بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
108
“Masa Pikun” Umat Beragama
& “Hari Kebangkitan” di Dunia
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai dalil-dalil kebenaran terjadinya kebangkitan akhlak dan ruhani di kalangan umat manusia, dengan mengemukakan misal (perumpamaan)
berkenaan dengan proses kejadian bayi
dalam rahim ibu, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنۡ کُنۡتُمۡ فِیۡ رَیۡبٍ مِّنَ الۡبَعۡثِ فَاِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ تُرَابٍ ثُمَّ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَۃٍ ثُمَّ مِنۡ مُّضۡغَۃٍ مُّخَلَّقَۃٍ وَّ غَیۡرِ مُخَلَّقَۃٍ لِّنُبَیِّنَ لَکُمۡ ؕ وَ نُقِرُّ فِی الۡاَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ اِلٰۤی اَجَلٍ مُّسَمًّی ثُمَّ نُخۡرِجُکُمۡ طِفۡلًا ثُمَّ لِتَبۡلُغُوۡۤا اَشُدَّکُمۡ ۚ وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّتَوَفّٰی وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرَدُّ اِلٰۤی اَرۡذَلِ الۡعُمُرِ لِکَیۡلَا یَعۡلَمَ مِنۡۢ بَعۡدِ عِلۡمٍ شَیۡئًا ؕ وَ تَرَی
الۡاَرۡضَ ہَامِدَۃً فَاِذَاۤ اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡہَا الۡمَآءَ اہۡتَزَّتۡ وَ رَبَتۡ
وَ اَنۡۢبَتَتۡ مِنۡ کُلِّ زَوۡجٍۭ
بَہِیۡجٍ ﴿﴾ ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡحَقُّ وَ اَنَّہٗ یُحۡیِ الۡمَوۡتٰی وَ اَنَّہٗ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّ
السَّاعَۃَ اٰتِیَۃٌ لَّا رَیۡبَ فِیۡہَا ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ یَبۡعَثُ مَنۡ فِی الۡقُبُوۡرِ ﴿﴾
Hai manusia,
jika kamu dalam keraguan mengenai kebangkitan kembali, maka
sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu
dari debu tanah, kemudian dari setetes
mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari sepotong daging,
sebagian telah berbentuk dan
sebagian lagi belum berbentuk,
supaya Kami menjelaskan kepada kamu.
Dan Kami menempatkan di dalam rahim-rahim
sebagaimana yang Kami kehendaki sampai masa
yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, lalu
kamu mencapai kedewasaan kamu. Dan
di antara kamu ada yang diwafatkan, dan sebagian dari kamu ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun,
sehingga ia tidak mengetahui sedikit pun
setelah ia mengetahui. Dan engkau
melihat bumi gersang lalu apabila
ke atasnya Kami menurunkan air ia
bergerak dan berkembang dan menumbuhkan
segala macam tumbuhan yang indah. Yang demikian
itu karena sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Benar dan
sesungguhnya Dia-lah Yang menghidupkan yang mati,
dan sesungguhnya Dia berkuasa atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya saat yang ditentukan itu akan datang,
sedikit pun tidak ada keraguan di
dalamnya, dan sesungguhnya Allah
akan membang-kitkan orang yang ada di
dalam kubur. (Al-Hājj [22]:6-8).
“Masa
Pikun” Umat Beragama &
“Hari
Kebangkitan” di Dunia
Sesuai
dengan Sifat Rabbubiyyat Allah Swt.
(QS.1:2), kejadian manusia dan perkembangan fisiknya merupakan suatu dalil yang kuat untuk membenarkan adanya
kehidupan sesudah mati. Kejadian manusia adalah suatu
proses evolusi, suatu penguraian
yang berangsur-angsur, suatu perkembangan
dari suatu tahap kepada tahap yang lain, dari zat tanpa nyawa kepada suatu benih
kemudian menjadi indung telur yang
telah dibuahi, kemudian menjadi janin dan sesudah itu proses mencapai puncaknya dalam kelahiran wujud manusia (bayi) yang sempurna bentuknya.
Tetapi
proses evolusi pembentukan manusia secara fisik (jasmani) tersebut tidak berhenti dengan kelahiran manusia. Proses
dibawah Sifat Rabbubiyyat Allah Swt. itu
berjalan terus. Pertumbuhan jasmani
manusia yang ajaib dari zat tanpa
nyawa kepada wujud manusia yang
sempurna merupakan bukti yang tidak dapat ditolak, bahwa Khāliq (Maha Pencipta) manusia dan Pencipta semua tingkatan pertumbuhannya, memiliki kekuasaan memberikan kepadanya suatu kehidupan baru sesudah ia mati.
Jadi,
terkandung kesimpulan bahwa sebagaimana kejadian
dan pertumbuhan jasmani manusia
melalui proses evolusi dan pertumbuhan
yang berangsur-angsur, begitu pula perkembangan
ruhaninya. Mengenai adanya kesajajaran
dalam proses perkembangan jasmani dan
ruhani manusia ini dijelaskan secara terinci dalam QS.23:1-18.
Dalil
lain yang diambil dari alam mengenai
kebenaran kebangkitan tersebut ialah bahwa bumi
yang kering, gersang, atau mati
bergetar dengan kehidupan baru ketika hujan
turun. Gejala ini membawa kepada kesimpulan
yang sama bahwa Allah Swt. mempunyai
kekuasaan membuat bumi yang mati dan kering-gersang itu bergetar dengan kehidupan baru tentu mempunyai kekuasaan menghidupkan kembali manusia
sesudah ia mati.
Dengan
demikian jelaslah bahwa berdasarkan Al-Quran diketahui bahwa adanya “Hari Kebangkitan” tersebut bukan hanya
di alam Akhirat -- setelah manusia
mengalami kehidupan di alam barzakh --
tetapi terjadi juga di dunia ini melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya yang dijanjikan (QS.7:35=37; QS.62:3-5), termasuk di Akhir Zaman ini
(QS.61:10), yaitu ketika keadaan suatu kaum
atau umat beragama telah seperti
keadaan umumnya manusia yang apabila telah berusia lanjut akan mengalami
pikun, sehingga ilmu pengetahuan yang dimilikinya pun
hilang: وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرَدُّ اِلٰۤی اَرۡذَلِ
الۡعُمُرِ لِکَیۡلَا یَعۡلَمَ مِنۡۢ بَعۡدِ عِلۡمٍ شَیۡئًا -- “dan sebagian dari kamu ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun,
sehingga ia tidak mengetahui sedikit pun
setelah ia mengetahui.”
Menurut
Allah Swt. penciptaan suatu kaum dan kebangkitan
mereka -- setelah mengalami masa kemunduran akhlak dan ruhani -- bagi Allah Swt. seperti
penciptaan dan kebangkitan satu jiwa (seorang manusia), firman-Nya:
مَا خَلۡقُکُمۡ وَ لَا بَعۡثُکُمۡ اِلَّا کَنَفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿﴾
Sekali-kali
tidaklah penciptaan kamu dan tidak
pula kebangkitan kamu melainkan seperti penciptaan suatu jiwa. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat. (Luqman [31]:29).
Ayat
ini mengandung arti, bahwa seluruh umat manusia tunduk kepada hukum-hukum alam yang sama. Ayat ini
menunjuk pula kepada kenyataan bahwa kebangkitan atau keruntuhan bangsa dan masyarakat
atau umat
beragama adalah tunduk kepada hukum-hukum
alam yang sama, seperti halnya kemajuan
atau kemunduran perseorangan
manusia.
Proses Lenyapnya “Ruh” Islam (Al-Quran) &
Kesedihan Rasul Akhir Zaman
Berikut ini adalah firman Allah Swt.
mengenai proses lenyapnya ilmu
pengetahuan Al-Quran secara berangsur-angsur
dari kalangan umat Islam selama 1000
tahun setelah mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad (300 tahun), firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi,
kemudian perintah itu akan naik
kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan
lamanya seribu tahun dari apa yang kamu
hitung. (As-Sajdah [32]:6).
Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba
sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa
Islam dalam perkembangannya yang
penuh dengan perubahan itu. Islam
akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan
pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup,
kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari,
Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan
yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran
dan kemerosotannya ber-langsung dalam
masa 1000 tahun berikutnya. Kepada
masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian
perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu
tahun.”
Dalam hadits lain Nabi Besar
Muhammad saw. sehubungan dengan Surah Al-Jumu’ah
ayat 3-4 diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang
Suraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir).
Dengan kedatangan Al-Masih
Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) dalam abad ke-14 Hijriyah laju kemerosotan
umat Islam dalam berbagai bidang
kehidupan – termasuk akhlak dan ruhani -- telah terhenti, dan kebangkitan
Islam kembali mulai berlaku (QS.61:10). Mengisyaratkan kepada keadaan
puncak keumunduran Islam di akhir dan
awal abad 14 Hijriyah atau akhir abad 17 Masehi itulah kesedihan
Rasul Allah dalam firman berikut:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی
اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang
telah ditinggalkan. (Al-Furqan [25]:31).
Ayat
ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan
diri orang-orang Muslim tetapi telah
menyampingkan Al-Quran dan telah
melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini
di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim
seperti dewasa ini. Hal ini
mengisyaratkan kepada “masa pikun”
yang terjadi kalangan umumnya umat Islam.
Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw. yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari
Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya” (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh
di Akhir
Zaman inilah saat yang dimaksudkan
itu.
Wasiat Allah Swt. kepada Bani Adam
Jadi, masa kemajuan dan masa kemunduran serta masa kebangkitan
Islam yang kedua kali tersebut merupakan Sunnatullah yang berlaku bagi semua umat -- termasuk umat Islam Bani Isma’il -- firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ
فَاِذَا جَآءَ اَجَلُہُمۡ
لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً وَّ
لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ
ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas waktunya,
mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula
dapat memajukannya. Wahai Bani
Adam, jika datang kepada
kamu rasul-rasul dari
antara kamu yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula
mereka akan bersedih hati. Dan orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, mereka
itu penghuni Api, mereka kekal di dalam-nya. (Al-‘Arāf
[7]:35-37).
Bila waktu yang ditetapkan untuk menghukum suatu kaum tiba maka batas
waktu i(ajal) kaum tersebut tidak
dapat dihindarkan, diulur-ulur, atau ditunda-tunda. Kemudian Allah Swt. akan
membangkitkan kaum lain sebagai pengganti kaum yang sudah tiba ajalnya (batas
weaktunya) tersebut, sebagimana dikemukakan dalam ayat selanjutnya (ayat 36).
Penyebutan “Hai Bani Adam” dalam
ayat 36 ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ -- “Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari antara kamu” patut
mendapat perhatian istimewa. Seperti pada beberapa ayat sebelumnya (yakni
QS.7:27, 28 & 32), seruan dengan kata-kata Hai anak-cucu Adam,
ditujukan kepada umat di zaman Nabi Besar Muhammad saw. dan kepada generasi-generasi yang akan lahir
setelah diturunkannya agama Islam
(Al-Quran) kepada Nabi Besar Muhammad saw., bukan kepada umat yang hidup di masa jauh silam (kaum-kaum purbakala) dan yang
datang tak lama sesudah masa Nabi Adam a.s..
Kata-kata وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ
اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ -- “Dan
orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling darinya” itu berarti bahwa
mereka yang menolak Utusan-utusan Allah Swt. akan melihat dengan mata kepala
sendiri penyempurnaan kabar-kabar gaib
yang meramalkan kekalahan dan kegagalan mereka. Mereka akan merasakan hukuman yang dijanjikan kepada mereka
karena menentang utusan-utusan Allah.
Sudah merupakan Sunnatullah
pula bahwa pihak yang mendustakan dan
menentang Rasul Allah tersebut
terutama sekali adalah kaum yang ajalnya
(jangka waktunya) sebagai “kaum terpilih”
sudah selesai, contohnya adalah penentangan (golongan Ahlikitab) terhadap Nabi Besar Muhammad saw. yang berasal
dari Bani Isma’il.
Sunnatullah tersebut terjadi pula di lingkungan umat Islam kepada Allah Swt. mengutus Rasul Akhir Zaman, yang akan mewujudkan kejayaan
Islam yang kedua kali (QS.61:10). Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah
ayat-ayat sebelum dan sesudah firman-Nya sebelum ini:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی
اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang
telah ditinggalkan. (Al-Furqan [25]:31).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 7 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar