhasil orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam
shalatnya, dan orang-orang
yang berpaling dari hal yang sia-sia, dan orang-orang yang membayar zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri
mereka atau apa yang dimiliki tangan
kanannya maka sesungguhnya mereka
tidak tercela, tetapi barangsiapa
mencari selain dari itu maka mereka
itu orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan
perjanjian-perjanjian mereka, dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat mereka. Mereka itulah pewaris, yaitu orang-orang
yang akan mewarisi surga Firdaus,
mereka akan kekal di dalamnya.
(Al-Mu’minūn
[23]:1-12).
Ayat kedua ini menunjuk kepada orang-orang
beriman yang mempunyai tingkat keruhanian yang amat tinggi. Sifat-sifat
istimewa dan ciri-ciri khususnya disebutkan dalam ayat-ayat berikutnya. Orang-orang
beriman semacam itu akan memperoleh falah (sukses) dan bukan hanya najat
(keselamatan), sebab mencapai falah menandakan tingkat ruhani yang jauh
lebih tinggi dari hanya mencapai najat.
Dengan
ayat ketiga mulai pelukisan mengenai
kondisi-kondisi atau prasyarat-prasyarat yang seorang beriman harus penuhi
sebelum dapat menaruh harapan untuk memperoleh falah (sukses) dalam kehidupan dan mencapai tujuan utama,
yang untuk itu Allah Swt. telah
menciptakan dia.
Syarat-syarat tersebut dapat
dianggap sekian banyak tingkat perkembangan ruhani manusia. Tingkat atau pal
pertama dalam perjalanan ruh manusia ialah bahwa seorang beriman harus menghadap kepada Tuhan dengan
penuh kerendahan diri, merasa gentar oleh keagungan Ilahi, dan dengan hati yang
menyesal dan merendahkan diri. فِیۡ صَلَاتِہِمۡ خٰشِعُوۡنَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ – “yaitu orang-orang yang khusyuk dalam
shalatnya,”
Tingkat
kedua terletak dalam berpaling dari segala macam percakapan dan khayalan
tidak berguna, dan dari amal perbuatan
sia-sia, percuma serta tidak membawa manfaat. Kehidupan merupakan suatu kenyataan yang suram dan serius, dan seorang beriman harus menanggapinya demikian. Ia harus mempergunakan setiap saat dalam kehidupannya dengan
cara yang bermanfaat dan menjauhi
semua kesibukan sia-sia yang tidak berguna -- “dan orang-orang
yang berpaling dari hal yang sia-sia”
Tujuan zakat bukan hanya menyediakan
sarana-sarana untuk meringankan beban orang-orang yang keadaannya menyedihkan,
atau untuk memajukan kesejahteraan golongan masyarakat yang secara ekonomis
kurang beruntung, melainkan mencegah
juga penimbunan uang dan bahan-bahan keperluan dan dengan
demikian menjamin kelancaran perputaran
kedua-duanya, agar mengakibatkan terciptanya keseimbangan ekonomi yang sehat.
Ciri selanjutnya adalah mereka
memelihara furūj mereka. Kata furūj
tidak hanya terbatas pada kemaluan
tetapi juga mencakup seluruh panca indera
yang melaluinya dosa dapat terjadi (dilakukan):
وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ
لِفُرُوۡجِہِمۡ حٰفِظُوۡنَ ۙ﴿﴾ اِلَّا عَلٰۤی
اَزۡوَاجِہِمۡ اَوۡ مَا مَلَکَتۡ اَیۡمَانُہُمۡ فَاِنَّہُمۡ غَیۡرُ مَلُوۡمِیۡنَ ۚ﴿﴾ فَمَنِ ابۡتَغٰی
وَرَآءَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡعٰدُوۡنَ ۚ﴿﴾
“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri
mereka atau apa yang dimiliki tangan
kanannya maka sesungguhnya mereka
tidak tercela, tetapi barangsiapa
mencari selain dari itu maka mereka
itu orang-orang yang melampaui batas.”
Ayat selanjutnya الَّذِیۡنَ ہُمۡ لِاَمٰنٰتِہِمۡ وَ عَہۡدِہِمۡ رٰعُوۡنَ وَ -- “Dan orang-orang
yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian
mereka”, termasuk di dalamnya amanat dan perjanjian yang dikemukakan pada waktu melakukan akad nikah.
Kemudian
ayat الَّذِیۡنَ
ہُمۡ عَلٰی صَلَوٰتِہِمۡ یُحَافِظُوۡنَ وَ -- “dan orang-orang
yang memelihara shalat-shalat mereka” menandai tingkat perkembangan ruhani yang terakhir dan tertinggi, di mana zikir
Ilahi menjadi fitrat kedua bagi
seorang beriman dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari wujudnya serta penghibur
bagi ruhnya.
Pada tingkat ini ia menaruh perhatian khusus
kepada amal ibadah yang dilakukan bersama-sama (berjamaah), yang
menunjukkan bahwa perasaan dan kesadaran
berkaum menjadi sangat kuat dalam dirinya dan ia membelakangkan kepentingan-kepentingan diri pribadi
serta mendahulukan kebaikan bersama
dan kepentingan kaum.
Karena orang-orang beriman
yang disebut dalam ayat-ayat yang mendahuluinya menghimpun dalam diri mereka segala macam sifat mulia maka mereka akan disuruh bermukim di surga Firdaus yang berisikan segala sesuatu yang terdapat
dalam kebun mana pun (Lexicon Lane). Sebab mereka
mendatangkan kematian terhadap keinginan-keinginan mereka sendiri, maka
sebagai imbalannya Allah Swt. akan memberi mereka kehidupan kekal dan mereka akan memperoleh segala yang mereka
inginkan (QS.50:36).
“Rumahku adalah Surgaku” & “Dua Surga”
Dengan demikian betapa dalamnya hikmah yang terkandung dalam sabda Nabi Besar Muhammad saw. “Baitiy jannatiy -- rumahku adalah surgaku”, sebab pada
hakikatnya kehidupan surgawi di alam
akhirat merupakan perwujudan dari keberhasilan orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh meraih “kehidupan
surgawi” di dunia ini juga, firman-Nya:
وَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّہٖ
جَنَّتٰنِ ﴿ۚ ﴾
Dan bagi orang yang takut akan Keagungan
Rabb-nya (Tuhan-nya) ada dua surga” (Ar-Rahmān [55]:47).
Kata “dua surga” dapat berarti: (1)
ketenteraman pikiran yang merupakan hasil menjalani kehidupan yang baik, dan
(2) kebebasan dari kekhawatiran dan kecemasan yang mencekam hati akibat menjalani hidup mengejar kesenangan dan kebahagiaan
duniawi. Kebun surgawi pertama terdapat di dunia ini dalam hal melepaskan keinginan sendiri karena Allah Swt.
(QS.89:28-31) dan kebun surgawi
lainnya dalam memperoleh berkat dan keridhaan Ilahi di akhirat.
Seorang mukmin sejati selama-lamanya berjemur di
dalam sinar matahari rahmat Ilahi di
dunia ini, yang tidak dapat diusik oleh pikiran-pikiran
susah. Inilah surga dunia, yang
dianugerahkan kepada hamba Allah yang
bertakwa dan di dalamnya ia akan
tinggal selamanya; surga yang
dijanjikan di akhirat hanyalah suatu bayangan surga di dunia ini, yang
merupakan suatu peragaan rahmat ruhani
yang dinikmati orang serupa itu di dunia ini.
Kepada keadaan hidup
surgawi seorang mukmin sejati inilah
Al-Quran mengisyaratkan di dalam QS.10:65 dan QS.41:32. Kata “dua surga”
itu mungkin juga dua lembah subur,
yang diairi oleh dua aliran sungai – Jaihan
dan Saihan serta Efrat
dan Nil, yang menurut sebuah hadits Nabi
Besar Muhammad saw. adalah sungai-sungai
surgawi (Muslim). Kedua lembah ini jatuh ke tangan orang-orang
Islam di masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a..
Itulah sebabnya mengapa dalam masalah pernikahan Allah Swt. sangat
menekankan masalah ketakwaan dan
“perkataan yang jujur”, sebab ketakwaan itu berfungsi seperti pakaian,
firman-Nya:
یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ قَدۡ
اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡکُمۡ لِبَاسًا
یُّوَارِیۡ سَوۡاٰتِکُمۡ وَ رِیۡشًا ؕ وَ لِبَاسُ التَّقۡوٰی ۙ ذٰلِکَ خَیۡرٌ ؕ
ذٰلِکَ مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ
لَعَلَّہُمۡ یَذَّکَّرُوۡنَ
Wahai Bani
Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepada kamu pakaian penutup aurat kamu dan
sebagai perhiasan, dan pakaian takwa
itulah yang terbaik, yang demikian itu ada-lah
sebagian dari Tanda-tanda Allah,
supaya mereka mendapat nasihat. (Al-A’rāf [7]:27).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar